|
|
|
Da’wah merupakan kewajiban setiap kaum muslimin sesuai firman Allah swt :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang (terus) menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS.Ali Imran [3] : 104)
Da’wah dalam pengertian ini tidak hanya menjadi tugas para Ustadz yang berdiri dimimbar atau dalam pengajian-pengajian, tetapi juga para individu yang berbicara secara personal, menasehati, mengajak dan membujuk dengan cara yang baik agar kembali kepada ajaran Islam.
Dengan kondisi masyarakat sekarang yang begitu jauh dari kehidupan yang islami, sesungguhnya jauh lebih berbahaya daripada jahiliyah dizaman Rasulullah. Karena dewasa ini ditunjang dengan ilmu dan teknologi, disalurkan melalui seni dan budaya, disulam dengan benang syirik dan nifak, sehingga sangat mempesona dan menyilaukan mata, dan pada akhirnya dengan mudah membangkitkan nafsu hewani. Untuk itu diperlukan juru da’wah yang mempunyai persiapan yang lebih matang dan tidak memalingkan muka menghadapi tantangan.
Sebagai juru da’wah harus mempunyai tujuan yang jelas, yang pada garis besarnya adalah : (1) Memantapkan aqidah Tauhid (iman). (2) Membina umat agar taat beribadah dan melaksanakan syaria’h islam dengan benar (ibadah/syari’ah).(3) Membina umat berakhlak mulia (Ihsan). Ada beberapa hal yang harus dilakukan, antara lain :
1. Bertaqwa, ikhlas dan berakhlaq mulia. Dia menjalani kehidupan dengan menjauhkan diri dari kehidupan mewah, bersikap sabar, bertekad kuat, berkepribadian yang tangguh dan mengutamakan yang haq daripada yang bathil
2. Mengamalkan sebelum menda’wahkan. Seorang juru da’wah akan selalu menjadi sorotan masyarakat, semua mata akan memandang kepadanya. Jika ia menda’wahkan sesuatu yang tidak diamalkannya maka orang-orang akan mengkritiknya dan kritik ini dapat membuat frustrasi juru da’wah karena sering dibesar-besarkan. Dia harus selalu menunjukkan sifat yang terpuji, tingkah laku yang baik dan bermanfaat serta menjadi teladan bagi jamaah dan masyarakatnya.
3. Lakukan dengan cara yang baik. Berikanlah makan yang mampu mereka cerna, jangan menjelaskan masalah furuiyah (rinci) sebelum menjelaskan masalah ushul (pokok) terlebih dahulu. Hadapi mereka dengan kasih sayang, tidak dengan kebencian dan penghinaan, arahkan pikiran sikap mereka sedikit demi sedikit kearah yang benar penuh kesabaran. Seperti seorang dokter yang mengobati pasien yang penuh kesabaran dan bertujuan untuk kebaikan pasien, bisa saja dokter menyakiti pasien dengan menyuntik bahkan mengoperasinya tetapi itu semua untuk kebaikan pasien.
4. Bersikap sabar. Sabar dalam menghadapi rintangan, penganiayaan dan penghinaan, tidak melibatkan diri dalam perdebatan yang tidak bermanfaat. Mengutamakan da’wah terlebih dahulu kepada orang-orang yang tertarik kepada Islam, meskipun mereka orang-orang miskin, hina papa dan lemah.
5. Tidak mengharapkan pujian. Jangan mengharapkan pujian dan tidak bersikap sombong, selalu ikhlas dan mengharapkan ridha Allah. Demikianlah, seorang juru da’wah mempunyai iman yang kokoh, hujjah yang kuat dan tepat, ketekunan, wibawa dan akhlaq yang mulia, sabar, tekun, bijaksana dan pandangan yang jitu (cerdas).
6. Semua juru da’wah harus bertekad untuk tidak membela sistem dan peraturan yang bathil serta membuat kerusakan dimuka bumi, ia harus menjelaskan kepada umat akibat menjalankan sistem itu dengan mengungkapkan fakta-fakta yang terjadi ditengah umat. Sehingga umat dapat membandingkan dan memilih yang benar, jangan memaksakan kepada mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar