ADZAN
Arti Adzan dan Iqamah
Adzan menurut bahasa adalah “memberitahukan”. Arti ini sejalan dengan makna “adzan” yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an, antara lain :
وَأَذَانٌ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ
Dan (inilah) suatu pemberitahuan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar.... (QS.At-Taubah [9] : 3)
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji..... (QS.Al-Hajj [22] : 27)
Adzan menurut istilah syara’ adalah pemberitahuan bahwa waktu salat telah masuk dengan mengumandangkan kalimat-kalimat tertentu.[1] Dan orang yang mengumandangkan adzan (juru adzan) disebut muadzin. Syari’at adzan berdasarkan Al-Qur’an dan hadis Nabi, antara lain :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ (الجمعة : 9)
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS.Jum’at [62] : 9)
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. (QS. Al-Maidah [5] : 58)
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ .(رواه البخاري : 592- صحيح البخاري - بَاب مَنْ قَالَ لِيُؤَذِّنْ فِي السَّفَرِ مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ- الجزء : 3- صفحة : 3)
Mualla bin Asad bercerita kepada kami, ia berkata : Wuhaib bercerita kepada kami, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al-Huwairits, saya datang kepada Nabi saw beliau bersabda : Bila waktu salat telah datang, maka hendaklah salah seorang diantaramu adzan bagimu.(HR.Bukhari : 618, Shahih Bukhari, Bab man qaala liyu adzdzin fissafar Muadzdzinun waahidun, juz 3, hal.3)
Sedangkan “Iqamah” menurut bahasa berasal dari kata قَامَ – يَقُوْمُ yang berarti berdiri atau tegak, lalu berkembang menjadi “Iqamah” yang berarti “mendirikan” atau “menegakkan”. Dan yang dimaksud dengan “Iqamah” disini adalah pemberitahuan kepada jama’ah bahwa salat sudah siap ditegakkan.
Sejarah Adzan Dan Iqamah
Adzan mulai disyariatkan pada tahun pertama hijriyah. Pada saat Rasulullah dan para sahabatnya telah tiba di Madinah, mereka mengadakan musyawarah memikirkan cara memberitahukan kepada umat bahwa waktu salat telah masuk, agar umat tidak ketinggalan melaksanakan salat berjamaah. Dalam musyawarah itu muncul beberapa usul, antara lain : Agar membunyikan lonceng. Usul ini ditolak oleh Nabi karena telah dipergunakan orang Nasrani. Ada usul agar meniup terompet. Inipun ditolak karena telah dipergunakan orang Yahudi. Ada usul lagi agar memukul rebana. Inipun ditolek karena telah dipergunakan oleh orang Rum. Ada lagi usul agar menyalakan api. Ini ditolek juga kare3na telah dipergunkan orang Majusi. Dan usul lain agar mengibarkan bendera. Inipun ditolak. Akhirnya, pada suatu malam, ada seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid bermimpi bahwa dia diajarkan sebuah seruan untuk mengumpulkan umat untuk melaksanakan salat. Pagi harinya ia bertemu dengan Rasulullah dan menceritakan kisah mimpinya itu. Dan Rasulullah-pun setuju. Maka dipanggillah Bilal untuk mengucapkan kalimat yang diajarkan sahabat tersebut, karena ia mempunyai suara yang keras dan merdu.[2] Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَنْصُورٍ الطُّوسِيُّ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ التَّيْمِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ قَالَ : لَمَّا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاقُوسِ يُعْمَلُ لِيُضْرَبَ بِهِ لِلنَّاسِ لِجَمْعِ الصَّلَاةِ طَافَ بِي وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوسًا فِي يَدِهِ فَقُلْتُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ قَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ فَقُلْتُ نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ : أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ - فَقُلْتُ لَهُ بَلَى قَالَ - فَقَالَ تَقُولُ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ - قَالَ ثُمَّ اسْتَأْخَرَ عَنِّي غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ قَالَ وَتَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ - فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ فَقَالَ إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ فَقُمْتُ مَعَ بِلَالٍ فَجَعَلْتُ أُلْقِيهِ عَلَيْهِ وَيُؤَذِّنُ بِهِ – قَالَ : فَسَمِعَ ذَلِكَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَهُوَ فِي بَيْتِهِ فَخَرَجَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ وَيَقُولُ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ مِثْلَ مَا رَأَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلِلَّهِ الْحَمْدُ (رواه ابو داود : 421 – سنن ابو داود – بَاب كَيْفَ الْأَذَانُ – الجزء : 2 - صفجة : 93)
Muhammad bin Manshur Ath-Thusy bercerita kepada kami, Ya’qub bercerita kepada kami, Abi bercerita kepadaku, dari Muhammad bin Abdillah bin Zaid bin Abdi Rabbih ia berkata : Ayahku bernama Abdullah bin zaid bercerita kepadaku, ia berkata : Ketika Rasulullah saw menyuruh memukul lonceng yang biasa dipergunakan sebagai alat mengumpulkan manusia untuk menegakkan salat. Suatu ketika ada seorang lelaki berkeliling bersamaku, peristiwa itu terjadi pada waktu aku tidur (bermimpi), ia membawa lonceng di tangannya, lalu aku bertanya : Wahai hamba Allah, apakah engkau akan menjual lonceng itu? Ia berkata : Apakah yang akan engkau perbuat dengan lonceng ini? Aku menjawab : Kami akan memanggil manusia untuk salat dengan menggunakan lonceng itu. ia berkata : Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari itu? Aku menjawab : Ya aku mau. Abdullah bin zaid berkata : Lalu lelaki itu berkata : Engkau mengumandangkan suara adzan (panggilan untuk salat), yang artinya : “Allah Maha Besar 2x Allah Maha Besar 2x. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah 2x. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah 2x. Marilah menegakkan salat 2x. Marilah meraih kemenangan 2x. Allah Maha Besar 2x. Tiada Tuhan selain Allah”. Abdullah bin Zaid berkata : Lelaki itu terlambat dariku (pada waktu berjalan berkeliling), namun tidak terlalu jauh, kemudian ia berkata : Apabila engkau telah hendak menegakkan salat, kumandangkanlah suara iqamat, yang artinya : “Allah Maha Besar 2x. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Marilah menegakkan salat. Marilah meraih kemenangan. Sungguh salat itu sudah akan ditegakkan. Allah Maha Besar 2x. Tiada Tuhan selain Allah. Maka setelah aku bangun di waktu subuh, aku mendatangi Rasulullah saw, lalu aku ceritakan kepadanya apa yang aku lihat dalam mimpiku. Rasulullah bersabda : Insya Allah (jika Allah telah menghendaki), sesungguhnya mimpi itu adalah sungguh mimpi yang benar. (selanjutnya Rasulullah saw. menyuruhku) : Berdirilah kamu bersama Bilal, ajarkanlah kepadanya apa yang telah engkau lihat dalam mimpimu, biarlah dia (Bilal) yang mengumandangkan suara adzan dengan kalimat itu, karena dia memiliki suara yang lebih keras dan lebih merdu dari suaramu. Abdullah bin Zaid berkata : Maka aku-pun berdiri bersama Bilal, dan aku mengajarkannya, lalu dia mengumandangkan suara adzan dengan kalimat itu. Abdullah bin Zaid berkata lagi : Umar bin Khattab ra, yang sedang ada di rumahnya telah mendengar suara adzan itu, lalu ia keluar dengan mengenakan baju luarnya seraya berkata : Demi zat yang mengutusmu dengan hak wahai Rasulullah, sungguh aku telah bermimpi seperti mimpi yang telah diperlihatkan kepadanya. Rasulullah bersabda : Hanya kepunyaan Allah-lah segala puji. (HR. Abu Daud: 421, Sunan Abu Daud, bab Kaifal aadzan, juz 2, hal. 83)
Kalimat Adzan dan Iqamat
اللَّهُ أَكْبَرُ – اللَّهُ أَكْبَرُ - اللَّهُ أَكْبَرُ- اللَّهُ أَكْبَرُ- أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِ لاَّ اللهُ - أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ - أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ- حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ- حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ- حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ- حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ- اللَّهُ أَكْبَرُ- اللَّهُ أَكْبَرُ- اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Iqamat
اللَّهُ أَكْبَرُ - اللَّهُ أَكْبَرُ - أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِ لاَّ اللهُ - أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ - حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ - حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ - قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ - قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ - اللَّهُ أَكْبَرُ -اللَّهُ أَكْبَرُ - لاَ إِلَهَ إِ لاَّ اللهُ
HUKUM DAN ADAB ADZAN
Adzan hukumnya adalah sunnat muakkad untuk salat fardu yang lima waktu, baik berjama’ah ataupun infirad (salat sendiri), baik ada’ ataupun qadha’.[3] Adapun adab sopan santun dan tata cara adzan adalah sebagai berikut :
Muadzin Berwudu’
أخبرنا أبو بكر الحارثي الفقيه أخبرنا أبو محمد بن حيان حدثنا ابن أبي عاصم حدثنا هشام بن عمار حدثنا الوليد بن مسلم عن معاوية بن يحيى عن الزهري عن سعيد بن المسب عن عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤَذِّنُ اِلاَّ مُتَوَضِّئٌ (رواه البيهقي– سنن الكبرى للبيهقي –باب لا يؤذن الا طاهر- الجزء : 1 – صفحة : 397)
Abu Bakar Al-Haritsi Al-Faqih mengabarkan kepada kami, Abu Muhammad bin Hayyan mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi ‘Ashim bercerita kepada kami, Hisyam bin ‘Ammar berxerita kepada kami, Al-Walid bin Muslim bercerita kepada kami, dari Mu’awiyah bin Yahya, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al-Musab, dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi saw. bersabda : Tidak dikumandangkan suara adzan kecuali oleh orang yang berwudu’. (HR. Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, Bab LaaYuadzdzinu illa Thaahirun, juz 1, hal. 397)
Muadzin Suci Dan Berdiri
أخبرنا أحمد بن محمد بن الحارث الفقيه أخبرنا أبو محمد بن حيان أبو الشيخ حدثنا عبدان حدثنا هلال بن بشر حدثنا عمير بن عمران العلاف حدثنا الحارث بن عتبة عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلٍ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ : حَقٌّ وَسُنَّةٌ مَسنُوْنَةٌ اَنْ لاَ يُؤَذِّنَ اِلاَّ وَهُوَ طَاهِرٌ وَ لاَ يُؤَذِّنَ اِلاَّ وَهُوَ قَائِمٌ (رواه البيهقي– سنن الكبرى للبيهقي –باب لا يؤذن الا طاهر- الجزء : 1 – صفحة : 397)
Ahmad bin Muhammad Al-Harits Al-Faqih mengabarkan kepada kami, Abu Muhammad bin Hayyan, yaitu Abu Asy-Syaikh mengabarkan kepada kami, Abdan bercerita kepada kami, Hilal bin Busyar bercerita kepada kami, Umair bin ‘Imran Al-Alaf bercerita kepada kami, Al-Harits bin ‘Atabah bercerita kepada kami, dari Abdul Jabbar bin Wa-il dari ayahnya, ia berkata : Hak kebenaran dan sunnah yang disunnahkan yaitu hendaklah tidak dikumandangkan suara adzan kecuali juru adzan itu suci, dan tidak dilakukan adzan itu kecuali juru adzan itu berdiri. (HR. Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, Bab LaaYuadzdzinu illa Thaahirun, juz 1, hal. 397)
Muadzin Menoleh Kekanan Dan Kekiri
أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَخَرَجَ بِلاَلٌ فَاَذَّنَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ فِيْ اَذَانِهِ هَكَذَا يَنْحَرِفُ يَمِيْـنًا وَشِمَالاً (رواه النسائي : 639- سنن النسائي- باب كَيْفَ يَصْنَعُ الْمُؤَذِّنُ فِي أَذَانِهِ – الجزء : 3 – صفحة : 13)
Mahmud bin Ghailan mengabarkan kepada kami, ia berkata : Waki’ bercerita kepada kami,, ia berkata ; Sufyan bercerita kepada kamik, dari ‘Aaun bin Abi Juhaifah, diterima dari ayahnya, ia berkata : Saya datang kepada Nabi saw, lalu Bilal keluar mengumandangkan suara adzan, pada saat sedang adzan ia bersikap demikian (‘Aaun bin Abi Juhaifah menirukan) dengan menoleh kekanan dan ke kiri (HR. An-Nasa’i : 639, Sunan An-Nasai, Bab Kaifa Yashna’ul Muadzdzinu fii aadzaanihii, juz 3, hal. 13)
Muadzin Memasukkan Dua Anak Jarinya Ke Telinga
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : رَأَيْتُ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ وَيَدُورُ وَيُتْبِعُ فَاهُ هَا هُنَا وَهَا هُنَا وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ (رواه الترمذي : 181 – سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ فِي إِدْخَالِ الْإِصْبَعِ فِي الْأُذُنِ عِنْدَ الْأَذَانِ – الجزء : 1 – صفجة : 330)
Muhammad bin Ghailan bercerita kepada kami, Abdurrazzaq bercerita kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri mengabarkan kepada kami, dari ‘Aaun bin Abi Juhaifah, diterima dari ayahnya, ia berkata : Saya melihat Bilal sedang adzan, ia berputar dan mengarahkan mulutnya kesana dan kemari (yakni ke kanan dan ke kiri) dan dua jari telunjuknya di dua telinganya (HR. Tirmidzi : 181, Sunan Tirmidzi, Bab Maa jaa-a fii idkhalil Ishba’ fil-udzun ‘indal aadzaan, juz 1, hal. 330))
Tambahan Kalimat Adzan Salat Subuh (Tatswib)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْرَائِيلَ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ بِلَالٍ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تُثَوِّبَنَّ فِي شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ إِلَّا فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ. (رواه الترمذي : 182– سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ فِي التَّثْوِيبِ فِي الْفَجْرِ- الجزء : 1 – صفجة : 332)
Ahmad bin Muni’ bercerita kepada kami, Abu Ahmad Az-Zubairi bercerita kepada kami, Abu Israil bercerita kepada kami, dari Al-Hakam, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Bilal ia berkata : Rasulullah saw, bersabda kepadaku : Janganlah engkau bertatswib dalam mengumandangkan suara adzan dari ibadah salat, kecuali pada salat subuh. (HR.Tirmidzi : 182, Sunan Tirmidzi, Bab Maa jaa-a fit-Tatswib fil-Fajr, juz 1, hal. 332)
Tatswib adalah mengumandangkan kalimat : "Ash-Shalaatu khairum minan naum" dalam salat subuh, yang artinya : “salat itu lebih baik dari tidur” .
Tempo Adzan Dan Iqamat
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ حَدَّثَنَا الْمُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمُنْعِمِ هُوَ صَاحِبُ السِّقَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ الْحَسَنِ وَعَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ يَا بِلَالُ : إِذَا أَذَّنْتَ فَتَرَسَّلْ فِي أَذَانِكَ وَإِذَا أَقَمْتَ فَاحْدُرْ وَاجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ الْآكِلُ مِنْ أَكْلِهِ وَالشَّارِبُ مِنْ شُرْبِهِ.(رواه الترمذي : 180 - سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ فِي التَّرَسُّلِ فِي الْأَذَانِ- الجزء : 1 – صفجة : 328)
Ahmad bin Al-Hasan bercerita kepada kami, Al-Mualli bin Asad bercerita kepada kami, Abdul Mun’im, yaitu As-Siqa’ bercerita kepada kami, ia berkata : Yahya bin Muslim bercerita kepada kami, dari Al-Hasan dan ‘Atha’, dari Jabir bin Abdillah : Bahwasanya Rasulullah saw, bersabda kepada Bilal : Wahai Bilal! Bila engkau mengumandangkan suara azan, maka perlahan-lahanlah dalam adzanmu, dan bila engkau mengumandangkan iqamat, maka percepatlah. Dan jadikanlah antara adzan dan iqamatmu itu menurut kadar orang yang makan selesai dari makannya dan orang yang minum selesai dari minumnya. (HR. Tirmidzi : 180, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a Fit-Tarassul fil Aadzaani, juz 1, hal. 328)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar