Jumat, 22 November 2013

ِAyat 3 surat Al-Fatihah -الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ




Pada ayat dua di atas Allah swt. menerangkan bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam. Kemudian pada ayat ke 3, Allah mengulangi menyebutkan sifat-Nya yang melampaui segala sesuatu, yaitu Raman dan Rahim.  
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Untuk mengingatkan hamba kepada nikmat dan karunia yang berlimpah, yang telah dikucurkan-Nya, serta sifat dan cinta kasih sayang yang abadi pada diri-Nya, diulangi sekali lagi menyebut "Ar-Rahmanir Rahim". Yang demikian itu supaya hilang  dari hamba-Nya sifat, pikiran dan perbuatan yang mengandung keganasan dan kezaliman seperti raja-raja atau penguasa yang bersifat sewenang-wenang. Allah mengingatkan dalam ayat ini bahwa sifat ketuhanan Allah terhadap hamba-Nya bukanlah sifat keganasan dan kezaliman, tetapi berdasarkan cinta dan kasih sayang. Dengan demikian manusia akan mencintai Allah dan menyembah-Nya dengan hati yang aman dan tenteram bebas dari rasa takut dan gelisah. Hal ini agar manusia dapat mengambil pelajaran dari sifat-sifat Allah, lalu dijadikan pegangan dalam pergaulan dan tingkah lakunya terhadap sesama manusia, bahkan terhadap makhluk lain seperti binatang yang tidak pandai berbicara  atas sifat cinta dan kasih sayang itu. Karena dengan jalan demikianlah manusia akan mendapat rahmat dan karunia dari Allah, sebagaimana sabda Nabi : 
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن جَابَانَ الْجُنْدِيسَابُورِيُّ، حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بن غَيْلانَ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بن هَارُونَ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بن جَمِيلٍ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :مَنْ رَحِمَ وَلَوْ ذَبِيحَةَ عُصْفُورٍ رَحِمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (رواه الطبرني : 7840 – المعجم الكبير للطبرني– المكتبة الشاملة – باب  2– الجزء :  7– صفحة :  268)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Jaban Al-Jundisaburi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ghailan, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin jamil, dari Qasim, dari Abu Umamah ra, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang bersikap kasih sayang meskipun kepada seekor burung (pipit) yang disembelih, maka Allah akan melimpahkan kasih sayang kepadanya pada hari kiamat. (HR. Thabrani : 7840, Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thbrani, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab 2, juz 7, hal. 268)

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ



الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2)
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (2)
“Al-Hamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin” merupakan ayat kedua dari surat al-Fatihah, dan ayat yang pertama adalah kalimat “Basmalah”. Pada ayat ini Allah swt memuji diri-Nya sebagai bimbingan dan pelajaran kepada kita sebagai hamba-Nya,[1] agar selalu memuji-Nya. Memuji Allah berarti menyanjung-Nya karena Dia adalah sumber bagi semua nikmat,  dan sumber dari segala kebaikan. Semua nikmat yang telah kita rasakan dan kita dapatkan di alam semesta ini berasal dari-Nya. Dan Dia pulalah yang mempunyai sifat-sifat kemahasempurnaan. Oleh karena itu, hanya Dia  sajalah yang berhak untuk dipuji. Dan dalam kata (حمد) “Hamdun” terdapat empat macam pujian, yaitu :
A.   Allah Memuji Allah
 Terkadang  pujian itu datang dari Allah untuk diri-Nya (Allah memuji Allah), seperti yang terdapat pada ayat 2 surat Al-Fatihah ini, atau seperti pada ayat 1 surat Al-Kahfi dan surat Al-An’am :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا (الكهف : 1)
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya. (QS.Al-Kahfi : 1)
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ (الأنعام :1)
Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. (QS.Al-An’am : 1)
B.  Allah Memuji Hamba
Terkadang  pujian datang dari Allah untuk hamba-Nya (Allah memuji Hamba), seperti Allah memuji Nabi Muhammad saw, dengan “salam dan shalawat”, sebagaimana yang diabadikan dalam Al-Qur’an :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS.Al-Ahzab : 56)
"Bershalawat" artinya : kalau dari Allah berarti memberi rahmat; dari malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mu'min berarti berdo'a supaya diberi rahmat,[2] seperti dengan perkataan : "Allaahuma Shalli ‘Alaa Muhammad", artinya : (Semoga rahmat tercurah kepada Nabi Muhammad). Sedangkan “Salam” dengan mengucapkan perkataan seperti : "Assalaamu 'Alaika Ayyuhan Nabiyyu" artinya : (Semoga keselamatan tercurah kepadamu hai Nabi).
Allah tidak hanya mengasihi dan memuji para Rasulnya; tetapi orang biasa-pun dapat dicintai dan dipuji oleh Allah dalam bentuk ampunan dan kasih sayang. Hanya saja, bergantung kepada seberapa besar cinta orang itu kepada Allah. Firman Allah :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.Ali ‘Imran : 31)
C.   Hamba Memuji Allah
Dan pujian itu terkadang datang dari hamba kepada Tuhannya (Hamba  memuji Allah), sebagai sikap taat terhadap perintah Allah agar selalu memuji-Nya. Firman Allah melalui lisan Nabi-Nya (Hadits Qudsi) :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ بَهْرَامَ الدَّارِمِيُّ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ الدِّمَشْقِيَّ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ......يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ. (رواه مسلم : 4674 – صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب تحريم الظلم– الجزء : 12– صفحة : 455)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin 'Abdur Rahman bin Bahram Ad Darimi; Telah menceritakan kepada kami Marwan yaitu Ibnu Muhammad Ad Dimasyqi; Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Abdul 'Aziz, dari Rabi'ah bin Yazid, dari Abu Idris Al Khalwani, dari Abu Dzar, dari Nabi saw  dalam meriwayatkan firman Allah SWT yang berbunyi : "Hai hamba-Ku, ...... sesungguhnya amal perbuatan kalian senantiasa akan Aku hisab (adakan perhitungan) untuk kalian sendiri dan kemudian Aku akan berikan balasannya. Barang siapa mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu (kebaikan), maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri." (HR.Muslim : 4674, shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab tahriimuzh zhulmi,   juz : 12, hal. 455)
Berkaitan dengan nikmat Allah yang sangat banyak, dan sifat-sifat kemahasempurnaan yang dimiliki-Nya, maka sudah selayaknyalah seorang hamba (manusia) selalu memuji-Nya, sebagai tanda rasa syukur kepada-Nya.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7)
 Seorang hamba yang pandai bersyukur atas karunia yang Allah berikan kepadanya, berarti “hamba memuji Allah”. Dan jika hamba bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat kepadanya. Tambahan nikmat dari Allah kepada hamba-Nya, berarti “Allah memuji hamba”. Di dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi, banyak contoh pujian yang dilakukan seorang hamba kepada Allah antara lain seperti pada ayat 39 surat Ibrahim :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ   (إبراهيم: 39)
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do'a. (QS.Ibrahim : 39)
 Semua hamba dituntut untuk senantiasa memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah), sebab ia selalu berada dalam nikmat-Nya di seluruh waktunya, baik berupa nikmat jasmani atau nikmat ruhani.  Namun ada waktu-waktu tertentu yang mendapatkan penekanan khusus, agar seorang hamba memuji Allah, antara lain :
1.            Selesai Makan dan Minum
   Apabila seorang hamba memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) setelah makan dan minum, maka ia akan mendapatkan ridha-Nya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah saw  dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا. (رواه مسلم : 4915 – صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب استحباب حمد الله بعد الاكل والشرب – الجزء : 13 – صفحة : 273)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair - dan lafadh ini milik Ibnu Numair- mereka berkata  : Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dan Muhammad bin Bisyr, dari Zakariya bin Abu Zaidah, dari Sa'id bin Abu Burdah, dari Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah saw  bersabda : “Sesungguhnya Allah sangat ridha (suka) kepada hamba yang selesai makan ia memuji-Nya (mengucapkan Alhamdulillah), atau sesudah minum ia memuji-Nya (mengucapkan Alhamdulillah).”(HR.Muslim : 4915, shahih Muslim, Al-Maktabah Asyamilah, bab Istahbab hamdillah ba’dal akli wasy-Syurb, juz 13, hal. 273)
  حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي هَاشِمٍ الْوَاسِطِيِّ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَبَاحٍ عَنْ أَبِيهِ أَوْ غَيْرِهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ طَعَامِهِ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِينَ.(رواه ابو داود : 3352 – سنن ابو داود – المكتبة الشاملة –باب ما يقول الرجل اذا طعم– الجزء : 10 – صفحة : 333)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Ala, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Abu Hasyim Al Wasithi, dari Isma'il bin Rabah, dari Ayahnya atau selainnya, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Nabi saw jika selesai makan beliau mengucapkan : Al-Hamdulillaahilladzii Ath'amanaa Wa Saqaanaa Wa Ja'alanaa Muslimiin (Segala puji bagi Allah Yang telah memberi makan serta minum kami dan menjadikan kami orang-orang muslim). (HR.Abu Daud : 3352, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa yaquulur rajulu idzaa tha’ima, juz : 10, hal. 333)
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ثَوْرٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَفَعَ مَائِدَتَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا. (رواه البخاري: 5037 – صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – الباب ما يقول اذا فرغ من طعامه – الجزء :17 – صفحة : 101)
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Tsaur, dari Khalid, dari Abu Umamah bahwa Nabi saw  jika mengangkat hidanganny (selesai makan), beliau membaca: 'Alhamdulillahi Katsiiran Thayyiban Mubaarakan Fiihi Ghaira Makfiyin Wa Laa Muwadda'in Wa Laa Mustaghnan 'Anhu Rabbanaa (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, yang baik dan yang mengandung keberkahan di dalamnya, bukan pujian yang tidak dianggap dan tidak dibutuhkan oleh Tuhan). (HR.Bukhari : 5037, shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa yaquulu idzaa faraghaa min tha’aamihii, juz : 17, hal. 101)
Hadits ini menunjukkan bahwa membaca hamdalah sesudah makan dan minum adalah sunat. [3]
2.    Bangun Tidur
حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ قَالَ بِاسْمِكَ أَمُوتُ وَأَحْيَا وَإِذَا قَامَ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ.(رواه البخاري : 5837-صحيح البخاري - المكتبة الشاملة– باب ما يقول اذا نام– الجزء :  19– صفحة: 374)
Telah menceritakan kepada kami Qabishah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdul Malik, dari Rib'i bin Hirasy, dari Hudzaifah bin Yaman dia berkata; "Apabila Nabi saw  hendak tidur, beliau mengucapkan : 'Bismika Amuutu Wa Ahyaa (Dengan nama-Mu aku mati dan aku hidup).' Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan : "Al Hamdulillaahilladzii Ahyaana Ba'da Maa Amaatanaa Wailaihin Nusyuur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali)." (HR.Bukhari : 5837, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa yaquulun idzaa naama, juz : 19, hal. 374)
3.    Ketika  i’tidal
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ.(رواه البخاري :  692 - صحيح البخاري - المكتبة الشاملة– باب  ايجاب التكبير وافتتاح الصلاة– الجزء : 3– صفحة:  170)
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Az Zinad, dari Al A'raj, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw  bersabda : Dijadikannya Imam itu untuk diikuti, jika ia takbir maka bertakbirlah kalian, jika ia rukuk maka rukuklah kalian, jika ia mengucapkan “Sami'allahu Liman Hamidah” (Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya), maka ucapkanlah oleh kalian “Rabbanaa Wa Lakal Hamdu” (Ya Tuhan kami, milik Engkaulah segala pujian), jika ia sujud maka suudlah kalian, dan jika ia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian semua dengan duduk. (HR.Bukhari : 692, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab ijaabut takbir waftitaahush shalaati,  juz : 3, hal. 170)
 حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ الْحَسَنِ عَنْ ابْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ ظَهْرَهُ مِنْ الرُّكُوعِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ. (رواه مسلم : 733 - صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب ما يقول اذا رفع رأسه من الركوع– الجزء :3– صفحة : 16)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah dan Waki', dari Al-A'masy, dari Ubaid bin Al-Hasan, dari Ibnu Abi Aufa dia berkata : "Dahulu Rasulullah saw  apabila beliau mengangkat punggungnya dari rukuk maka beliau mengucapkan : Sami'allahu Liman Hamidahu, Allahumma Rabbana laka al-Hamdu Mil'u as-Samawati wa Mil'u al-Ardh wa Mil'u Ma Syi'ta Min Sya'in Ba'du. (Semoga Allah mendengar kepada orang yang memujiNya. Ya Allah, Rabb kami, segala puji bagimu sepenuh langit dan bumi serta sepenuh sesuatu yang Engkau kehendaki setelah itu). (HR.Muslim : 733, shahih Muslim, Al-Maktabah Asyamilah, bab  maa yaquulu idzaa rafa’a ra’sahuu minar rukuu’i, juz 3, hal. 16)
4.    Setelah shalat.
حَدَّثَنِي عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ بَيَانٍ الْوَاسِطِيُّ أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ الْمَذْحِجِيِّ قَالَ مُسْلِم أَبُو عُبَيْدٍ مَوْلَى سُلَيْمَانَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ.(رواه مسلم :  939 -صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب  استحباب الذكر بعد الصلاة وبيان صفته– الجزء :3– صفحة :  262)
Telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid bin Bayan Al Wasithi, telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Abdullah, dari Suhail, dari Abu 'Ubaid Al Madzhiji. -Muslim menjelaskan bahwa Abu Ubaid adalah mantan budak Sulaiman bin Abdul Malik- dari 'Atha` bin Yazid Al Laitsi, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw  beliau bersabda: "Barangsiapa bertasbih kepada Allah sehabis shalat sebanyak 33 kali, dan bertahmid kepada Allah 33  kali, dan bertakbir kepada Allah 33 kali, hingga semuanya berjumlah 99,  dan beliau bersabda : Sempurna menjadi 100  (dengan) membaca : Laa Ilaaha Illallahu Wahdahuu Laa Syariika Lahu, Lahul Mulku Walahul Hamdu Wahuwa 'Alaa Kulli Syai'in Qadiir, maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan." (HR.Muslim : 939, shahih Muslim, Al-Maktabah Asyamilah, bab  maa yaquulu idzaa rafa’a ra’sahuu minar rukuu’i, juz 3, hal. 262)
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : خَصْلَتَانِ أَوْ خَلَّتَانِ لَا يُحَافِظُ عَلَيْهِمَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ يُسَبِّحُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيَحْمَدُ عَشْرًا وَيُكَبِّرُ عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسُونَ وَمِائَةٌ بِاللِّسَانِ وَأَلْفٌ وَخَمْسُ مِائَةٍ فِي الْمِيزَانِ وَيُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ وَيَحْمَدُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَيُسَبِّحُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَذَلِكَ مِائَةٌ بِاللِّسَانِ وَأَلْفٌ فِي الْمِيزَانِ فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُهَا بِيَدِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ هُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ؟ قَالَ يَأْتِي أَحَدَكُمْ يَعْنِي الشَّيْطَانَ فِي مَنَامِهِ فَيُنَوِّمُهُ قَبْلَ أَنْ يَقُولَهُ وَيَأْتِيهِ فِي صَلَاتِهِ فَيُذَكِّرُهُ حَاجَةً قَبْلَ أَنْ يَقُولَهَا.(رواه ابو داود :  4404– سنن ابو داود– المكتبة الشاملة–باب فى التسبيح عند النوم– الجزء : 13– صفحة : 260)
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Atha bin As Saib, dari Bapaknya, dari Abdullah bin Amr, dari Nabi saw , beliau bersabda: "Ada dua perkara, sekiranya keduanya itu selalu dijaga oleh seorang muslim, maka ia akan masuk surga. Dua perkara itu sangat mudah untuk dikerjakan, tetapi sedikit yang mau melaksanakannya. Yaitu; setiap selesai shalat mengucapkan tasbih sebanyak 10 kali, tahmid 10 kali, dan takbir 10 kali. Hal itu akan sama dengan 150 dengan lisan dan 1500 dalam timbangan. Membaca takbir sebanyak 34  jika akan tidur, membaca tahmid sebanyak 33  dan membaca tasbih sebanyak 33, maka itu adalah 100 dalam hitungan lisan dan 1000 dalam hitungan timbangan." Sungguh, aku telah melihat Rasulullah saw  menghitungnya dengan tangan." Lalu para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, dua hal itu mudah untuk dilakukan, tetapi kenapa sedikit yang melakukannya?" beliau menjawab: "Setan datang kepada salah seorang dari kalian saat tidur, lalu dia akan menidurkan kalian sebelum kalian membacanya. Setan juga datang saat shalat, lalu dia akan mengingatkan semua keperluannya sebelum ia membacanya." (HR.Abu Daud : 4404, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Fittasbiih ‘indan Naum, juz : 13, hal. 260)
5.    Ketika khutbah
Mengucapkan hamdalah ketika khutbah hukumnya waji, karena mengucapkan  hamdalah termasuk salah satu rukun khutbah.
 وَ حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ.(رواه مسلم : 1435 -صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب تخفيف الصلاة والخطبة– الجزء : 4– صفحة :   359)
Dan telah menceritakan kepada kami Abdu bin Humaid, telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad, telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Bilal, telah menceritakan kepadaku Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya ia berkata; Saya mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Isi khutbah Nabi saw  pada hari Jum'at adalah, beliau memuji Allah (mengucapkan hamdalah), dan membaca puji-pujian atas-Nya. (HR.Muslim : 1435, shahih Muslim, Al-Maktabah Asyamilah, bab  takhfifush shalaati wal-khuthbati,  juz 4, hal. 359)
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَقَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلَّمَنَا خُطْبَةَ الْحَاجَةِ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ - ثُمَّ يَقْرَأُ ثَلَاثَ آيَاتٍ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}-{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}-{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا}. (رواه النسائي : 1387 – سنن النسائي-المكتبة الشاملة–باب كيفية الخطبة– الجزء :5– صفحة : 257)
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far dia berkata; telah menceritakan kepada kami Syu'bah dia berkata; aku mendengar Abu Ishaq menceritakan, dari Abu 'Ubaidah, dari 'Abdullah, dari Nabi saw. Abdullah berkata; "Rasulullah saw,  telah mengajarkan Khutbah Hajah kepada kami, yaitu, 'Segala puji bagi Allah, kita memohon pertolongan dan ampunan kepadanya, berlindung kepadanya dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami. Barang siapa yang diberikan petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa yang telah Allah sesatkan, maka tidak akan ada yang bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi tiada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya'. Kemudian beliau membaca tiga ayat berikut ini: 'Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepadanya, dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam'. (Qs. Ali 'Imran (3): 102). 'Hai kalian manusia, bertakwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang lain, dan (periharalah) hubungan Silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu'."(Qs. An-Nisaa'(4): 1). 'Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar'."(Qs. Al Ahzaab (33): 70). (HR.Nasai : 1387, Sunan Nasai, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  kaifiyatul khutbah,  juz : 5, hal. 257)
6.    Ketika Meraih Nikmat Atau Terhindar Dari Bahaya
Sunat mengucapkan hamdalah ketika mendapatkan nikmat atau terhindar dari sesuatu yang ditakuti  terjadinya.[4]
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ بِإِيلِيَاءَ بِقَدَحَيْنِ مِنْ خَمْرٍ وَلَبَنٍ فَنَظَرَ إِلَيْهِمَا ثُمَّ أَخَذَ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَاكَ لِلْفِطْرَةِ وَلَوْ أَخَذْتَ الْخَمْرَ غَوَتْ أُمَّتُكَ.(رواه البخاري : 5148- صحيح البخاري - المكتبة الشاملة– باب قوله تعالى انماالخمر والميسر– الجزء : 17– صفحة: 280)
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri, telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Musayyib bahwa dia mendengar Abu Hurairah ra, bahwa pada malam Rasulullah saw  diisra`kan yaitu ketika sampai di Iliya`, dihidangkan ke hadapan beliau dua gelas yang berisikan susu dan berisikan khamer, lalu beliau melihat keduanya dan mengambil gelas yang berisi susu, maka Jibril berkata : Segala puji bagi Allah yang telah memberimu petunjuk kepada fitrah, seandainya engkau memilih khamer maka umatmu akan tersesat.'(HR.Bukhari : 5148, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab qauluhuu Ta’aala Innasl khamry wal-Maiysiru,  juz : 17, hal. 280)
7.    Ketika memakai pakaian
Sunat mengucapkan hamdalah ketika mengenakan pakaian, terutama pada waktu memakai pakaian baru[5] sebagaimana do’a yang biasa dibaca Rasulullah :
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ إِمَّا قَمِيصًا أَوْ عِمَامَةً ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ.(رواه ابو داود :  3504 - سنن ابو داود– المكتبة الشاملة– الجزء :11– صفحة :  36)
Telah menceritakan kepada kami Amru bin Aun berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Al Jurairi, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata, "Rasulullah saw  jika mencoba baju baru beliau memulai dengan menyebutkan namanya (baju tersebut), baik itu kemeja atau imamah (semacam surban yang diikatkan pada kepala). Kemudian beliau membaca doa: 'Allahumma Lakal Hamdu Anta Kasautani As-Aluka Min Khairihi Wa Khairi Maa Shuni'a Lahu Wa A'uudzu Bika Min Syarrihi Wa Syarri Maa Shuni'a Lahu (Ya Allah, hanya milik-Mu segala puji, Engkaulah yang memberikan pakaian ini kepadaku. Aku memohon kepada-Mu untuk memperoleh kebaikannya dan kebaikan yang terbuat karenanya (untuk beribadah dan ketaatan kepada Allah). Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan yang terbuat karenanya (untuk bermaksiat kepada Allah).(HR.Abu Daud – 3504 Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah,   juz : 11, hal. 36)

8.    Ketika bersin.
Bersin merupakan salah satu nikmat besar dari Allah bagi  hamba-Nya. Dengan bersin seorang hamba bisa mengeluarkan sesuatu dalam hidung yang jika dibiarkan bisa berbahaya bagi tubuh. Karena itulah, ketika bersin, seorang hamba diperintahkan membaca hamdalah sebagai perintah sunnat. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ.(رواه البخاري :  5756 -صحيح البخاري - المكتبة الشاملة– باب اذا عطش كيف يشمت– الجزء :  19– صفحة:  229).
Telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abu Salamah telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi saw  beliau bersabda: "Ababila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya ia mengucapkan "Al Hamdulillah" sedangkan saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan "Yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu), dan hendaknya ia membalas; "Yahdikumullah Wa Yushlih Baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki hatimu)." (HR.Bukhari : 5756, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab idzaa ‘athasya kaiyfa yansymitu,  juz : 19, hal. 229)
9.    Ketika Mendapatkan Cobaan
Sunat mengucapkan hamdalah ketika mendapatkan cobaan, baik cobaan jasmani maupun ruhani. 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَزِيعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ مَوْلَى آلِ الزُّبَيْرِ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ رَأَى صَاحِبَ بَلَاءٍ فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا إِلَّا عُوفِيَ مِنْ ذَلِكَ الْبَلَاءِ كَائِنًا مَا كَانَ مَا عَاشَ. (رواه الترمذي : 3353 – سنن الترمذي- المكتبة الشاملة– باب ما يقول اذا راى مبتلى – الجزء : 11– صفحة:   316).
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Bazi', telah menceritakan kepada kami Abdul Warits bin Sa'id, dari 'Amr bin Dinar mantan budak keluarga Az Zubair, dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari Ibnu Umar, dari Umar bahwa Rasulullah saw  bersabda: "Barang siapa yang melihat orang yang tertimpa musibah kemudian mengucapkan; Al Hamdulillaahillaadzii 'Aafaanii Mimmaabtalaaka Bihi Wa Fadhdhalanii 'Alaa Katsiirin Mimman Khalaqa Tafdhiilan (segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari musibah yang diberikan kepadamu, dan melebihkanku atas kebanyakan orang yang Dia ciptakan) kecuali ia diselamatkan dari ujian tersebut, apapun hal tersebut selama ia masih hidup." (HR.Tirmidzi : 3353, Sunan Tirmidzi,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa yaquulu maa yaquulu idzaa ra-aa mubatli,  juz : 19, hal. 229)
Memuji Allah dapat dilakukan dengan mengucapkan hamdalah dan dapat pula dengan perbuatan berupa ketaatana menjalankan aturan-Nya.
D.   Hamba Memuji Hamba
Dan terkadang pujian datang dari seorang hamba kepada sesamanya, yaitu (Hamba Memuji Hamba), seperti seseorang memuji orang lain, pada dasarnya adalah memuji Allah.  Apabila ada manusia yang dipuji oleh manusia lainnya  karena jasa baiknya atau karena akhlaknya yang mulia, maka pujian itu pada hakekatnya adalah memuji Allah, karena Allah-lah yang menjadi pangkal bagi semua yang ada atau terjadi. Apa yang dikerjakan manusia kepastian hasilnya tidak ditentukan oleh manusia melainkan oleh ”perbuatan Allah. Firman Allah :
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. (QS.Ash-Shaffat : 96)
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَر
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS.Al-Qamar :49)
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. (QS.Yunus : 99)
Adapun dalil bolehnya memuji orang lain selama tidak menimbulkan sikap ujub atau sombong adalah hadits dari Abu Hurairah berikut : 
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَ الرَّجُلُ أَبُو بَكْرٍ نِعْمَ الرَّجُلُ عُمَرُ نِعْمَ الرَّجُلُ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ نِعْمَ الرَّجُلُ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ نِعْمَ الرَّجُلُ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ نِعْمَ الرَّجُلُ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ نِعْمَ الرَّجُلُ مُعَاذُ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوحِ. (رواه الترمذي :   3728 - سنن الترمذي- المكتبة الشاملة– باب مناقب مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ  – الجزء : 12– صفحة:  267).
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah ra,  dia berkata; Rasulullah saw,  bersabda: "Sebaik-baik orang (dari kaum laki-laki) adalah Abu Bakar, Sebaik-baik orang (dari kaum laki-laki) adalah Umar, Sebaik-baik orang (dari kaum laki-laki) adalah Abu 'Ubadah bin Jarrah, Sebaik-baik orang (dari kaum laki-laki) adalah Usaid bin Hudlair, Sebaik-baik orang (dari kaum laki-laki) adalah Tsabit bin Qais bin Syammas, Sebaik-baik orang (dari kaum laki-laki) adalah Mu'adz bin Jabal, Sebaik-baik orang (dari kaum laki-laki) adalah Mu'adz bin 'Amru bin Al Jamuh." (Tirmidzi :3728, Sunan Tirmidzi,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab manaaqib Mu’adz bin Jabal,   juz : 12, hal. 267)
Sebaiknya bersikap hati-hati dalam memberikan pujian kepada sesama hamba di hadapannya secara langsung, karena bisa jadi akan membuat orang yang dipuji itu ujub dan sombong. Rasulullah saw menegaskan   :
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ خَالِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَثْنَى عَلَيْهِ رَجُلٌ خَيْرًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ يَقُولُهُ مِرَارًا إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا لَا مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ كَذَا وَكَذَا إِنْ كَانَ يُرَى أَنَّهُ كَذَلِكَ وَحَسِيبُهُ اللَّهُ وَلَا يُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا.(رواه البخاري : 5601 - صحيح البخاري - المكتبة الشاملة– باب ما يكره من التمادح– الجزء :  19– صفحة:  2).
Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khalid, dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari Ayahnya bahwa seorang laki-laki disebut-sebut disamping Nabi saw, lalu laki-laki lain memuji kebaikan laki-laki tersebut, lalu Nabi saw  bersabda: "Celaka kamu, kamu telah memenggal leher saudaramu." -Beliau mengatakannya hingga berkali-kali-, bila salah seorang dari kalian memuji temannya -tidak mustahil (tidak boleh tidak)- hendaklah mengucapkan : 'Aku kira si Fulan seperti ini dan ini, walaupun jika diperlihatkan ia memang seperti itu, dan Allah lah yang akan menilainya, supaya ia tidak menyucikan seorang pun atas Allah." (HR.Bukhari – 5601, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa yukrahu minattamaaduhi,  juz : 19, hal. 2)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى جَمِيعًا عَنْ ابْنِ مَهْدِيٍّ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ قَالَ قَامَ رَجُلٌ يُثْنِي عَلَى أَمِيرٍ مِنْ الْأُمَرَاءِ فَجَعَلَ الْمِقْدَادُ يَحْثِي عَلَيْهِ التُّرَابَ وَقَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَحْثِيَ فِي وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ.(رواه مسلم : 5322 - صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب النهي عن المدح– الجزء : 14– صفحة :   285)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Muhammad bin Al Mutsanna semuanya, dari Ibnu Mahdi dan teksnya milik Ibnu Al Mutsanna keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman, dari Sufyan, dari Habib, dari Mujahid, dari Abu Ma'mar berkata: Seseorang berdiri memuji salah seorang amir, lalu Al Miqdad menaburkan tanah padanya dan berkata: Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menaburkan tanah dimuka orang yang memuji-muji. (HR.Muslim : 5322, shahih Muslim, Al-Maktabah Asyamilah, bab  maa  An-Nahyu ‘anil madhi,, juz 14, hal. 285)
Al-Hafiz Ibn Hajar Al-Asqalani menyebutkan  perkataan Al-Imam Ibn Batthal : Larangan memberikan pujian ini terjadi kepada orang  yang melampaui batas dalam memuji orang lain, sedangkan apa yang dipujikan itu tidak ada  pada orang yang dipuji; begitu juga apabila pujian itu menyebabkan munculnya rasa ujub bagi orang yang dipuji walaupun keadaan orang yang puji itu memang seperti apa yang dipujikan. Dan Umar berkata :  Pujian adalah sembelihan. Dia berkata : Adapun jika orang yang dipuji itu  memang pantas untuk dipuji, maka pujian itu tidak dilarang. Rasulullah saw sendiri pernah dipuji dalam sya'ir dan khutbah; tetapi beliau saw  tidak menyiramkan pasir kepada orang yang memujinya. [6]
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa pujian yang terlarang adalah : (1) Pujian yang berlebihan. (2) Pujian yang mengandung sifat yang tidak ada pada diri orang yang dipuji. (3) Pujian yang menimbulkan ujub pada orang yang dipuji.
رَبِّ الْعَالَمِينَ
Tuhan semesta alam
  Kata رَبِّ (Rabb) artinya adalah pemilik (مالك), pendidikan (التربية), perbaikan dan perdamaian  .[7](الإصلاح)Arti lain adalah pemimpin. Dalam kata-kata orang Arab, menurut Labid bin Rabi’ah, setiap pemimpin yang mesti ditaati disebut dengan Rabb[8]. Jadi, kata Rabb adalah sifat dari Allah[9]  yang menjadi pemilik, pendidik dan pemimpin semesta alam, tidak ada satu-pun dari makhluk-Nya yang terlepas dari kepemilikan dan kepemimpinan serta didikan-Nya. Dia yang meciptakan, menumbuhkan, menjaga, memberikan daya (tenaga) kepada makhluk, agar masing-masing meraih kesempurnaan hidupnya. Dari kata Rabb inilah lalu muncul istilah Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang  menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah semata. Sedangkan dari kata Allah, lalu muncul istilah Tauhid Uluhiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah hanya ditujukan kepada Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya.[10]   
Sedangkan kata الْعَالَمِينَ (Al-‘Alamiin) adalah semesta alam yang meliputi segala sesuatu selain Allah. Adanya alam semesta, seperti langit, bumi, gunung, laut, barang tambang, tumbuh-tumbuhan, binatang dan lain sebagainya, semuanya berhajat atau membutuhkan adanya sang Maha Pencipta yang mewujudkan sesuatu dari tidak ada menjadi ada, yang menata dan mengatur sehingga semuanya berjalan secara seimbang dan teratur, yaitu Allah.[11] Termasuk bagian dari alam adalah makhluk gaib, seperti malaikat, jin, neraka, surga dan alam lainnya yang kita tidak bisa melihat dengan mata secara fisik, semuanya berhajat kepada Allah. Dan adanya segala sesuatu selain Allah adalah menunjukan (sebagai dalil) adanya Allah. Dan apabila kita menyaksikan, lalu merenungkan keadaan alam semesta yang teratur, rapi dan tertib, seperti peredaran matahari, bumi dan bulan, maka kita akan menangkap, betapa  sempurnanya rahmat dan karunia Allah Yang Maha kasih dan Maha Penyayang.


[1]. Lihat tafsir Al-Baghawi :
قوله: "الحمد لله" حمد الله نفسه تعليما لعباده. (تفسيرالبغوي – المكتبة الشاملة – باب : 2 – الجزء : 3 – صفحة :  126)
[2] . Lihat Tafsir Al-Baghawi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 1, hal. 63
قوله: "إن الله وملائكته يصلون على النبي"إن الصلاة من الله : الرحمة، ومن الملائكة : الاستغفار، ومن المؤمنين: الدعاء.
[3]. Lihat Syarhun Nawawi ‘alaa Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Syurbil Laban, juz 9, hal.99
وَفِيهِ : اِسْتِحْبَاب حَمْد اللَّه تَعَالَى عَقِب الْأَكْل وَالشُّرْب

[4]. Lihat Syarhun Nawawi ‘alaa Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Syurbil Laban, juz 7, hal. 44
وَقَوْله : ( الْحَمْد لِلَّهِ ) ، فِيهِ اِسْتِحْبَاب حَمْد اللَّه عِنْد تَجَدُّد النِّعَم ، وَحُصُول مَا كَانَ الْإِنْسَان يَتَوَقَّع حُصُوله وَانْدِفَاع مَا كَانَ يَخَاف وُقُوعه .
[5]. Lihat A’uunul Ma’but, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 9, hal. 44
وَالْحَدِيث يَدُلّ عَلَى اِسْتِحْبَاب حَمْد اللَّه تَعَالَى عِنْد لُبْس الثَّوْب الْجَدِيد

[6]. Lihat Fathul Bari oleh Ubn Hajar, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab ma Yukrahu minat Tamaduh, juz : 7, hal. 225
[7]. Lihat Tafsir Al-Baghawi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz: 1, hal : 52
[8]. Lihat Tafsir Aththabari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 2, juz: 1, hal : 141
[9]. Lihat tafsir Al-Bahrul Muhith,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/ juz: 1, hal : 7
[10]. Laihat tafsir Assua’di,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/ juz: 1, hal : 39
[11]. Lihat tafsir Ar-Raazi,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 7,  juz: 1, hal : 162 - 163