Kamis, 15 Desember 2016

AL-BAQARAH AYAT 41

 

AL-BAQARAH AYAT 41
وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Quran) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat), dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa. (QS. Al- Baqarah : 41)
Perintah beriman dalam ayat ini ditujukan kepada Ahlul Kitab, Yahudi dan Nashrani,[1]  agar mereka beriman kepada kitab Al-Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang membenarkan isi kandungan kitab suci sebelumnya, yaitu kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa As, dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa As.[2] Isi kandungan kitab-kitab suci tersebut ada kesamaan dalam masalah tauhid dan berita kenabian. Allah melarang mereka menyembunyikan berita-berita tersebut, yaitu sifat-sifat dan ciri-ciri Muhammad saw, hanya karena ingin memperoleh keuntungan-keuntungan dunia.[3]
Awal ayat 41 berbunyi :  وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ  (Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Quran). Perintah dalam ayat ini ditujukan kepada Bani Israil (Ahlul Kitab) agar beriman terhadap apa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw, berupa kitab suci Al-Qur’an.[4] Maksudnya adalah ayat ini merupakan da’wah atau ajakan kepada Bani Israel agar masuk Islam.[5] Da’wah atau ajakan ini setelah pada ayat sebelumnya mereka diingatkan tentang nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka. Ini merupakan cara Al-Qur’an berda’wah, yaitu mengingatkan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, setelah itu baru diajak untuk mengikuti ajaran Allah.
Allah dalam ayat ini tidak menyebut Al-Qur’an secara langsung, akan tetapi menyebut dengan ”apa yang Aku turunkan. Hal ini dimaksudkan bahwa alasan kenapa Bani Israel diperintahkan untuk beriman kepada Al-Qur’an? karena Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah sama dengan kitab Taurat yang juga diturunkan Allah.[6]
Tengah ayat 41 berbunyi  :  مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ  (yang membenarkan apa yang ada pada kalian, yaitu Taurat). Kitab suci Al-Qur’an itu membenarkan kitab Taurat yang ada pada Bani Israil. Untuk itu, Allah memerintahkan kepada mereka agar  membenarkan Al-Qur’an, dan Dia mengabarkan bahwa membenarkan Al-Qur’an, berarti membenarkan Taurat, mendustakan Al-Qur’an berarti mendustakan Taurat. Di dalam Al-Qur’an terdapat perintah mengakui kenabian Muhammad saw, dan membenarkan serta mengikuti tuntunannya.[7] Al-Qur’an membenarkan Kitab Taurat dan Injil, bahwa keduanya datang dari Allah dan pada keduanya  terdapat kesamaan berita-berita tentang sifat-sifat Nabi Muhammad saw.[8] Artinya, kalau ingin sungguh-sungguh hendak memantapkan iman kepada Taurat dan Injil, maka imanlah kepada Al-Qur’an, karena iman kepada Al-Qur’an memperkokoh iman kepada Taurat dan Injil.[9]
Dalam tafsir At-Tahrir Wat-Tanwir oleh Ibnu ‘Asyur, dipaparkan, bahwa yang dimaksud dengan “Membenarkan” adalah bahwa isi Al-Qur’an mencakup petunjuk yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya, seperti ajakan kepada ajaran Tauhid, dan perintah untuk berbuat baik, menjauhi kejelekan, menegakkan keadilan. Jika terjadi perbedaan, itupun hanya karena perbedaan zaman, keadaan dan tempat, akan tetapi semuanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt. Oleh karenanya, Al-Qur’an dikatakan menghapus hukum-hukum yang ada pada kitab-kitab sebelumnya, karena perbedaan tempat, zaman dan maslahat. Penghapusan ini disebut ”Naskh”, dan tidak dikatakan ”Ibthal” (pembatalan) ataupun ”takdzib” (pendustaan). Inilah arti bahwa Al-Qur’an merupakan “Mushaddiq” (pembenar) dari kitab-kitab suci sebelumnya.[10]
Tengah ayat 41 berbunyi  : وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ  (dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya ). Dan yang dimaksud dengan orang yang pertama kali kafir kepada Al-Qur’an adalah orang dari kalangan Bani Israil. Karena orang Yahudi Madinah merupakan Bani Israil yang pertama kali menjadi sasaran Allah di dalam Al-Qur’an. Maka kekafiran mereka kepadanya menunjukkan bahwa mereka adalah yang pertama kali kafir kepadanya dari bangsa mereka.
Ibnu Abbas mengatakan : artinya, janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir terhadap Al-Qur’an sedang kalian memiliki pengetahuan tentang hal itu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Abu Al-Aliyah mengatakan, artinya, janganlah kalian golongan ahli kitab menjadi orang yang pertama kali kafir kepada Muhammad saw, setelah kalian mendengar pengutusannya.
 Ulama’ beda pendapat tentang dhamir (kata ganti) dalam kata “biHi”, sebagaian berpendapat kembali kepada Muhammad, dan sebagaian bependapat kembali kepada Al-Qur’an. Ibnu Jarir memilih kembali kepada Al-Qur’an sebagaimana yang telah disebutkan pada firman yang telah turunkan. Kedua pendapat di atas seluruhnya benar, sebab keduanya saling berkaitan. Karena orang yang kafir terhadap Al-Qur’an berarti telah kafir kepada Muhammad saw. Dan orang yang kafir kepada Muhammad saw. berarti telah kafir kepada Al-Qur’an.[11]
Tengah ayat 41 berbunyi  : وَلَا تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا (dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah ). Artinya, janganlah kalian menukar iman kalian kepada ayat-ayat-Ku dan pembenaran terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan segala isinya yang menggiurkan, karena ia merupakan sesuatu yang sedikit lagi binasa (tidak kekal).
Hasan Al Bashri pemah ditanya mengenai firman Allah “Harga yang murah,” maka ia pun menjawab : “Harga yang murah adalah dunia dan segala isinya.”
Abu Ja’far meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas, dari Abu Al-Aliyah, mengenai firman Allah : “Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah,” Artinya, Janganlah kalian mengambil upah dalam mengajarkannya,” hal itu telah tertulis di dalam kitab mereka yang terdahulu : “Hai anak Adam ajarkan (ilmu ini) dengan cuma-cuma sebagaimana diajarkan kepada kalian secara cuma-cuma.”
Dalam kitab Sunan Abi Dawud diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah sebagai berikut :  
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنْ أَبِي طُوَالَةَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْمَرٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (رواه ابو داود : 3179 - سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – باب في طلب العلم لغير الله تعالى– الجزء : 10– صفحة : 82)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah,  telah menceritakan kepada kami  Syuraij bin Nu’man, telah menceritakan kepada kami Fulaih dari Abi Thuwalah Abdullah bin Abdur Rahman bin Ma’mar Al-Anshari, dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasullallah saw bersabda : “Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang semestinya dicari untuk memperoleh ridha Allah, kemudian ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kemewahan dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR.Abu Dawud : 3179, Sunan Adu Dawud,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab   Fii Thalabil ‘ilmi Lighairillaahi ta’aalaa, juz : 10, hal. 82)
Adapun mengajarkan ilmu dengan mengambil upah, jika hal itu merupakan suatu fardhu ain bagi dirinya, maka tidak dibolehkan mengambil upah darinya, tetapi dibolehkan baginya menerima dari Baitul Mal guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Tetapi jika ia tidak memperoleh suatu apa pun dari pengajarannya dan hal itu menghalanginya dari mencari penghasilan, maka berarti pengajaran tersebut tidak menjadi fardhu ain, dan dengan demikian dibolehkan baginya mengambil upah darinya. Demikian menurut Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama.[12] Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Abu Sa’id, tentang kisah orang yang tersengat kalajengking, Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنِي سِيدَانُ بْنُ مُضَارِبٍ أَبُو مُحَمَّدٍ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ الْبَصْرِيُّ هُوَ صَدُوقٌ يُوسُفُ بْنُ يَزِيدَ الْبَرَّاءُ قَالَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الْأَخْنَسِ أَبُو مَالِكٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا أَوْ سَلِيمًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ. (رواه البخاري: 5296 -صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب  الشرط فى الرقية بقطيع من الغنم – الجزء : 18– صفحة : 15)
Telah menceritakan kepadaku Sidan bin Mudlarib, yaitu Abu Muhammad Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami  Abu Ma’syar Al-Bashri, yaitu Shaduq Yusuf bin Yazid Al-Barra’, telah menceritakan kepadaku ‘Ubaidillah bin Al-Akhnas, yaitu Abu Malik, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu Abbas ra,  : Sesungguhnya sekelompok dari shahabat Nabi saw,  turun di suatu lembah dimana diantara mereka ada yang terkena sengatan, seorang penduduk dari lembah menawarkan kepada mereka dengan mengatakan, ‘Apakah ada diantara kalian ada orang ahli meruqyah, karena ada orang dari lembah terkena sengatan. Maka salah seorang diantara mereka pergi, lalu dibacakan surat Al-Fatihah dengan imbalan seekor kambing. Kemudian sembuh, dan dia membawa kambing ke teman-temannya. Sementara mereka kurang suka. Dan mereka mengatakan: “Apakah anda mengambil upah dari Kitab Allah? Sampai mereka datang ke Madinah dan mengatakan: “Wahai Rasulullah, (dia) mengambil upah dari Kitab Allah. Maka Rasulullah saw,  bersabda : “Sesungguhnya yang paling berhak anda ambil upah adalah dari Kitab Allah.” (HR. Bukhari : 5296, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab   Asy-Syarthu fir-ruqyati Biqathi’in Minal Ghanami,   juz : 18, hal. 15)
Demikian juga tentang kisah seorang wanita yang dilamar, Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ :  أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا قَالَ أَعْطِهَا ثَوْبًا قَالَ لَا أَجِدُ قَالَ أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَاعْتَلَّ لَهُ فَقَالَ مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ . (رواه البخاري:   4641 - صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب  خيركم من تعلم القرآن وعلمه – الجزء :  15– صفحة :  441)
Telah menceritakan kepada kami ‘Amer bin ‘Aun, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hazim, dari Sahal bin Saad ra, ia  berkata : Ada seorang wanita datang kepada Nabi saw, dan berkata : “Sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka Nabi saw,  bersabda : Saya tidak membutuhkan wanita. Lalu ada seseorang berkata : (Tolong) nikahkan dia denganku. (Nabi) bersabda : Berikan dia baju. (orang tadi) berkata : ‘Saya tidak mempunyai.’ (Nabi) bersabda : Berikan dia meskipun dengan cincin dari besi. Maka dia bersedih (karena tidak mendapatkannya). (Nabi) bersabda lagi : ‘Apakah engkau mempunyai (hafalan) Al-Qur’an? Dia berkata : ‘Begini dan begini.’ (Nabi) bersabda : ‘Sungguh saya telah menikahkan engkau dengan dia dengan Al-Qur’an yang engkau punya.’ (HR. Bukhari : 4641, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Khairukum Man Ta’allamal Qur’an wa ‘allamahu,   juz : 15, hal. 441)
Akhir ayat 41 berbunyi : وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ  (dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa). Takwa menurut Thalq bin Habib adalah melakukan suatu perbuatan dengan penuh ketaatan kepada Allah, dengan harapan meraih rahmat-Nya, berdasarkan atas cahaya (petunjuk)-Nya, dan meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah karena takut akan siksa-Nya, bersarkan atas cahaya (petunjuk)Nya.[13]
Ayat ini mengandung perintah, dan larangan, bahkan ancaman bagi siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an dan menyalahi para Nabi dan Rasulullah, yaitu :
1.  Perintah untuk beriman kepada Al-Qur'an yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk membenarkan kitab-kitab yang ada sebelumnya yang diturunkan pada ahlil kitab (Yahudi dan Nashrani), juga membenarkan ilmu tentang tauhid dan ibadah kepada Allah, serta prinsip-prinsip keadilan di antara manusia.
2.  Larangan mengingkari mengingkari Al-Qur'an, karena dengan begitu akan menjadi orang pertama yang mengingkarinya. Padahal, seharusnya menjadi orang pertama yang mempercayainya.
3.  Larangan meninggalkan ayat-ayat Allah untuk kemudian mengambil kesenangan hidup di dunia, yang sebenarnya sangat murah dan tidak abadi sebagai pengganti.
4.  Perintah bertakwa hanya kepada Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
5.  Ancaman kepada siapa saja yang dengan sengaja menyembunyikan kebenaran dan menyalahi para Nabi dan Rasul, padahal dia mengetahuinya.




[1].  Baca tafsir  Ats-Tsa’aalaby, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 316
[2]. Baca tafsir  Ibnu Katsir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 243
[3]. Baca tafsir  Jalalain, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 47
[4]. Baca tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 560
[5]. Baca tafsir At-Tahrir wat-Tanwir,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 259
[6]. Ibid
[7]. Ath-Thabari, Op Cit,  juz 1, hal. 560 
[8]. Baca tafsir  Zaadal Maisir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 53
[9]. Baca tafsir   Ar-Razi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 65
[10]. At-Tahrir wat-Tanwir,  Op Cit,  juz 1, hal. 259
[11]. Ibnu Katsir,  Op Cit,  juz 1, hal. 243
[12]. Ibid, hal. 244
[13]. Ibid, hal. 244  

Kamis, 01 Desember 2016

WALIMAH



WALIMAH
Pengertian Walimah
Kata Walimah (١ﻠﻭﻠﻴﻤﺔ) diambil dari kata asal Al-walmu (الولم), yang artinya Al-jam’u (الجمع) yaitu mengumpulkan, sebab suami dan istri (pada waktu itu) berkumpul.[1] Dan juga berarti Al-Ijtima’ (الاجتماع) yang artinya berhimpun, berkumpul atau pertemuan, karena orang-orang pada waktu itu berkumpul dalam suatu pertemuan. Walimah adalah setiap makanan yang dihidangkan untuk menggambarkan kegembiraan atau lainnya, namun istilah ini lebih umum digunakan untuk pesta  perkawinan.[2] Maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan disebut Walimah. Namun dapat juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.   [3]
Definisi walimatul ‘urs (وليمة العُرس) yang terkenal di kalangan ulama, diartikan dengan perhelatan atau  penjamuan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas telah terlaksananya akad nikah dengan menghidangkan makanan dan minuman atau lazim dikenal dengan istilah “Pesta Perkawinan”.
Rasulullah saw memerintahkan agar mengadakan walimah (pesta perkawinan) meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing, sebagaimana  sabdanya berikut ini :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِهِ أَثَرُ صُفْرَةٍ فَسَأَلَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ قَالَ كَمْ سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ زِنَةَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ. (رواه البخاري :  4756– صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب الصفرة للمتزوج – الجزء :  16– صفحة : 128)
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami  Malik, dari Humaid Ath-Thawil, dari Anas bin Malik ra, bahwa  Abdurrahman bin 'Auf datang menemui Rasulullah saw, sementara pada dirinya terdapat bekas warna kuning-kuning (bekas Za’faran). Sehingga Rasulullah saw bertanya kepadanya,  lalu dia memberitahukan bahwa dirinya baru saja menikahi seorang wanita dari sahabat Anshar. Rasulullah saw bertanya : "Berapa mahar yang kamu berikan kepadanya?" 'Abdurrahman menjawab : "Emas sebesar biji kurma." Rasulullah saw lalu bersabda : "Adakanlah walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing". (HR. Bukhari : 4756, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Ash-Shufrah Lil-Mutazawwiji,   juz : 16, hal. 128)


Hukum Walimah
Hukum mengadakan walimah (pesta pernikahan) menurut jumhur ‘ulma’ adalah sunah. Dan menurut sebagaian ‘ulama’ adalah wajib.[4] Dalam hadist di atas Rasulullah saw  memerintahkan agar mengadakan walimah dengan sabdanya أَوْلِمْ “Awlim” ("Adakanlah walimah),  kalimat ini  mengandung perintah. Di dalam kaidah ushul fiqh disebutkan : أَلْأَصْلُ فِى الْأَمْرِ لِلْوُجُوْبِ al ashlu fi al amri  lil wujub” (Pada dasarnya perintah itu mengandung arti wajib). Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ الثَّقَفِيِّ أَنَّ رَجُلًا أَعْوَرَ مِنْ ثَقِيفٍ قَالَ قَتَادَةُ كَانَ يُقَالُ لَهُ مَعْرُوفٌ أَيْ يُثْنَى عَلَيْهِ خَيْرًا يُقَالُ لَهُ زُهَيْرُ بْنُ عُثْمَانَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْوَلِيمَةُ حَقٌّ وَالْيَوْمُ الثَّانِي مَعْرُوفٌ وَالْيَوْمُ الثَّالِثُ سُمْعَةٌ وَرِيَاءٌ. (رَوَاهُ احمد : 19436- مسند احمد -المكتبة الشاملة – باب حديث زُهَيْرُ بْنُ عُثْمَانَ - الجز ء :  41-صفحة :   275)
Telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami  Hammam, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abdullah bin Utsman Ats-Tsaqafi, bahwa ada seorang laki-laki penduduk Tsaqif yang buta matanya. Qatadah berkata : Laki-laki itu biasa di sebut-sebut dengan kebaikannya, maksudnya dipuji dengan kebaikan,  panggilan namanya adalah Zuhair bin Utsman. Bahwa Nabi saw  bersabda : Walimah (Pesta pernikahan) yang di selenggarakan pada hari pertama adalah hak, hari keduanya adalah kebaikan dan hari ketiganya adalah sum'ah dan riya`. (HR.Ahmad : 22391, Musnad Ahmad,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits Zuhair bin Utsman, juz : 41, hal. 275)
Imam Muhammad bin Ismail Ash-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam memberikan penjelasan, bahwa kata “hak” dalam hadits di atas adalah “wajib”. [5]
Mempublikasikan Pernikahan
Rasulullah saw memerintahkan agar mempublikasikan (mengumumkan) pernikahan sebagaimana sabdanya berikut :
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ قَالَ عَبْد اللَّهِ وَسَمِعْتُهُ أَنَا مِنْ هَارُونَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْأَسْوَدِ الْقُرَشِيُّ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَعْلِنُوا النِّكَاحَ. (رَوَاهُ احمد : 15545- مسند احمد -المكتبة الشاملة – باب حديث عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ - الجز ء : 32- صفحة :    355)
 Telah menceritakan kepada kami  Harun bin Ma’ruf, Abdullah berkata : Saya telah mendengarnya dari Harun, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Al-Aswad Al-Qurasyi, dari Amir bin Abdillah bin Zubair, dari ayahnya, bahwa Nabi saw bersabda :  “Umumkanlah berita pernikahan.” (HR.Ahmad : 15545, Musnad Ahmad,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits  Abdullah bin Zubair, juz : 32, hal. 355)
Memenuhi Undangan
Orang yang diundang menghadiri walimah, menurut jumhur ‘Ulama’, hukumnya wajib memenuhi undangan itu.[6] Dalilnya adalah hadits Nabi saw berikut :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا. (رواه البخاري:  4775صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب حق اجابة الوليمة والدعوة – الجزء :  16 صفحة :163)
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari  Nafi’, dari Abdullah bin Umar ra, bhwa Rasulullah sa bersabda :  “Apabila salah seorang di antara kalian diundang kepada suatu walimah, maka hendaklah ia menghadirinya”. (HR. Bukhari : 4775, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Haqqu Ijabatil walimah wadda’wah,   juz : 16, hal. 163)
Imam An-Nawawi di dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan, bahwa hadits ini memerintahkan untuk hadir apabila seseorang diundang kesuatu acara walimah. Akan tetapi, disini terdapat perbedaan pendapat, mengenai perintah dalam hadits tersebut, apakah bersifat wajib atau sunat? Perbedaan pendapat itu adalah : untuk undangan walimatul ‘urs, yaitu : (1) Fardlu ‘ain bagi setiap orang yang diundang, dan kefarduan tersebut bisa hilang dengan sebab adanya udzur, (2) Fardu kifayah, (3) Sunat. Sedangkan undangan acara selain walimatul ‘ursy terdapat juga perbedaan pendapat, pendapat yang pertama mengatakan bahwa hukumnya sama dengan walimatul ‘urs, dan pendapat yang kedua mengatakan bahwa hukumnya sunat. [7]
Memenuhi Undangan Meskipun Sedang Berpuasa
Memenuhi undangan walimah, meskipun orang yang diundang sedang berpuasa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw  :
حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ مَرْوَانَ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَوَاءٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ يَعْنِي الدُّعَاءَ. (رواه الترمذي :711 سنن الترمذي– المكتبة الشاملة – باب ما جاء في اجابة الصائم الدعوة – الجزء : 3 صفحة : 259)
Telah menceritakan kepada kami Azhar bin Marwan Al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sawa’, telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Abi ‘Arubah, dari Ayyub, dari Muhammad bin  Sirin, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda : Apabila seseorang dari kalian diundang makan, maka penuhilah undangan itu. Apabila ia berpuasa, maka hendaklah ia mendo’akan (orang yang mengundangnya). (HR. Tmidzi  : 711, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Maa jaa-a fi ijabatis sha-im Adda’wata,  juz : 3, hal.259) 
Tidak Hanya Mengundang Orang Kaya
Ketika mengadakan walimah hendaknya tidak hanya mengundang orang-orang kaya, tetapi diundang pula orang-orang miskin. Karena makanan yang dihidangkan untuk orang-orang kaya saja adalah sejelek-jelek hidangan. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah :
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سُفْيَانُ سَأَلْتُهُ عَنْهُ كَيْفَ الطَّعَامُ أَيْ طَعَامُ الْأَغْنِيَاءِ قَالَ أَخْبَرَنِي الْأَعْرَجُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : شَرُّ الطَّعَامِ الْوَلِيمَةُ يُدْعَى إِلَيْهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ وَمَنْ لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ. (رَوَاهُ احمد : 6978  - مسند احمد -المكتبة الشاملة – باب حديث أَبِي هُرَيْرَةَ - الجز ء :15- صفحة : 19)
Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah. Sufyan berkata : Saya bertanya kepadanya (kepada Az-Zuhri) yang diriwayatkan darinya (dari Al-A’raj) tentang makanan, yaitu makanan yang dihidangkan hanya untuk orang-orang kaya. Sufyan berkata : Telah mengabarkan kepada kami Al-A’raj, dari Abu Hurairah :   Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya (HR.Ahmad : 6978, Musnad Ahmad,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits  Abu Hurairah, juz : 15, hal. 19)
Sebagai catatan penting, hendaknya yang diundang adalah orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, berdasarkan sabda Nabi saw :
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ حَيْوَةَ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ غَيْلَانَ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَوْ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ. (رواه ابو داود : 4192– سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – باب من يؤمر ان يجالس– الجزء :  12– صفحة :  458)
Telah menceritakan kepada kami Amr bin ‘Aun, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Al-Mubarak, dari Haiwah bin Syuraih, dari Salim bin Ghaian, dari Al-Walid bin Qais, dari Abi Sa’id, atau dari Abi Al-Haitsam,  dari Abi Sa’id, dari Nabi saw, bersabda :  Janganlah engkau bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang bertakwa. (HR.Abu Dawud : 4192, Sunan Adu Dawud,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Man Yu’maru Ab yujalisa, juz : 12, hal. 458)
Mendo’akan Shahibul Hajat
Para undangan dianjurkan untuk mendo’akan  Shahibul Hajat agar meraih barokah, rahmat dan ampunan dari Allah. Hal ini berdasarkan contoh yang dilakukan Rasulullah saw. Hadita Nabi :
 حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ هُوَ ابْنُ زَيْدٍ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ قَالَ مَا هَذَا قَالَ إِنِّي تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ : بَارَكَ اللَّهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ. (رواه البخاري :  4758 – صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب كيف يدعي للمتزوج – الجزء :  16– صفحة :  131)
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad, yaitu Ibnu Zaid, dari Tsabit, dari Anas ra, bahwa sesungguhnya Nabi saw pernah melihat bekas kuning-kuning pada Abdurrahman bin Auf, lalu beliau bertanya, “Apa ini?”. Abdurrahman menjawab, “Aku baru saja menikahi seorang wanita dengan (mahar) emas seberat biji kurma”. Nabi saw bersabda : Semoga Allah memberkatimu, selenggarakanlah walimah walau hanya dengan (memotong) seekor kambing. (HR. Bukhari : 4758, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Kaifa Yadda’i Lil-Mutazawwiji,   juz : 16, hal. 131)
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ بُسْرٍ يُحَدِّثُ أَنَّ أَبَاهُ صَنَعَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا فَدَعَاهُ فَأَجَابَهُ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ طَعَامِهِ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيمَا رَزَقْتَهُمْ. (رَوَاهُ احمد : 17013- مسند احمد -المكتبة الشاملة – باب حديث عَبْدَ اللَّهِ بْنَ بُسْرٍ - الجز ء : 36- صفحة :  75)
Telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepad kami Hisyam bin Yusuf, ia berkata : Saya telah mendengar Abdullah bin Busr bercerita, bahwa ayahnya membuat makanan untuk Nabi saw, lalu dia mengundang beliau, dan beliaupun memenuhi undangannya. Setelah beliau selesai makan, beliau berdo’a :  “Ya Allah, ampunilah mereka, sayangilah mereka dan berkahilah apa-apa yang Engkau karuniakan kepada mereka”. (HR.Ahmad : 17013, Musnad Ahmad,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits  Abdullah bin Busr, juz : 36, hal.75)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَفَّأَ الْإِنْسَانَ إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ : بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ. (رواه ابو داود :  1819 سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – باب ما يقال للمتزوج – الجزء : 6– صفحة :29)
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, yaitu ibnu Muhammad, dari Suhail bin Abu Shalih, dari bapaknya, dari Abu Hurairah, bahwa jika Nabi saw mengucapkan selamat kepada seseorang yang baru menikah, beliau berdo’a : BAARAKALLAH LAKA WA BAARAKA 'ALAIKA WA JAMA'A BAINAKUMAA FII KHAIR (semoga Allah memberi berkah kepadamu dan keberkahan atas pernikahanmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan). (HR.Abu Dawud : 1819, Sunan Adu Dawud,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Maa Yuqaalu Lil-Mutazawwiji,  juz : 6, hal. 29)
Hiburan
Hal ini berdasarkan hadits dari Muhammad bin Hathib, bahwa Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بَلْجٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ حَاطِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ. (رواه ابن ماجه : 1886 سنن ابن ماجه– المكتبة الشاملة – باب إعلان النكاح – الجزء : 6– صفحة : 8)
Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Rafi’, telah menceritakan kepada kami Husyaim, dari Abi Balj, dari Muhammad bin Hathib, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Pembeda antara perkara halal (nikah) dengan yang haram (zina) adalah memukul rebana dan suara (lagu-lagu yang dilantunkan) dalam pernikahan. (HR. Ibnu Majah : 1886, Sunan Ibnu Majah,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  I’lanun Nikah,  juz : 6, hal. 8)
حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَابِقٍ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا زَفَّتْ امْرَأَةً إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَةُ مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَإِنَّ الْأَنْصَارَ يُعْجِبُهُمْ اللَّهْوُ. (رواه البخاري:4765صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب النسوة اللاتي يهدين المرأة الى زوجها– الجزء :  16– صفحة : 145)
Telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sabiq, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah bahwasanya ia pernah membawa pengantin wanita kepada pengantin laki-laki dari kalangan Anshar, lalu Nabiyyullah saw bersabda : Wahai ‘Aisyah, tidak adakah padamu hiburan, karena sesungguhnya orang-orang Anshar senang dengan hiburan. (HR. Bukhari : 4765, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab An-Niswah Allatii yahdiinal mar-ah ilaa zaujihaa,   juz : 16, hal. 145)


[1]. Baca kitab Subulus Salam oleh Imam Muhammad bin Ismail Ash-Shan’ani, Syirkah Maktabah Wa Mathba’ah Mushthafa Al-Baby Al-Halawy, juz 1, Mesir, tahun 1950 M/1369 M, hal. 153-154
[2]. Baca kitab I’anatut Thalibin, Al-Maktabah Asyamilah, juz 3, hal. 407
[3]. Slamet Abidin, Fiqih Munakahat. (Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999) hlm. 149.
[4]. Op Cit,  Subulus Salam, hal. 154  
[5]. Ibid,  hal. 154  
[6]. Baca kitab Fathul Bary Libni Hajar, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Haqqu Ijabatil walimah wadda’wah juz 14, hal. 457
[7]. Baca kitab Syarhun Nawawi ‘alaa Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Al-mru Bi-ijabatid Da’i  iladda’wah, juz 5, hal. 149