Rabu, 04 Januari 2012

SHALAT JUM’AT

­­­­­­­­

Keutamaan Hari Jum’at

Banyak hadits yang menyatakan bahwa hari jum’at itu adalah hari yang sebaik-baiknya, antara lain :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ يَعْنِي الْحِزَامِيَّ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ. (رواه مسلم : 1411 – صحيح مسلم- المكتبة الشاملة – بَاب فَضْلِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ- الجزء : 4- صفحة : 327)

Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa’id], telah menceritakan kepada kami [Al-Mughirah], yaitu [Al-Hizami] dari [Abiz Zinad] dari [Al-A’raj] dari [Abu Hurairah], bahwa Nabi saw bersabda : Sebaik-baik hari yang terbit matahari adalah hari jum’at. Dan pada hari itulah Adam diciptakan, di waktu itu pula ia dimasukkan dalam surga, dan pada waktu itu juga ia dikeluarkan dari padanya. Kiamatpun tidak akan terjadi, kecuali pada hari jum’at.(HR.Muslim : 1411, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Fadli yaumil jum’ati, juz : 4, hal. 327).

حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِي لُبَابَةَ الْبَدْرِيِّ ابْنِ عَبْدِ الْمُنْذِرِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَيِّدُ الْأَيَّامِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَأَعْظَمُهَا عِنْدَهُ وَأَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ الْأَضْحَى وَفِيهِ خَمْسُ خِلَالٍ خَلَقَ اللَّهُ فِيهِ آدَمَ وَأَهْبَطَ اللَّهُ فِيهِ آدَمَ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيهِ تَوَفَّى اللَّهُ آدَمَ وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ حَرَامًا وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ مَا مِنْ مَلَكٍ مُقَرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيَاحٍ وَلَا جِبَالٍ وَلَا بَحْرٍ إِلَّا هُنَّ يُشْفِقْنَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ. (رواه احمد : 14997 – مسند احمد- المكتبة الشاملة – باب زِيَادَةٌ فِي حَدِيثِ أَبِي لُبَابَةَ بْنِ عَبْدِ الْمُنْذِرِ الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ- الجزء : 31- صفحة : 133)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Amir] yaitu [Abdul Malik bin ‘Amr], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Zuhair], yaitu [Ibnu Muhammad], dari [Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil] dari [Abdurrahman bin Yazid Al-Anshari] dari [Abu Lubabah Al-Badri bin Abdil Mundzir] bahwa Rasulullah saw bersabda : Penghulu sekalian hari (hari yang paling terhormat) adalah hari jum’at, hari yang paling agung, dan hari yang paling mulia di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, bahkan ia lebih besar dari hari raya ‘idul fitri dan ‘idul Adlha. Pada hari itu ada lima peristiwa besar, yaitu (1) Allah menciptakan Adam, (2) Allah menurunkan Adam ke bumi, (3) Allah mewafatkan Adam (4) dan pada hari itu terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba meminta suatu permohonan (kepada Allah), kecuali Allah Tabaraka wa ta’aala akan mengabulkannya, selama tidak memohon sesuatu yang haram, (5) dan pada hari itu pula kiamat terjadi. Maka tidak ada satu malaikat yang bertaqarrub, tiada pula langit, angin, gunung, lautan, melainkan mereka semua merindukan hari jum’at.(HR.Ahmad : 14997, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Ziyadah fi Haditsi Abi Lubabah bin Al-Mundzir ra, juz : 31, hal. 133)

Berdo’a Pada Hari Jum’at

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ.(رواه البخاري : 5921– صحيح البخاري- المكتبة الشاملة –بَاب الدُّعَاءِ فِي السَّاعَةِ الَّتِي فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ- الجزء :20- صفحة : 11)

Telah menceritakan kepada kami [Musaddad], telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin Ibrahim], telah mengabarkan kepada kami [Ayyub] dari [Muhammad] dari [Abu Hurairah ra], ia berkata : Abul Qasim saw bersabda : Pada hari jum’at itu terdapat suatu waktu, yang tidaklah seorang hamba muslim shalat dan meminta kebaikan kepada Allah, yang waktunya bertepatan dengan saat itu, kecuali Allah akan mengabulkannya. (HR.Bukhari : 5921, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, babud Du’a Fissaa’ah Allati fi yaumil jum’ati, juz : 20, hal. 11).

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ سَاعَةٌ مِنْ النَّهَارِ لَا يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا الْعَبْدُ شَيْئًا إِلَّا أُعْطِيَ سُؤْلَهُ قِيلَ أَيُّ سَاعَةٍ قَالَ حِينَ تُقَامُ الصَّلَاةُ إِلَى الِانْصِرَافِ مِنْهَا.(رواه بن ماجه : 1128–سنن بن ماحه - المكتبة الشاملة–بَاب مَا جَاءَ فِي السَّاعَةِ الَّتِي تُرْجَى فِي الْجُمُعَةِ- الجزء : 3- صفحة : 459)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah], telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Makhlad], telah menceritakan kepada kami [Katsir bin Abdillah bin Amr bin ‘Auf Al-Muzani] dari [ayahnya] dari [kakeknya], ia berkata : Aku mendengar Rasulullah saw mengatakan tentang hari jum’at : Ada suatu waktu di siang hari (pada hari jum’at), tidaklah seorang hamba memohon sesuatu kepada Allah di dalamnya, melainkan Ia akan mengabulkan permintaannya. Ditanyakan kepada beliau : Kapan itu? Beliau menjawab : Ketika shalat didirikan hingga selesai. (HR.Ibnu Majah : 1128, Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab maa ja-a fissaa’atil latii turjaa fil jum’ati, juz : 3, hal. 459)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنْ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ قُلْتُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ إِنَّا لَنَجِدُ فِي كِتَابِ اللَّهِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُؤْمِنٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا قَضَى لَهُ حَاجَتَهُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ فَأَشَارَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ بَعْضُ سَاعَةٍ فَقُلْتُ صَدَقْتَ أَوْ بَعْضُ سَاعَةٍ قُلْتُ أَيُّ سَاعَةٍ هِيَ قَالَ هِيَ آخِرُ سَاعَاتِ النَّهَارِ قُلْتُ إِنَّهَا لَيْسَتْ سَاعَةَ صَلَاةٍ قَالَ بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ.(رواه بن ماجه : 1129–سنن بن ماحه - المكتبة الشاملة–بَاب مَا جَاءَ فِي السَّاعَةِ الَّتِي تُرْجَى فِي الْجُمُعَةِ- الجزء : 3- صفحة : 460)

Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Ibrahim Ad-Damisyqi], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abi Fudaik] dari [Adl-Dlahhak bin Utsman] dari [Abi Nadlar] dari [Abi Salamah] dari [Abdullah bin Salam], ia berkata : Aku bertanya, sementara Rasulullah saw sedang duduk. Dalam kitabullah kami mendapati satu waktu di hari jum’at, tidaklah seorang mukmin pada waktu itu berdiri shalat dan meminta sesuatu kepada Allah, yang waktunya bertepatan dengan saat itu, kecuali Ia memenuhi hajatnya. Abdullah berkata : Rasulullah saw berisyarat kepadaku; atau “sebagian waktu” - Lalu aku berkata : Engkau benar, atau “sebagian waktu”. Aku bertanya : Kapan waktu itu? Beliau menjawab : Di akhir waktu di siang hari jum’at itu. Aku bertanya : Bukankah pada waktu itu tidak boleh shalat? Beliau menjawab : Benar, tapi sesungghnya seorang mukmin apabila selesai shalat, dan tidak ada yang menahannya untuk duduk, kecuali karena menunggu shalat berikutnya, maka ia adalah dihitung shalat. (HR.Ibnu Majah :1129, Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Maa ja-a fissaa’atil latii turjaa fil jum’ati, juz : 3, hal. 460)

Landasan Shalat Jum’at

Shalat jum’at adalah shalat dua rakaat yang dikerjakan setiap hari jum’at pada waktu dhuhur sesudah dua khutbah. Firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS.Al-Jumu’ah : 9)

Maksud ayat tersebut : Apabila imam telah naik mimbar dan muadzdzin telah adzan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muadzdzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya.

Hukum shalat jum’at

Shalat jum’at adalah fardu ‘ain, yaitu wajib atas setiap muslim laki-laki yang sudah baligh (dewasa). Hadits Nabi :

أَخْبَرَنِي مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ حَدَّثَنِي الْمُفَضَّلُ بْنُ فَضَالَةَ عَنْ عَيَّاشِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ الْأَشَجِّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ حَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَوَاحُ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ.(رواه النسائي : 1354 – سنن النسائي- المكتبة الشاملة – بَاب التَّشْدِيدِ فِي التَّخَلُّفِ عَنْ الْجُمْعَةِ- الجزء : 5- صفحة : 202)

Telah mengabarkan kepadaku [Mahmud bin Ghailan], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Al-Mufadlal bin Fadlalah] dari [‘Ayyas bin Abbas] dari [Bukair bin Asyajj] dari [Naf’i] dari [Ibnu Umar] dari Hafshah, isteri Nabi saw, bahwa Nabi saw bersabda : Mendatangi shalat jum’at hukumnya wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh (dewasa). (HR. Nasa’I : 1354, Sunan An-Nasa’I, Al-Maktabah Asy-Syamilah, babut Tasydid fit-Takhalluf ‘anil jum’ati, juz : 5, ha.202).

Yang Wajib Shalat Jum’at

Shalat jum’at diwajibkan atas muslim, laki-laki, dewasa, dan dalam keadaan sehat. Untuk hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan orang sakit tidak wajib mengerjakan shalat jum’at. Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا هُرَيْمٌ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ.(رواه ابو داود : 901- سنن ابو داود - المكتبة الشاملة – بَاب الْجُمُعَةِ لِلْمَمْلُوكِ وَالْمَرْأَةِ- الجزء : 3- صفحة : 365)

Telah menceritakan kepada kami [Abbas bin Abdul Adhim], telah menceritakan kepadaku [Ishaq bib Manshur], telah menceritakan kepada kamki [Huraim], dari [Ibrahim] bin Muhammad bin Al-Muntasyir] dari9 [Qais bin Muslim] dari [Thariq bin Syihab], dari Nabi saw, beliau bersabda : Shalat jum’at itu adalah hak yang wajib dikerjakan oleh tiap-tiap muslim dengan berjama’ah, kecuali empat golongan, yaitu (1) hamba sahaya yang dimiliki, (2) perempuan, (3) anak-anak, (4) orang sakit. (HR.Abu Daud :901, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, babul jum’ati Lil-Mamluk wal-Mar-ah, juz : 3, ha.365).

Shalat Jum’at Untuk Musafir

Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa shalat jum’at tidak wajib bagi musafir. Demikianlah pendapat imam Malik, Ats-Tsauriy Asy-Syafi’iy, Ishaq, dan Abu Tsaur. Hal tersebut diriwayatkan dari ‘Atha’, ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz, Al-Hasan, dan Asy-Sya’by. Dan juga berdasarkan perbuatan Nabi saw yang biasa melakukan safar, namun beliau tidak melakukan shalat Jum’at dalam safarnya itu. Dan ketika dalam haji wada’ di ‘Arafah pada hari Jum’at, beliau shalat Dhuhur, tanpa melakukan shalat Jum’at. Hal yang sama juga dilakukan oleh Al-Khulafaaur-Raasyidiin ra, dimana mereka biasa bersafar, namun tidak ada seorang pun dari mereka melakukan shalat Jum’at dalam safarnya. Begitu dengan shahabat-shahabat Rasulullah saw, lainnya dan orang-orang setelah mereka.[1] Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الشَّافِعِىُّ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ الْفَضْلِ حَدَّثَنَا الْقَوَارِيرِىُّ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِىُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَيْسَ عَلَى الْمُسَافِرِ جُمُعَةٌ.(رواه الدارقطني : 1601 –سنن الدارقطني– المكتبة الشاملة- باب ذِكْرِ الْعَدَدِ فِى الْجُمُعَةِ- الجزء : 4– صفحة : 274)

Telah menceritakan kepada kami [Abu bakar Asy-Syafi’i], telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin Al-Fadlal], telah menceritakan kepada kami [Al-Qawariri], telah menceritakan kepada kami [Abu bakar Al-hanafi] dari [Abdullah bin Nafi’] dari ayahnya, dari [Ibnu Umar], dari Nabi saw, beliau bersabda : Tidak ada kewajiban shalat Jum’at atas musafir (orang yang bepergian). (HR.Ad-Daruquthni : 1601, Sunan Ad-Daruquthni, , Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab dzikril ‘adad fil jum’ati, juz : 4, hal. 274)

Ancaman Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat Jum’at

حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ وَهُوَ ابْنُ سَلَّامٍ عَنْ زَيْدٍ يَعْنِي أَخَاهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَلَّامٍ قَالَ حَدَّثَنِي الْحَكَمُ بْنُ مِينَاءَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ وَأَبَا هُرَيْرَةَ حَدَّثَاهُ أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَلَى أَعْوَادِ مِنْبَرِهِ لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ. (رواه مسلم :1432 – صحيح مسلم - المكتبة الشاملة –بَاب التَّغْلِيظِ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ- الجزء : 4- صفحة : 355)

Telah menceritakan kepadaku [Al-Husain bin Ali Al-Hulwani], telah menceritakan kepada kami [Abu Taubah], telah menceritakan kepada kami [Muawiya], yaitu [Ibnu Sallam] dari [Zaid], yatu saudaranya, bahwa dia pernah mendengar [Abu Sallam] berkata : Telah menceritakan kepadaku [ [Al-Hakam bin Mina’], bahwa [Abdullah bin Umar] dan [Abu Hurairah] telah menceritakan kepadanya, bahwa mereka berdua pernah mendengar Rasulullah saw bersabda sewaktu berada di atas mimbarnya : Hendaklah orang-orang itu berhenti dari (kebiasaan) meninggalkan shalat jum’at, (kalau tidak) ataukah mereka ingin Allah membutakan hatinya dan kemudian mereka benar-benar akan menjadi orang yang lalai. (HR.Muslim : 1432, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babut taghlidh fii tarkil jumuati, juz : 4, hal.355)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ وَيَزِيدُ بْنُ هَارُونَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنِي عُبَيْدَةُ بْنُ سُفْيَانَ الْحَضْرَمِيُّ عَنْ أَبِي الْجَعْدِ الضَّمْرِيِّ وَكَانَ لَهُ صُحْبَةٌ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ تَهَاوُنًا بِهَا طُبِعَ عَلَى قَلْبِهِ.(رواه بن ماجه : 1115 –سنن بن ماحه - المكتبة الشاملة– بَاب مَا جَاءَ فِيمَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ-الجزء : 3- صفحة : 440)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah], telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Idris] dan [Yazid bin Harun] dan [Muhammd bin Bisyir], mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami [Muhammd bin Amr], telah menceritakan kepadaku [Ubaidah bin Sufyan Al-Hadlrami], dari Abu Ja’ad Adl-Dlamri, ia pernah bertemu Nabi saw (sahabat Nabi), ia berkata : Nabi saw bersabda : Barangsiapa meninggalkan shalat jum’at sebanyak tiga kali karena meremehkannya, maka hatinya akan ditutup. (HR.Ibnu Majah : 1115, Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab maa ja-a fiiman tarakal jum’ati min ghairi ‘udzrin, juz : 3, hal. 440)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ أَسِيدِ بْنِ أَبِي أَسِيدٍ ح و حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى الْمِصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ أَسِيدِ بْنِ أَبِي أَسِيدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثًا مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ. (رواه بن ماجه : 1116– سنن بن ماحه - المكتبة الشاملة – بَاب مَا جَاءَ فِيمَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ- الجزء : 3- صفحة : 441)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammd bin Al-Mutsanna], tel;ah mencritakan kepada kami [Abu Amir], telah mencdsritakan kepada kami [Zuhair] dari [Asid bin Abi Asid], dan telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin ‘Isa] Al-Mishri], telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Wahab] dari [Ibnu Abi Di’b] dari[Asid bin Abi Asid], dari [Abdillah bin Abi Qatadah] dari [Jabir bin Abdillah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa meninggalkan shalat jum’at sebanyak tiga kali tanpa uzur, maka Allah akan menutup hatinya. (HR.Ibnu Majah : 1116, Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab maa ja-a fiiman tarakal jum’ati min ghairi ‘udzrin, juz : 3, hal. 441)

Ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat jum’at seperti yang termaktub dalam hadits tersebut, bagi kita bertambah jelas, bahwa shalat jum’at adalah wajib.[2] Dan oleh karenanya, maka orang islam yang meninggalkannya adalah berdosa.

Ancaman yang sangat berat bagi orang-orang yang meninggalkan shalat ju’amt tanpa uzur terdapat dalam hadits berikut ini :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن مُحَمَّدٍ الْحَمَّالُ حَدَّثَنَا أَبُو مَسْعُودٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بن هِلالٍ عَنْ مُحَمَّدِ بن مُسْلِمٍ الطَّائِفِيِّ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ جَابِرٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَرَكَ ثَلاثَ جُمُعَاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كُتِبَ مِنَ الْمُنَافِقِينَ.(رواه الطبراني : 425- المعجم الكبير للطبراني – المكتبة الشاملة – باب/الجزء :1 – صفحة :178)

Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Muhammad Al-Hammal], telah menceritakan kepada kami [Abu Mas’ud], telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin Hilal] dari [Muhammad bin Muslim Ath-Thaifi] dari [Ma’mar] dari [Jabir] dari [Abu Utsman] dari [Usamah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat Jum’at tanpa udzur, maka dia dicatat sebagai golongan orang-orang munafik.(HR.Thabrani : 425, Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrani, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 1, hal. 178)

Bagi Yang Tidak Shalat Jum’at Tanpa Uzur

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْأَنْبَارِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ وَإِسْحَقُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ أَيُّوبَ أَبِي الْعَلَاءِ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ قُدَامَةَ بْنِ وَبَرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ فَاتَهُ الْجُمُعَةُ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَلْيَتَصَدَّقْ بِدِرْهَمٍ أَوْ نِصْفِ دِرْهَمٍ أَوْ صَاعِ حِنْطَةٍ أَوْ نِصْفِ صَاعٍ.(رواه ابو داود : 890- سنن ابو داود - المكتبة الشاملة –بَاب كَفَّارَةِ مَنْ تَرَكَهَا - الجزء : 3- صفحة : 250)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sulaiman Al-Anbari], telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yazid] dan [Ishaq bin Yusuf] dari [Ayyub Abu Al-‘Ala’] dar [Qatadah] dari [Qudamah bin Wabarah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa meninggalkan shalat jum’at tanpa uzur, maka hendaknya ia bersedekah satu dirham atau setengah dirham atau satu gantang gandum atau setengahnya. (HR.Abu Daud : 890, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab kaffaarati man tarakahaa, juz : 3, ha. 250).

Dosa Diampuni Allah

Jum’at ke Jum’at berikutnya merupakan anugerah Allah yang amat besar, karena pada waktu tersebut dosa-dosa diampuni. Hadits Nabi :

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَهَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أَبِي صَخْرٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ إِسْحَقَ مَوْلَى زَائِدَةَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ. (رواه مسلم : 344 - صحيح مسلم- المكتبة الشاملة –بَاب الصَّلَوَاتِ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ- الجزء : 2- صفحة : 23)

Telah menceritakan kepadaku (Abu Thahir] dan [Harun bin Sa’id Al-Aily] mereka berdua berkata : Telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Qahab] dari [Abu Shahar], bahwa [Umar bin Ishaq] mantan budak [Zaidah], telah menceritakan kepadanya, dari bapaknya, dari [Abu Hurairah], bahwa Rasulullah saw bersabda : Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa antara keduanya, selama ia menjauhi dosa-dosa besar. (HR Muslim : 344, Shahih Muslim Al-Maktabah Asy-Syamilah, babush-shalati, juz 2, ha, 23)

Waktu Pelaksanaan Shalat Jum’at

Waktu pelaksanaan shalat jum’at adalah pada waktu Dhuhur, berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Anas bin Malik berikut ini :

حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ.(رواه البخاري :853– صحيح البخاري- المكتبة الشاملة – بَاب وَقْت الْجُمُعَةِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ - الجزء :3- صفحة : 427)

Telah mencritakan kepada kami [Suraij bin Ab-Nu’man] ia berkata : telah menceritakan kepada kami [Fulaih bin Sulaiman] dari [‘Utsman bin Abdirrahman bin ‘Utsman At-Taimy] dari [Anas bin Malik] Bahwa Nabi saw menunaikan shalat Jum’at ketika matahari tergelincir (yakni telah masuk waktu Dhuhur). (HR.Bukhari : 853, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab waqti Al-jum’ati idzaa zaalatisy syamsu, juz : 3, hal. 427).

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ التَّيْمِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ.(رواه الترمذي : 462 – سنن الترمذي- المكتبة الشاملة – بَاب مَا جَاءَ فِي وَقْتِ الْجُمُعَةِ- الجزء : 2- صفحة : 331)

Telahy menceritakan kepada kami [Ahmad bin Muni’], telah menceritakan kepada kami [Suraij bin Nu’man], telah menceritakan kepada kami [Fuylaih bin Sulaiman] dari [Utsman bin Abdurrahman At-Taimy] dari [Anas bin Malik], bahwa Nabi saw melaksanakan shalat jum’at ketika matahari tergelincir. (yakni telah masuk waktu Dhuhur). (HR.Tirmidzi : 462, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab maa jaa-a fii waqtil jum’ati, juz : 2, hal. 331).

Abu ‘Isa berkata : Hadits Anas di atas adalah hadits Hasan Shahih dan telah disepakati oleh terbesar para ahli ilmu, bahwa waktu shalat jum’at adalah setelah tergelincir matahari, seperti waktu shalat zhuhur. Pendapat ini dikatakan oleh imam Syafi’I, Ahmad dan Ishaq. Sebagian yang lain berpendapat bahwa shalat jum’at boleh dikerjakan sebelum tergelincirnya matahari. Ahmad berkata : Barangsiapa mengerjakan shalat jum’at sebelum tergelincirnya matahari, maka baginya tidak wajib untuk mengulanginya.[3] Imam Bukhari berkata : Waktu shalat jum’at adalah apabila matahari telah tergelincir. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Umar, ‘Ali, Nu’man bin Basyir dan ‘Umar bin Harits. Dan imam Syafi’I berkata : Nabi saw, Abu Bakar, Umar, Utsman dan imam-imam sesudahnya, mereka melaksanakan shalat jum’at setelah tergelincir matahari.[4] Golongan imam Hanbali dan Ishaq berpendapat, bahwa waktu shalat jum’at adalah mulai awal waktu shalat ‘Id (hari raya) sampai akhir waktu zhuhur.[5] Mereka berdalil dengan sebuah hadits :

حَدَّثَنِي الْقَاسِمُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ ح و حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ قَالَا جَمِيعًا حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَأَلَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ مَتَى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ قَالَ كَانَ يُصَلِّي ثُمَّ نَذْهَبُ إِلَى جِمَالِنَا فَنُرِيحُهَا - زَادَ عَبْدُ اللَّهِ فِي حَدِيثِهِ - حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ يَعْنِي النَّوَاضِحَ.(رواه مسلم : 1421- صحيح مسلم- المكتبة الشاملة – بَاب صَلَاةِ الْجُمُعَةِ حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ - الجزء : 4- صفحة : 341)

Telah menceritakan kepada kami {qasim bin Zakaria] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Makhlad], dan telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Abdurrahman Ad-Darim], telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Hasaan], mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Bilal] dari [Ja’far] dari ayahnya, bahwa ia bertanya kepada [Jabir bin Abdillah] : Kapan Rasulullah saw melaksanakan shalat jum’at? Ia menjawab : Beliau melaksanakan shalat jum’at, kemudian setelah itu kami pulang ke ternak unta kami, dan mengistirahatkannya. Abdullah menambahkan dalam haditsnya : “Saat matahari tergelincir, yakni setelah unta diberi minum”. (HR Muslim : 1421, Shahih Muslim Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab shalatil jum’ati hiina tazuulusy syamsu, juz : 4, hal, 341)

Mazhab imam Hanafi dan Syafi’I sepakat, bahwa waktu shalat jum’at adalah mulai tergelincirnya matahari hingga bayangan suatu benda sama panjangnya dengan bendanya, sesudah bayangan istiwa’. Tidak sah shalat jum’at sebelum atau sesudah waktu tersebut. Berbeda dengan mazhab imam Hanbali dan Maliki, yaitu :

(1) Mazhab imam Hanbali : Waktu shalat jum’at adalah mulai matahari setinggi tombak dan berakhir setelah bayangan suatu benda sama panjangnya dengan bendanya, selain bayangan zawal (waktu tergelincir). Boleh melaksanakan shalat jum’at sebelum tergelincir matahari, namun wajibnya dan yang lebih utama adalah melaksanakannya setelah tergelincir matahari.

(2) Mazhab imam Maliki : Waktu shalat jum’at adalah mulai tergelincir matahari hingga terbenam matahari. Shalat jum’at dan khutbahnya dilaksanakan secara sempurna sebelum terbenam matahari. Apabila sisa waktu hingga terbenam matahari tidak mencukupi untuk satu rakaat, maka shalatlah dengan shalat zhuhur.[6]

Jum’at Berjama’ah

Tidak terdapat perselisihan di antara ulama, bahwa shalat jum’at wajib dilaksanakan dengan berjama’ah berdasarkan hadits berikut :

حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا هُرَيْمٌ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ.(رواه ابو داود : 901- سنن ابو داود - المكتبة الشاملة – بَاب الْجُمُعَةِ لِلْمَمْلُوكِ وَالْمَرْأَةِ- الجزء : 3- صفحة : 365)

Telah menceritakan kepada kami [Abbas bin Abdul Adhim], telah menceritakan kepadaku [Ishaq bib Manshur], telah menceritakan kepada kamki [Huraim], dari [Ibrahim] bin Muhammad bin Al-Muntasyir] dari9 [Qais bin Muslim] dari [Thariq bin Syihab], dari Nabi saw, beliau bersabda : Shalat jum’at itu adalah hak yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim dengan BERJAMA’AH, kecuali empat golongan, yaitu (1) hamba sahaya yang dimiliki, (2) perempuan, (3) anak-anak, (4) orang sakit.(HR.Abu Daud :901, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, babul jum’ati Lil-Mamluk wal-Mar-ah, juz : 3, ha.365).

Akan tetapi ulama berselisih pendapat mengenai jumlah makmum yang mesti mengikuti imam, hingga dapat dikatakan shalat jum’atnya itu sah. Menurut imam Hafizh dalam AlFath, ada lima belas pendapat, dan pendapat yang paling kuat adalah shalat jum’at itu sah sekalipun hanya dihadiri dua orang atau lebih,[7] berdasarkan sabda Nabi :

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ بَدْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَمْرِو بْنِ جَرَادٍ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اثْنَانِ فَمَا فَوْقَهُمَا جَمَاعَةٌ.(رواه بن ماجه : 962 - سنن بن ماحه - المكتبة الشاملة –بَاب الِاثْنَانِ جَمَاعَةٌ- الجزء : 3- صفحة : 238)

Telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin Ammar], telah menceritakan kepada kami [Rabi’ bin Badar] dari kakeknya, yaitu [Amr bin Jarad] dari [Abu Musa Al-Asy’ari], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Dua orang atau lebih itu dianggap berjama’ah. (HR.Ibnu Majah : 962, Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Al-Itsnaani jamaa-atun, juz : 3, hal. 238)

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَأَذِّنَا وَأَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا.(رواه البخاري : 618 - صحيح البخاري- المكتبة الشاملة –بَاب اثْنَانِ فَمَا فَوْقَهُمَا جَمَاعَةٌ- الجزء :3- صفحة : 48)

Telah mencritakan kepada kami [Musaddad]ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai’], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Khalid AlHadzdza’] dari [Abu Qilabah] dari [Malik bin Huwairits] dari Nabi saw, beliau bersabda : Jika telah datang waktu shalat, maka adzan dan iqamatlah (salah seorang dari kalian berdua), kemudian hendaklah yang mengimami shalat yang paling tua diantara kalian berdua.(HR.Bukhari : 618, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Itsnaani famaa fauqahumaa jamaatun, juz : 3, hal. 48).

Pendapat empat mazhab, jama’ah shalat jum’at adalah : (1) Menurut mazhab Syafi’I, jama’ah jum’at paling sedikit mencapai empat puluh orang. (2) Menurut mazhab Hanafi, jama’ah jum’at paling sedikit tiga orang selain imam. (3) Menurut mazhab Maliki, jama’ah jum’at paling sedikit dua belas orang selain imam. (4) Menurut mazhab Hanbali, jama’ah jum’at mencapai empat puluh orang beserta imam.[8]

Rakaat Shalat Jum’at

Shalat jum’at dilaksanakan sebanyak dua rakaat berdasarkan hadits Nabi saw sebagai berikut :

أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ عَنْ سُفْيَانَ وَهُوَ ابْنُ حَبِيبٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عُمَرَ قَالَ صَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَالْفِطْرِ رَكْعَتَانِ وَالنَّحْرِ رَكْعَتَانِ وَالسَّفَرِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.(رواه النسائي : 1423 - سنن النسائي- المكتبة الشاملة – بَاب/الجزء : 5- صفحة : 316)

Telah mengabarkan kepada kami [Humaid bin Mas’adah] dari [Sufyan], yaitu [Ibnu Habib] dari [Syu’bah] dari [Zubaid] dari [Abdurrahman bin Abu Laila] dari [Umar], ia berkata : Shalat jum’at dua rakaat, shalat ‘idul fitri dua rakaat, shalat ‘idul Adha dua rakaat dan shalat safar dua rakaat, (itu semua dilaksanakan) sempurna, bukan qashar (diringkas), menurut lisan Nabi saw.(HR. Nasa’I : 1423, Sunan An-Nasa’I, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 5, hal. 316).

Shalat Jum’at Sesudah Dua Khutbah

Shalat jum’at dilaksanakan sesudah khatib menyampaikan dua khutbah, berdasarkan hadits berikut :

حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطَامٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا رَوْحٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى وَفَضْلُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ.(رواه مسلم : 1418 – صحيح مسلم - المكتبة الشاملة –بَاب التَّغْلِيظِ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ- الجزء : 4- صفحة : 337)

Telah menceritakan kepada kami [Umayyah bin Bistham], telah menceritakan kepada kami [Yazid], yaitu [Ibnu Zurai’], telah menceritakan kepada kami [Rauh] dari [Suhail] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dari Nabi saw, beliau bersabda : Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi (shalat) Jum’at, lalu ia shalat (sunnat) semampunya, dan diam (mendengarkan khutbah) sampai selesai, lalu ia lanjutkan shalat bersama imam, maka akan diampuni (dosanya) antara Jum’at itu dengan Jum’at yang lain dan ditambah lebih tiga hari. (HR Muslim : 1418, Shahih Muslim Al-Maktabah Asy-Syamilah, babu t Taghlidh fii tarkil jum’ati, juz 4, ha, 337)

Sunat Yang Berkaitan Dengan Jum’at

Amalan-amalan sunat yang dianjurkan bagi orang-orang yang akan pergi ke mesjid untuk shalat jum’at, antara laian :

1. Disunatkan mandi, berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya serta memakai wewangian. Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ رُمْحِ بْنِ الْمُهَاجِرِ قَالَا أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ ح و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ.(رواه مسلم : 1393- صحيح مسلم- المكتبة الشاملة - الجزء : 4- صفحة : 304)

Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya At-Tamimi] dan [Muhammad bin Rumh bin Al-Muhajir], mereka berdua berkata : telah menceriutakan kepada kami [Al-Laits] dan telahg menceritakan kepada kami [Qutaibah], telah mencewritakan kepada kami [Laits] dari [Nafi’] dari [Abdullah], ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah aw bersabda : Jika seorang dari kalian ingin mendatangi (shalat) Jum’at, maka hendaklah dia mandi. (HR Muslim : 1393, Shahih Muslim Al-Maktabah Asy-Syamilah, babush-shalati, juz 4, ha, 304)

حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ حَرْبِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ. (رواه احمد : 20736– مسند احمد- المكتبة الشاملة – باب باقي حديث أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ- الجزء : 44- صفحة : 205)

Telah menceritakan kepada kami [Makki bin Ibrahim], telah menceritakan kepada kami [Abdulah bin Sa’id] dari [Harab bin Qais] dari [Abu Darda’], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa mandi pada hari jum’at, mengenakan pakaiannya, memakai wewangian jika memilikinya, kemudian ia berangkat shalat jum’at dengan tenang dan ia tidak menyinggung dan menyakiti orang lain, setelah itu ia mengerjakan shalat (sunnat). Kemudian ia menunggu sampai imam selesai, maka diberikan ampunan baginya diantara dua jum’at (yaitu jum’at sekarang dan jum’at yang lalu). (HR.Ahmad : 20736, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Baqi hadits Abu Darda’ ra, juz : 44, hal. 205)

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ ابْنِ وَدِيعَةَ عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى.(رواه البخاري : 834– صحيح البخاري- المكتبة الشاملة –بَاب الدُّهْنِ لِلْجُمُعَةِ - الجزء : 3- صفحة : 399)

Telah menceritakan kepada kami [Adam], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Di’ad] dari [Sa’id Al-Maqbari], ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami [ayahku]dari [Ibnu WQadi’ah] dari [Salman Al-Farisi] ia berkata : Nabi saw bersabda : Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari jum’at, lalu bersuci menurut kadar kemampuannya, memakai wewangian miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar rumah menuju masjid, ia tidak memisahkan dua orang pada tempat duduknya, lalu dia shalat yang dianjurkan baginya dan diam mendengarkan khutbah imam, kecuali dia akan diampuni dosa-dosanya antara jum’atnya itu dan jum’at lainnya. (HR.Bukhari : 834, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babud Duhni Lil-Jum’ati, juz : 3, hal. 399)

2. Disunatkan menyegerakan diri datang ke masjid sebelum tiba waktu shalat. Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ.(رواه البخاري : 832- صحيح البخاري- المكتبة الشاملة –بَاب فَضْلِ الْجُمُعَةِ - الجزء : 3- صفحة : 396)

Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Yusuf], ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Summy] mantan budak [Abu Bakar] bin Abdurrahman] dari [Abu Shalih Assamman] dari [Abu Hurairah], bahwa Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa mandi pada hari jum’at seperti mandi junub kemudian bersegera (menuju masjid), maka seolah-olah berkurban dengan seekor unta; barangsiapa datang pada saat kedua, maka seolah-olah berkurban dengan seekor sapi; barangsiapa yang datang pada saat ketiga, maka seolah-olah berkurban dengan domba jantan (yang bertanduk besar); barangsiapa datang pada saat keempat, maka seolah-olah berkurban dengan seekor ayam; dan barangsiapa datang pada saat kelima, maka seolah-olah berkurban dengan sebutir telur; kemudian jika imam datang para malaikat hadir untuk mendengarkan peringatan (khutbah). (HR.Bukhari : 832, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab fadl Al-Jum’ati, juz : 3, hal. 396)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَالْأَغَرِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ. (رواه البخاري : 2972 -صحيح البخاري- المكتبة الشاملة –بَاب ذِكْرِ الْمَلَائِكَةِ- الجزء : 10- صفحة : 488)

Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Yunus], telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa’ad], telah m,enceritakan kepada kami [IUbnu Syihab] dari [Abu salamah] dan [Agharr] dari [Abu Hurairah ra], ia berkata : Nabi saw bersabda : Bila datang hari Jum’at, maka para malaikat (berdiri) di setiap pintu masjid mencatat yang datang pertama dan berikutnya. Kemudian bila imam duduk (di atas mimbar) mereka menutup lembaran-lembaran catatan tersebut, dan hadir mendengarkan peringatan (khuthbah). (HR.Bukhari : 2972, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Dzikril malaikati, juz : 10, hal. 488)

3. Disunatkan berjalan menuju masjid dengan tenang dan perlahan (tidak terburu-buru), berdasarkan umumnya hadits Nabi berikut :

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا.(رواه البخاري : 600 -صحيح البخاري- المكتبة الشاملة –بَاب لَا يَسْعَى إِلَى الصَّلَاةِ- الجزء : 3- صفحة : 15)

Telah menceritakan kepada kami [Adam], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Di’ab], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Az-Zuhri] dari [Sa’id bin Musayyab] dari [Abu Hurairah] dari Nabi saw berasabda : Jika kalian mendengar iqamat, maka berjalanlah menuju shalat dengan tenang dan perlahan-lahan (tidak terburu-buru. (HR.Bukhari : 600, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Laa yas’aa ilash shalaati, juz : 3, hal. 15)

4. Menunaikan shalat tahiyyatul masjid ketika masuk masjid sebelum duduk, meskipun imam sedang berkhuthbah. Berdasarkan keumuman hadits Nabi berikut ini:

حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ سَمِعَ أَبَا قَتَادَةَ بْنَ رِبْعِيٍّ الْأنْصَارِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ.(رواه البخاري : 1097-صحيح البخاري- المكتبة الشاملة –بَاب مَا جَاءَ فِي التَّطَوُّعِ مَثْنَى مَثْنَى- الجزء : 4- صفحة : 348)

Nabi saw bersabada : Jika seorang dari kalian masuk ke dalam masjid, maka janganlah ia duduk sebelum shalat dua rakaat. (HR.Bukhari : 1097, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Maa jaa-a Fith-Thatawwu’I Matsna- Matsna, juz : 4, hal. 348)



[1]. (المغني – المكتبة الشاملة – باب مسألة لا جمعة على مسافر – الجزء : 4 – صفحة : 180)

[2]. Lihat Tafsir Al-Quthubi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 8, hal. 105-106

[3]. Lihat Sunan Tirmidzi dalam keterangan hadits ke 462, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab maa jaa-a fii waqtil jum’ati, juz : 2, hal. 331

[4]. Lihat Fiqhussunnah oleh Sayyid Sabiq, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab/juz : 1, hal. 304

[5]. Ibid, hal. 304

[6]. Abdurrahman Al-jaziry, Al-Fiqh ‘Alla Madzaahibil Arba’ah, juz : 1, Muassasah Al-Mukhtar, kaero, 2006M/1426H, hal. 307

[7]. Sayyid Sabiq, Op cit, hal. 305

[8]. Abdurrahman Al-Jaziry, Op cit, hal. 308-313

Tidak ada komentar:

Posting Komentar