1. RUKUN QAULIYYAH
Rukun Qauliyyah adalah rukun shalat yang diucapkan, yaitu berupa bacaan yang terdiri dari 5 macam, yaitu :
1. Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram adalah salah satu rukun shalat yang termasuk dalam rukun Qauliyah, yaitu rukun yang berupa bacaan berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغْ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ. (رواه البخاري : 5782– صحيح البخاري -بَاب مَنْ رَدَّ فَقَالَ عَلَيْكَ السَّلَامُ– الجزء : 19 - صفحة : 376)
Ishaq bin Manshur bercerita kepada kami, Abdullah bin Numair mengabarkan kepada kami, ‘Ubaidillah bercerita kepada kami, dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqbari, diterima dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : Apabila kamu hendak berdiri untuk mengerjakan shalat, sempurnakanlah wudukmu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah. (HR.Bukhari : 5782, Shahih Bukhari, Bab man radda faqqala ‘alaikassalam, juz 19, hal.376)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ (رواه البخاري : 715 – صحيح البخاري - بَاب وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ – الجزء :3 - صفحة :205)
Muhammad bin Basysyar bercerita kepada kami, ia berkata : Yahya bercerita kepada kami, dari ‘Ubaidillah, ia berkata : Sa’id bin Abi Sa’id bercerita kepadaku, dari ayahmya, diterima dari Abu Hurairah, bahwa Raulullah saw bersabda : Apabila engkau mengerjakan shalat, maka bertakbirlah. (HR.Bukhari : 715, Shahih Bukhari, Bab Wajuubil Qiraa-ati Lil-Imam wal-Ma’mum, juz 3, hal.205)
Apabila seseorang yang mengerjakan shalat telah membaca takbiratul Ihram, maka menjadi haramlah segala sesuatu yang halal sebelum mengerjakan shalat, seperti makan, minum, bebicara dan lain sebagainya. Dan setelah selesai mengerjakan shalat, maka yang diharamkan di dalam shalat menjadi halal kembali. Itulah sebabnya dinamakan “Takbiratul Ihram. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ ابْنِ عَقِيلٍ عَنْ مُحَمَّدِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ. (رواه ابو داود : 56– سنن ابو داود - بَاب فَرْضِ الْوُضُوءِ- – الجزء : 1 – صفحة : 88)
Utsman bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, Waki’ bercerita kepad kami, dari Sufyan, dari Ibnu ‘Aqil, dari Muhammad ibnu Al-Hanafiyah, diterima dari ‘Ali ra, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda : Kunci salat adalah bersuci, yang mengharamkannya adalah takbir dan yang menghalalkannya adalah salam. (HR.Abu Daud : 56, Sunan Abu Daud, bab fardhu Wudhu’, juz 1, hal. 88)
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mengumandangkan takbiratul Ihram. Apabila persyaratan tidak terpenuhi, maka takbirnya tidak cukup dan shalatnya tidak sah.[1] Persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah :
1. Kalimat yang digunakan adalah “ALLAAHU AKBAR” (artinya : Allah Maha Besar) dengan ucapan kalimat bahasa Arab. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّنَافِسِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حُمَيْدٍ السَّاعِدِيَّ يَقُولُ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ. (رواه ابن ماجه : 795 – سنن ابن ماجه - بَاب افْتِتَاحِ الصَّلَاةِ – الجزء : 3 – صفحة : 28)
‘Ali bin Muhammad Ath-Thanafisi bercerita kepada kami, Abu Usamah bercerita kepada kami, Abdulhamid bin Ja’far bercerita kepadaku, Muhammad bin ‘Amer bin ‘Atha’ bercerita kepada kami, ia berkata : Saya telah mendengar Abu Hamid Assa’idy berkata : Rasulullah saw bila mengerjakan shalat, beliau menghadap kiblat, mengengakat kedua tangannya dan mengucapkan “ALLAHU AKBAR”. (HR.Ibnu Majah : 795, Sunan Ibnu Majah, Bab Iftitahish-Shalah, juz : 3, hal.28)
2. Tidak boleh waqaf (berhent) antara kata ALLAAH dan AKBAR
3. Tidak boleh menambah satu huruf-pun yang menyebabkan artinya berubah. Seperti memanjangkata bacaan hamzah dalam lafal “Allaahu” menjadi “Aallaahu” .(آللهُ) Hal ini tidak boleh terjadi karena artinya berubah menjadi pertanyaan tentang kebenaran Allah Yang Maha Agung. Atau memanjangkan bacaan huruf ba’ dalam lafal “Akbar” menjadi “Akbaar” (اَكْبَار). Inipun tidak boleh terjadi, karena lafal “Akbaar” adalah nama untuk “Haidh”. Demikian pula tidak boleh memanjangkan huruf ha’ dalam lafal “Allaahu” menjadi “Allaahuu” (اَللّـهُـوْ)
4. Kalimat takbiratul ihram harus dibaca dengan sempurna pada saat orang yang mengerjakan shalat dalam posisi berdiri tegak.
5. Mengucapkan takbiratul Ihram dengan berniat, yaitu menyengaja untuk takbiratul Ihram.
2. Al-Fatihah
Membaca surah Al-Fatihah adalah salah satu rukun shalat yang termasuk dalam rukun Qauliyah, yaitu rukun yang berupa bacaan berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. (رواه البخاري : 714– صحيح البخاري - بَاب وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ – الجزء :3 - صفحة : 204)
‘Ali bin Abdillah bercerita kepada kami, ia berkata : Sufyan bercerita kepada kami, ia berkata : Azzuhri bercerita kepada kami, dari Mahmud bin Arrabi’, dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah saw bersabda : Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Surah Al-Fatihah). (HR.Bukhari : 714, Shahih Bukhari, Bab Wajuubil Qiraa-ati Lil-Imam wal-Ma’mum, juz 3, hal.204)
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ مَحْمُودَ بْنَ الرَّبِيعِ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ.(رواه مسلم : 597 – صحيح مسلم - بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ – الجزء : 2- صفحة :351 )
Hasan bin ‘Ali Al-Hulwani bercerita kepada kami, Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad bercerita kepada kami, Ayahku bercerita kepada kami, dari Shalih, dari Ibnu Syihab, bahwa Mahmud bin Arrabi’ bercerita kepadanya (Ibnu Syihab), sesungguhnya Ubadah bin Shamit mengabarkan kepadanya (Mahmud bin Arrabi’) : Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Tidaklah sah salat bagi orang yang tidak membaca ummul qur’an (induk Al-Qur’an yaitu Al-Fatihah). (HR.Muslim : 597, Shahih Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz : 2, hal.351)
حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ.(رواه مسلم : 598– صحيح مسلم - بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ – الجزء : 2- صفحة : 352)
Ishaq bin Ibrahim Al-Handhali menceritakan hadis ini kepada kami, Sufyan bin ‘Uyaynah mengabarkan kepada kami, dari Al-‘Ala’, dari ayahnya, diterima dari Abu Hurairah, diterima dari Nabi saw., beliau bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan salat, yang di dalam salatnya tidak dibaca ummul qur’an (surat Al-Fatihah), maka shalat itu kurang __beliau mengulangi kalimat ini sampai tiga kali__ yaitu tidak sempurna. (HR.Muslim : 598, Shahih Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz : 2, hal.352)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَاعِدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سَيْفٍ الْحَرَّانِىُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الضَّحَّاكِ حَدَّثَنَا صَدَقَةُ عَنْ زَيْدِ بْنِ وَاقِدٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِى سَوْدَةَ عَنْ نَافِعِ بْنِ مَحْمُودٍ قَالَ أَتَيْتُ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ فَذَكَرَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قال : فَلاَ يَقْرَأَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا. (رواه الدارقطني : 1234- سنن الدارقطني -34 - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ أُمِّ الْكِتَابِ فِى الصَّلاَةِ وَخَلْفَ الإِمَامِ– الجزء : 2- صفحة : 348)
Yahya bin Muhammad bin Sha’id bercerita kepada kami, ulaiman bin Yusuf Al-Harrani bercerita kepada kami, Yahya bin Abdillah bin Adh-Dj\hahhak bercerita kepad kami, Shadaqah bercerita kepada kami, dari Zaid bin Waqid, dari Usman bin Abi Sawdah, dari Nafi’ bin Mahmud, ia berkata : Saya datang kepada Ubadah bin Shamid, ia menuturkan sebuah hadis dari Nabi saw, beliau bersabda : Sungguh janganlah kalian membaca (sesuatu bacaan) kecuali Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah), karena sesungguhnya tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya.(HR.Ad-Daraquthni :1234, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Ummil Kitab fishshalati Khalfal Imam, juz : 2, hal.348)
Dalam hadis di atas Rasulullah saw menggunakan kata “Man” yang bersifat umum, yaitu berlaku untuk siapa saja yang mengerjakan shalat, baik shalat fardhu atau sunat, shalat sendiri (infirad) atau berjama’ah, wajib membaca Al-Fatihah. Mazhab Imam Malik, Syafi’i dan jamhurul ulama dari para sahabat , tabi’in dan sesudahnya, telah bersepakat, bahwa membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat adalah wajib, berdasarkan beberapa hadis yang telah dikemukan di atas. Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa yang wajib dibaca adalah Al-Qur’an, bukan Al-Fatihah, berdasarkan firman Allah :
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ – (المزمل :20)
Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran (QS.Al-Muzzammil [73] : 20)
Dalam Syarah Muslim oleh Imam Nawawi dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan ayat yang mudah dari Al-Qur’an adalah surat Al-Fatihah, atau membaca ayat yang mudah sesudah membaca Al-Fatihah, atau membaca ayat yang mudah bagi orang yang lemah membaca Al-Fatihah.[2] Dengan demikian, menjadi sangat jelas bagi kita, bahwa membaca Al-Fatihah adalah wajib pada tiap-tiapa rakat dalam shalat.
Surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan salah satu ayatnya adalah “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. Firman Allah :
وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ ( الحجر : 87)
Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang[814] dan Al Quran yang agung. (QS.Al-Hijr [15] : 87)
Yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam surat Al-Hijr ayat 87 adalah surat Al-Fatihah yang terdiri dari tujuh ayat. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَاعِدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ قَالاَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِىُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِى نُوحُ بْنُ أَبِى بِلاَلٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِذَا قَرَأْتُمُ الْحَمْدُ ِللهِ فَاقْرَءُوا بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِى وَبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِحْدَاهَا.(رواه الدارقطني : 1202 – سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - – الجزء : 3- صفحة : 313)
Yahya bin Muhammad bin Sha’id dan Muhammad bin Makhlad bercerita kepada kami, mereka berdua berkata : Ja’far bin Mukram bercerita kepada kami, Abu Bakar Al-Hanafi bercerita kepada kami, Abdulhamid bion Ja’far bercerita kepada kami, Nuh bin Abi Bilal mengabarkan kepadaku, dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqbari, diterima dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apabila kalian membaca “Alhamdulillaah” (Surat Al-Fatihah), maka bacalah “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”, karena ia adalah Ummul Qur’an (induknya Al-Qur’an), Ummul Kitab (induknya Al-Kitab) dan As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang). Dan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” adalah salah satu ayat dari surat Al-Fatihah. (HR.Ad-Daraquthni :1201, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.313)
حَدَّثَنِيْ نُوْحُ بْنِ اَبِيْ بِلاَلٍ عَنْ سَعِيْدٍ الْمَقْبَرِيْ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انه كان يقول : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ سَبْعُ آيَاتٍ اِحْدَاهُنَّ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِى وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ وَهِيَ اُمُّ الْقُرْآنِ وَهِيَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – الجزء : 2- صفحة : 45)
Nuh bin Abi Bilal bercerita kepadaku, dari Sa’id Al-Maqbari, diterima dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda : “Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin” (surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat, salah satunya adalah “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. Ia adalah As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al-Qur’an yang agung. Ia adalah Ummul Qur’an (induknya Al-Qur’an) dan Fatihatul Kitab (pembukaan Al-Kitab/Al-Qur’an). (HR.Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, juz : 2, hal.45)
Rasulullah saw membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” dengan suara yang jelas ketika membaca surat Al-Fatihah di dalam shatnya. Hal ini berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas :
حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادِ بْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنِى أَخِى مُحَمَّدُ بْنُ حَمَّادِ بْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِى ثَابِتٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَسَنٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِى صَلاَتِهِ.(رواه الدارقطني : 1167 - سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - – الجزء : 3- صفحة : 277)
Abu Ishaq, yaitu Ibrahim bin Hammad bin Ishaq bercerita kepada kami, Akhi, yaitu Muhammad bin Hammad bin Ishaq bercerita kepadaku, Sulaiman bin Abdul-Aziz bin Abi Tsabit bercerita kepada kami, Abdullah bin Musa bin Abdillah bin Hasan bercerita kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya, yaitu Abdullah bin Hasan bin hasan, dari ayahnya, dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib, ia berkata : Nabi saw membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” dalam shalatnya. (HR.Ad-Daraquthni :1167, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.277)
حَدَّثَنَا الْقَاضِى الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْحُلْوَانِىُّ حَدَّثَنَا أَبُو الصَّلْتِ الْهَرَوِىُّ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ سَالِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَجْهَرُ فِى الصَّلاَةِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه الدارقطني : 1172 - سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - الجزء : 3- صفحة : 383)
Al-Qadhi Al-Husain bin Isma’il bercerita kepada kami, Muhammad bin Ibrahim bin Abduhamid Al-Hulwani bercerita kepada kami, Abu Ashshalat Alharawi bercerita kepada kami, ‘Abbad bin Al-‘Awwam bercerita kepada kami, Syarik bercerita kepada kami, dari Salim, dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu Abbas, ia berkata : Nabi saw mengeraskan bacaan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” dalam shalatnya. (HR.Ad-Daraquthni :1172, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.383)
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ الشَّيْبَانِىُّ أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ نُصَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى فُدَيْكٍ عَنِ ابْنِ أَبِى ذِئْبٍ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ رضى الله عنهما فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه الدارقطني : 1178 - سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - الجزء : 3- صفحة : 289)
Umar bin Hasan bin Ali Asysyaibani bertcerita kepada kami, Ja’far bin Muhammad bin Nushair mengebarkan kepada kami, Abu Aththahir, yaitu Ahmad bin ‘Isa bercerita kepada kami, Ibnu Abi Fudaik bercerita kepada kami, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, ia berkata : Saya mengerjakan shalat dibelakang Nabi saw, Abu Bakar dan Umar ra, mereka mengeraskan bacaan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. (HR.Ad-Daraquthni :1178, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.289)
Sebagian ulama berpendapat, bahwa “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”, bukanlah bagian dari surat Al-Fatihah, berdasarkan hadis berikut ini :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَفْتَتِحُونَ الْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.(رواه الترمذي : 229– سنن الترمذي -بَاب مَا جَاءَ فِي افْتِتَاحِ الْقِرَاءَةِ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ - الجزء : 1 – صفحة : 416)
Qutaibah bercerita kepada kami, Abu ’Awanah bercerita kewpada kami, dari Qatadah, dari Anas, ia berkata : Rasulullah saw, Abu baker, Umar dan Utsman memulai bacaan dengan "Alhamdu Lillaahi Rabbil 'Aalamiina". (HR.Tirmidzi : 229, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a Fiftitahil Qiraa-ati Bilhamdu lillah rabbil ‘aalamiin, juz : 1, ha. 416)
Dalam kitab hadis Al-Jami’ush-Shahih Sunan Tirmidzi, ditegaskan oleh imam Syafi'i, bahwa Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman memulai bacaan dengan "Alhamdu Lillaahi Rabbil 'Aalamiina". Maksudnya adalah mereka memulai bacaan dengan "Fatihatul Kitab atau surat Al-Fatihah" sebelum membaca surah. Bukan berarti mereka tidak membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiimi”.
Hadis lain yang dijadikan dasar oleh ulama yang berpendapat, bahwa “Bismillaahir Rahmaanir Rahiimi”, bukan bagian dari surat Al-Fatihah :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ كِلَاهُمَا عَنْ غُنْدَرٍ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه مسلم : 605 - صحيح مسلم - بَاب حُجَّةِ مَنْ قَالَ لَا يُجْهَرُ بِالْبَسْمَلَةِ– الجزء : 2- صفحة : 361)
Muhammad bin Al-Mutsanna dan Ibnu Basysyar bercerita kepada kami, keduanya menerima dari Ghundzar. Ibnu Al-Mutsanna berkata : Muhammad bin Ja’far bercerita kepada kami, Syu’bah bercerita kepada kami, ia berkata : Saya mendengar Qatadah menceritakan sebuah hadis yang berasal dari Anas, ia berkata : Saya pernah mengerjakan shalat beserta Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman, namun saya tidak mendengar salah satu dari mereka yang membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. (HR.Muslim :605, Shahih Muslim, Bab Hujjati man qaala laa yajharu bil-Basmalah, juz : 2, hal.361)
Kalau Anas tidak mendengar Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” ketika shalat, bukanlah berarti mereka itu tidak membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”, tetapi pada waktu itu mereka membaca dengan suara rendah (Sir). Perhatikan hadis berikut ini :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ بْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه احمد : 12380- مسند احمد- باب مسند انس بن مالك – الجزء : 25- صفحة : 426)
Waki’bercerita kepada kami, Syu’bah bercerita kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, ia berkata : Saya mengerjakan pernah shalat dibelakang Rasulullah saw, dan dibelakang Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka tidak mengeraskan bacaan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. (HR.Ahmad, Musnad Ahmad, Bab Musnad Anas bin Malik, juz 254, hal.426)
Dalam shalat berjama’ah, makmum tetap wajib membaca Al-Fatihah ketika imam diam, berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ صَلَّى صَلاَةً مَكْتُوبَةً مَعَ الإِمَامِ فَلَيَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فِى سَكَتَاتِهِ وَمَنِ انْتَهَى إِلَى أُمِّ الْقُرْآنِ فَقَدْ أَجْزَأَهُ.(رواه الدارقطني : 1222 - سنن الدارقطني -34 - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ أُمِّ الْكِتَابِ فِى الصَّلاَةِ وَخَلْفَ الإِمَامِ– الجزء : 3- صفحة : 335)
Muhammad bin Abdillah bin Uibaid bin Umair bercerita kepada kami, dari ‘Atha’, dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa mengerjakan shalat fardhu beserta imam, maka hendaklah ia membaca Fatihatul Kitab (Surat Al-Fatihah) pada waktu imam diam. Barangsiapa yang bacaannya berakhir hingga ummul Qur’an, maka cukuplah. (HR.Ad-Daraquthni :1222, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Ummil Kitab fishshalati Khalfal Imam, juz : 3, hal.335)
Dalam hadis di atas disebutkan, bahwa kesempatan membaca Al-Fatihah bagi makmum adalah pada waktu imam “diam”. Abu Salamah bin Abdurrahman berkata : Imam mempunyai dua kali diam, manfaatkanlah dua kesempatan itu untuk membaca Al-Fatihah, yaitu satu kali diam ketika selesai bertakbir, dan satu kali diam lagi ketika selesai membaca “Ghairil Maghdhuubi ‘Alaihim Waladh-Dhaalliin”.[3] Atau makmum membaca Al-Fatihah di dalam hati, berdasarkan hadis berikut ini :
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ، فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. (رواه مسلم : 598- صحيح مسلم -بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ - الجزء : 2- صفحة : 353)
Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali bercerita kepada kami, Sufyan bin ‘Uyaynah mengabarkan kepada kami, dari Al-‘Ala’, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan salat, yang di dalam salatnya tidak dibaca ummul Qur’an (surat Al-Fatihah), maka shalat itu kurang __beliau mengulangi kalimat ini sampai tiga kali__ yaitu tidak sempurna. Lalu ditanyakan kepada Abu Hurairah : (Bagaimana kami akan membaca surat Al-Fatihah) sedangkan Kami berada dibelakang imam? Abu Hurairah berkata : Bacalah di dalam hatimu, karena saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : Allah Yang Maha tinggi berfirman : Salat itu (surat Al-Fatihah)[4] Aku bagi antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta. Apabila hamba-Ku membaca : Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin (Segala puji kepunyaan Allah Tuhan semesta alam), Allah berfirman : Hamba-Ku telah memuji-Ku. Apabila hamba-Ku membaca : Arrahmaanir Rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), Allah berfirman : Hamba-Ku menyanjung-Ku. Apabila hamba-Ku membaca : Maaliki Yawmiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan), Allah berfirman : Hamba-Ku telah memuliakan Aku, dan sekali lagi Dia berfirman : Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku. Apabila hamba-Ku membaca : Iyyaaka Na’bu Wa Iyyaaka Nasta’iin (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan), Allah berfirman : Ini antara Aku dan hamba-Ku dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta. Apabila hamba-Ku membaca yang artinya : Ihdinash-Shiraathal Mustaqiim – Shirathal Ladziina An’amta ‘Alaihim Ghairil Maghdhuubi ‘Alaihim Walad Dhaalliin (Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat), Allah berfirman : Ini buat hamba-Ku dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta. (HR.Muslim : 598, Shahih Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz : 2, hal.353)
Sebagian ulama’ berpendapat, bahwa membaca surat Al-Fatihah tidak wajib bagi makmum dalam shalat Jahriyah (bacaan yang keras), dengan syarat makmum harus mendengar bacaan imam. [5] Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي نُعَيْمٍ وَهْبِ بْنِ كَيْسَانَ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ : مَنْ صَلَّى رَكْعَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَلَمْ يُصَلِّ إِلَّا أَنْ يَكُونَ وَرَاءَ الْإِمَامِ.(رواه الترمذي : 288– سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ فِي تَرْكِ الْقِرَاءَةِ خَلْفَ الْإِمَامِ إِذَا جَهَرَ الْإِمَامُ بِالْقِرَاءَةِ – الجزء : 2 – صفحة : 26)
Ishaq bin Musa Al-Anshari bercerita kepada kami, Ma’an bercerita kepada kami, Malik bercerita kepada kami, dari Abu Nu’aim, yaitu Wahab bin Kaisan, bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata : Barangsiapa yang mengerjakan shalat satu rakaat yang di dalamnya tidak dibaca Ummul Qur'an (surat Al-Fatihah), maka tidaklah dikatakan mengerjakan shalat, kecuali mengerjakan salat di belakang imam (menjadi makmum). (HR. Tirmidzi : 288, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a fdii tarkil Qiraa-ah Khalfal imam Idzaa jaharal imam bil-Qiraa-ah, juz 2, hal. 26)
Dari hadis di atas dapat dipahami, bahwa makmum boleh tidak membaca Al-Fatihah di dalam shalat Jahriyah (bacaan yang keras), karena pada waktu itu makmu wajib mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang dikumandangkan imam. Hal ini berdasarkan firman Allah :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A'raf [7] : 204)
Dalam ayat tersebut terdapat perintah mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri apabila dibacakan ayat Al-Qur’an, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Dalam kitab hadis Al-Jami’ush-Shahih Sunan Tirmidzi,[6] dikemukana tiga pendapat ulama’ tentang bacaan surat Al-Fatihah bagi makmum, yaitu :
1. Malik dan Ibnu Al-Qasim berpendapat : Makmum wajib membaca Al-Fatihah ketika bacaan imam sir (samar), dan makmum tidak wajib membaca ketika bacaan imam jahar (keras).
2. Syafi'i berpendapat : Makmum wajib membaca Al-Fatihah, baik bacaan imam sir maupun jahar. Akan tetapi beliau berkata : Ketika bacaan imam jahar, maka makmum membaca pada saat imam diam.
3. Ibnu Habib, Asyhab dan Ibnu Abdul Hakam berpendapat : Makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah, baik bacaan imam sir maupun jahar.
Bagi seseorang yang mampu membaca surat Al-Fatihah, wajib membacanya pada setiap rakaat dalam posisi berdiri tegak atau pada posisi sebagai pengganti berdiri.[7] Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا. (رواه البخاري : 715 – صحيح البخاري - بَاب وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ – الجزء :3 - صفحة :205)
Muhammad bin Basysyar bercerita kepada kami, ia berkata : Yahya bercerita kepada kami, dari ‘Ubaidillah, ia berkata : Sa’id bin Abi Sa’id bercerita kepadaku, dari ayahmya, diterima dari Abu Hurairah, bahwa Raulullah saw bersabda : Apabila engkau berdiri mengerjakan shalat, maka bertakbirlah, lalu bacalah sesuatu yang mudah bagimu dari Al-Qur’an. Kemudian rukuklah sampai tuma’ninah dalam posisi rukuk. Kemudian bangkitlan sampai tegak dalam posisi berdiri. Lalu sujudlah sampai tuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah sampai tuma’ninah dalam keadaan duduk. Lakukanlah hal itu dalam seluruh shalatmu. (HR.Bukhari : 715, Shahih Bukhari, Bab Wajuubil Qiraa-ati Lil-Imam wal-Ma’mum, juz 3, hal.205)
Hadits ini menjelaskan bahwa diantara rukun shalat adalah bertakbir dan membaca surat Al-Fatihah pada setiap raka’at dalam posisi berdiri tegak atau dalam posisi sebagai pengganti berdiri. Dan yang dimaksud dengan “sesuatu yang mudah dari Al-Qur’an” menurut imam Nawawi dalam Fathul Bari adalah surat Al-Fatihah.[8]
Apabila seseorang tidak mampu membaca surat Al-Fatihah, maka boleh diganti dengan ayat-ayat Al-Qur’an lainnya. Dan jika tidak mampu juga, maka boleh diganti dengan bacaan kalimat Tahmid, Tahlil dan Takbir. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا أَنَسٌ يَعْنِي ابْنَ عَيَّاضٍ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ وَهَذَا لَفْظُ ابْنِ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فَإِنْ كَانَ مَعَكَ قُرْآنٌ فَاقْرَأْ بِهِ وَإِلَّا فَاحْمَدِ اللَّهَ وَكَبِّرْهُ وَهَلِّلْهُ.(رواه ابو داود : 730– سنن ابو داود -بَاب صَلَاةِ مَنْ لَا يُقِيمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ- – الجزء : 2 – صفحة : 25)
Al-Qan’abi bercerita kepada kami, Anas, yaitu Ibnu ‘Ayyadh bercerita kepada kami, Ibnu Al-Mutsnna bercerita kepada kami, Yahya bin Sa’id bercerita kepadaku, dari ‘Ubaidillah. Dan lafal hadis ini dari Ibnu Al-Mutsnna. Sa’id ibnu Abi Sa’id bercerita kepadaku, dari ayahnya, diterima dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Jika kamu dapat membaca Al-Qur’an, bacalah ayat Al-Qur’an. Dan jika tidak dapat membaca ayat Al-Qur’an, maka bertamidlah, bertakbirlah dan bertahlillah. (HR.Abu Daud : 730, Sunan Abu Daud, Bab man Laa Yuqiimu Shulbahuu firrukuu’i wassujuud, juz 2, hal. 25)
حدثنا أبو عَبدِ الله محمد بن يعقوب بن يوسف الشَّيْبَانِي حدثنا عَلِى بن حَسَن الْهِلَالِي حدثنا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ عَنْ إِبْرَاهِيمَ السَّكْسَكِيِّ عن ابْنُ أَبِي أَوْفَى قال : اَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رجلٌ فقال اِنِّى لا استَطِيعُ اَن آخَذَ مِن القرآنِ شيئا فعَلِّمنِيْ ما يُجْزِيْنِىْ مِن القرآنِ قال سبحان الله والحمد لله ولا اله الا الله والله اكبر ولا حول ولا قوة الا بالله.(رواه البيهقي – سنن الكبرى للبيهقى – الجزء : 2 – صفحة : 381)
Abu Abdillah, yaitu Muhammd bin Ya’qub bin Yusuf Asy-Syaibani bercerita kepada kami, ‘Ali bin Hasan Al-Hilali bercerita kepada kami, Abu Nu’aim bercerita kepada kami, Mis’ar bercerita kepada kami, dari Ibrahim Assaksaki, dari Ibnu Abi Aufa, ia berkata : Datang kepada Nabi saw, seorang laki-laki, ia berkata : Saya tidak sanggup mengambil sesuatu dari ayat Al-Qur’an. Untuk itu, ajarkan kepadaku sesuatu yang dipandang cukup buatku dari ayat Al-Qur’an itu. Nabi bersabda : Subhaaballaah Walhamdulillaah Wa Laa Ilaaha Illallah Wallaahu Akbar Walaa Hawla Walaa Quwwata Illaa Billaah. (HR.Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, juz : 2, hal.381)
Kalau tidak mampu juga membaca kalimat Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Hawqala, maka boleh mengganti bacaan Al-Fatihah dengan kalimat-kalimat Thayyibah lainnya yang ia mampu. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ... : فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ.(رواه البخاري : 6744 - صحيح البخاري -بَاب الِاقْتِدَاءِ بِسُنَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى– الجزء : 22 - صفحة : 255)
Isma’il bercerita kepada kami, Malik bercerita kepadaku, dari Abi Azzinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda : Apabila aku melarang kalian tentang sesuatu, maka tinggalkanlah, dan apabila aku perintahkan kalian tentang sesuatu, maka lakukanlah sesuatu itu menurut kesanggupanmu. (HR.Bukhari : 6744, Shahih Bukhari, Babul Iqtida’ Bisunani Rasu;lillah saw wa qawlihii Ta’aala, juz : 22, hal.255)
Orang yang sedang shalat, wajib membaca surat Al-Fatihah dengan lengkap 7 tujuh ayat, lengkap hurufnya, lengkap pula harakatnya, seperti fathah, kasrah dhammah, sukun, tasydid dan seterusnya, serta dibaca dengan tertib atau berurutan dari ayat 1 sampai ayat 7, posisi ayatnya tidak bioleh ditukar-tukar. Al-Fatihah tidak dapat diganti dengan bahasa lain, walaupun hanya satu huruf. Kalau itu terjadi, maka tidak sah bacaannya, dan tidak sah pula salatnya. Orang yang tidak mampu membaca surat Al-Fatihah dengan baik, wajib terus belajar.[9]
3.Bacaan Dalam Tasyahhud
Membaca “Tasyahhud Akhir” ketika duduk akhir dalam shalat adalah salah satu rukun shalat yang termasuk dalam rukun Qauliyah, yaitu rukun yang berupa bacaan berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي شَقِيقٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ قَبْلَ عِبَادِهِ السَّلَامُ عَلَى جِبْرِيلَ السَّلَامُ عَلَى مِيكَائِيلَ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَلَمَّا انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ فَإِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَقُلْ : التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ فَإِنَّهُ إِذَا قَالَ ذَلِكَ أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ثُمَّ يَتَخَيَّر بَعْدُ مِنْ الْكَلَامِ مَا شَاءَ.(رواه البخاري : 5762-صحيح البخاري - بَاب السَّلَامُ اسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى- الجزء : 19-صفحة : 241)
Umar bin Hafash bercerita kepada kami, Abi bercerita kepada kami, Al-A’masy bercerita kepada kami, ia berkata : Syaqiq bercerita kepadaku, dari Abdullah, ia berkata : Apabila kami mengerjakan shalat bersama Nabi saw, kami membaca : “ASSAAMU ‘ALALLAAH QABLA ‘IBAADIHII - ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL - ASSALAAMU ‘ALAA MIIKAAIL - ASSALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN” (Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada Allah sebelum dilimpahkan kepada hamba-Nya, dilimpahkan kepada Jibril, dilimpahkan kepada Mikail, dan dilimpahkan pula kepada si Fulan dan si Fulan). Setelah beliau berpaling terus menghadap kepada kami seraya bersabda : “Sesungguhnya Allah, Dialah pemberi keselamatan”. (Oleh karena itu) apabila kalian duduk (dalam tahiyyat akhir) dalam shalat, bacalah : “ATTAHIYYATU LILLAAHI WASHSHALAWAATU WATHTHAYYIBAATU - ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WARAHMATULLAAHI WABARAKAATUH - ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAAHISHSHAALIHIIN” (Segala kehormatan adalah kepunyaan Allah, demikian pula rahmat dan kebaikan. Salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya semoga dilimpahkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam sejahtera semoga (juga) dilimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang saleh). Karena sesungguhnya, apabila dia membaca kalimat itu, maka pasti akan mengenai setiap hamba yang saleh di langit dan di bumi. Lalu diteruskan dengan membaca kalimat tauhid : “ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH – WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHUU WARASUULUH” (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya). Kemudian sesudah itu memilih kalimat yang dia sukai. (HR.Bukhari : 5762, Shahih Bukhari, Babussalam ismun min asmaa-illah ta’aalaa, juz : 19, hal. 241)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ حَدَّثَنَا شَقِيقُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَقُولُ السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا : التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّـيِّـبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.(رواه البخاري : 6833-صحيح البخاري -بَاب قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ– الجزء : 22-صفحة : 376)
Ahmadbin Yunus bercerita kepada kami, Zuhair bercerita kepada kami, Mughirah bercerita kepada kami, Syaqiq bin Salamah bercerita kepada kami,, ia berkata : Abdullah berkata : Kami mengerjakan shalat dibelakang Rasulullah saw dan kami membaca : “ASSALAAMU ‘ALAALLAAH” (Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada Allah). Lalu Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah, Dialah pemberi keselamatan”. Untuk itu bacalah : “ATTAHIYYATU LILLAAHI WASHSHALAWAATU WATHTHAYYIBAAT - ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WARAHMATULLAAHI WABARAKAATUH - ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAAHISHSHAALIHIIN - ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH – WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHUU WARASUULUH” (Segala kehormatan adalah kepunyaan Allah, demikian pula rahmat dan kebaikan. Salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya semoga dilimpahkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam sejahtera semoga (juga) dilimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang saleh). Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya. (HR.Bukhari : 6833, Shahih Bukhari, Bab Qawlillaah ta’aalaa Assalaamu ‘alal-Mu’min, juz : 22, hal.376)
Imam Muslim meriwayatkan bacaan kalimat Tasyahud yang sedikit berdeda dengan yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, yaitu :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحِ بْنِ الْمُهَاجِرِ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَعَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا التَّشَهُّدَ كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ فَكَانَ يَقُولُ : التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.(رواه مسلم : 610- صحيح مسلم -بَاب التَّشَهُّدِ فِي الصَّلَاةِ- الجزء : 2- صفحة : 369)
Dari Qutaibah bin Sa’id bercerita kepada kami, Laits bercerita kepada kami, Muhammad bin Rumhi bin Al-Muhajir bercerita kepada kami, Al-Laits mengabarkan kepad kami, dari Abu Azzubair, dari Sa’id bin Jubair, dari Thahwus, dari Ibnu Abbas ia berkata : Rasulullah saw mengajarkan tasyahhud kepada kami sebagaimana beliau mengajarkan surah dari Al-Qur’an. Beliau membaca : “ATTAHIYYAATUL MUBAARAKAATUSH SHALAWAATUTH THAYYIBAATU LILLAAH - ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WARAHMATULLAAHI WABARAKAATUH - ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAAHISHSHAALIHIIN - ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH - WA ASYHADU ANNA MUHAMMADARRASUULULAAH” (segala penghormatan yang penuh berkah, rahmat dan kebaikan adalah kepunyaan Allah. Salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya semoga dilimpahkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam sejahtera semoga (juga) dilimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah). (HR.Muslim : 610, Shahih Muslim, Bab Bab Attasyahhud fishshalah, juz : 2, hal.369)
4.Salawat Nabi Sesudah Tasyahhud
Membaca “Shalawat Nabi ” sesudah tasyahhud akhir ketika duduk akhir dalam shalat adalah salah satu rukun shalat yang termasuk dalam rukun Qauliyah, yaitu rukun yang berupa bacaan berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُجْمِرِ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ الْأَنْصَارِيَّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ : أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِي مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنَّ نُصَلِّيَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُولُوا : اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ وَالسَّلَامُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ. (رواه مسلم : 613 - صحيح مسلم - بَاب الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ التَّشَهُّدِ- الجزء : 2- صفحة : 373)
Yahya bin Yahya At-Tamimy bercerita kepada kami, ia berkata : Saya membacakan sebuah hadis kepada Malik, diterima dari Nu’aim bin Abdullah Al-Mujmir, bahwa Muhammad bin Abdillah bin Zaid Al-Anshari dan Abdullah bin Zaid mengabarkan kepadanya (Nu’aim bin Abdullah Al-Mujmir), berasal dari Abi Mas’ud Al-Anshari ia berkata : Rasulullah saw datang kepada kami pada saat kami berada di majlis Sa’ad bin Ubadah. Basyir bin Sa’ad berkata kepada Rasulullah : Allah Yang Maha Tinggi telah memerintahkan kami untuk bershalawat kepadamu wahai Rasulullah, lalu bagaimana cara bershalawat kepadamu? Abi Mas’ud Al-Anshari berkata : Rasulullah saw diam; sehingga kami berharap agar beliau tidak bertanya sesuatu kepada Basyir. Kemudian Rasulullah saw, bersabda, Bacalah : ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD - KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAAHIIM - WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD - KAMAA BARAKTA‘ALAA AALI IBRAAHIIM – FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIID” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluaga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada keluarga Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah kepada Nabi Muhammad dan kepada keluaga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah kepada keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau di alam semsta ini Maha terpuji dan Maha Mulia). Dan selanjutnya kamu mengucapkan salam sebagaimana telah kamu ketahui. (HR.Muslim : 613, Shahih Muslim, Babushshalati ‘alannabiyyi ba’dattasyahhud, juz : 2, hal.373)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا رَوْحٌ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَخْبَرَنَا رَوْحٌ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ أَخْبَرَنِي أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَّهُمْ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.(رواه البخاري : 5883 -صحيح البخاري - بَاب هَلْ يُصَلَّى عَلَى غَيْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- الجزء : 19-صفحة : 335)
Muhammad bin Abdillah bin Nmair bercerita kepada kami, Rauh dan Abdullah bin Nafi’ mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim bercerita kepada kami, ia berkata : Rauh mengabarkan kepada kami, dari Malik bin Anas, dari Abdullah bin Abu Bakar, dari ayahnya, dari ‘Amer bin Sulaim, Abu Humaid As-Saidy mengabarkan kepada kami : Seseungguhnya mereka berkata : Wahai Rasulullah! Bagaimana caranya kami bershalawat kepadamu? Beliau menjawab : ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AZWAAJIHII WA DZURRIYYAATIHII - KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAAHIIM - WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AZWAAJIHII WA DZURRIYYAATIHII - KAMAA BARAKTA‘ALAA AALI IBRAAHIIM – INNAKA HAMIIDUN MAJIID” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, kepada isteri-isterinya dan kepada keturunannya, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada keluarga Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah kepada Nabi Muhammad, kepada isteri-isterinya dan kepada keturunannya, sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah kepada keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau di alam semsta ini Maha terpuji dan Maha Mulia). (HR.Bukhari : 5883, Shahih Bukhari, Bab Hal Yushalli ‘alaa ghairinnabiyyi, juz : 19, hal.445)
5.Mengucapkan “Salam”
Mengucapkan “Salam yang pertama” yaitu ketika menoleh kekenan adalah salah satu rukun shalat [10] berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ ابْنِ عَقِيلٍ عَنْ مُحَمَّدِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ. (رواه ابو داود : 56– سنن ابو داود - بَاب فَرْضِ الْوُضُوءِ- – الجزء : 1 – صفحة : 88)
Utsman bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, Waki’ bercerita kepad kami, dari Sufyan, dari Ibnu ‘Aqil, dari Muhammad ibnu Al-Hanafiyah, diterima dari ‘Ali ra, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda : Kunci salat adalah bersuci, yang mengharamkannya adalah takbir dan yang menghalalkannya adalah salam. (HR.Abu Daud : 56, Sunan Abu Daud, bab fardhu Wudhu’, juz 1, hal. 88)
Kalimat salam sekurang-kurangnya adalah “Assalamu ‘alaikum”, dan yang lebih utama adalah “Assalamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”, berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بن غَنَّامٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بن أَبِي شَيْبَةَ وَحَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بن إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بن أَبِي شَيْبَةَ، قَالا: حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ مُوسَى بن عُبَيْدَةَ، عَنْ يَعْقُوبَ بن زَيْدٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بن سَهْلِ بن حُنَيْفٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَالَ : السَّلامُ عَلَيْكُمْ، كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ، وَمَنْ قَالَ: السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، كُتِبَ لَهُ عِشْرُونَ حَسَنَةً، وَمَنْ قَالَ: السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، كُتِبَ لَهُ ثَلاثُونَ حَسَنَةً.(رواه الطبرني : 5429- المعجم الكبير للطبرني- باب 2 – الجزء : 5- صفحة : 326)
“Ubaid bin Ghannam bercerita kepada kami, Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, Al-Husain bin Ishaq Attustari bercerita kepada kami, Utsman bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, mereka berdua berkata : Abu Usamah bercerita kepada kami, dari Musa bin Ubaidah, dari Ya’qub bin Zaid, dari Abi Umamah bin Sahal bin Hunaif, dari ayahnya, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa mengucapkan “ASSLAAMU ‘ALAIKUM” (semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu), maka baginya ditulis 10 kebaikan. Barangsiapa mengucapkan “ASSLAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAH” (semoga keselamatan dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu), maka baginya ditulis 20 kebaikan. Dan barangsiapa mengucapkan “ASSLAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAH WA BARAKATUH” (semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya dilimpahkan kepadamu), maka baginya ditulis 30 kebaikan. (HR.Thabrani : 5429, Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrani, Bab 2, Juz : 5, hal.326)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بن أَبِي الرَّبِيعِ السَّمَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بن الْوَلِيدِ بن مَعْدَانَ، عَنْ عَاصِمِ ابْنِ بَهْدَلَةَ، عَنْ زِرِّ بن حُبَيْشٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مَسْعُودٍ، قَالَ : كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ خَدَّيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ : اَلسَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، وَعَنْ يَسَارِهِ: السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ.(رواه الطبرني : 10039- المعجم الكبير للطبرني- باب 3 – الجزء : 8- صفحة : 463)
Muhammd bin Abdidllah Al-Hadhrami bercerita kepada kami, Sa’i bin Abi Arrabi’ Assaman bercerita kepada kami, Al-Malik bin Al-Walid bin Ma’dan bercerita kepada kami, dari ‘Ashim Ibnu Bahdalah, dari Zir bin Hubaisy, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Seakan-akan aku melihat putih dua pipi Rasulullah saw, beliau mengcapkan salam ke kanan dengan kalimat : “ASSLAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAH WA BARAKATUH” (semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya dilimpahkan kepadamu), dan ke kiri dengan kalimat : “ASSLAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAH” (semoga keselamatan dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu). (HR.Thabrani : 10039, Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrani, Bab 8, Juz : 5, hal.463)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ مِسْعَرٍ حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ مِسْعَرٍ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الْقِبْطِيَّةِ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ :كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا : السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ - السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ- وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الْجَانِبَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَامَ تُومِئُونَ بِأَيْدِيكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمْسٍ؟ إِنَّمَا يَكْفِي أَحَدَكُمْ أَنْ يَضَعَ يَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ ثُمَّ يُسَلِّمُ عَلَى أَخِيهِ مَنْ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ. (رواه مسلم : 652- صحيح مسلم - بَاب الْأَمْرِ بِالسُّكُونِ فِي الصَّلَاةِ وَالنَّهْيِ عَنْ الْإِشَارَةِ بِالْيَدِ وَرَفْعِهَا عِنْدَ السَّلَامِ- الجزء : 2- صفحة : 422)
Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, ia berkata : Waki’ bercerita kepada kami, dari Mis’ar, Abu Kuraib bercerita kepada kami, ia berkata : Ibnu Abi Zaidah mengabarkan kepada kami, dari Mis’ar, Ubaidillah bin Qibthiyah beercerita kepadaku, dari Jabir bin Samurah, ia berkata : Apabila kami mengerjakan shalat bersama Nabi saw, kami mengucapkan salam dengan kalimat : “ASSLAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAH” - “ASSLAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAH” (semoga keselamatan dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu 2 x), dan berisyarat dengan tangan ke samping kanan dan kiri. Lalu Rasulullah saw bersabda : Mengapa tanganmu berisyarat seperti ekor kuda lari (tidak diam)? Sesungguhnya cukuplah salah seorang kamu meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian mengucapkan salam terhadap saudaranya di kanan dan kirinya. (HR.Muslim : 652, Shahih Muslim, Babul amri Bissukuni fishshalati wannahyi ‘anil isyaarah bilyadi wa raf’ihaa ‘indassalam, juz : 2, hal.422).
[1]. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd Al-Husainy Al-Hishni Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i, Kifayatul Akhyar, Juz 1, Sulaiman Marae, Pinang, kota Baru Sangfur, tanpa tahun, hal.64-65.
[2]. Syarhun Nawawi ‘Alaa Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz 2, hal. 128
[3]. تحفة الأحوذي - ماجاء في ترك القراءة خلف الإمام – الجزء : 1 – صفحة :341
[4]. Ash-Shalatu (salat) adalah salah satu nama surat Al-Fatihah
[5]. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd, Op cit, Juz 1, hal.66.
[6]. Al-Jamiush-Shahih, yaitu Sunan Tirmidzi, jld. : 1,313, hal.125.
[7]. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd, Op cit, Juz 1, hal.66.
[8]. Ibnu Hajar, Fathul Bari Libni Hajar, Bab Wajuubil Qiraa-ati Lil-Imam wal-Ma’mum, juz : 3, hal. 124
[9]. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd, op cit, Juz 1, hal.66.
[10] Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd, op cit, Juz 1, hal.69.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar