LATIHAN IKHLAS
Bismillaahirahmanirahiim. Saudaraku, ibadah puasa yang memiliki dimensi
yang sangat pribadi antara seorang hamba dengan Allah merupakan sarana
"LATIHAN IKHLAS" dalam menjalankan ajaran-Nya. Suatuketika Rsulullah
saw. bersama para sahabat-sahabatnya berkumpul di beranda mesjid.
Tiba-tiba beliau bersabda : Wahai sahabat-sahabatku, maukah kalian
kuberi tahu ahli surga? Kontan para sahabat
mengiyakannya. Rasulullah kemudian bersabda, sebentar lagi orangnya
akan lewat disini. Sesaat setelah itu lewatlah seorang sahabat yang
tidak banyak dikenal. Ia bukan seorang yang terkemuka, bahkan
ibadahnya-pun biasa-biasa saja. Para sahabat tentu heran, kenapa orang
ini disebut sebagai ahli surga oleh Rasulullah. Kemudian sepakatlah
parasahabat Nabi untuk mengorek keterangan dari seorang yang disebut
sebagai ahli surga tadi, kiranya amalan apakah yang menyebabkannya.
Dari keterangan yang didapat, disimpulkan bahwa kiat untuk masuk deretan
ahli surga adalah ikhlas.[1]
Makna essensial dari konsepsi
ikhlas adalah perjuangan yang semata-mata di dorong oleh keinginan
hati nurani untuk membebaskan diri dari peyembahan kepada sesama
makhluk atau materi, agar menghambakan dirinya dan menyembah hanya
kepada Allah. Renungkan firman Allah :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُالدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Dan
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
(mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus. (QS.Al-Bayyinah [98] : 5)
Ikhlas dalam ibadah berarti tidak mempersekutukan Allah dalam ibadah itu kepada sesuatu apapun, seperti firman Allah :
....فَمَنْ كَانَ يَرْجُولِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِأَحَدً
"Barangsiapayang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amalyang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam ibadah kepadaTuhannya.(QS.Al-Kahfi [18] : 110)
Pengertian ikhlas diilustrasikan pula dengan sikap tidak meminta balasan atau ucapan terima kasih. Renungkan firman Allah:
إِنَّمَانُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan
keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula
(ucapan) terima kasih.(QS.Al-Insan [76] : 9)
Ayat tersebut
menegaskan, ketika seorang hamba memberi kepada orang lain, ia tidak
perlu mengharapkan imbalan atau bahkan sekedar ucapan terima kasih,
karena apa yang ia lakukan adalah menyangkut kepentingan dirinya sendiri
dengan Allah, yaitu agar mendapat rido-Nya. Namun, sejalan dengan
ajaran islam pula, bahwa seorang hamba yang menerima pemberian,
berkewajiban mengucapkan terimakasih, seperti yang ditegaskan dalam
sebuah hadits Nabi :
عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَىعَنْ عَطِيَّةَ
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِوَسَلَّمَ :مَنْ لَمْ يَشْكُر النَّاسَ لَمْ يَشْكُر اللَّهَ.
(رواه الترمذي : 1878 - بَاب مَا جَاءَ فِي الشُّكْرِ لِمَنْ أَحْسَنَ
إِلَيْكَ-الجزء : 7- صفحة :211)
Dari Ibnu Abi Laila, diterima dari
'Athiyyah, bersumber dari Abi Sa'id, ia berkata :Rasulullah saw berabda :
Barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia,maka ia tidak
dapat dikatakan berterima kasih kepada Allah. (HR.Tirmidzi :1878, Bab
Maa Jaa-a fisysyukri Liman ahsana Ilaik, juz : 7, hal. 211)
Dalam era teknologi informasi yang sudah maju, seringkali kita
menyaksikan pemberitaan atau publikasi orang yang bersedakah, berinfak
atau beramal ibadah lainnya. Peristiwa tersebut, tentu tidak mengurangi
nilai keikhlasan dalam bersedekah atau beramal, apalagi kalau hal
tersebut diniatkan untuk memberikan sugesti atau rangsangan kepada orang
lain agar senang bersedekah, atau agar terjadi proses imitasi atau
penularan, maka hal itu baik-baik saja, tidak akan menghilangkan nilai
keikhlasan dalam bersedekah. Renungkan firman Allah :
إِنْتُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا
الْفُقَرَاءَفَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَخَبِيرٌ
Jika kamu
menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari
kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.(QS.Al-Baqarah [2] : 271)
Orang yang ikhlas (mukhlis)
adalah orang yang telah diberi hidayah oleh Allah untuk mentaati segala
hukum ketentuan-Nya, dan Dia pula yang menjaganya, sehingga Iblis-pun
tidak sanggup untuk menggodanya. Renungkan friman Allah :
قَالَ
رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِيلَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ
وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّاعِبَادَكَ مِنْهُمُ
الْمُخْلَصِينَ (40)
"Iblis berkata : Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau
telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas
(mukhlis) di antara mereka. (QS.Al-Hijr[15] : 39-40)
Ikhlas
dalam arti batiniah ini dipokuskan kepada satu cita-cita hanya untuk
meraih rido Allah. Karena bersifat batiniah, maka ikhlas hanya dapat
diketahui oleh dirinya sendiri dan Allah. Orang lain tidak dapat
mengetahui, apalagi menilainya. Hak penilaian ikhlas seorang hamba
sepenuhnya berada di tangan Allah.
Namun demikian, ikhlas yang
bersifat batiniah seharusnya memancarkan ikhlas yang bersifat lahiriah
yang dapat dilihat dan dinilai oleh orang lain dengan cara memurnikan
ketaatan kepada hukum ketentuan Allah. Renungkan Firman Allah:
قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْأَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (11)
وَأُمِرْتُ لِأَنْ أَكُونَ أَوَّلَالْمُسْلِمِينَ (12) قُلْ إِنِّي أَخَافُ
إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ(13) قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ
مُخْلِصًا لَهُ دِينِي (14)
Katakanlah: Aku diperintahkan supaya
beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Dan aku
diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.
Katakanlah : Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besarjika aku
durhaka kepada Tuhanku. Katakanlah : Hanya kepada Allah-lah
akuberibadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan
agamaku.(QS.Azzumar [39] : 11-14)
ikhlas dalam arti memurnikan
ketaatan kepada Allah dapat kita lihat dalam hubungan antara majikan
dengan buruh. Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Apabila hak
dan kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan baik dan bertanggung jawab
sesuai hukum ketentuan Allah, maka itu-pun merupakan perbuatan ikhlas
sebagai pancaran ikhlas yang bersifat batiniah. Seorang buruh atau
karyawan yang telah melaksanakan kewajibannya dengan baik, akibat
selanjutnya adalah datangnya kewajiban bagi majikan atau pemilik
perusahaan untuk memberikan hak-hak karyawan dengan baik pula.
Renungkan sabda Nabi :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِعُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
أَعْطُواالْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (رواه ابن ماجه
: 2434 - بَاب أَجْرِ الْأُجَرَاءِ – الجزء :7 - صفحة : 294)
Dari
Abdullah bin Umar, iaberkata : Rasulullah saw bersabda : Berikanlah upah
seorang buruh itu sebelum kering keringatnya. (HR.Ibnu Majah : 2434,
Bab Ajril Ujara', juz : 7,hal. 294)
Dengan demikian, menjadi
jelaslah bahwa ikhlas yang bersifat batiniah harus dapat memancarkan
ikhlas lahiriah yang diwujudkan dalam bentuk kepatuhan dan ketaatan
terhadap hukum ketentuan Allah dalam kehidupan, sehingga tidak
adapihak-pihak lain yang dirugikan.
Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya. Semoga kita senantiasa menjadi hamba Allah yang ikhlas dalam beramal. Aamiin
[1] . Majalah Hidayatullah, Edisi 08/th.IV//Desember 1991, hal.52-53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar