Rabu, 07 Juli 2010

ISRA' DAN MI'RAJ



Di kegelapan pekat malam hari, Rasulullah saw menerima panggilan untuk beraudensi ke hadirat Allah dengan Isra’ yang diperjalankan oleh-Nya dari Masjid Al-Haram di kota Makkah menuju ke Masjid Al-Aqsha di Jerusalem dan Mi’raj ke Sidrat Al-Muntaha, yaitu tempat yang paling tinggi, di atas langit ke tujuh. Kisah peristiwa tersebut diabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Maha suci Allah, Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.Al-Isra’ : 1)
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى-وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى- عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى-عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى- إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى - مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى- لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.(QS. An-Najm : 13-18)
Ada beberapa hal yang panting kita ketahui, dan dapat diambil hikmahnya dari peristiwa tersebut; antara lain adalah sebagai berikut :
1. Isra' dan Mi'raj terjadi sekitar satu tahun sebelum Rasulullah saw Hijrah ke Madinah. Keadaan Rasulullah mejelang peristiwa itu dalam suasana duka, karena isteri tercinta Khadijah dan pamanda Abu Thalib yang menjadi pembela dalam penjuangannya meninggal dunia. Sementara tekanan dari orang kafir Qurays, baik fisik maunpun psikologis semakin keras. Sehingga Rasulullah saw merasa seolah-olah kehilangan kekuatan, kehilangan pegangan dan kehilangan arah. Pada saat kondisi seperti itulah, beliau diperjalankan oleh Allah dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha dan terus dinaikkan ke "Sidartul Muntaha" untuk melihat langsung kebesaran singgasana Ilahiyah. Dan ternyata terdapat dampak yang luar biasa bagi beliau, yaitu datangnya kembali ketenangan jiwa dan mantapnya tekad untuk terus melangkah menuju masa depan yang lebih baik dalam naungan rido Allah.
2. Rasulullah saw diperjalankan oleh yang “MAHA SUCI” untuk menerima “TUGAS SUCI” dalam perjuangan meraih “KESUCIAN”. Oleh karena itu, sebelum beliau diperjalankan, terlebih dahulul dibaringkan, lalu dibelah dadanya, kemudian hatinya dibersihkan dengan air zamzam. Hikmah dalam peristiwa ini adalah bahwa dalam perjalanan mengarungi kehidupan diperlukan pembersihan diri (tazkiyatunnafs), sehingga hati mampu memancarkan nur cahaya yang dapat menerangi kegelapan. Allah menegaskan dalam kitab suci Al-Qur'an yang artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS.Asy-Syams : 9-10)
3. Ketika Rasulullah saw ditawari dua pilihan minuman, yaitu satu gelas susu dan satu gelas khamar, beliau memilih gelas yang berisikan susu. Minuman halal dan penuh menfaat. Inilah pilihan “SUCI”, pilihan yang menjunjung tinggi “KESUCIAN”. Dalam perjalanan mengarungi kehidupan di alam fana ini hanya ada dua pilihan di hadapan kita, yaitu “KEBAIKAN dan KEBURUKAN”. Kebaikan akan selalu mendatangkan manfaat dan kemaslahatan, sedangkan keburukan akan selalu mendatangkan kerugian dan kemadaratan. Seseorang yang hatinya baik, suci dan bersih dari noda dan dosa, akan selalu menerima yang hak, dan menolak yang batil. Itulah sebabnya beliau menolak khamar, minuman yang sungguh sangat berbahaya bagi kesehatan.
4. Dari perjalanan singkat itu, Rasulullah membawa oleh-oleh berupa ibadah “shalat” yang merupakan dzikir paling akbar dalam peribatan seorang Muslim. Dengan ibadah shalat yang utuh, seorang hamba akan selalu ingat Allah. Dengan keyakinan yang mantap yang menyelinap ke lubuk hati yang dalam, tertanam kemantapan iman, bahwa Allah selalu bersama kita, Dia selalu melihat kita, dan Dia selalu mengawasi kita, dimanapun kita berada, sehingga malu kepada-Nya kalau ada langkah dan tutur kata yang menyimpang dari kehenda-Nya. Dengan keyikan seperti inilah, lalu shalat dapat menangkal perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Sehingga dalam mengarungi kehidupan di dunia ini akan selalu bermuansa mesjid (yang salah satu maknanya adalah patuh dan tunduk kepada kehendak Al-Khaliq). Setiap langkah kita selalu berjiwa kalimat “Minal Masjid Ilal Masjid”. Keluar dan berangkat dari tempat yang baik, suci dan bersih secara jasmaniayah dan ruhaniayah, menuju ke tempat yang baik, suci dan bersih secara jasmaniayah dan ruhaniyah pula.
5. Peristiwa suci itu justeru terjadi di malam hari, dimana sebagian terbesar manusia sedang menikmati masa istirahat di tempat tinggal masing-masing setelah di siang hari menjalankan aktivitasnya. Hal ini merupakan rencana Allah agar diktahui siapa yang beriman dan siapa pula yang tidak beriman dengan berita suci itu. Dan ternyata, ketika peristiwa itu diceritakan kepada orang-orang Quraisy, mereka tidak percaya, bahkan mereka melontarkan kalimat-kalimat hinaan dan ejekan terhadap Rasulullah. Mereka lalu mendatangi Abu Bakar seraya berkata : “Sahabatmu itu (Nabi Muhammad) mengaku dibawa pergi ke Baitul Maqdis, dan kembali lagi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu hanya semalam saja”. Bagaimana pendapatmu? Abu Bakar menjawab : Kalau betul dia berkata demikian, saya percaya. Sebab dia mengabarkan kepada saya, bahwa dia menerima Al-Qur’an dari langit ke tujuh yang tiba kepadanya hanya dalam waktu satu saat. Dan saya mempercayainya. Apa lagi ini yang jauh lebih dekat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar