Shalat itu menjadi batal ketika melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Meninggalkan salah satu syarat sah atau rukun shalat, baik rukun qalbi, fi'li maupun qauli adalah membatalkan shalat. Salah satu contoh adalah teguran Rasulullah saw kepada seorang Badui yang tidak menyempurnakan shalatnya :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ وَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ يُصَلِّي كَمَا صَلَّى- ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ - ثَلَاثًا - فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي فَقَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا.(رواه البخاري :715– صحيح البخاري-بَاب وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ فِي الصَّلَوَاتِ كُلِّهَا- الجزء :3- صفحة :205)
Muhammad bin Basysyar bercerita kepada kami, ia berkata : Yahya bercerita kepada kami, dari 'Ubaidillah, ia berkata : Sa'id bin Abi Sa'id bercerita kepadaku, dari ayahnya, diterima dari Abu Hurairah : Bahwasanya Rasulullah saw masuk ke dalam masjid, kemudian masuk pula seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu melakukan shalat, kemudian mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi menjawab salam tersebut, kemudian bersabda kepadanya : Kembalilah, ulangilah shalat itu, karena sesungguhnya engkau belum shalat. Maka kemudian laki-laki itu mengulangi shalatnya sebagaimana shalat sebelumnya. kemudian ia mendatangi Nabi saw dan mengucapkan salam. Kemudian Nabi bersabda : Kembalilah, ulangilah shalat itu, karena engkau belum shalat. (Hal ini berulang 3 kali). Maka kemudian laki-laki itu berkata : Demi Yang Mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan lebih baik dari shalatku tadi, maka ajarilah aku. Rasul bersabda : Jika engkau hendak mendirikan shalat, bertakbirlah (takbiratul ihram), lalu bacalah ayat-ayat Al-Qur’an yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah sampai engkau thuna'ninah dalam ruku', kemudian bangkitlah dari ruku' hingga engkau berdiri tegak (I'tidal), kemudian sujudlah sampai engkau thuma'nah dalam sujud. Kemudian bangkitlah sampai engkau thuma’ninah dalam duduk. Kemudian lakukan itu semua dalam semua shalatmu. (HR. Bukhari : 715, Shahih Bukhari, Bab Wujubil Qiraati Lil-Imam Wal-Ma'mum Fish-Shalati Kullihaa, juz : 3, hal :205)
2. Sengaja berbicara atau berkata-kata walaupun pembicaraan itu terkait dengan ibadah shalat. Ulama telah sepakat menyatakan bahwa seseorang yang sedang shalat tidak dibenarkan untuk berbicara, termasuk menjawab salam orang yang memberi salam kepadanya. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ - فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ - فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ - فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ - فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ :836 – صحيح مسلم - بَاب تَحْرِيمِ الْكَلَامِ فِي الصَّلَاةِ وَنَسْخِ مَا كَانَ مِنْ إِبَاحَتِهِ- الجزء : 3- صفحة :140)
Abu Ja'far, yaitu Muhammad bin Ash-Shabbah dan Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, dan lafaz hadisnya berdekatan, mereka berdua berkata : Ismail bin Ibrahim bercerita kepada kami, dari Hajjaj Ashshwwaf, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Hilal bin Abi Maimunah, dari 'Atha' bin Yasar, dari Mu`awiyah Bin Hakam Al-Sulamiy, ia berkata : Ketika saya shalat bersama Rasulullah saw ada seorang laki-laki yang bersin, lantas saya mendo`akannya dengan mengucapkan (يَرْحَمُكَ اللَّهُ) yarhamukallaah (Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu). Semua orang yang shalat lantas melihat kepadaku dan aku menjawab: Celaka kedua orangtua kalian beranak kalian, ada apa kalian melihatku seperti itu? Kemudian mereka memukulkan tangannya ke paha-pahanya. Setelah aku tahu mereka memintaku untuk diam, maka akupun diam. Maka setelah Rasulullah saw selesai menunaikan shalat, demi ayah dan ibuku, aku tidak pernah melihat sebelum dan sesudahnya seorang guru yang lebih baik cara mendidiknya daripada Rasulullah saw. Demi Allah, beliau tidak pernah membentakku, tidak pernah pula memukulku, dan juga tidak pernah mencelaku. Beliau hanya bersabda : Sesungguhnya shalat ini tidak boleh ada perkataan manusia di dalamnya. Di dalam shalat hanyalah terdiri dari tasbih, takbir dan bacaan Al Qur`an. (HR. Muslim : 836, Shahih Muslim, Bab Tahrimil kalam Fishshlati Wa naskhi maa kaana min Ibahatih, juz : 3, hal. 140)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ شُبَيْلٍ عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ "وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ" فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ وَنُهِينَا عَنْ الْكَلَامِ. (رواه مسلم: 838 – صحيح مسلم - بَاب تَحْرِيمِ الْكَلَامِ فِي الصَّلَاةِ وَنَسْخِ مَا كَانَ مِنْ إِبَاحَتِهِ- الجزء : 3- صفحة : 142)
Yahya bin Yahya bercerita kepada kami, Husyaim mengabarkan kepada kami, dari Ismai'l bin Abi Khalid, dari Al-Harits bin Syubail, dari Abu 'Amer Asy-Syaibani, dari Zaid bin Arqam ia berkata : Dahulu kami biasa berbicara dalam shalat, seseorang biasa berbicara dengan teman yang ada disampingnya di dalam shalat, hingga turun ayat yang artinya : "Dan tegaklah kamu menyembah Allah dengan khusyu'!" Maka sejak itu kami diperintah diam dan dilarang bicara. (HR.Muslim : 838, Shahih Muslim, Bab Tahrimil kalam Fish-Shlah Wa naskhi Maa kaana Min Ibaahath, juz : 3, hal. 142)
حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا نُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ اِلَى النَّجَاشِيِّ فَيَرُدُّ عَلَيْنَا فَلَمَّا رَجَعْنَا مِنْ عِنْدِ النَّجَاشِيِّ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ قال : إِنَّ فِي الصَّلَاةِ شُغْلًا. (رواه البخاري :1140 – صحيح البخاري - بَاب لَا يَرُدُّ السَّلَامَ فِي الصَّلَاةِ- الجزء :4 - صفحة :422)
Fudhail bercerita kepada kami, dari Al-A'masy, dari Ibrahim ,dari 'Alqamah, dari Abdullah, ia berkata : Kami pernah memberi salam kepada Nabi saw ketika beliau sedang melaksanakan shalat sebelum keluar ke An-Najasy, dan beliau pun menjawabnya. Namun ketika kami kembali dari An-Najasy, beliau tidak lagi menjawab salam yang kami sampaikan ketika beliau shalat, dan beliau bersabda : Sesungguhnya di dalam shalat itu banyak pekerjaan (kesibukan). (HR. Bukhari : 1140, Shahih Bukhari, Bab La Yuraddussalam Fish-Shalah, juz : 4, hal : 422)
Akan tetapi, jika seorang ingin menjawab salam, maka boleh menjawabnya dengan memberi isyarat berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ عَنْ نَابِلٍ صَاحِبِ الْعَبَاءِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ مَرَرْتُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ إِلَيَّ إِشَارَةً وَقَالَ لَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ إِشَارَةً بِإِصْبَعِهِ.(رواه الترمذي : 335 – سنن الترمذي- بَاب مَا جَاءَ فِي الْإِشَارَةِ فِي الصَّلَاةِ-الجزء : 2 - صفحة :111)
Qutaibah bercerita kepada kami, Allaits bin Sa'ad bercerita kepada kami, dari Bukair bin Abdillah bin Al-Asyaj, dari Nabil Shahib Al-'Aba', dari Ibnu Umar, dari Shuhaib, ia berkata : Saya pernah melewati Rasulullah saw dan memberi salam kepadanya ketika beliau sedang mendirikan shalat. Ketika itu, beliau menjawab salamku dengan memberi isyarat. Shuhaib berkata : Saya tidak mengetahui kecuali beliau berisyarat dengan jari-jarinya. (HR.Tirmidzi : 335, Sunan Titmidzi, Bab Maa Jaa-a Fil-Isyarah Fish-Shalati, juz : 2, hal.111)
Adapun mendeham-deham atau menunjukkan bacaan imam apabila ia ragu-ragu atau lupa, tidaklah membatalkan shalat. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ مُغِيرَةَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُجَيٍّ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ كَانَ لِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُدْخَلَانِ مُدْخَلٌ بِاللَّيْلِ وَمُدْخَلٌ بِالنَّهَارِ فَكُنْتُ إِذَا أَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي يَتَنَحْنَحُ لِي.(رواه ابن ماجه : 3698 – سنن ابن ماجه- بَاب الِاسْتِئْذَانِ- الجزء :11- صفحة :115)
Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, Abu Bakar bin 'Ayyasy bercerita kepada kami, dari Al-Harits, dari Abdullah bin Nujayyi, dari 'Ali, ia berkata : Saya mempunyai izin dari Rasulullah saw dua waktu masuk untuk berkunjung kepadanya, yaitu di malam hari dan siang hari. Dan saya pernah berkunjung kepadanya di waktu beliau sedang mengerjakan shalat, beliau mendeham-deham untuk saya (sebagai isyarat mengizinkan saya). (HR. IObnu Majah : 3698, Sunan Ibnu Majah, Bab Al-Isti'dzan, juz : 11, hal.115)
3. Makan dan minum dengan sengaja membatlkan shalat. Berdasarkan hadis Nabi tersebut di atas yang artinya : Sesungguhnya di dalam shalat itu banyak pekerjaan (kesibukan). Ibnu Al-Mundzir berkata : Para ahli sepakat, bahwa orang yang makan atau minum dengan sengaja dalam shalat fardhu, maka shalatnya batal dan ia wajib mengulang. Dan demikian pula dalam shalat sunat menurut Jamhur 'Ulama', karena apa-apa yang membatalkan shalat fardhu juga membatalkan shalat sunat.[1]
4. Banyak bergerak dengan sengaja. Berdasarkan hadis Nabi tersebut di atas pula yang artinya : Sesungguhnya di dalam shalat itu banyak pekerjaan (kesibukan). Terjadi perbedaan pendapat tentang ukuran banyak atau sedikit. Berikut ini adalah pendapat-pendapat yang terdapat dalam kitab Fiqhussunnah oleh Sayid Sabiq[2] :
a. Banyak bergerak yang dimaksudkan adalah sekiranya ada orang yang melihatnya dari jauh, maka diyakini bahwa ia tidak sedang dalam shalat. Dan bila sebaliknya, maka ia disebut gerak sedikit.
b. Apabila pelakunya disangka orang sedang tidak mengerjakan shalat, maka gerakannya disebut banyak.
c. Disebut gerak banayk atau sedikit dikembalikan kepada kebiasaan. Jadi, yang biasa dianggap sedikit oleh kebanyakan orang, seperti member isyarat ketika menjawab salam, melepas sendal, melepas sorban atau meletakkannya, mengenakan pakaian yang ringan atau melepasnya, dan lain sebagainya, semua itu tidak membatalkan shalat. Tetapi bila menurut kebanyak orang itu dianggap gerakan banyak, seperti banyak melangkah dan berturut-turut atau melakukan perbuaan yang sambung-menyambung, maka itu membatalkan shalat.
d. Imam Nawawi berkata : Kalau perbuatan atau gerakan itu banyak dan tidak termasuk dalam pekerjaan shalat, maka ia membatalkan shalat, dan kalau sedikit, tidaklah membatalkan shalat, tanpa khilaf.
e. Para sahabat sepakat, bahwa bergerak banyak yang membatlkan shalat itu ialah yang berturut-turut. Jadi kalau tidak berturut-turut, umpama melangkah satu langkah kemudian berhenti, lalu melangkah lagi kemudian berhenti lagi dan seterusnya dengan langkah secara terpisah-pisah, maka itu tidak membatalkan shalat.
f. Gerakan ringan seperti menggerakkan jari untuk menghitung jumlah bacaan tasbih, menggaruk yang gatal dll, tidaklah membatalkan shalat, walaupun itu berturut-turut.
g. Imam Syafi'I menegaskan, bahwa menghitung ayat dengan cara menggenggamkan tangan, tidaklah membatalkan shalat, namun lebih baik ditinggalkan.
5. Tertawa dalam shalat membatalkan shalat. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يَحْيَى عَنِ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ إِذَا ضَحِكَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَعَلَيْهِ إِعَادَةُ الصَّلاَةِ. (رواه الدارقطني : 674– سنن الدارقطني – باب احاديث القهقهة فى الصلاة – الجزء : 2 – صفحة : 233)
Bisyr bin Walid bercerita kepada kami, Ishaq bin Yahya bercerita kepada kami, dari Al-Musayyab bin Rafi', dari Ibnu Mas'ud, ia berkata : Apabila salah seorang kamu tertawa dalam shalat, maka wajiblah kepadanya mengulangi shalat. (HR.Ad-Daruquthny : 674, Bab Ahadits Al-Qahqahah Fishshalati, juz : 2, hal. 233)
حَدَّثَنَا أَبُو شَيْبَةَ عَنْ يَزِيدَ أَبِى خَالِدٍ عَنْ أَبِى سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : الضَّحِكُ يَنْقُضُ الصَّلاَةَ وَلاَ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ. (رواه الدارقطني : 670 – سنن الدارقطني – باب احاديث القهقهة فى الصلاة – الجزء : 2 – صفحة : 229)
Abu Syaibah bercerita kepada kami, dari Yazid, yaitu Abu Khalid, dari Sufyan, diterima dari Jabir, berasal dari Nabi saw, beliau bersabda : Tertawa itu membatalkan shalat dan tidak membatalkan wudhu'. (HR.Ad-Daruquthny : 670, Bab Ahadits Al-Qahqahah Fishshalati, juz : 2, hal. 229)
Ibnu Al-Mundzir menyebutkan bahwa menurut ijma' ulama', shalat itu batal dengan sebab tertawa. Imam An-Nawawi berkata : Pendapat ini dimaksudkan jika tertawa itu sampai keluar dengan jelas dua buah huruf. Adapun tersenyum itu tidak mengapa menurut sebagian terbesar 'ulama'. Adapun orang yang tidak kuat menahan tertawanya, kalau hanya sedikit tidak membatalkan shalat, dan kalau banyak membatalkannya. Ukuran sedikit atau banyak dikembalikan kepada 'urf (kebiasaa).[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar