Jumat, 07 Oktober 2016

MAHAR (MASKAWIN)



MAHAR )MASKAWIN(
Mahar )Maskawin( termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum perempuan dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan, yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak.
Pengertian Mahar
Kata Mahar berasal dari bahasa Arab yang termasuk kata benda bentuk abstrak atau mashdar, yakni “Mahran” yang berada pada urutan ketiga dalam Tashrif Istilahi (perubahan kata dari satu bentuk ke bentuk lain dengan makna yang berbeda-beda),  yaitu :  Mahara  مهر – Yamharu يمهر – Mahran  مهرا, yang artinya adalah “mahir atau pandai”. Di samping kata”mahar”, juga digunakan istilah lainnya, yakni Shadaaq صداق yang berasal dari kata Shidq  صدق yang artinya “benar/jujur” (lawan dusta), [1] atau,  artinya “sangat keras”. [2]  Dalam  bentuk lain yang diambil dari akar kata yang sama, yaitu shadaaqahصداقة   artinya : “kecintaan yang benar”.[3]
Menurut istilah, mahar (maskawin) ialah sebutan atau nama bagi harta yang wajib diberikan oleh  laki-laki kepada perempuan sebab nikah atau wathi’ (setubuh).[4] Jadi, maskawin merupakan pemberian wajib yang dilakukan oleh seorang suami  kepada istrinya,[5] baik secara kontan maupun secara tempo,[6]  yang pembayarannya dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang terdapat dalam aqad nikah.
Di Indonesia lebih dikenal dengan istilah “Mahar” atau “Maskawin”. Disebut maskawin (mas-kawin), karena menurut kebiasaan, mahar itu dibayar dengan mas. Maskawin mempunyai banyak nama, yaitu di dalam Al-Qur’an disebut dengan Shadaq  صداق, Nihlah  نحلة, Faridhah فريضة dan Ajar أجر. Dan di dalam sunnah disebut dengan Mahar  مهر, ‘Aliqah عليقة dan ‘Aqar  عقر.
Dasar Hukum Membayar Mahar
Dasar wajibnya membayar mahar ditetapkan dalam Al-Qur’an diantaranya adalah :
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا 
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik  akibatnya. (QS. An-Nisa’ : 4)
Abu Ja’far berkata, bahwa pemberian mahar kepada para isteri adalah pemberikan yang wajib dan mesti dilakukan.[7]
....فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ  
Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu....(QS.An-Nisa’ : 24)
..... فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“..... kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut,....” (QS. An-Nisa’ : 25)
Dasar hukum  kedua adalah hadis Nabi  saw, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah berikut ini:
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ..... فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا..... (رواه الترمذي : 1021- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة- باب ما جاء لا نكاح الا بولي- الجزء 4 – صفحة : 288)
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah, dari Ibnu Juraij, dari Sulaiman bin Musa, dari Az-Zuhri, dari 'Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah saw  bersabda :  ..... Jika dia (wanita) telah digauli maka dia berhak mendapatkan mahar, karena suami telah menghalalkan kemaluannya....." (HR.Tirmidzi : 1021, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a Laa nikaaha illa biwaliyyin, juz 4, hal. 288)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ..... فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا..... (رواه ابن ماجه : 1869   - سنن ابن ماجه - المكتبة الشاملة- باب لا نكاح الا بولي- الجزء  5– صفحة :  486)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Mu'adz, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Sulaiman bin Musa, dari Az Zuhri, dari Urwah, dari 'Aisyah, ia berkata : "Rasulullah saw  bersabda : “..... Jika suaminya telah menyetubuhinya, ia (wanita) berhak mendapatkan maharnya karena persetubuhan tersebut....” (HR. Ibnu Majah : 1869, Sunan Ibnu Majah, Al Maktabah Asy-Syamilah, bab Laa nikaaha illaa biwaliyyin, juz : 5, hal. 486)
Kadar (Jumlah) Mahar
Agama tidak menetapkan jumlah minimal dan maksimal dari mahar (maskawin). Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam membayanya. Karena mahar merupakan hak perempuan, maka ia berhak menentukan besar atau kecilnya mahar, dan berhak pula memilih  jenisnya dalam bentuk emas, rumah, tanah atau mobil, dan lain sebagainya. Namun  yang paling berkah adalah mahar yang paling ringan atau paling murah, berdasarkan  hadits Nabi saw berikut ini :
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنِ ابْنِ سَخْبَرَةَ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ مَئُونَةً. (رواه احمد : 23966 – مسند احمد – المكتبة الشاملة- باب باقى المسند السابق- الجزء   15 – صفحة :    123)
Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah mengabarkan  kepada kami Hammad bin Salamah, dari Ibnu Sakhbarah, dari Al-Qasim bin Muhammad, dari A’isyah, dari Nabi saw, beliau bersabda  : Perempuan yang paling besar keberkahannya  adalah perempuan yang paling ringan pembiayaannya (mahar dan ongkos pernikahannya). (HR.Ahmad : 23966, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Abaaqil Musnad Assabiq,   juz 15, hal. 123)
Mahar (Maskawin) tidak mengenal batas sedikit dan banyaknya, tinggi dan rendahnya, besar dan kecilnya. Bahkan segala sesuatu yang dapat dinilai sebagai benda yang mempunayi harga atau manfaat dapat dijadikan mahar.[8] Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukghari dikisahkan bahwa  Nabi saw memerintahkan untuk menikah walau membayar hanya dengan maskawin cincin dari besi, atau dengan hafalan Al-Qur’an :
حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ تَزَوَّجْ وَلَوْ بِخَاتَمٍ مِنْ حَدِيدٍ. (رواه  البخاري  4753 :  – صحيح البخاري– المكتبة الشاملة- باب  المهر بالعروض وخاتم من حديد- الجزء  16 – صفحة :  122)
Telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Sufyan, dari Abu Hazim, dari Sahal bin Sa’id, bahwa Nai saw bersabda seorang laki-laki : Kawinlah engkau sekalipun dengan maskawin cincin dari besi. (HR. Bukhori : 4753, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Al-Mahru Bil-‘urudhi wa khatamu min hadid,  juz 16, hal. 122)
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا قَالَ أَعْطِهَا ثَوْبًا قَالَ لَا أَجِدُ قَالَ أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَاعْتَلَّ لَهُ فَقَالَ مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ. (رواه البخاري :4641    – صحيح البخاري– المكتبة الشاملة- باب خيركم من تعلم القرآن وعلمه - الجزء   15 – صفحة : 441)
Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin ‘Aun, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’id, ia berkata :Seorang wanita mendatangi Nabi saw lalu menyatakan bahwa dia menyerahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya saw. Nabi saw menjawab : “Aku (sekarang ini) tidak membutuhkan istri”. Maka seorang laki-laki berkata : “Nikahkan aku dengannya”. Nabi saw bersabda : “Berikan sebuah baju kepadanya! ”Dia menjawab : “Aku tidak punya”. Nabi saw bersabda : “Berikan sesuatu kepadanya, walaupun cincin dari besi!” Dia beralasan kepada beliau bahwa dia tidak punya. Nabi saw bersabda : “Adakah Al-Qur’an  padamu (yaitu yang engkau hafal)?”. Laki-laki itu menjawab : ”Surat ini dan surat ini’. Nabi saw bersabda : “Kami telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan Al-Qur’an yang ada padamu”. (HR. Bukhari : 4641, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Al-Bahru Bil-urudhi wa khatamu min hadid,  juz 15, hal. 441)
Dua hadits di atas memberi petunjuk, bahwa mahar (maskawin) itu boleh dengan jumlah yang sangat sedikit, yang panting masih dapat memberikan manfaat sebagai maskawin. Dalam hadits yang diberitakan ‘Amir bin Rabi’ah, dikisahkan bahwa ada seorang perempuan dari Bani Fazarah menikah dengan maskawin sepasang sandal (terompah), sebagaimana yang   diriwayatkan  imam Tirmidzi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ قَال سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ بَنِي فَزَارَةَ تَزَوَّجَتْ عَلَى نَعْلَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَضِيتِ مِنْ نَفْسِكِ وَمَالِكِ بِنَعْلَيْنِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَأَجَازَهُ. (رواه الترمذي : 1031- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة- باب ما جاء  في مهور النساء- الجزء 4 – صفحة : 305)
 Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id, Abdurrahman bin Mahdi dan Muhammad bin Ja’far, mereka berkata :  Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Ashim bin Ubaidillah, ia berkata : Saya pernah mendengar Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya (ia berkata) :  Sesungguhnya seorang perempuan dari suku Fazarah telah menikah dengan maskawin dua sandal, maka Rasulullah saw, bertanya kepada perempuan itu : Sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua sandal itu? Jawab perempuan itu : Ya, saya ridha dengan hal itu. Maka Rasulullah saw, membiarkan pernikahan tersebut. (HR.Tirmidzi : 1021, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a Laa nikaaha illa biwaliyyin, juz 4, hal. 288)
Bahkan Rasulullah saw menegaskan dalam sebuah hadits, bahwa mahar (maskawin) bisa melalui proses musyawarah sampai kedua belah pihak saling ridha :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ الْحَرَّانِىُّ حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْبَيْلَمَانِىِّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :  أَنْكِحُوا الأَيَامَى(ثَلا ثًا) قِيلَ : مَاالْعَلاَئِقُ بَيْنَهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ! قَالَ : مَا تَرَاضَى عَلَيْهِ الأَهْلُونَ وَلَوْ قَضِيبٌ مِنْ أَرَاكٍ . (رواه الدارقطني :  3645- سنن الدارقطني – المكتبة الشاملة- باب المهر  - الجزء  8 – صفحة :  381)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manshur, telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Khalid Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Shalih bin Abdul Jabbar, dari Muhammad bin Abdurrahman Al-Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Nikahkanlah wanita-wanita yang belum bersuami (3x), beliau ditanya : Apakah ‘Alaiq (mahar) diantara mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Sesuatu yang di sepakati dengan ridha keluarga meski sebatang kayu arak. (HR.Daruquthni : 3645, Sunan Daruquthni, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab mahr,  juz 8, hal. 381)
Ulama’ sepakat, bahwa banyak atau besarnya mahar (maskawin)  tidak ada batasnya. Demikianlah dijelaskan dalam tafsir Al-Qurthubi.[9]
Mahar (maskawin) gugur seperdua (setengah) sebab thalaq (cerai) sebelum bercampur, sebagaiman ditegaskan dalam Al-Baqarah ayat 237 berikut :
وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ
Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu.....(QS.Al-Baqarah : 237)



[1]. Baca Kamus Arab – Inonesia oleh Mahmud Yunus, Hida Karya Agung, Jakarta, cetakan ke -8, tahun1990 M – 1411 H,  hal. 214 
[2]. Baca Kifayatul Akhyar, oleh Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husainy, Darul ‘Ilmi, Surabaya, juz 2, hal. 50
[3]. Op cit,  Kamus Arab – Inonesia oleh Mahmud Yunus, hal. 214 
[4]. Op cit, Kifayatul Akhyar, juz 2, hal. 50
[5]. Baca Fatawa Al-Azhar, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Tahdidush Shadaq, juz 1, hal. 307
[6]. Baca Fiqhus Sunnah oleh Sayid Sabiq,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 159
[7]. Baca Tafsir Ath-Thabary, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 7, hal. 552

[8].  Baca Kifayatul Akhyar, oleh Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husainy, Darul ‘Ilmi, Surabaya, juz 2, hal. 53
[9]. Baca Tafsir Al-Qurthubi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 5, hal. 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar