MENDO’AKAN ORANG
KAFIR
Bolehkah mendoakan non muslim, baik yang masih hidup ataupun yang sudah
meninggal dunia?
Jawaban :
Mendo’akan orang kafir, bisa diperinci menjadi empat :
1. Mendo’akan agar mereka mendapatkan hidayah.
Para Ulama telah sepakat, bahwa mendo’akan orang kafir
agar mendapat hidayah hukumnya BOLEH (MUBAH), dalilny antara lain :
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَدِمَ الطُّفَيْلُ وَأَصْحَابُهُ فَقَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ دَوْسًا قَدْ كَفَرَتْ وَأَبَتْ فَادْعُ اللَّهَ
عَلَيْهَا فَقِيلَ هَلَكَتْ دَوْسٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَائْتِ
بِهِمْ. (رواه مسلم)
Abu Hurairah berkata : (Suatu hari) At-Thufail dan
para sahabatnya datang (kepada Rasulullah saw), mereka mengatakan : “ya
Rasulullah, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam),
maka do’akanlah keburukan untuk mereka! Maka ada yang mengatakan : “Mampuslah
kabilah Daus”. Lalu beliau mengucpkan do’a : “Ya Allah, berikanlah hidayah
kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka (kepadaku). (HR. Muslim)
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ حَكِيمِ بْنِ دَيْلَمَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى
قَالَ كَانَ
الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَرْحَمُكُمْ اللَّهُ فَيَقُولُ يَهْدِيكُمُ
اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ. (رواه الترمذي)
Abu Musa berkata : (Dahulu) Kaum Yahudi biasa
berpura-pura bersin di dekat Nabi saw, mereka berharap beliau mau mengucapkan
do’a untuk mereka YARHAMUKUMULLAH (semoga Allah merahmati kalian), maka
beliau mengucapkan do’a : “YAHDIKUMULLAH
WA YUSHLIHU BAALAKUM (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan
memperbaiki keadaan kalian) (HR. Tirmidzi)
2.
Mendo’akan
kebaikan dalam perkara dunia.
حدثنا سعيد بن تليد قال : حدثنا ابن وهب قال :
أخبرني عاصم بن حكيم ، أنه سمع يحيى بن أبي عمرو السيباني ، عن أبيه عَنْ عُقْبَةَ بْنِ
عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ :
أَنَّهُ مَرَّ بِرَجُلٍ هَيْئَتُهُ هَيْئَةُ مُسْلِمٍ، فَسَلَّمَ فَرَدَّ
عَلَيْهِ: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ:
إِنَّهُ نَصْرَانِيٌّ! فَقَامَ عُقْبَةُ فَتَبِعَهُ
حَتَّى أَدْرَكَهُ. فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالَك وولدَك.
(مشكل الأثار للطحاوي)
Uqbah bin Amir al-Juhani menceritakan : bahwa dia pernah berpapasan dengan
seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam
kepadanya, maka ia pun menjawabnya dengan ucapan: “wa’alaika wa rahmatullah
wabarakatuh”. Maka pelayannya mengatakan padanya: Dia itu seorang nasrani. Lalu
Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga ia mendapatkannya, maka ia
mengatakan: “Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan
tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu”
( Musykil
Al-Atsar Lith-Thahawi)
Ada juga ikrar (persetujuan) Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا
هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ
إِيَاسٍ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ فَنَزَلْنَا بِقَوْمٍ فَسَأَلْنَاهُمْ الْقِرَى
فَلَمْ يَقْرُونَا فَلُدِغَ سَيِّدُهُمْ فَأَتَوْنَا فَقَالُوا هَلْ فِيكُمْ مَنْ
يَرْقِي مِنْ الْعَقْرَبِ قُلْتُ نَعَمْ أَنَا وَلَكِنْ لَا أَرْقِيهِ حَتَّى
تُعْطُونَا غَنَمًا قَالَ فَأَنَا أُعْطِيكُمْ ثَلَاثِينَ شَاةً فَقَبِلْنَا
فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ سَبْعَ مَرَّاتٍ فَبَرَأَ وَقَبَضْنَا
الْغَنَمَ قَالَ فَعَرَضَ فِي أَنْفُسِنَا مِنْهَا شَيْءٌ فَقُلْنَا لَا
تَعْجَلُوا حَتَّى تَأْتُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَيْهِ ذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي صَنَعْتُ قَالَ وَمَا عَلِمْتَ
أَنَّهَا رُقْيَةٌ اقْبِضُوا الْغَنَمَ وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ. (رواه الترمذي)
Abu Said al-Khudri mengatakan : (Suatu ketika) Rasulullah saw menugaskan
kami dalam Sariyyah (pasukan kecil), lalu kami singgah di suatu kaum, dan kami
meminta mereka agar menjamu kami tapi mereka menolaknya. Lalu pemimpin mereka
terkena sengatan hewan, maka mereka mendatangi kami, dan mengatakan: “Adakah
diantara kalian yang bisa meruqyah sakit karena sengatan Kalajengking?”.
Maka aku menjawab: “Ya, aku bisa, tapi aku tidak akan meruqyahnya kecuali
kalian memberi kami kambing”. Mereka mengatakan: “Kami akan memberikan 30
kambing kepada kalian”. Maka kami menerima tawaran itu, dan aku bacakan kepada
(pemimpin)nya surat Alhamdulilah (Al-Fatihah) sebanyak 7 kali, maka ia pun
sembuh, dan kami terima imbalan (30) kambing.
Abu Sa’id mengatakan: Lalu ada sesuatu yang mengganjal di hati kami (dari
langkah ini), maka kami mengatakan: “Jangan tergesa-gesa (dengan imbalan
kambing ini), sampai kalian mendatangi Rasulullah saw.
Abu sa’id mengatakan: Maka ketika kami mendatangi beliau, aku menyebutkan
apa yang telah kulakukan. Beliau mengatakan: “Dari mana kau tahu, bahwa (Al-Fatihah)
itu Ruqyah?, ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya”. (HR. Tirmidzi)
3.
Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan
kafir.
Firman Allah :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي
قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun
(kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu
adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang
musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim. (at-Taubah: 113)
Pendapat para ulama, bahwa hukum mendo’akan orang
kafir yang sudah meninggal dunia agar diampuni dosanya adalah haram.
قال النووي رحمه الله
: وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع
Imam Nawawi mengatakan : “Adapun menyolati orang kafir,
dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka ini merupakan perbuatan haram,
berdasarkan nash Alqur’an dan Ijma’. (Al-Majmu’ 5/120).
وقال ابن تيمية رحمه
الله: إن الاستغفار للكفار لا يجوز بالكتاب والسنَّة والإجماع
Ibnu Taimiyah juga mengatakan: Sesungguhnya memintakan
maghfiroh untuk orang-orang kafir tidak dibolehkan, berdasarkan Alqur’an,
Hadits, dan Ijma’. (Majmu’ul Fatawa 12/489)
4. Mendoakan agar diampuni dosanya ketika mereka masih hidup.
Hal ini dibolehkan dengan Dalil hadits berikut :
حَدَّثَنَا
عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي
شَقِيقٌ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي نَبِيًّا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ ضَرَبَهُ
قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ. (رواه البخاري)
Abdullah bin Mas’ud berkata : “Seakan-akan aku sekarang melihat Nabi saw bercerita
tentang seorang Nabi, yang dipukul oleh kaumnya hingga bercucur darah, dan ia mengusap
darah tersebut dari wajahnya, tapi ia tetap mengucapkan do’a : “Ya Allah,
ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. (HR.
Bukhari).
Berikut Atsar dari Ibnu Abbas tersebut:
أخبرنا
عبد الرزاق قال : أخبرنا ابن عيينة عن أبي سنان عن سعيد
بن جبير قال : توفى أبو رجل، وكان يهوديا، فلم يتبعه ابنه، فذكر ذلك لابن عباس ،
فقال ابن عباس : وما عليه لو غسله، واتبعه، واستغفر
له ما كان حيا - يقول : دعا له ماكان الاب حيا - قال : ثم قرأ ابن عباس (فلما تبين له أنه عدو لله تبرأ منه) يقول : لما
مات على كفره. (مصنف عبد الرزاق)
Sa’id bin Jubair mengatakan: Ada salah seorang ayah meninggal, dan dia
seorang yahudi, sehingga putranya (yang muslim) tidak mengikuti (jenazah)nya,
lalu hal itu diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka beliau mengatakan : “Tidak
sepatutnya ia melakukannya, (alangkah baiknya) apabila ia memandikannya,
mengikuti (jenazah)nya, dan memintakan ampun baginya ketika masih hidup; ia
berkata : Mendo’akannya selama ayah masih hidup. Kemudian Ibnu Abbas membaca
ayat (yang artinya): “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah
musuh Allah, ia pun berlepas diri darinya”, maksudnya: “ketika ia mati dalam
keadaan kafir”. (Mushannaf Abdurrozzaq)
Boleh memintakan ampun bagi
orang-orang kafir yang masih hidup. Banyak pernyataan para ulama, antara lain :
Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
وقد تأول قوم قول الله: {ما كان
للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ولو كانوا أولى قربى}… الآية، أن النهي
من الله عن الاستغفار للمشركين بعد مماتهم، لقوله : {من بعد ما تبين لهم أنهم
أصحاب الجحيم} وقالوا: ذلك لا يتبينه أحد إلا بأن يموت على كفره، وأما هو حي فلا
سبيل إلى علم ذلك، فللمؤمنين أن يستغفروا لهم
Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah (yang artinya): Tidak
sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada
Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat(nya)… -hingga akhir ayat-; bahwa larangan dari Allah untuk memintakan
ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir),
karena firman-Nya (yang artinya): “sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya
orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim”. Mereka mengatakan:
“alasannya, karena tidak ada yang bisa memastikan (bahwa dia ahli neraka),
kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya, adapun saat ia masih hidup, maka
tidak ada yang bisa mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin
untuk memintakan ampun bagi mereka. (Tafsir Thobari)
Imam Al-Qurthubi juga mengatakan dalam tafsirnya :
وَقَدْ قَالَ كَثِيرٌ مِنَ
الْعُلَمَاءِ: لَا بَأْسَ أَنْ يَدْعُوَ الرَّجُلُ لِأَبَوَيْهِ الْكَافِرَيْنِ
وَيَسْتَغْفِرَ لَهُمَا مَا دَامَا حَيَّيْنِ.
فَأَمَّا مَنْ مَاتَ
فَقَدِ انْقَطَعَ عَنْهُ الرَّجَاءُ فَلَا يُدْعَى لَهُ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ:
كَانُوا يَسْتَغْفِرُونَ لِمَوْتَاهُمْ فَنَزَلَتْ فَأَمْسكُوا عَنِ
الِاسْتِغْفَارِ وَلَمْ يَنْهَهُمْ أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْأَحْيَاءِ حَتَّى
يَمُوتُوا
Banyak ulama mengatakan: Tidak mengapa bagi seorang (muslim) mendoakan
kedua orang tuanya yg kafir, dan memintakan ampun bagi keduanya selama mereka
masih hidup. Adapun orang yg sudah meninggal, maka telah terputus harapan
(untuk diampuni dosanya). Ibnu Abbas mengatakan: “Dahulu orang-orang memintakan
ampun untuk orang-orang mati mereka, lalu turunlah ayat, maka mereka berhenti
dari memintakan ampun. Namun mereka tidak dilarang untuk memintakan ampun
bagi orang-orang yg masih hidup hingga mereka meninggal”. (Tafsir Qurtubi)
Para ulama memberi batasan, bahwa orang kafir yang boleh dido’akan untuk kebaikan,
harus bukan dalam kategori kafir harbi (yakni kafir yang memerangi Kaum
Muslimin. Syeikh Albani mengatakan:
ولكن لا بد أن يلاحظ
الداعي أن لا يكون الكافر عدواً للمسلمين
Akan tetapi, orang yg mendoakan kebaikan harus memperhatikan, bahwa orang
kafir tersebut bukanlah musuh (perang) bagi Kaum Muslimin. (Ta’liq Kitab Adab
Mufrod 1/430).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar