KYAI WARITS ILYAS
GURUKU YANG ARIF
Pasti setiap santeri mempunyai pengalaman ruhaniah yang mungkin berbeda-beda
atau mungkin sama ketika berhadapan dengan kisah seorang tokoh yang pantas
dijadikan panutan atau contoh dalam mengarungi kehidupan di alam fana ini. Tentu
selama nyantri di Pondok Pesantren Annuqayah banyak hal yang baik untuk
diungkap terkait dengan ketokohan Kyai Warits Ilyas. Namun saya ingin sedikit berbagi
pengalaman, saya sebagai murid dan Kyai Warits Ilyas sebagai guru yang sangat
arif dalam menghadapi para murid-muridnya, yang tentu sangat layak untuk
diteladani oleh generisi berikutnya, terlebih oleh para santerinya dalam
menghadapi masyarakat dalam menyebarluaskan ilmunya. Semoga ilmu yang beliau
ajarkan kepada kita dapat diteruskan kepada masyarakat sehingga kita
mendapatkan barakahnya. Aamiin
Suatu ketika Kyai Warits Ilyas mempunyai jam mengajar di kelas 6
mua’llimin di Pondok Pesantren Annuqayah. Pada waktu itu saya tidak ingat tahun
berapa, tetapi yang saya ingat satu kelas bersama kyai Abdul A'la Basyir. Di
pagi hari ketika hendak berangkat ke sekolah, tiba-tiba ada pengumuman, bahwa
murid kelas 6 mua’llimin hari tersebut belajar di langgar kecil di rumah
beliau. Akhirnya saya dan teman-teman sekelas yang jumlahnya hanya belasan
kecil itu menuju ke tempat tersebut, duduk di lantai tanpa alas, tanpa bangku
dan tanpa meja, menunggu kedatangan beliau. Tidak lama kemudian beliau datang,
lantas duduk dilantai yang sama seperti para murid-muridnya duduk, beliau memakai peci hitam, baju kemeja dan
memakai sarung, sebagaimana para santeri juga memakai seperti yang beliau
kenakan. Kemudian beliau memulai mengajar dengan membaca basmalah, dilanjutkan
membaca kitab Al-Ihya’ Ulumuddin. Pada saat proses belajar mengajar berlangsung,
ada beberapa murid yang “ngantuk”, dan termasuk saya. Rupa-rupanya
beliau paham betul kalau ada muridnya yang sedang ngantuk. Tanpa suara beliau berdiri, tanpa ada pernyataan, perintah atau teguran, beliau
keluar dari langgar, kamipun tidak tahu untuk apa beliau keluar. Kami hanya
diam dan meihat beliau keluar. Tidak lama kemudian beliau datang kembali kehadapan
kami dengan membawa kitab kamus bahasa Arab “Munjid”, dan diperkenalkan kepada kami,
lalu diajarkan cara menggunakan kamus itu. Dan ternyata para murid-muridnya
yang ngantuk tadi jadi bersemangat untuk mendapatkan ilmu yang kami baru kenal
itu. Dan beliau tidak meneruskan membaca kitab Ihya’ Ulumuddin, tetapi berakhir
dengan menjelaskan cara menggunakan
kamus bahasa Arab. Pada waktu mengajar, beliau pandai mengatur irama suara
sehingga terdengar nada suara indah dan lembut yang membuat para murid-muridnya
rindu ingin selalu mendengarkannya; tidak ada rangkaian kata yang membosankan
dan tidak ada kalimat hentakan, bentakan yang menakutkan bagi para muridnya, tetapi
semua tutur katanya mengandung makna dan nasehat yang selalu memotivasi para murid-muridnya
untuk terus maju meraih sukses dengan riang gembira.
Dari kisah ruhaniah yang sangat singkat ini, tentu para pembaca
dapat merenungkan nilai-nilai positiv yang mungkin jauh lebih besar dari apa
yang saya pikirkan. Beliau adalah tokoh yang rendah hati, tawadhu, dan arif,
bijaksana dalam mengahadapi umat, memahami
karakter para santri atau murid-muridnya, pandai menghormati hak-hak orang
lain. Beliau sangat menghrgai status
diri seseorang. Beliau tidak pernah meremehkan orang lain. Sungguh akhlak terpuji telah melekat padanya.
Untuk Kyai Warits Ilyas, kami bermunajat kepadaMu Ya Allah, kucurkan
rahmat dan ridha-Mu, tenangkanlah dia dalam surga-Mu. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar