BASMALAH
Di dalam Al-Quran ada 114 surah, semuanya
dimulai dengan "Basmalah", kecuali surat At-Taubah. Di samping
pada permulaan surat,
"Basmalah" juga disebutkan
satu kali di pertengahan surah An-Naml, yaitu ayat 30. Dengan demikian, "Basmalah" di
dalam Al-Quran didapati sebanyak 114 kali. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama
tentang sebab tidak dituliskan Basmalah di awal surat Bara-ah
(At-Taubah). Dalam tafsir Al-Qurthuby
disebutkan lima pendapat, [1]
yaitu :
1. Sudah menjadi
kebiasaan orang-orang Arab zaman Jahiliyah apabila telah
terjadi kesepakan dalam suatu perjanjian, dan mereka hendak membatalkan
perjanjian itu, maka mereka menuliskan surat pembatalannya tanpa
menuliskan basmallah. Ketika surat Bara-ah turun sebagai pembatalan perjanjian
antara Nabi saw dan orang-orang musyrik, maka beliau mengutus Ali bin Abi Thalib untuk
membacakan surat bara-ah, dan dia membacanya tanpa basmalah sebagai sikap menjalankan
kebiasaan orang-orang Arab zaman itu dalam membatalkan
perjanjian.
2.
Terdapat kesamaan kisah (isi) antara surat Bara-ah dan surat Al-Anfal, sehingga surat Bara-ah diyakini oleh Utsman bin Affan sebagai bagian dari surat Al-Anfal, sehingga surat Bara-ah digandengkan
dengan surat Al-Anfal tanpa dituliskan basmalah sebagai pemisah antara
keduanya. Pendapat ini berdasarkan sebuah hadits :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وَابْنُ أَبِي عَدِيٍّ وَسَهْلُ
بْنُ يُوسُفَ قَالُوا حَدَّثَنَا عَوْفُ بْنُ أَبِي جَمِيلَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ
الْفَارِسِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ قُلْتُ لِعُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ مَا
حَمَلَكُمْ أَنْ عَمَدْتُمْ إِلَى الْأَنْفَالِ وَهِيَ مِنْ الْمَثَانِي وَإِلَى
بَرَاءَةٌ وَهِيَ مِنْ الْمِئِينَ فَقَرَنْتُمْ بَيْنَهُمَا وَلَمْ تَكْتُبُوا
بَيْنَهُمَا سَطْرَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَوَضَعْتُمُوهَا فِي
السَّبْعِ الطُّوَلِ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ فَقَالَ عُثْمَانُ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا يَأْتِي عَلَيْهِ الزَّمَانُ
وَهُوَ تَنْزِلُ عَلَيْهِ السُّوَرُ ذَوَاتُ الْعَدَدِ فَكَانَ إِذَا نَزَلَ
عَلَيْهِ الشَّيْءُ دَعَا بَعْضَ مَنْ كَانَ يَكْتُبُ فَيَقُولُ ضَعُوا هَؤُلَاءِ
الْآيَاتِ فِي السُّورَةِ الَّتِي يُذْكَرُ فِيهَا كَذَا وَكَذَا وَإِذَا نَزَلَتْ
عَلَيْهِ الْآيَةَ فَيَقُولُ ضَعُوا هَذِهِ الْآيَةَ فِي السُّورَةِ الَّتِي يُذْكَرُ
فِيهَا كَذَا وَكَذَا وَكَانَتْ الْأَنْفَالُ مِنْ أَوَائِلِ مَا أُنْزِلَتْ
بِالْمَدِينَةِ وَكَانَتْ بَرَاءَةٌ مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ وَكَانَتْ قِصَّتُهَا
شَبِيهَةً بِقِصَّتِهَا فَظَنَنْتُ أَنَّهَا مِنْهَا فَقُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يُبَيِّنْ لَنَا أَنَّهَا مِنْهَا
فَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ قَرَنْتُ بَيْنَهُمَا وَلَمْ أَكْتُبْ بَيْنَهُمَا سَطْرَ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَوَضَعْتُهَا فِي السَّبْعِ الطُّوَلِ. (رواه الترمذي : 3011 –
سنن الترمذي – الكتبة الشاملة - بَاب
وَمِنْ سُورَةِ التَّوْبَةِ – الجزء : 10 – صفحة : 352)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Sa’id, Muhammad bin Ja’far, Ibnu Abi ‘Ady dan Sahl bin
Yusuf, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Auf bin Abi Jamilah,
telah menceritakan kepada kami Yazid Al-farisy, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abbas, ia berkata kepada Utsman bin Affan : Apa yang mendorong kalian dengan
sengaja menggolongkan surat Al-Anfal
kepada Al-Matsani (ayat yang dibaca berulang-ulang), menggolongkan surat
Bara-ah (Taubah) kepada Al-Mi’iin (surat yang lebih dari seratus ayat),
dan kalian telah menggandengkan keduanya tanpa ditulis Basmalah (sebagai
pemisah), serta kalian meletakkan dua surat itu di deretan As-Sab’utthuwal
(tujuh surat yang panjang), apa yang mendorong kalian melakukan demikian?.
Utsman menjawab : Dulu Rasulullah saw terkadang memasuki suatu waktu yang
diturunkan kepadanya sejumlah surat, karena itu, apabila diturunkan kepadanya
suatu ayat, maka beliau memanggil orang yang bisa menulis, lalu bersabda : Letakkanlah ayat-ayat ini pada surat yang di
dalamnya disebutkan begini dan begitu. Dan apabila turun satu ayat lagi
kepadanya, beliau bersabda : Letakkanlah
ayat ini di surat yang di dalamnya disebutkan
begini dan begitu. Surat
Al-Anfal adalah termasuk surat yang pertama kali diturunkan di Madinah; dan
surat Bara-ah termasuk surat Al-Qur’an yang terakhir diturunkan, sedangkan
kisah (isi) surat Bara-ah mirip dengan kisah (isi) surat Al-Anfal, sehingga saya yakin bahwa
surat Bara-ah adalah bagian dari surat Al-Anfal. (Setelah itu) Rasulullah saw wafat,
tetapi tidak menjelaskan kepada kami bahwa surat Bara-ah adalah bagian dari
surat Al-Anfal. Oleh karena itu saya yang menggandengkan surat Bara-ah dan
surat Al-Anfal, dan saya tidak menulis : “BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM”
sebagai pemisah di antara duanya, lalu saya meletakkannya di dalam deretan As-Sab’utthuwal
(tujuh surat yang panjang). (HR.Tirmidzi : 3011, Sunan
Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab wamin suratit Taubah, juz : 10, hal.
352)
3. Diriwayatkan dari Utsman. Malik
mengatakan seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahab, Ibnu Al-Qasim dan Ibnu Abdil-Hakam,
bahwa sesungguhnya telah terjadi penghapusan diawal surat bara-ah sehingga
basmalahnya pun ikut terhapus bersamanya. Dari Ibn
‘Ajlaan, bahwa sesungguhnya surat bara-ah sebanding atau berdekatan dengan surat Al-Baqarah, sehingga tidak
dituliskan basmalah sebagai pemisah antara keduanya. Sa’id Bin Jubair berkata, bahwa
surat bara-ah sama seperti surat Al-Baqarah.
4. Kharijah, Abu ‘Ishmah dan lainnya berkata : Ketika dilakukan penulisan
mushaf pada zaman kakhalifahan Utsman, terjadi
perbedaan pendapat dikalangan
para shahabat Rasulullah saw. Sebagian menyatakan,
bahwa antara surat Bara-ah dan surat Al-Anfaal adalah satu surat. Ada lagi yang
beranggapan, bahwa keduanya adalah dua surat. Untuk mengambil jalan tengah dari dua pendapat
tersebut, maka ditetapkan bahwa surah Bara-ah dan Al-Anfal adalah dua surah
dengan tanpa menuliskan Basmallah di awal surat Bara-ah. Dua kelompok yang berbeda pendapat
secara bersama-sama rela menerima jalan tengah ini, pendapat mereka tetap terlindungi
dalam mushaf.
5. Abdullah bin
Abbas berkata : Saya pernah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib : Mengapa
basmalah tidak ditulis di permulaan surat Bara-ah? Ali bin Abi Thalib menjawab : "Basmalah adalah mengandung makna
rasa aman dan damai; sedangkan surat Bara-ah turun dengan bayang-bayang
pedang (peperangan), di dalamnya tidak
ada rasa aman dan damai."[2] Dari
Al-Mubarrad : “Tidak mungkin berkumpul antara Basmalah yang mengandung makna rahmah
(kasih sayang), dengan surat Bara-ah yang diturunkan terkait dengan kejengkelan dan kemarahan”.
Sufyan bin Uyaynah berkata : “Basmalah
tidak ditulis di permulaan surat Bara-ah karena Basmalah mengandung makna rahmah (kasih sayang); sedangkan surat Bara-ah
diturunkan sebagai kecaman terhadap orang-orang munafiq, dan dengan bayang-bayang
pedang (peperangan), dan tidak ada rasa aman dan damai bagi
orang-orang munafik. Dan pendapat yang shahih, Basmalah tidak dituliskan
dalam surat Bara-ah, karena memang malaikat Jibril tidak menyertakan Basmalah
ketika surat tersebut diturunkan. Demikianlah menurut pendapat imam
Al-Qusyairy.
BASMALAH
DALAM PERMULAAN SURAH
Para
ulama telah sepakat bahwa Basmalah termasuk bagian dari ayat dalam
surat An-Naml. Tetapi para ulama berbeda pendapat tentang Basmalah
yang terletak di awal semua surat. Dalam hal ini, Sayid Sabiq dalam
Fiqhussunnah mengemukan tiga pendapat
yang terkenal,[3] yaitu :
1. Basmalah termasuk
bagian dari surat Al-Fatihah, dan juga bagian dari setiap surat (dalam Al-Qur’an). Dengan demikian, membaca
Basmalah dalam surat Al-Fatihah adalah wajib hukumnya sebagaimana hukum
membaca Al-Fatihah itu sendiri (di dalam ibadah shalat), baik ketika dibaca
pelan (sirr) maupun keras (jahr). Pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang
diriwayatkan dari Nu'aim Al-Mujmir :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ عَنْ شُعَيْبٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ حَدَّثَنَا خَالِدٌ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى
إِذَا بَلَغَ {غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} فَقَالَ آمِينَ فَقَالَ النَّاسُ آمِينَ وَيَقُولُ
كُلَّمَا سَجَدَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا قَامَ مِنْ الْجُلُوسِ فِي
الِاثْنَتَيْنِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه النسائي : 895 – سنن النسائي – المكتبة
الشاملة – باب قِرَاءَةُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ – الجزء : 3 – صفحة : 459)
Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim] dari
[Syua’ib], telah menceritakan kepada kami [Khalid] dari [Sa’id bin Abi Hilal]
dari [Nu’aim Al-Mujmir, ia berkata : Aku pernah shalat dibelakang Abu Hurairah, kemudian dia
membaca “Bismillaahir Rahmaanir
Rahiim”, lalu membaca Ummul Qur’an (surat Al-Fatihah), hingga tetkala sampai
pada “Ghairil Maghdluubi ‘Alaihim Waladl-Dlaalliin”, dia mengucapkan Aamiin,
lalu orang-orang-pun mengucapkan Aamiin. Dan dia (Abu Hurairah) juga
mengucapkan Allahu Akbar setiap hendak
sujud, dan ketika bangun dari duduk pada rakaat kedua (tahiyyat awal). Dan setelah
selesai salam, dia berkata : Demi
Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang
paling menyerupai Rasulullah saw dalam shalat. (HR.An-Nasai : 895, Sunan An-Nasai, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Qiraa-ati
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal. 459)
2. Basmalah merupakan
suatu ayat yang berdiri sendiri yang diturunkan untuk mengambil berkah dan
pemisah di antara surat-surat, dan bahwa membacanya pada Al-Fatihah hukumnya
boleh (mubah), bahkan sunat (mustahab), dan tidak disunatkan membacanya dengan
keras (jahar). Hal ini berdasarkan hadits Anas :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ صَلَّيْتُ
خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ بْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. (رواه احمد :
12380 – مسند احمد -المكتبة الشاملة – باب مسند انس بن مالك - الجزء
25:– صفحة : 426)
Telah
menceritakan kepada kami [Waki’], telah menceritakan kepada kami [Syu’bah], dari
[Qatadah], dari [Anas], ia berkata : Saya pernah shalat di belakang Rasulullah
saw, di belakang Abu Bakar, Umar dan Utsman, dan mereka tidak membaca dengan
suara keras (jahar) bacaan Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. (HR.
Ahmad : 12380, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Musnad Anas bin
Malik, juz : 25, hal. 426)
3.
Basmalah bukan merupakan suatu ayat dari Al-Fatihah atau
dari surat lainnya, dan bahwa membacanya dimakruhkan baik secara sir maupun
jahar, pada shalat fardhu ataupun sunat. Mazhab ini tidak kuat. [4]
Dalam Tafsir Ibnu Katsir[5] dipaparkan pula perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang bacaan basmalah dalam shalat, apakah dibaca dengan suara keras (Jahar) ataukah dibaca dengan pelan (sir).
1. Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya berpendapat, bahwa "Basmalah" bukanlah satu ayat dari surah Al-Fatihah dan juga bukan ayat dari surah yang lain. Sebab itu menurut mazhab Imam Abu Hanifah, Ats-Tsawry dan Ahmad bin Hanbal "Basmalah" itu tidak dikeraskan membacanya dalam shalat (dibaca dengan pelan/sir), bahkan Imam Malik tidak membaca Basmalah sama sekali.
2. Imam Syafii, sebagian pengikutnya berpendapat, bahwa "Basmalah" adalah satu ayat dari surah Al-Fatihah dan bukan ayat dari surah yang lain. Dan sebagian pengikut lainnya berpendapat, bahwa basmalah adalah salah satu ayat dari surah Al-Fatihah, dan satu ayat dari permulaan setiap surat lainnya. Sebab itu Menurut mazhab Imam Syafii "Basmalah" itu dibaca dengan suara keras (Jahar) dalam shalat.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa surah
Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat. Oleh karenanya, bagi golongan yang
berpendapat bahwa basmalah bukan ayat
dari surat Al-Fatihah, maka mereka memandang : غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ adalah satu ayat dari surat Al-Fatihah, dengan demikian
ayat dalam surat tersebut tetap berjumlah
tujuh ayat.[6]
[1]. Syamsuddin Al-Qurthuby (1204 – 1273 M / 600 –
671 H), Tafsiir Al-Qurthuuby, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 8, juz : 8, hal :
61-63
[2] - فحدثناه أبو بكر محمد بن عبد الله الجنيد،
حدثنا محمد بن زكريا بن دينار، حدثنا يعقوب بن جعفر بن سليمان الهاشمي، حدثني أبي،
عن أبيه، عن علي بن عبد الله بن عباس، قال : سمعت أبي يقول : سألت علي بن أبي طالب
رضي الله عنه : لِمَ لَمْ تُكْتَبْ فِيْ بَراءة بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ؟ قال : لِأَنَّ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
أَمَانٌ وبراءة نُزِلَتْ بِالسَّيْفِ لَيْسَ فِيْهَا أَمَانٌ.(رواه الحاكم : 3231 – المستدرك على الصحيحين
للحاكم– المكتبة الشاملة– باب تفسير سورة التوبة– الجزء : 7 –صفحة : 410)
Telah
menceitakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Abdillah Al-Junaid, telah meceritakan
kepada kami Muhamma bin Zakaria bin Dinar, telah meceritakan kepada kami Ya’qub
bin Ja’far bin Sulaiman Al-Hasyimy, telah meceritakan kepadaku ayahku, dari
ayahnya, dari ‘Ali bin Abdillah bin Abbas, ia berkata : Saya pernah mendengar
ayahku berkata : Saya bertanya kepada Ali bin Abi Thalib ra : Mengapa dalam
surat Bara-ah tidak ditulis BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM? Ali menjawab : (Dalam surat Bara-ah tidak ditulis basmalah) karena BISMILLAAHIR
RAHMAANIR RAHIIM adalah keamanan, sedangkan surat Bara-ah diturunkan dengan
bayang-bayang pedang (perang) yang di dalamnya tidak terdapat keamanan. (HR.Hakim : 3231, Al-Mustadrak Alash-Shahihain
Lil-Hakim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab tafsir surat At-Taubah, juz : 7, hal.
410)
[3] . Sayid Sabiq, Fiqhussunnah, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab 1, juz 1, hal. 135 - 136
[4] . ibd,
hal. 135 - 136
[5] . Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir, Op cit, Tafsir Ibnu Katsir, hal.117-118