Minggu, 25 November 2012

SURAT AL-FATIHAH

Surat Al-Fatihah merupakan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an. Untaian kalimatnya ringkas, hanya terdiri dari 7 ayat, 25 kata dan 113 huruf, namun kandungan maknanya sangat luas. Jumlah 113 huruf memberikan informasi, bahwa sesudah surat Al-Fatihah terdapat 113 surat yang makna kandungannya terhimpun di dalam surat Al-Fatihah. Seorang muslim yang taat menjalankan aturan Allah, ia membacanya setiap hari paling sedikit tujuh belas kali yang dibaca di dalam shalatnya yang berjumlah tujuh belas rakaat yang wajib ditegakkan. Sejak kecil hingga detik ini tentu sudah beratus atau beribu kali kita membacanya. Lalu terbersit sebuah pertanyaan : Sudahkah kita memahami mutiara indah yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk meraih ridha-Nya? Semoga melalui tulisan ringkas di bawah ini bisa sedikit membantu menggapai tujuan mulia tersebut. Aamiin. Tempat Turun Surat Al-Fatihah Para ‘ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan tempat turunnya Surat Al-Fatihah (Surat pembukaan). Dalam tafsir Ibnu Katsir karya Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Damisyqy (700-774 H) dipaparkan pendapat para pakar, yaitu : Ibnu ‘Abbas, Qatadah dan Abu Al-’Aliyah berpendapat bahwa Surat Al-Fatihah termasuk ayat Makkiyah, yaitu ayat yang diturunkan di Mekah. Menurut Abu Hurairah, Mujahid, ‘Atha’ bin Yasar dan Azzuhri termasuk ayat Madaniyyah, yaitu ayat yang diuturunkan di Madinah. Menurut sebagian ulama’ diturunkan dua kali, yaitu satu kali di Mekah dan satu kali lagi di Madinah. Menurut Abu Al-Laits Assamarqandiy, separoh diturunkan di Mekah dan separoh lagi diuturunkan di Madinah. Sedangkan Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawiy (Wafat 515 H), menegaskan dalam kitab Tafsirnya, yaitu tafsir Al-Baghawi, bahwa surat Al-Fatihah menurut pendapat kebanyakan ulama’ termasuk ayat Makkiyah, dan inilah pendapat yang paling shahih. Nama-Nama Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah memiliki banyak nama sesuai dengan keragaman kandungan yang ada di dalamnya serta keutamaan dan keistimewaannya, antara lain : 1. فاتحة الكتاب(Faatihatul Kitab). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Faatihatul Kitab (pembukaan Tulisan), karena mushaf Al-Qur`an dibuka dengan surat ini, dan surat ini pula yang dibaca sebagai pembukaan dalam shalat sebelum membaca surat-surat Al-Qur’an yang lain. Nama ini (Faatihatul Kitab) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أُنَادِيَ أَنَّهُ لَا صَلَاةَ إِلَّا بِقِرَاءَةِ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ. (رواه ابو داود : 697- سنن ابو داود – المكتبة الشاملة - بَاب مَنْ تَرَكَ الْقِرَاءَةَ فِي صَلَاتِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ - الجزء : 2 – صفحة : 480) Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Basysyar], telah menceritakan kepada kami [Yahya], telah menceritakan kepada kami [Ja’far] dari [Abi Utsman] dari [Abu Hurairah], ia berkata : Rasulullah saw memerintahkan aku agar aku menyerukan bahwa tidak sah shalat seseorang kecuali membaca Fatihatul Kitab (maksudnya surat Al-Fatihah). (HR.Abu Dawud : 697, Sunan Abu Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab man tarakal qiraata fii shalaatihii bifatihatil kitaab, juz : 2, hal.480) 2. الحمد لله (Al-Hamdu lillaah). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Al-Hamdu lillaah (Segala puji milik Allah), karena dalam surat ini terdapat kalimat Al-Hamdu lillaah. Nama ini (Al-Hamdu lillaah) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَلِيٍّ الْحَنَفِيُّ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَمْدُ لِلَّهِ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي (رواه الترمذي : 3049- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة -بَاب وَمِنْ سُورَةِ الْحِجْرِ- الجزء : 10 – صفحة : 396) Telah mencriakan kepada kami [‘Abdun bin Humaid], telah mencriakan kepada kami [Abu ‘Ali Al-Hanafiy], dari [Ibnu Abu Di’b] dari [Al-Maqburiy] dari [Abu Hurairah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Al-Hamdu lillaah adalah Ummul-Qur’an, Ummul Kitab dan As-sab’u Al-Matsaani. (HR.Tirmidzi : 3049, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab min suratil Hijr, juz : 10, hal.396) 3. ام القرآن (Ummul-Qur’an) dan ام الكتاب (Ummul Kitab). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Ummul-Qur’an (Induk Al-Qur’an) dan Ummul Kitab (Induk Al-Kitab), karena surat ini mencakup seluruh tujuan pokok dari Al-Qur`an, sehingga surat Al-Fatihah mempunyai kedudukan sebagai intisari atau esensi dari Al-Qur’an. Kata ام (ummun) secara harfiah berarti ibu, sumber, asal, dasar, landasan, intisari (esensi). Bila Al-Qur’an kita sebut sebagai ajaran, maka Al-Fatihah adalah intisarinya. Begitu juga bila kita menyebut Al-Qur’an sebagai wacana, maka Al-Fatihah adalah inti dari wacana itu. Sedangkan pengertian harfiah kata Al-Qur’an adalah bacaan dan Al-Kitab adalah tulisan atau literatur, mengacu kepada bentuk-bentuk bacaan, tulisan atau wacana secara umum. Nama ini (Ummul-Qur’an dan Ummul Kitab) diabadikan dalam hadits Nabi saw di atas dan juga dalam hadits berikut ini : حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ. (رواه البخاري : 4335 – صحيح البخاري - المكتبة الشاملة -بَاب قَوْلِهِ وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ - الجزء :14 – صفحة :303) Telah menceritakan kepada kami [Adam], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Dzi’b], telah menceritakan kepada kami [Sa’id Al-Maqburiy] dari [Abu Hurairah ra], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Ummul-Qur’an (Induk Al-Qur’an) adalah As-sab’u Al-Matsaani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al-Qur’anul ‘Adhim (Al-Qur’an yang agung). (HR. Bukhari : 4335, shahih Bukhari, Al-maktabah Asy-Syamilah, bab Qaulihii wa laqad aatainaa sab’an minal matsaanii wal-Qur’aanul adhiim, juz : 14, hal.303) 4. السبع المثاني(As-sab'ul-Matsaani). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan As-sab'ul-Matsaani karena surat ini tediri dari tujuh ayat yang selalu dibaca dalam shalat secara berulang-ulang. Setiap orang yang shalat akan selalu membacanya dalam setiap raka`at shalatnya. Jumlah ayatnya yang tujuh itu, rupanya mengacu pada makna yang banyak atau luas, yaitu sebanyak dan seluas cakupan wacana Al-Qur’an itu sendiri. Nama ini (As-sab'ul-Matsaani) diabadikan dalam hadits Nabi saw di atas dan bahkan diabadikan juga dalam Al-Qur’an : وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعاً مِّنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ Dan sungguh Kami telah berikan kepadamu As-sab’u Al-Matsaani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al-Qur’an yang agung. (Q.S. Al-Hijr : 87). 5. القرآن العظيم(Al-Qur’nul-'azhiim). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Al-Qur’nul-'azhiim (Al-Qur’an yang besar dan Agung) karena surat Al-Fatihah mewakili seluruh kandungan Al-Qur’an yang sangat besar, luas dan agung. Nama ini (Al-Qur’nul-'azhiim) diabadikan dalam hadits Nabi saw dan juga dalam Al-Qur’an sebagaimana tersebut pada bagian sebelumnya. 6. الصلاة (Ash-Shalaatu). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Ash-Shalaatu (shalat/do’a) karena Al-Fatihah merupakan bacaan wajib di dalam shalat. Nama ini (Ash-Shalaatu) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. (رواه مسلم : 598 - صحيح مسلم- المكتبة الشاملة- بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ- الجزء : 2 – صفحة : 352) Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali], telah mengabarkan kepada kami [Sufyan bin ‘Uyaynah] dari [Al-‘Ala’] dari ayahnya, dari [Abu Hurairah], dari Nabi saw, beliau bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur’an di dalamnya, maka shalatnya masih mempunyai hutang, tidak sempurna” Tiga kali. Ditanyakan kepada Abu Hurairah, ” Kami berada di belakang imam?” Maka dia menjawab, “Bacalah Ummul Qur’an dalam dirimu, karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda : ‘Allah berfirman : Aku membagi shalat (surat Al-Fatihah) antara Aku dengan hambaKu menjadi dua bagian, dan hambaku mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila seorang hamba berkata : Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Maka Allah berfirman : HambaKu memujiKu. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang. Maka Allah berfirman : HambaKu memuji-Ku. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Pemilik hari kiamat. Maka Allah berfirman : HambaKu memujiku. Selanjutnya Dia berfirman : HambaKu menyerahkan urusannya kepada-Ku. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Hanya kepadaMulah aku menyembah dan hanya kepadaMulah aku memohon pertolongan. Maka Allah berfirman : Ini adalah antara Aku dengan hambaKu. Dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Berilah kami petunjuk jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula orang-orang yang sesat. Maka Allah berfirman : Ini untuk hambaKu, dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta. (HR. Muslim : 598, shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab wujuubi qiraa-atil fatihah fii kulli rakatin, juz : 2, hal. 352) 7. الشفاء (Asy-Syifa). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Asy-Syifa (obat) karena surat ini adalah menjadi obat untuk segala penyakit. Nama ini (Asy-Syifa) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : فَاتِحَةُ الْكِتَابِ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ. (رواه الدارمي : 3433 - سنن الدارمي - المكتبة الشاملة- باب فَضْلِ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ - الجزء : 10 – صفحة : 257) Telah menceritakan kepada kami [Qabishah], telah mengabarkan kepada kami [Sufyan] dari [Abdul Malik bin ‘Umair], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Fatihatul Kitab adalah obat (Syifa’) dari setiap penyakit. (HR.Ad-Darimi : 3433, Sunan Ad-Darimi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fadhli faatihatil kitaab, juz : 10, hal. 257) 8. الرقية )Ar-Ruqyah). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Ar-Ruqyah karena surat ini adalah sebagai do’a. Nama ini (Ar-Ruqyah) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ قَال سَمِعْتُ أَبَا الْمُتَوَكِّلِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِحَيٍّ مِنْ الْعَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ وَلَمْ يُضَيِّفُوهُمْ فَاشْتَكَى سَيِّدُهُمْ فَأَتَوْنَا فَقَالُوا هَلْ عِنْدَكُمْ دَوَاءٌ قُلْنَا نَعَمْ وَلَكِنْ لَمْ تَقْرُونَا وَلَمْ تُضَيِّفُونَا فَلَا نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا فَجَعَلُوا عَلَى ذَلِكَ قَطِيعًا مِنْ الْغَنَمِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلٌ مِنَّا يَقْرَأُ عَلَيْهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ فَلَمَّا أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ قَالَ وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ وَلَمْ يَذْكُرْ نَهْيًا مِنْهُ وَقَالَ كُلُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ. (رواه الترمذي : 1990 - سنن الترمذي – المكتبة الشاملة - بَاب مَا جَاءَ فِي أَخْذِ الْأَجْرِ عَلَى التَّعْوِيذِ - الجزء : 7– صفحة : 395) Telah menceritakan kepada kami [Abu Musa Muhammad bin Al-Mutsanna], telah menceritakan kepadaku [Abdush Shamad bin Abdul Warits], telah menceritakan kepada kami [Syu’bah], telah menceritakan kepada kami [Abu Bisyr], ia berkata : Aku mendengar Abu Al-Mutawakkil menceritakan dari [Abu Sa’id], bahwasanya sekelompok orang dari sahabat Nabi saw melewati suatu daerah di tanah Arab, namun mereka tidak menjamunya dan menerima sebagai tamu. Kemudian pemimpin daerah tersebut terkena sakit, sehingga mereka mendatangi kami seraya berkata : Apakah kalian mempunyai obat? Kami menjawab : Ya. Akan tetapi kalian tidak memberikan jamuan untuk kami dan tidak pula menerima kami layaknya seorang tamu. Kami tidak akan memberikanny hingga kalian memberikan jamuan untuk kami. Lalu mereka pun memberikan jamuan sepotong daging kambing. Dan salah seorang dari kami membacakan surat Al-Fatihah dan pemimpin mereka – pun sembuh seketika. Setelah kami menemui Nabi saw, kami pun menuturkan hal itu, lalu beliau bersabda : Siapa yang memberitahu kalian bahwa itu adalah Ruqyah? Saat itu belia tidak menyebutkan kalimat larangan. Dan beliau bersabda : Makanlah daging itu dan berikanlah satu bagian untukku. (HR. Tirmidzi : 1990, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a fii akhdzil ajri ‘alat ta’widz, juz : 7, hal. 395) 9. الواقية Al-Waqiyah. Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Sufyan bin ‘Uyainah dengan Al-Wqfiyah (pemeliharaan atau perlindungan), karena memelihara semua kandungan Al-Qur’an. 10. الكنز Al-Kanz. Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Zamakhsyariy dengan Al-Kanz (tempat menyimpan yang tebal), karena surat ini tempat menyimpan semua kandungan Al-Qur’an. 11. الكافية Al-Kafiyah (mencakupi). Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Yahya bin Katsir dengan Al-Kafiyah, karena surat ini mencakupi seluruh kandungan Al-Qur’an. 12. أساس القرآن Asasul Qur’an. Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Ibnu Abbas dengan Asasul Qur’an (dasar, sendi, pokok Al-Qur’an), karena surat ini merupakan dasar, sendi dan pokok dari semua kandungan Al-Qur’an.

Sabtu, 24 November 2012

NAMA NAMA NABI MUHAMMAD

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِزُهَيْرٍ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ سَمِعَ مُحَمَّدَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَنَا أَحْمَدُ وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يُمْحَى بِيَ الْكُفْرُ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى عَقِبِي وَأَنَا الْعَاقِبُ وَالْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ. (رواه مسلم : 4342- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة - بَاب فِي أَسْمَائِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الجزء : 12 – صفحة : 34) Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim dan Ibnu Abu 'Umar dan lafazh ini milik Zuhair. Ishaq berkata : Telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang lainnya berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah, dari Az-Zuhri, dia mendengar Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari Bapaknya bahwa Nabi saw bersabda : Sesungguhnya saya adalah MUHAMMAD, saya adalah AHMAD, saya adalah AL-MAHI yang (maknanya) adalah Allah menghapus kekufuran denganku, saya adalah AL-HASYIR yang (maknanya) adalah orang-orang akan dikumpulkan mengikuti kakiku, dan saya adalah AL-'AQIB yang (maknanya) adalah tiada nabi sesudahku. (HR.Muslim : 4342, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fii asmaa ihii saw, juz : 12, hal.34) حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ لِي أَسْمَاءً أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَنَا أَحْمَدُ وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِيَ الْكُفْرَ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمَيَّ وَأَنَا الْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ أَحَدٌ وَقَدْ سَمَّاهُ اللَّهُ رَءُوفًا رَحِيمًا. (رواه مسلم : 4343 - صحيح مسلم – المكتبة الشاملة - بَاب فِي أَسْمَائِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الجزء : 12 – صفحة : 35) Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari bapaknya ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : Aku mempunyai beberapa nama: (1) Aku bernama Muhammad. (2) Aku bernama Ahmad. (3) Aku bernama Al-Mahi (penumpas), yang artinya adalah Allah menumpas kekufuran denganku. (4) Aku bernama Al-Hasyir (pengumpul) yang artinya adalah Allah mengumpulkan manusia mengikuti langkahku. (5) Aku bernama Al-'Aqib (penutup), yang artinya tidak ada seorang Nabi pun sesudahku. Dan sesungguhnya, aku juga oleh Allah diberi nama Ra'uf (penyantun) dan Rahim (penyayang). (HR.Muslim : 4343, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fii asmaa ihii saw, juz : 12, hal. 35) و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَمِّي لَنَا نَفْسَهُ أَسْمَاءً فَقَالَ أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَحْمَدُ وَالْمُقَفِّي وَالْحَاشِرُ وَنَبِيُّ التَّوْبَةِ وَنَبِيُّ الرَّحْمَةِ. (رواه مسلم : 4344- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة - بَاب فِي أَسْمَائِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الجزء : 12 – صفحة : 35) Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali; telah mengabarkan kepada kami Jarir dari Al-A'masy dari 'Amru bin Murrah dari Abu 'Ubaidah dari Abu Musa Al-Asy'ari dia berkata : Rasulullah saw menyebutkan beberapa nama kepada kami yang merupakan nama beliau pribadi, lalu beliau bersabda : Aku bernama MUHAMMAD, AHMAD, AL-MUQAFFA (Al-Muqaffa : penutup, sama dengan arti Al-Aqib,), AL-HASYIR, NABIYYUT-TAUBAH DAN NABIYYUR-RAHMAH. (HR.Muslim : 4344, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fii asmaa ihii saw, juz : 12, hal. 36)

Kamis, 22 November 2012

NAMA - NAMA SURAT AL-FATIHAH

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُه ونستعينُه ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ فَلا هَادِي لَهُ. أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.قال الله تعالى في كتابه الكريم : أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (محمد: 24) وقال تعالى: أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا (النساء: 82) وقال تعالى: كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ. (ص: 29) Surat Al-Fatihah merupakan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an. Untaian kalimatnya ringkas, hanya terdiri dari 7 ayat, 25 kata dan 113 huruf, namun kandungan maknanya sangat luas. Jumlah 113 huruf memberikan informasi, bahwa sesudah surat Al-Fatihah terdapat 113 surat yang makna kandungannya terhimpun di dalam surat Al-Fatihah. Seorang muslim yang taat menjalankan aturan Allah, ia membacanya setiap hari paling sedikit tujuh belas kali yang dibaca di dalam shalatnya yang berjumlah tujuh belas rakaat yang wajib ditegakkan. Sejak kecil hingga detik ini tentu sudah beratus atau beribu kali kita membacanya. Lalu terbersit sebuah pertanyaan : Sudahkah kita memahami mutiara indah yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk meraih ridha-Nya? Semoga melalui tulisan ringkas di bawah ini bisa sedikit membantu menggapai tujuan mulia tersebut. Aamiin. Tempat Turun Surat Al-Fatihah Para ‘ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan tempat turunnya Surat Al-Fatihah (Surat pembukaan). Dalam tafsir Ibnu Katsir karya Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Damisyqy (700-774 H) dipaparkan pendapat para pakar, yaitu : Ibnu ‘Abbas, Qatadah dan Abu Al-’Aliyah berpendapat bahwa Surat Al-Fatihah termasuk ayat Makkiyah, yaitu ayat yang diturunkan di Mekah. Menurut Abu Hurairah, Mujahid, ‘Atha’ bin Yasar dan Azzuhri termasuk ayat Madaniyyah, yaitu ayat yang diuturunkan di Madinah. Menurut sebagian ulama’ diturunkan dua kali, yaitu satu kali di Mekah dan satu kali lagi di Madinah. Menurut Abu Al-Laits Assamarqandiy, separoh diturunkan di Mekah dan separoh lagi diuturunkan di Madinah. Sedangkan Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawiy (Wafat 515 H), menegaskan dalam kitab Tafsirnya, yaitu tafsir Al-Baghawi, bahwa surat Al-Fatihah menurut pendapat kebanyakan ulama’ termasuk ayat Makkiyah, dan inilah pendapat yang paling shahih. Nama-Nama Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah memiliki banyak nama sesuai dengan keragaman kandungan yang ada di dalamnya serta keutamaan dan keistimewaannya, antara lain : 1. فاتحة الكتاب(Faatihatul Kitab). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Faatihatul Kitab (pembukaan Tulisan), karena mushaf Al-Qur`an dibuka dengan surat ini, dan surat ini pula yang dibaca sebagai pembukaan dalam shalat sebelum membaca surat-surat Al-Qur’an yang lain. Nama ini (Faatihatul Kitab) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أُنَادِيَ أَنَّهُ لَا صَلَاةَ إِلَّا بِقِرَاءَةِ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ. (رواه ابو داود : 697- سنن ابو داود – المكتبة الشاملة - بَاب مَنْ تَرَكَ الْقِرَاءَةَ فِي صَلَاتِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ - الجزء : 2 – صفحة : 480) Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Basysyar], telah menceritakan kepada kami [Yahya], telah menceritakan kepada kami [Ja’far] dari [Abi Utsman] dari [Abu Hurairah], ia berkata : Rasulullah saw memerintahkan aku agar aku menyerukan bahwa tidak sah shalat seseorang kecuali membaca Fatihatul Kitab (maksudnya surat Al-Fatihah). (HR.Abu Dawud : 697, Sunan Abu Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab man tarakal qiraata fii shalaatihii bifatihatil kitaab, juz : 2, hal.480) 2. الحمد لله (Al-Hamdu lillaah). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Al-Hamdu lillaah (Segala puji milik Allah), karena dalam surat ini terdapat kalimat Al-Hamdu lillaah. Nama ini (Al-Hamdu lillaah) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَلِيٍّ الْحَنَفِيُّ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَمْدُ لِلَّهِ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي (رواه الترمذي : 3049- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة -بَاب وَمِنْ سُورَةِ الْحِجْرِ- الجزء : 10 – صفحة : 396) Telah mencriakan kepada kami [‘Abdun bin Humaid], telah mencriakan kepada kami [Abu ‘Ali Al-Hanafiy], dari [Ibnu Abu Di’b] dari [Al-Maqburiy] dari [Abu Hurairah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Al-Hamdu lillaah adalah Ummul-Qur’an, Ummul Kitab dan As-sab’u Al-Matsaani. (HR.Tirmidzi : 3049, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab min suratil Hijr, juz : 10, hal.396) 3. ام القرآن (Ummul-Qur’an) dan ام الكتاب (Ummul Kitab). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Ummul-Qur’an (Induk Al-Qur’an) dan Ummul Kitab (Induk Al-Kitab), karena surat ini mencakup seluruh tujuan pokok dari Al-Qur`an, sehingga surat Al-Fatihah mempunyai kedudukan sebagai intisari atau esensi dari Al-Qur’an. Kata ام (ummun) secara harfiah berarti ibu, sumber, asal, dasar, landasan, intisari (esensi). Bila Al-Qur’an kita sebut sebagai ajaran, maka Al-Fatihah adalah intisarinya. Begitu juga bila kita menyebut Al-Qur’an sebagai wacana, maka Al-Fatihah adalah inti dari wacana itu. Sedangkan pengertian harfiah kata Al-Qur’an adalah bacaan dan Al-Kitab adalah tulisan atau literatur, mengacu kepada bentuk-bentuk bacaan, tulisan atau wacana secara umum. Nama ini (Ummul-Qur’an dan Ummul Kitab) diabadikan dalam hadits Nabi saw di atas dan juga dalam hadits berikut ini : حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ. (رواه البخاري : 4335 – صحيح البخاري - المكتبة الشاملة -بَاب قَوْلِهِ وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ - الجزء :14 – صفحة :303) Telah menceritakan kepada kami [Adam], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Dzi’b], telah menceritakan kepada kami [Sa’id Al-Maqburiy] dari [Abu Hurairah ra], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Ummul-Qur’an (Induk Al-Qur’an) adalah As-sab’u Al-Matsaani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al-Qur’anul ‘Adhim (Al-Qur’an yang agung). (HR. Bukhari : 4335, shahih Bukhari, Al-maktabah Asy-Syamilah, bab Qaulihii wa laqad aatainaa sab’an minal matsaanii wal-Qur’aanul adhiim, juz : 14, hal.303) 4. السبع المثاني(As-sab'ul-Matsaani). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan As-sab'ul-Matsaani karena surat ini tediri dari tujuh ayat yang selalu dibaca dalam shalat secara berulang-ulang. Setiap orang yang shalat akan selalu membacanya dalam setiap raka`at shalatnya. Jumlah ayatnya yang tujuh itu, rupanya mengacu pada makna yang banyak atau luas, yaitu sebanyak dan seluas cakupan wacana Al-Qur’an itu sendiri. Nama ini (As-sab'ul-Matsaani) diabadikan dalam hadits Nabi saw di atas dan bahkan diabadikan juga dalam Al-Qur’an : وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعاً مِّنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ Dan sungguh Kami telah berikan kepadamu As-sab’u Al-Matsaani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al-Qur’an yang agung. (Q.S. Al-Hijr : 87). 5. القرآن العظيم(Al-Qur’nul-'azhiim). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Al-Qur’nul-'azhiim (Al-Qur’an yang besar dan Agung) karena surat Al-Fatihah mewakili seluruh kandungan Al-Qur’an yang sangat besar, luas dan agung. Nama ini (Al-Qur’nul-'azhiim) diabadikan dalam hadits Nabi saw dan juga dalam Al-Qur’an sebagaimana tersebut pada bagian sebelumnya. 6. الصلاة (Ash-Shalaatu). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Ash-Shalaatu (shalat/do’a) karena Al-Fatihah merupakan bacaan wajib di dalam shalat. Nama ini (Ash-Shalaatu) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. (رواه مسلم : 598 - صحيح مسلم- المكتبة الشاملة- بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ- الجزء : 2 – صفحة : 352) Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali], telah mengabarkan kepada kami [Sufyan bin ‘Uyaynah] dari [Al-‘Ala’] dari ayahnya, dari [Abu Hurairah], dari Nabi saw, beliau bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur’an di dalamnya, maka shalatnya masih mempunyai hutang, tidak sempurna” Tiga kali. Ditanyakan kepada Abu Hurairah, ” Kami berada di belakang imam?” Maka dia menjawab, “Bacalah Ummul Qur’an dalam dirimu, karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda : ‘Allah berfirman : Aku membagi shalat (surat Al-Fatihah) antara Aku dengan hambaKu menjadi dua bagian, dan hambaku mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila seorang hamba berkata : Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Maka Allah berfirman : HambaKu memujiKu. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang. Maka Allah berfirman : HambaKu memuji-Ku. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Pemilik hari kiamat. Maka Allah berfirman : HambaKu memujiku. Selanjutnya Dia berfirman : HambaKu menyerahkan urusannya kepada-Ku. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Hanya kepadaMulah aku menyembah dan hanya kepadaMulah aku memohon pertolongan. Maka Allah berfirman : Ini adalah antara Aku dengan hambaKu. Dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila hamba tersebut mengucapkan : Berilah kami petunjuk jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula orang-orang yang sesat. Maka Allah berfirman : Ini untuk hambaKu, dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta. (HR. Muslim : 598, shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab wujuubi qiraa-atil fatihah fii kulli rakatin, juz : 2, hal. 352) 7. الشفاء (Asy-Syifa). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Asy-Syifa (obat) karena surat ini adalah menjadi obat untuk segala penyakit. Nama ini (Asy-Syifa) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : فَاتِحَةُ الْكِتَابِ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ. (رواه الدارمي : 3433 - سنن الدارمي - المكتبة الشاملة- باب فَضْلِ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ - الجزء : 10 – صفحة : 257) Telah menceritakan kepada kami [Qabishah], telah mengabarkan kepada kami [Sufyan] dari [Abdul Malik bin ‘Umair], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Fatihatul Kitab adalah obat (Syifa’) dari setiap penyakit. (HR.Ad-Darimi : 3433, Sunan Ad-Darimi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fadhli faatihatil kitaab, juz : 10, hal. 257) 8. الرقية )Ar-Ruqyah). Surat Al-Fatihah diberi nama dengan Ar-Ruqyah karena surat ini adalah sebagai do’a. Nama ini (Ar-Ruqyah) diabadikan dalam sabda Nabi saw sebagai berikut : حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ قَال سَمِعْتُ أَبَا الْمُتَوَكِّلِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِحَيٍّ مِنْ الْعَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ وَلَمْ يُضَيِّفُوهُمْ فَاشْتَكَى سَيِّدُهُمْ فَأَتَوْنَا فَقَالُوا هَلْ عِنْدَكُمْ دَوَاءٌ قُلْنَا نَعَمْ وَلَكِنْ لَمْ تَقْرُونَا وَلَمْ تُضَيِّفُونَا فَلَا نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا فَجَعَلُوا عَلَى ذَلِكَ قَطِيعًا مِنْ الْغَنَمِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلٌ مِنَّا يَقْرَأُ عَلَيْهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ فَلَمَّا أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ قَالَ وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ وَلَمْ يَذْكُرْ نَهْيًا مِنْهُ وَقَالَ كُلُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ. (رواه الترمذي : 1990 - سنن الترمذي – المكتبة الشاملة - بَاب مَا جَاءَ فِي أَخْذِ الْأَجْرِ عَلَى التَّعْوِيذِ - الجزء : 7– صفحة : 395) Telah menceritakan kepada kami [Abu Musa Muhammad bin Al-Mutsanna], telah menceritakan kepadaku [Abdush Shamad bin Abdul Warits], telah menceritakan kepada kami [Syu’bah], telah menceritakan kepada kami [Abu Bisyr], ia berkata : Aku mendengar Abu Al-Mutawakkil menceritakan dari [Abu Sa’id], bahwasanya sekelompok orang dari sahabat Nabi saw melewati suatu daerah di tanah Arab, namun mereka tidak menjamunya dan menerima sebagai tamu. Kemudian pemimpin daerah tersebut terkena sakit, sehingga mereka mendatangi kami seraya berkata : Apakah kalian mempunyai obat? Kami menjawab : Ya. Akan tetapi kalian tidak memberikan jamuan untuk kami dan tidak pula menerima kami layaknya seorang tamu. Kami tidak akan memberikanny hingga kalian memberikan jamuan untuk kami. Lalu mereka pun memberikan jamuan sepotong daging kambing. Dan salah seorang dari kami membacakan surat Al-Fatihah dan pemimpin mereka – pun sembuh seketika. Setelah kami menemui Nabi saw, kami pun menuturkan hal itu, lalu beliau bersabda : Siapa yang memberitahu kalian bahwa itu adalah Ruqyah? Saat itu belia tidak menyebutkan kalimat larangan. Dan beliau bersabda : Makanlah daging itu dan berikanlah satu bagian untukku. (HR. Tirmidzi : 1990, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a fii akhdzil ajri ‘alat ta’widz, juz : 7, hal. 395) 9. الواقية Al-Waqiyah. Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Sufyan bin ‘Uyainah dengan Al-Wqfiyah (memelihara), karena memelihara semua kandungan Al-Qur’an. 10. الكنز Al-Kanz. Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Zamakhsyariy dengan Al-Kanz (tempat menyimpan yang tebal), karena surat ini tempat menyimpan semua kandungan Al-Qur’an. 11. الكافية Al-Kafiyah (mencakupi). Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Yahya bin Katsir dengan Al-Kafiyah, karena surat ini mencakup seluruh kandungan Al-Qur’an. 12. أساس القرآن Asasul Qur’an. Surat Al-Fatihah diberi nama oleh Ibnu Abbas dengan Asasul Qur’an (dasar, sendi, pokok Al-Qur’an), karena surat ini merupakan dasar, sendi dan pokok-pokok kandungan Al-Qur’an.

Rabu, 21 November 2012

PUASA 'ASYURA' (10 MUHARRAM)

حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. (رواه مسلم : 1911 – صحيح مسلم –المكتبة الشاملة - بَاب صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ– الجزء :5– صفحة :473) Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw mendatangi kota Madinah, lalu didapati orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’. Maka beliau saw bertanya kepada mereka : Hari apakah ini hingga kalian berpuasa? Mereka menjawab : Hari ini adalah hari yang agung, yaitu hari yang Allah memenangkan Musa bersama kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun bersama kaumnya. (Karena itu), Musa berpuasa sebagai tanda rasa syukur, lalu kami-pun berpuasa. Maka Rasulullah saw bersabda : Kami lebih berhak dan lebih pantas untuk memuliakan Musa daripada kalian. Kemudian beliau saw berpuasa dan memerintahkan berpuasa pada hari itu. (HR.Muslim) حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ غَيْلَانَ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْبَدٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. (رواه الترمذي : 683 - سنن الترمذي - المكتبة الشاملة - بَاب مَا جَاءَ فِي الْحَثِّ عَلَى صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ– الجزء :3– صفحة : 215) Nabi saw bersabda : Puasa hari ‘Asyura’, aku berharap kepada Allah, dapat menghapus (dosa) satu tahun sebelumnya. (HR.Tirmidzi) حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ حَرْمَلَةَ بْنِ إِيَاسٍ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ سَنَةٍ مَاضِيَةٍ وَسَنَةٍ مُسْتَقْبَلَةٍ وَصَوْمُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ كَفَّارَةُ سَنَةٍ. (رواه ابن احمد : 21542 - مسند احمد - المكتبة الشاملة - بَاب حديث ابي قتادة الأنصاري– الجزء : 46 – صفحة : 83) Rasulullah saw bersabda : Puasa hari ‘Arafah menghapus (dosa) selama dua tahun, yaitu setahun yang lalu dan setahun yang akan datang; sedangkan puasa hari ‘Asyura’ menghapus (dosa) satu tahun. (HR.Ahmad) و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ عَنْ حَاجِبِ بْنِ عُمَرَ عَنْ الْحَكَمِ بْنِ الْأَعْرَجِ قَالَ انْتَهَيْتُ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ رِدَاءَهُ فِي زَمْزَمَ فَقُلْتُ لَهُ أَخْبِرْنِي عَنْ صَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ إِذَا رَأَيْتَ هِلَالَ الْمُحَرَّمِ فَاعْدُدْ وَأَصْبِحْ يَوْمَ التَّاسِعِ صَائِمًا قُلْتُ هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ قَالَ نَعَمْ.(رواه مسلم : 1915 - صحيح مسلم –المكتبة الشاملة - بَاب صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ– الجزء :5– صفحة :478 ) Dari Al-Hakam bin Al-A’raj, ia berkata : Aku pernah mendatangi Ibnu Abbas ra, ia sedang berbantal selendangnya di dekat zam-zam, lalu aku berkata kepadanya : Kabarkanlah kepadaku tetang puasa ‘Asyura’. Ia menjawab : Jika engkau telah melihat hilal pada bulan Muharram, maka hitunglah, maka berpuasalah sejak subuh pada hari ke sembilan. Aku bertanya : Apakah Rasulullah saw berpuasa seperti itu? Ia menjawab : Ya. (HR.Muslim) و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا غَطَفَانَ بْنَ طَرِيفٍ الْمُرِّيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه مسلم : 1916 - صحيح مسلم –المكتبة الشاملة - بَاب صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ– الجزء :5– صفحة : 479) Abu Ghathafan bin Tharif Al-Murri berkata : Aku pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata ketika Rasulullah saw berpuasa hari ‘Asyura’ dan juga memerintahkan (para sahabatnya) berpuasa. Mereka berkata : Wahai Raulullah! Itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw bersabda : Pada tahun depan Insya Allah kita puasa pada hari kesembilan (Muharram). Tahun depan itu – pun belum juga datang, hingga Rasulullah saw wafat. (HR.Muslim)

Jumat, 16 November 2012

TAFSIR QS. AL-FATIHAH AYAT 1

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) Di dalam Alquran ada 114 surah, semuanya dimulai dengan "Basmalah", kecuali surah At-Taubah. Surah At-Taubah ini tidak dimulai dengan "Basmalah" karena memang tidak serasi kalau dimulai dengan "Basmalah". Di samping pada permulaannya "Basmalah" ada disebutkan satu kali di pertengahan surah An-Naml:30; dengan demikian "Basmalah" itu didapati di dalam Alquran 114 kali. Ada beberapa pendapat ulama berkenaan dengan "Basmalah" yang terdapat pada permulaan sesuatu surah. Di antara pendapat-pendapat itu yang termasyhur ialah: 1. "Basmalah" itu adalah suatu ayat yang tersendiri, diturunkan Allah untuk jadi kepala masing-masing surah, dan pembatas antara surah dengan surah yang lain. Jadi dia bukanlah satu ayat dari Al-Fatihah atau dari sesuatu surah yang lain, yang dimulai dengan Basmalah itu. Ini adalah pendapat Imam Malik beserta ahli qiraat dan fuqaha Madinah, Basrah dan Syam dan juga pendapat Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya. Sebab itu menurut Imam Abu Hanifah "Basmalah" itu tidak dikeraskan membacanya dalam salat bahkan Imam Malik tidak membaca Basmalah sama sekali. 2. "Basmalah" adalah salah satu ayat dari Al-Fatihah, dan dari sesuatu surah yang lain, yang dimulai dengan "Basmalah". Ini adalah pendapat Imam Syafii beserta ahli qiraat Mekah dan Kufah. Sebab itu menurut mereka "Basmalah" itu dibaca dengan suara keras dalam salat (Jahar). Kalau kita perhatikan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. telah sependapat menuliskan "Basmalah" pada permulaan sesuatu surah dan surah-surah Alquranul Karim itu, kecuali surah At-Taubah (karena memang dari semula turunnya tidak dimulai dengan Basmalah) dan bahwa Rasulullah saw. melarang menuliskan sesuatu yang bukan Alquran supaya tidak bercampur aduk dengan Alquran. Sebab itu oleh mereka tidak dituliskan "amin" di akhir surah Al-Fatihah. Basmalah itu adalah salah satu ayat dari Alquran atau dengan perkataan lain bahwa "basmalah-basmalah" yang terdapat di dalam Alquran itu adalah ayat-ayat Alquran, lepas dari pendapat apakah satu ayat dari Al-Fatihah atau dari sesuatu surah yang lain, yang dimulai dengan Basmalah atau tidak. Sebagai disebutkan di atas surah Al-Fatihah itu terdiri dari tujuh ayat. Mereka yang berpendapat bahwa basmalah itu tidak termasuk satu ayat dari Al-Fatihah, memandang: غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ adalah salah satu ayat, dengan demikian ayat-ayat Al-Fatihah itu tetap tujuh. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) "Dengan menyebut nama Allah", maksudnya "dengan menyebut nama Allah saya baca atau saya mulai". Seakan-akan Nabi berkata: "Saya baca surah ini dengan menyebut nama Allah, bukan dengan menyebut nama saya sendiri, sebab dia wahyu dari Tuhan, bukan dari saya sendiri. Maka basmalah di sini mengandung arti bahwa Alquranul Karim itu wahyu dari Allah, bukan karangan Muhammad saw. dan Muhammad itu hanyalah seorang pesuruh Allah yang dapat perintah menyampaikan Alquran kepada manusia. Pemakaian kata "Allah" "Allah" nama bagi Zat yang ada dengan sendiri-Nya (wajibul wujud). Kata "Allah" itu hanya dipakai oleh bangsa Arab kepada Tuhan yang sebenarnya, yang berhak disembah, yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Mereka tidak memakai kata itu untuk tuhan-tuhan atau dewa-dewa mereka yang lain. Kata "Ar-Rahman" terambil dari "Ar-Rahmah" yang berarti "belas kasihan", yaitu suatu sifat yang menimbulkan perbuatan memberi nikmat dan karunia. Jadi kata "Ar-Rahman" itu ialah: Yang berbuat (memberi) nikmat dan karunia yang banyak. Kata "Ar-Rahim" juga terambil dari "Ar-Rahmah", dan arti "Rahim" ialah: Orang yang mempunyai sifat belas kasihan, dan sifat itu "tetap" padanya selama-lamanya. Maka Ar-Rahman Ar-Rahim (Arrahmanirrahim) itu maksudnya: Tuhan itu telah memberi nikmat yang banyak dengan murah-Nya dan telah melimpahkan karunia yang tidak terhingga, karena Dia adalah bersifat belas kasihan kepada makhluk-Nya, dan oleh karena sifat belas kasihan itu adalah suatu sifat yang tetap pada-Nya maka nikmat dan karunia Allah itu tidak ada putus-putusnya. Dengan demikian maka kata-kata "Ar-Rahman" dan "Ar-Rahim" itu kedua-duanya adalah diperlukan dalam susunan ini, karena masing-masing mempunyai arti yang khusus. Tegasnya bila seseorang Arab mendengar orang mensifati Allah dengan Ar-Rahman, maka terpahamlah olehnya bahwa Allah itu telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya dengan banyak dan berlimpah-limpah. Tetapi bahwa limpahan nikmat dan karunia yang banyak itu tetap, tidak putus-putus tidak dapat dipahami dari lafaz Ar-Rahman itu saja. Karena itu perlulah diikuti dengan Ar-Rahim, supaya orang mengambil pengertian bahwa limpahan nikmat dan karunia serta kemurahan Allah itu tidak ada putus-putusnya. Hikmah Membaca Basmalah Seorang muslim disuruh membaca basmalah di waktu mengerjakan sesuatu pekerjaan yang baik. Yang demikian itu untuk mengingatkan bahwa pekerjaan yang dikerjakannya itu adalah suruhan Allah, atau karena telah diizinkan-Nya. Maka karena Allahlah dia mengerjakan pekerjaan itu dan kepada-Nya dia meminta pertolongan supaya pekerjaan itu terlaksana dengan baik dan berhasil. Nabi saw. bersabda: كل أمر ذي بال لايبدأ فيه ببسم الله فهو أبتر أي مقطوع الذنب ناقص Sesuatu pekerjaan yang penting yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah adalah buntung, yakni tidak ada hasilnya. Orang Arab sebelum datang Islam mengerjakan sesuatu pekerjaan adalah dengan menyebut Al-Lata dan Al-`Uzza, yaitu nama-nama berhala mereka. Sebab itu Allah swt. mengajarkan kepada penganut-penganut agama Islam yang telah mengesakan-Nya supaya mereka mengerjakan dengan menyebut nama Allah. http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/156-qs-001-al-fatihah/538-tafsir-depag-ri-qs-001-al-faatihah-1.html

Rabu, 14 November 2012

TAHUN HIJRIYAH

Ketika Umar bin khathab menjabat Kepala Negara mencapai tahun ke 5 beliau mendapat surat dari Musa Al As’ari Gubernur Kuffah, isi suratnya adalah sebagai berikut : حدثنا حبان ابن علي العنزي، عن مجالد، عَنْ الشَّعْبِيِّ قال: كتب أبو موسى الأشعري إلى عمر: إنه تأتينا منك كتب ليس لها تأريخ. قال: فجمع عمر الناس للمشورة، فقال بعضهم: أرخ لمبعث رسول الله صلى الله عليه وسلم. وقال بعضهم: لمهاجر رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال عمر: لا بل نؤرخ لمهاجر رسول الله صلى الله عليه وسلم، فإن مهاجره فرق بين الحق والباطل.(منقول من الكتاب : تاريخ الرسل والملوك -المؤلف : الطبري - المكتبة الشاملة - ذكر الوقت الذي عمل فيه التأريخ – الجزء : 1 – صفحة : 426) Dari Asy-Sya’biy, ia berkata : Abu Musa Al-Asy’ari (sebagai gubernur Kuffah) pernah menulis surat kepada Umar bin Khathab (sebagai Kepala Negara) : Sesungguhnya telah sampai kepada kami beberapa surat dari engkau, tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya. Asy-Sya’biy berkata : Kemudian Umar bin Khathab mengumpulkan masyarakat untuk mengadakan musyawarah. (Dalam musyawarah muncul bermacam-macam pendapat). Sebagian berpendapat agar kalender Islam dimulai dari diutus/diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi Rasulullah. Sebagian yang lain berpendapat agar kalender Islam dimulai dari tahun Hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah. (Maka pada Akhirnya dalam musyawarah terdapat kata sepakat), lalu umumkan oleh Umar Bin Khathab : kalender Islam dimulai dari tahun Hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah, karena hijrahnya Nabi itu membedakan antara hak dan batil. (Kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah). (Dikutip dari kitab : Tarikh Ar-Susul wal-Muluk, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Dzikrul Waqt Alladzii ‘umila fiihit tarikh, juz : 1. hal. 426)

Selasa, 06 November 2012

TADABBUR QS,AL-MUKMINUN : 1 - 11

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11) 1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya 3. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna 4. Dan orang-orang yang menunaikan zakat 5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. 6. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela 7. Barang siapa yang mencari di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas 8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya 9. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya 10. Mereka itulah orang yang mewarisi 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus.Mereka kekal di dalamnya. (QS. 23:1-11) Ayat-ayat di atas menerangkan tentang sifat-sifat yang dimiliki orang beriman serta balasan yang akan diperolehnya. Yang dimaksud dengan beriman adalah beriman kepada rukun iman yang enam (lihat catatan hadits). Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. Karena walaupun mereka menurut perhitungan banyak mengerjakan amal kebajikan tetapi semua amalnya akan sia-sia saja di akhirat nanti, karena tidak berlandaskan iman kepada-Nya. Adapun sifat-sifat orang yang beriman dalam ayat-ayat selanjutnya ialah: 1. Khusyu dalam shalat.Yang dimaksud khusyu di sini adalah: • Mengerti bacaan-bacaan dalam sholat • Memusatkan perhatian pada waktu shalat hanya kepada Allah serta dengan mengikhlaskan ketaatan.(QS.7:29) • Ihsan dalam sholat (lihat catatan hadits) • Tenang dan konsentrasi 2. Menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan tak berguna. • Menjauhkan diri dari perkataan yang tidak berguna. Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR.Bukhari-Muslim) • Menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berguna, yaitu dengan menjaga waktu dan umurnya agar jangan sia-sia. Dari Abu Hurairah r.a. telah berkata, “Telah bersabda Rasulullah saw : “Sebagian kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya. “Yang harus selalu diingat manusia dalam hal ini ialah Allah mencatat seluruh perbuatan manusia di dunia (QS.45:29) dan setiap manusia akan bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya di dunia (QS.17:36). Dan bahwa kematian pasti akan menemui kita, waktunya tidak dapat dimajukan atau ditunda.(QS. 10:49) 3. Menunaikan zakat. Dengan berzakat seorang mukmin: • Membersihkan diri dari sifat kikir dan cinta yang berlebihan pada dunia (QS. 9:103) karena dunia ini • hanyalah suatu permainan dan senda gurau (QS. 29:64) yang seringkali melalaikan manusia dari kehidupan yang kekal di akhirat nanti.(QS.35:5) • Mensucikan hati sehingga tumbuh sifat-sifat kebaikan dalam hati.(QS.9:103) 4. Menjaga kemaluan dari perbuatan keji (zina).Zina termasuk dosa besar dan merupakan jalan yang buruk (QS. 17:32). Imam Ahmad berkata, “Saya tidak mengetahui setelah pembunuhan ada dosa besar daripada perzinaan.” 5. Menahan pandangan dan memelihara kemaluan (QS. 24:30-31).Barangsiapa yang berbuat di luar hal itu, Allah menyebutnya sebagai orang yang melampaui batas. 6. Memelihara amanat dan menepati janji. Bila seseorang tidak memegang amanat dan menepati janji, dikhawatirkan ia termasuk orang-orang munafik,”Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara dusta,apabila berjanji ingkar, dan apabila dipercaya khianat.”(HR.Syaikhani dari Abu Hurairah r.a.) Orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya akan dijanjikan Allah dengan balasan syurga.(QS. 70:32-35) 9. Memelihara sholat Sholat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang yang beriman.(QS. 4:103) Selain itu diperintah untuk memelihara sekaligus menegakkan sholat banyak disebutkan dalam al-Qur’an di antaranya QS. 2:43,238; 22:41. Sholat adalah pembeda antara muslim dan kafir.Telah bersabda Rasulullah saw,”Beda antara muslim dan musyrik atau kafir adalah meninggalkan sholat.” (HR.Muslim) Balasan bagi orang beriman yang memilki sifat-sifat di atas adalah syurga Firdaus. Umar r.a. meriwayatkan sebuah hadits yang Rasulullah bersabda, “Telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat, barangsiapa yang menegakkannya akan mesuk syurga, lalu ia membaca sepuluh ayat ini dari permulaan surat al-Mu’minun.” Catatan hadits Dari Umar ra. juga telah berkata, “Ketika kami duduk dekat Rasulullah saw pada suatu hari maka dengan tiba-tiba terlihat oleh kami seorang laki-laki yang memakai pakaian yang sangat putih, berambut sangat hitam, tidak tampak padanya tanda-tanda perjalanan dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya, lalu ia duduk di hadapan Nabi saw dan meletakkan tangannya di atas paha Nabi saw, kemudian ia berkata ‘Hai Muhammad, jelaskan padaku tentang Islam’. Maka jawab Rasulullah ….. Lalu dia bertanya kembali, ‘Tolong jelaskan padaku tentang iman”. Jawab Nabi, ‘Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,utusan-utusan-Nya, hari Kiamat dan hendaklah engkau beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk’. Orang itu berkata, ‘Engkau benar’. Dia bertanya kembali, ‘Maka beritahukan kepadaku tentang ihsan’. Jawab Nabi saw, ‘Hendaklah engkau beribadah hanya kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya sekalipun engkau tak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihat engkau’. Kemudian orang itu pergi Aku diam sejenak, kemudian Nabi saw berkata, ‘Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?’ Jawabku,’Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui’. Kata Nabi saw,’Dia adalah Jibril as. yang datang kepadamu untu mengajar tentang agamamu.” REFERENSI • Al-Qur’an dan Tafsirnya, Universitas Islam Indonesia • Prof.D.Hamka, Tafsir Al-Azhar • Syekh Mustafa Masyhur, Berjumpa Allah Lewat Sholat, GIP • Abu Hudzaifah, Menundukkan Pandangan

Senin, 05 November 2012

Al-Qur'an Surat AL-Baqarah ayat 286

QS. Al-Baqarah ayat 286 لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".(QS.Al-Baqarah : 286) Ayat ini menerangkan bahwa dalam mencapai tujuan hidup itu manusia diberi beban oleh Allah swt. sesuai kesanggupannya, mereka diberi pahala lebih dari yang telah diusahakannya dan mendapat siksa seimbang dengan kejahatan yang telah dilakukannya. Dengan ayat ini Allah swt. mengatakan bahwa seseorang dbebani hanyalah sesuai dengan kesanggupannya. Agama Islam adalah agama yang tidak memberati manusia dengan beban yang berat dan sukar. Mudah, ringan dan tidak sempit adalah asas pokok dari agama Islam. Allah berfirman: وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ Artinya: ....dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.... (Q.S Al Hajj: 78) - Dan firman Allah swt.: يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا Artinya: Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah. (Q.S An Nisa': 28) - Dan firman-Nya pula: يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.... (Q.S Al Baqarah: 185) Kemudian Allah swt. menerangkan hasil beban yang telah dibebankan dan dilaksanakan oleh manusia, yaitu amal saleh yang dikerjakan mereka, maka balasannya akan diterima dan dirasakan oleh mereka berupa pahala dan surga. Sebaliknya perbuatan dosa yang dikerjakan oleh manusia, maka hukuman karena mengerjakan perbuatan itu akan dirasakan dan ditanggung pula oleh mereka, yaitu siksa dan azab di neraka. Ayat ini mendorong manusia agar mengerjakan perbuatan yang baik serta menunaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh agama. Ayat ini memberi pengertian bahwa perbuatan baik itu adalah perbuatan yang mudah dikerjakan manusia karena sesuai dengan watak dan tabiatnya, sedang perbuatan yang jahat adalah perbuatan yang sukar dikerjakan manusia karena tidak sesuai dengan watak dan tabiatnya. Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang suci dan telah tertanam dalam hatinya jiwa ketauhidan. Sekalipun manusia oleh Allah swt. diberi persediaan untuk menjadi baik dan persediaan menjadi buruk, tetapi dengan adanya jiwa tauhid yang telah tertanam dalam hatinya sejak ia masih dalam rahim ibunya, maka tabiat ingin mengerjakan kebajikan itu lebih nyata dalam hati manusia dibanding dengan tabiat ingin mengerjakan kejahatan. Adanya keinginan yang tertanam pada diri seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang baik akan memberikan kemungkinan baginya untuk mendapat jalan yang mudah dalam mengerjakan pekerjaan itu apalagi bila ia berhasil dan dapat menikmati usahanya itu, maka dorongan dan semangat untuk mengerjakan pekerjaan baik yang lain semakin bertambah pada dirinya. Segala macam pekerjaan jahat adalah pekerjaan yang bertentang dan tidak sesuai dengan tabiat manusia. Mereka melakukan perbuatan jahat pada mulanya adalah karena terpaksa. Bila ia mengerjakan perbuatan jahat, maka timbullah pada dirinya semacam rasa takut, selalu khawatir akan diketahui oleh orang lain. Perasaan ini akan bertambah setiap melakukan kejahatan. Akhirnya timbullah rasa malas, rasa berdosa pada dirinya dan merasa dirinya dibenci oleh orang lain. Rasulullah saw. : البر حسن الخلق والإثم ما حاك في صدرك وكرهت أن يطلع عليه الناس Artinya: Kebaikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa itu adalah apa-apa yang tergores di dalam hatimu sedang engkau tidak suka orang lain mengetahuinya. (HR Muslim) Kesukaran yang timbul akibat perbuatan jahat ini akan bertambah terasa oleh manusia bila ia telah mulai menerima hukuman langsung atau tidak langsung dari perbuatannya itu. Dari ayat ini juga dipahami pula bahwa seseorang tidak akan menerima keuntungan atau kerugian disebabkan perbuatan orang lain; mereka tidak akan diazab karena dosa orang lain. Mereka diazab hanyalah karena kejahatan yang mereka lakukan sendiri. Allah swt. berfirman: أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى - وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى Artinya: (Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (Q.S An Najm: 38-39) Termasuk usaha manusia ialah anaknya yang saleh yang mendoakannya, sedekah jariyah yang dikeluarkannya dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat yang diajarkannya. Rasulullah saw.: إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث : ولد صالح يدعو له أو صدقة جارية أوعلم ينتفع به Artinya: Apabila seseorang telah meninggal dunia, putuslah (pahala) amalnya kecuali tiga hal, yaitu anak yang saleh yang mendoakannya, sedekah jariah, dan ilmu yang bermanfaat. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Setelah Allah swt. menerangkan sifat orang-orang yang beriman dan menyebutkan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, yaitu tidak membebani hamba dengan yang tidak sanggup mereka kerjakan, maka Allah swt. mengajarkan doa untuk selalu dimohonkan kepada-Nya agar diampuni dari segala dosa karena mengerjakan perbuatan terlarang disebabkan lupa atau tersalah. Allah swt. mengajarkan doa kepada hamba-hamba-Nya bukanlah sekedar untuk dibaca dan diulang-ulang lafaznya saja, melainkan maksudnya ialah agar berdoa itu dibaca dengan tulus ikhlas dengan sepenuh hati dan jiwa, di samping melakukan segala perintah-Nya dan menghentikan larangan-Nya, sesuai dengan kesanggupan hamba itu sendiri. Doa erat hubungannya dengan tindakan dan perbuatan. Tindakan dan perbuatan erat pula hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Sebab itu orang yang berdoa belumlah dapat dikatakan berdoa, bila ia tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan serta menjauhi larangan yang harus dihentikannya. Ia bertindak, berbuat dan beramal haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan itu. Ada amal yang sanggup dikerjakannya dan ada amal yang tidak sanggup dikerjakannya, ada amal yang dikerjakan dengan sempurna dan ada pula amal yang tidak dapat dikerjakan dengan sempurna. Untuk menyempurnakan kekurangan ini, maka Allah swt. mengajarkan doa kepada hamba-Nya. Dengan perkataan lain doa itu menyempurnakan amal yang tidak sanggup dikerjakan dengan sempurna. Dari doa yang diajarkan Allah swt. itu dipahami bahwa pada hakekatnya perbuatan terlarang yang dikerjakan karena lupa atau tersalah ada juga hukumannya dan hukuman itu ditimpakan kepada pelakunya. Karena itu Allah swt. mengajarkan doa tersebut kepada hamba-Nya agar dia terhindar dari hukuman itu. Setelah Allah swt. mengajarkan doa kepada hamba-Nya supaya ia mohonkan ampunan kepada Allah dari segala perbuatan yang dilakukannya karena lupa dan tersalah, maka Allah swt. mengajarkan doa yang lain untuk memohon agar ia tidak diberati beban yang berat sebagaimana yang telah dibebankan Allah swt. kepada orang-orang dahulu. Misalnya kepada Bani Israil pernah dibebankan kewajiban untuk memotong bahagian pakaian yang kena najis, dan membayar zakat seperempat dari jumlah harta, dan sebagainya. Kemudian Allah juga mengajarkan doa untuk memohon kepada-Nya agar ia tidak diberati beban yang tidak sanggup dilaksanakannya. Doa ini merupakan kabar gembira dari Allah swt. kepada Nabi saw. dan orang yang mengikutinya, bahwa agama yang dibawa Nabi saw. adalah agama yang mudah, tidak sempit, tidak sulit, bahkan memudahkan bagi manusia untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di antara doa orang-orang yang beriman ini ialah yang berbunyi sebagai berikut: "Ya Allah, hapuskanlah bekas-bekas kesalahan kami, baik yang telah diampuni maupun yang belum dan janganlah kami diazab karena dosa perbuatan yang telah kami kerjakan, janganlah kami disiksa karenanya, berilah kami taufik dan hidayah dalam segala perbuatan kami, sehingga kami dapat melaksanakan perintah-perintah Engkau dengan mudah." Pada akhir ayat ini Allah mengajarkan agar memanjatkan doa kepada-Nya, memohon pertolongan-Nya dalam menghadapi orang-orang kafir. Pertolongan yang dimohonkan di sini ialah pertolongan agar mencapai kemenangan. Yang dimaksud kemenangan ialah kemenangan dunia dan akhirat, bukan semata-mata kemenangan dalam peperangan. (Tafsir Depag RI : QS 002 – Al-Baqarah : 286)

Sabtu, 03 November 2012

QISHAASH

Qishaash adalah hukuman yang semisal dengan kejahatan yang dilakukan atas diri manusia. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (dia) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.(QS. 2:178) Munurut Jalaluddin As-Suyuti dalam kitabnya "Lubabun Nuqul fi Asbabinuzul" dan juga menurut tafsir Al-Maragi, sebab turunnya ayat ini ialah bahwa pada masa Jahiliah, setelah dekat datangnya Islam, terjadi peperangan dan pembunuhan antara dua suku Arab, yang mana salah satu di antara dua suku itu merasa dirinya lebih tinggi dari suku lawannya sehingga mereka bersumpah akan membunuh lawannya yang merdeka, walaupun yang terbunuh di kalangan mereka hanya seorang hamba sahaya saja karena merasa sukunya lebih tinggi. Setelah Islam datang dan kedua suku inipun masuk Islam, mereka datang kepada Rasullulah saw. menanyakan kisas dalam Islam, maka turunlah ayat ini yang maksudnya supaya menyamakan derajat mereka yang terbunuh dengan yang membunuh yaitu yang merdeka dengan merdeka, hamba sahaya dikisas dengan hamba sahaya pula dan seterusnya. Pada ayat 178 ini Allah swt. menetapkan suatu hukuman kisas yang wajib dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan: a).Seorang yang merdeka dihukum bunuh apabila ia membunuh orang yang merdeka. b).Seorang hamba sahaya dihukum bunuh apabila ia membunuh seorang hamba sahaya. c).Seorang wanita dihukum bunuh apabila ia membunuh seorang wanita. Demikianlah menurut bunyi ayat 178 ini, tetapi bagaimana hukumnya kalau terjadi hal-hal seperti berikut: 1. Apabila seorang merdeka membunuh seorang hamba sahaya. 2. Apabila seorang muslim membunuh seorang kafir zimmi (kafir) yang diberi perjanjian keamanan. 3. Apabila orang banyak bersama-sama membunuh seorang manusia. 4. Apabila orang laki-laki membunuh orang wanita. 5. Apabila seorang ayah membunuh seorang anaknya. Para ulama memberikan hasil ijtihadnya masing-masing sebagai berikut. Menurut mazhab Hanafi, pada masalah no.1 dan no.2 hukumnya ialah bahwa si pembunuh itu harus dibunuh pula walaupun derajat yang dibunuh dianggap lebih rendah dari yang membunuhnya dengan alasan antara lain: a.Dari permulaan ayat 178 ini sampai kepada kata-kata "Al-Qatl" sudah dianggap satu kalimat yang sempurna. Jadi tidak dibedakan antara derajat manusia yang membunuh dan yang dibunuh. Sedang kata-kata berikutnya yaitu orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya dan wanita dengan wanita hanyalah sekedar memperkuat hukum agar jangan berbuat seperti di masa jahiliah. Ayat ini dinasakhkan (tidak berlaku lagi hukuman) dengan ayat 45 surat Al-Maidah yang tidak membedakan derajat dan agama manusia. Menurut mazhab Maliki dan Syafii pada masalah no.1 dan no.2 ini, si pembunuh itu tidak dibunuh pula, karena persamaan itu adalah menjadi syarat bagi mereka dengan alasannya bahwa:(a). Kalimat dalam ayat itu belum dianggap sempurna kalau belum sampai kepada kata-kata: وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى Artinya: Wanita dengan wanita. (Q.S Al Baqarah: 178) Jadi merdeka dengan yang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya dan wanita dengan wanita. Persamaan itu adalah menjadi syarat, sedang ayat 45 Al-Maidah sifatnya umum ditakhsiskan dengan ayat ini. (b).Sabda Rasulullah saw.: لايقتل المؤمن بكافر Artinya: Tidak dibunuh orang mukmin dengan sebab membunuh orang kafir. (H.R Bukhari dari Ali bin Abi Talib) Masalah no.3 menurut pendapat Jumhur ulama bahwa hukumnya semua dibunuh karena masing-masing telah mengambil bagian dalam pembunuhan. Masalah no.4 hukumnya sudah merupakan ijmak sahabat, yaitu si pembunuh wajib dibunuh karena dianggap tidak ada perbedaan yang pokok antara laki-laki dengan perempuan. Masalah no.5 hukumnya sah tidak dibunuh karena membunuh anaknya sesuai dengan sabda Rasulullah saw.: لايقتل والد بولد Artinya: Ayah tidak dibunuh karena membunuh anaknya. (HR Bukhari dan Muslim) Pada masalah yang terakhir ini dan masalah-masalah sebelumnya ditetapkan hukumnya bahwa si pembunuh itu tidak dibunuh, dia hanya bebas dari hukuman kisas tetapi dijatuhkan kepadanya hukuman lain, seperti diat, denda, dan sebagainya sebagaimana diteranagkan secara terperinci di dalam kitab-kitab fikih. Selanjutnya Allah swt. menerangkan adanya kemungkinan lain yang lebih ringan dari kisas yaitu "barang siapa mendapat suatu pemaafan dari saudara yang terbunuh, maka hendaklah orang yang diberi maaf itu membayar diat kepada saudara (ahli waris) yang memberi maaf dengan cara yang baik". Artinya gugurlah hukuman wajib kisas dan diganti dengan hukuman diat yang wajib dibayar dengan baik oleh yang membunuh. Kemudian dalam penutup ayat ini Allah memperingatkan kepada ahli waris yang telah memberi maaf agar jangan berbuat lagi yang tidak wajar kepada pihak yang telah diberi maaf, karena apabila ia berbuat hal-hal yang tidak wajar maka artinya perbuatan itu melampaui batas dan akan mendapat siksa yang pedih di hari kiamat. (Dikutip dari Tafsir Al-Qur’an DEPAG RI)

Jumat, 02 November 2012

HIKMAH HUKUMAN KISAS

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS. 2:179) Pada ayat ini Allah memberikan penjelasan tentang hikmahnya hukuman kisas itu, yaitu untuk mencapai keamanan dan ketenteraman. Karena dengan pelaksanaan hukum kisas, umat manusia tidak akan sewenang-wenang melakukan pembunuhan dengan memperturutkan hawa nafsunya saja dan mendasarkan pembunuhan itu kepada perasaan bahwa dirinya lebih kuat, lebih kaya, lebih berkuasa dan sebagainya. Tafsir Al-Manar telah memberikan uraian panjang lebar tentang kebaikan hukum kisas dan hukum diat yang dibawa oleh Alquran dengan memberikan bermacam-macam perbandingan tentang perundang-undangan serta tingkah laku umat manusia, baik di timur maupun di barat dan memberikan analisa beberapa pendapat sarjana-sarjana hukum. Antara lain Tafsir Al-Manar mengatakan ringkasnya sebagai berikut: "....apabila kita memperhatikan syariat umat yang terdahulu, dan yang sekarang tentang hukuman yang ditetapkan dalam pembunuhan, maka kita melihat bahwa Alquran benar-benar berada digaris tengah yang sangat wajar. Karena hukuman yang diberikan kepada pembunuh pada periode Arab Jahiliah adalah selalu berdasarkan kepada kuat dan lemahnya sesuatu suku. Seorang yang terbunuh dari suku yang kuat dapat dibunuh sebagai balasan 10 orang dari pihak suku pembunuh yang lemah. Pada masa sekarang ini, ada sarjana-sarjana hukum yang berpendapat bahwa hukum bunuh dianggap tidak wajar lagi, tetapi yang wajar hanya hukuman yang bersifat pendidikan." Tafsir Al-Manar menambahkan lagi: "....sebagian manusia (penjahat-penjahat) kalau hukuman pembunuh hanya ditetapkan sekadar masuk penjara beberapa tahun, tidaklah mereka akan jera malah ada yang ingin masuk penjara untuk mendapatkan perlindungan dan penghidupan dengan cuma-cuma. Bagi orang yang serupa ini tentulah yang paling baik hukumannya ialah kisas, ia dibunuh apabila ia membunuh orang lain. Tetapi kalau ahli waris yang terbunuh memberikan kemaafan, maka hilanglah hukuman kisas diganti dengan hukuman lain yaitu membayar diat (denda)." Demikian beberapa uraian yang kita ringkaskan dari Tafsir Al-Manar.

Kamis, 01 November 2012

ZAKAT

ARTI ZAKAT Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, yaitu bagian yang ketiga setelah dua kalimat syahadat dan shalat, sejalan dengan urutan yang terdapat dalam hadits Nabi berikut : حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.(رواه البخاري : 7 – صحيح البخاري – المكتبة الشاملة -بَاب بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ – الجزء : 1 - صفحة : 11) Telah menceritakan kepada kami [‘Ubaidullah bin Musa], ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami [Hanzhalah bin Abi Sufyan] dari [‘Ikrimah bin Khalid] dari [Ibnu Umar ra], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Islam itu dibangun di atas lima (landasan); yaitu persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang pantas disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, hajji dan puasa ramadhan. (HR.Bukhari : 7, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Buniyal islaamu ‘alaa khamsin, juz : 1, hal.11) Arti Zakat Menurut Bahasa Zakat (الزكاة) menurut Bahasa (لُغَة) berasal dari asal kata zakkaa (زَكَّى) – yuzakkii (يُزَكِّي) – tazkiyatan(تَزْكِيَةً) – zakaatan (زَكَاةً) yang berarti : (اَالتَّطْهِيْرُ) membersihkan dan mensucikan; (اَلنُّمُوُّ) tumbuh dan berkembang; (اَلْمَدْحُ) pujian; (اَلْبَرَكَة) berkah, bahagia dan untung; dan (كَثِيْرُ الْخَيْرِ) kebaikan yang banyak. 1. At-Tathhiir (اَالتَّطْهِيْرُ) membersihkan dan mensucikan. Artinya zakat dapat membersihkan atau mensucikan harta dan mental muzakki (pemberi zakat) dari dosa, akhlak jelek dan tingkah laku yang tidak terpuji. Juga bagi mustahiqnya (penerima zakat), sebagaimana firman Allah : خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.At-Taubah : 103) 2. Annumuwwu (اَلنُّمُوُّ) tumbuh dan berkembang. Artinya, benda yang dikenai zakat adalah benda yang tumbuh dan berkembang biak (baik dengan sendirinya maupun yang diusahakannya), dan jika benda tersebut sudah di zakati, maka tumbuh dan berkembangnya akan lebih baik, serta menumbuhkan mental kemanusiaan dan keagamaan muzakki dan mustahiqnya. Firman Allah : يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ..... (Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.....). (Al-Baqarah:276) 3. Al-Madh (اَلْمَدْحُ) pujian, dapat ditemukan dalam hadits Nabi berikut ini : حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالُوا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ سَمِعْتُ أَبَا رَافِعٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ زَيْنَبَ كَانَ اسْمُهَا بَرَّةَ فَقِيلَ تُزَكِّي نَفْسَهَا فَسَمَّاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَيْنَبَ.(رواه مسلم : 3990 – صحيح مسلم – المكتبة الشاملة -بَاب اسْتِحْبَابِ تَغْيِيرِ الِاسْمِ الْقَبِيحِ إِلَى حَسَنٍ- الجزء : 11 – صفحة : 83) Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah], [Muhammad bin Al-Mutsanna] dan[Muhammad bin Basysyar] mereka berkata : Telah menceritakan kepda kami [Muhammad bin Jakfar], telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [‘Atha’ bin Abi Maimunah] dari [Rafi’] dari [Abu Hurairah] – Telah mencritakan kepada kami [Ubaidullah bin Mu’adz], telah menceritakan kepada kami [Abi], telah menceritakan kepada kami[Syu’bah] dari [‘Atha’ bin Abi Maimunah] dari [Rafi’] dari [Abu Hurairah], Bahwa dulu Zainab namanya adalah Barrah, lalu dikatakan : “Dia memuji” (Tuzakki) dirinya, maka Rasulullah saw mengganti namanya dengan Zainab. (HR. Muslim : 3990, shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Istihbaab taghyiirul ismil qabiih ilaa hasan, juz 11, ha. 83) Dan menunjukkan bahwa orang yang menunaikan zakat mendapatkan pujian dari Allah, sehingga nanti di dalam surga akan dipanggil dari pintu khusus, yaitu pintu sedekah. Hadits Nabi : حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ وَاللَّفْظُ لِأَبِي الطَّاهِرِ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ نُودِيَ فِي الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الْجِهَادِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَلَى أَحَدٍ يُدْعَى مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةٍ فَهَلْ يُدْعَى أَحَدٌ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ كُلِّهَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ.(رواه مسلم : 1705 – صحيح مسلم – المكتبة الشاملة - بَاب مَنْ جَمَعَ الصَّدَقَةَ وَأَعْمَالَ الْبِرِّ - الجزء : 5 – صفحة : 219) Telah menceritakan kepadaku [Abu Thahir] dan [Harmalah bin Yahya At-Tujibi] -lafazhnya milik [Abu Thahir] - keduanya berkata : Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Wahb], telah mengabarkan kepadaku [Yunus] dari [Ibnu Syihab] dari [Humaid bin Abdurrahman] dari [Abu Hurairah], bahwa Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang bersedekah sepasang kuda perang untuk membela agama Allah (fi sabilillah), maka ia akan dipanggil kelak di dalam surga, 'Wahai hamba Allah! Inilah pahala kebaikanmu. Siapa yang rajin shalat, dia akan dipanggil dari pintu shalat; dan siapa yang ikut berjihad untuk menegakkan agama Allah, dia akan dipanggil dari pintu jihad; dan siapa yang rajin bersedekah, dia akan dipanggil dari pintu sedekah; dan siapa yang rajin berpuasa, dia akan dipanggil dari pintu Ar-Rayyan. Kemudian Abu Bakar bertanya, Wahai Rasulullah, adakah orang yang dipanggil dari semua pintu itu sekaligus? Rasulullah saw menjawab: Ya, ada, dan aku mengharap kamulah salah seorang dari mereka. (HR.Muslim : 1705, shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab man jama’ash shadaqati wa a’maalal birri, juz : 5, hal. 219) 4. Al-Barakah (اَلْبَرَكَة) berkah, bahagia dan untung. Artinya benda yang dikenai zakat, setelah dibayarkan zakatnya akan mendatangkan berkah, yaitu manfaat besar bagi upaya meningkatkan perekonomian umat, dan membawa berkah bagi setiap orang yang terlibat di dalamnya, sehingga muncul keuntungan serta kebahagian dunia akhirat. Allah berjanji akan memberikan ganti serta akan mencurahkan karunia yang banyak bagi yang menunaikannya dan berkah pula bagi mustahiq yang menermanaya dengan hati yang bersih/baik. Firman Allah dan hadits Nabi : ... ..وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (.....Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan. maka Allah akan menggantinya. Dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya).(QS.Saba’ : 39) حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ وَقَالَ يَمِينُ اللَّهِ مَلْأَى وَقَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ مَلْآنُ سَحَّاءُ لَا يَغِيضُهَا شَيْءٌ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ. (رواه مسلم : 1658 – صحيح مسلم – المكتبة الشاملة - بَاب الْحَثِّ عَلَى النَّفَقَةِ وَتَبْشِيرِ الْمُنْفِقِ بِالْخَلَفِ- الجزء : 5- صفحة : 156) Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] dan [Muhammad bin Abdullah bin Numair], mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin ‘Uyaynah] dari [Abiz Zinad] dari [Al-A’raj] dari [Abu Hurairah] hingga sampai kepada Nabi saw, beliau bersabda : Allah Tabaaraka wa ta’aalaa berfirman : Wahai anak Adam, berinfaklah kamu, niscaya Aku akan memberikan ganti (mencurahkan karunia) kepadamu. Beliau saw bersabda : Pemberian Allah selalu melimpah. Ibnu Numair berkata : Suatu pemberian yang tidak pernah berkurang meskipun mengalir siang dan malam. (HR.Muslim : 1658, shahh Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, babul hatstsi ‘alan nafaqati watabsyiril munfiq bilkhalafi, juz : 5, hal. 156) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدٍ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِطِيبِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ وَكَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى.(رواه مسلم: 1717- صحيح مسلم - المكتبة الشاملة -بَاب بَيَانِ أَنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى - الجزء : 5- صفحة : 236) Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] dan [Amru An Naqid], keduanya berkata : Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Az Zuhri] dari [Urwah bin Zubair] dan [Sa'id] dari [Hakim bin Hizam] ia berkata : Saya meminta sedekah kepada Nabi saw, maka beliau pun memberikannya padaku, kemudian aku meminta lagi, maka diberikannya lagi, kemudian aku meminta lagi, maka beliau pun memberikannya lagi. Sesudah itu, beliau bersabda : Sesungguhnya harta ini adalah lezat dan manis. Maka siapa yang menerimanya dengan hati yang baik, niscaya ia akan mendapat berkahnya. Namun, siapa yang menerimanya dengan nafsu serakah, maka dia tidak akan mendapat berkahnya. Dia akan seperti orang yang makan, namun tidak pernah merasa kenyang. Dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.(HR.muslim:1717. Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab bayani anna yadul ‘ulyaa khairun min yadis sufla,juz: 5, hal. 236) 5. Khatsirul khair (كَثِيْرُ الْخَيْرِ) kebaikan yang banyak. Artinya harta yang dikenai zakat adalah benda yang baik mutunya, dan jika harta benda itu telah dizakati, maka kebaikan mutunya akan lebih meningkat, sehingga kebaikan yang diperoleh akan semakin banyak. Allah berjanji akan melipat gandakan pahala sampai tujuh ratus kali lipat. Firman Allah : مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartnya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.Al-Baqarah : 261) Berdasarkan pengertian menurut bahasa di atas, maka zakat mempunyai fungsi pokok sebagai berikut : 1. Membersihkan jiwa dan harta muzakki (orang yang menunaikan zakat) 2. Fungsi sosial ekonomi. Artinya, bahwa zakat mempunyai misi meratakan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam bidang sosial ekonomi. Lebih jauh dapat berperan serta dalam membangun perekonomian mendasar yang bergerak langsung ke sektor ekonomi lemah. 3. Fungsi ibadah. Artinya, bahwa zakat merupakan sarana utama nomor tiga dalam pengabdian dan rasa syukur kepada Allah swt setelah dua kalimat syahadat dan shalat. Arti Zakat Menurut Istilah Syara’ Arti zakat menurut istilah syara’, ada beberapa batasan (definisi) yang ditampilkan dalam bab ini, antara lain sebagai berikut : 1. Menurut Imam Zakaria Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahhab : اسْمٌ لِمَا يُخْرَجُ عَنْ مَالٍ أَوْ بَدَنٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوصٍ (Nama bagi sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau badan menurut jalan/cara tertentu). 2. Menurut Imam Al-Khathib dalam kitab Hasiyah Al-Bujairimy : اسْمٌ لِقَدْرٍ مَخْصُوصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوصٍ يَجِبُ صَرْفُهُ لِأَصْنَافٍ مَخْصُوصَةٍ. (Nama bagi kadar tertentu dari harta tertentu yang wajib diserahkan kepada golongan-golongan tertentu). 3. Menurut Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari : إِعْطَاء جُزْء مِنْ النِّصَاب الْحَوْلِيّ إِلَى فَقِير وَنَحْوه غَيْر هَاشِمِيّ وَلَا مُطَّلِبِيٍّ . Memberikan sebagian dari harta yang sudah sampai nishab selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya yang bukan dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib. 4. Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqhus Sunnah : اَلزَّكَاةُ اِسْمٌ لِمَا يَخْرُجُهُ اْلإِنْسَانُ مِنْ حَقِّ اللهِ تَعَالَى اِلَى الْفُقَرَاءِ Zakat adalah nama bagi sesuatu yang dikeluarkan oleh manusia dari hak Allah kepada orang-orang fakir. Awal Mula Zakat Diwajibkan Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima. Dan masalah zakat ini tidak bisa dipisahkan dari usaha dan penghasilan masyarakat. Demikian juga pada zaman Rasulullah saw. Pada awal tahun pertama Rasulullah saw hijrah ke Madinah, beliau saw, dan para sahabat muhajirin (orang-orang Islam yang hijrah dari Makkah ke Madinah) masih disibukkan dengan cara menjalankan usaha untuk menghidupi diri dan keluarganya di tempat yang baru, karena semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki ditinggal di Makkah. Sementara di kalangan anshar (orang-orang Madinah yang membantu Nabi saw dan para sahabatnya yang hijrah dari Makkah) pada tahun pertama hijrah, mereka sibuk menyambut muhajirin dengan bantuan dan keramah-tamahan yang luar biasa. Firman Allah : وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (sahabat Anshar), ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS.Al-Hasyr : 9) Pada permulaan Islam, ketika orang-orang yang beriman masih menetap di Makkah, sebelum hjirah ke Madinah, sebenarnya sudah ada perintah mengeluarkan sebagian harta kekayaannya untuk diberikan kepada orang-orang miskin, namun masih bersifat sebagai anjuran. Dan ketentuan nisab (batasan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya) belum ditetapkan. Hal ini tergambar dalam ayat yang turun di Makkah sebagai berikut : .....وَمَا آَتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ .....Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Ar-Rum : 39) Kemudian kita baca pula surat Al-Mu’minun ayat 4, serta keterangannya yang dinukil dari tafsir Ibnu Katsir sebagai berikut : وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ Dan orang-orang yang menunaikan zakat. (QS. Al-Mu’minu : 4) Imam Ibnu Katsir memberikan penjelasan ayat tersebut sebagai berikut : Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat dalam ayat di atas adalah zakat mal (harta kekayaan). Padahal, ayat tersebut turun di Makkah, sedangkan zakat itu sendiri diwajibkan di Madinah pada tahun ke-2 Hijriah. Dengan demikian, terdapat sebuah fakta, bahwa kewajiban zakat pertama kali diturunkan adalah pada saat Nabi saw masih menetap di Makkah, sedangkan ketentuan nisabnya mulai ditetapkan setelah beliau hijrah ke Madinah. Dan setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, beliau menerima wahyu dengan kalimat ‘perintah’ seperti ayat berikut : وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Baqarah: 110). Berbeda dengan ayat sebelumnya, kewajiban zakat dalam ayat ini diungkapkan dengan kalimat perintah. Dan setiap ‘perintah’ menunjukkan kepada pengertian wajib selama ‘perintah’ berada dalam kemutlakannya, sesuai dengan kaedah الأصل فى الأمر الوجوب (asal dalam perintah menujukkan hukum wajib).Tetapi jika ada suatu dalil yang dapat mengalihkan kepada arti lain, maka hendaknya dialihkan kepada arti yang dikehendaki dalil tersebut. Zakat Dalam Bahasa Al-Qur’an Dalam Al-Qur’an Al-Karim zakat disebutkan dengan berbagai ungkapan, terkadang dengan zakat, shadaqah, infaq/nafaqoh dan Al-’afwu. 1. Zakat. Kata ini paling banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, bahkan sering disandingkan dengan perintah shalat sampai diulang dalam 82 ayat. Salah satu contoh adalah sebagai berikut : وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. (QS.Al-Baqarah : 43) 2. Shadaqah. Firman Allah : إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ ..... Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin..... (QS.At-Taubah : 60) 3. Infaq/Nafaqah. Firman Allah : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (zakatilah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (Al Baqarah:267) 4. Al-’Afwu. Firman Allah : .....وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ.... Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah : yang lebih dari keperluan (sedekah wajib/zakat). (Al-Baqarah : 219)