Jumat, 30 April 2010

ALLAH MENYEDIAKAN AMPUNAN DAN PAHALA BESAR

Allah telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang dinyatakan oleh Allah dalam kitab suci-Nya :

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(QS.Al-Ahab [33] : 35)

1. Tunduk dan berserah diri kepada Allah, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

2. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya yang imannya masuk ke dalam hati.

3. Selalu taat melaksanakan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.

4. Selalu benar dan jujur dalam ucapan dan perbuatan.

5. Sabar menghadapi ketentuan Allah, baik yang menyenangkan maupun tidak.

6. Khusyuk dalam ibadah kepada Allah, sehingga tertanam keyakinan bahwa dirinya akan bertemu dengan-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

7. Cinta bersedekah dengan harta, ilmu, pikiran dan dengan segala sesuatu yang dapat memberikan manfaat..

8. Berpuasa yang dapat membantu menundukkan syahwat hawa nafsu serta mampu mengendalikan diri.

9. Menjaga kemaluan dari segala perbuatan yang haram dan keji.

10. Selalu ingat kepada Allah dengan lidah, hati dan perbuatan.

Senin, 19 April 2010

DO’A MERANGKAI CINTA

Cinta adalah gejolak jiwa yang mampu merangsang seseoang merangkai cinta dan tali kasih dengan penuh gairah dan kemesraan. Cinta merupakan fitrah manusia yang tidak dapat dihindari, bahkan merupakan kebutuhan setiap insan. Secara fitrah, manusia telah dihiasi rasa cinta kepada lingkungannya, cinta kepada lawan jenis, cinta kepada anak dan cinta pula kepada harta yang dapat memenuhi kebutuhan hidup. Dalam Al-Qur’an diilustrasikan dengan indah :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ

Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS.Ali ‘Imran [3] : 14).

Sebagai hamba yang beriman, mencintai keluarga, kerabat, pangkat dan harta sebagai amanah Allah, tentu tidak akan pernah mengalahkan kecintaannya kepada yang membuat cinta, yaitu Allah. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an :

وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

Adapun orang-orang yang beriman lebih kuat kecintaannya kepada Allah”. (QS.Al-Baqarah [2] : 165)

Cinta pada hakikatnya merupakan energi yang mampu medorong seorang untuk melakukan sesuatu sesuai kehendak sang kekasih. Tahan duduk berlama-lama membayangkan sang kekasih, sambil menunggu hingga datang sesuai janji. Begitu berdialog, bisa berlama-lama karena rindu yang tidak dapat dibendung, bahkan air mata-pun akan mengalir. Pada saat seperti itulah mulai dapat dirasakan nikmatnya mencintai sang kekasih yang berada di atas segala kasih yaitu Allah. Firman Allah :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.Ali ‘Imran [3] : 31)

Cinta kepada Allah merupakan intisari dari semua ajaran yang ada dalam islam. Cinta kepada Allah yang menggelora dalam dada seorang hamba merupakan konsekuensi logis dari tumbuh suburnya iman. salah satu sarananya adalah do’a, karena ia merupakan sumsumnya ibadah. Rasulullah bersabda :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ. (رواه الترمذي)

Dari Anas bin Malik, dari Nabi saw, beliau bersabda : Do’a adalah sumsumnya ibadah. (HR.Tirmidzi)

Allah menyeru agar hamba-Nya menjalin komunikasi melalui do’a seperti rekaman firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".(QS. Al-Mu’min [40] : 60)

Untuk merangkai cinta, Rasulullah saw mengajarkan sebuah do’a yang diriwayatkan oleh imam Tirmidzi yang berasal dari Abu Darda’, yaitu do’a Nabi Daud :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ.(رواه الترمذي)

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu untuk tetap mencintai-Mu, dan mencinti orang yang mencintai-Mu, serta dapat menjalankan amal perbuatan yang bisa menyampaikan aku untuk mencintai-Mu. Ya Allah, berkenanlah Engkau menjadikan cintaku kepada-Mu melebihi cintaku kepada diriku sendiri, keluargaku dan air yang sejuk.(HR.Tirmidzi)

Pada kesempatan yang berbeda Rasulullah saw pernah mengumandangkan sebuah do’a yang juga diriwayatkan oleh imam Tirmidzi yang berasal dari Abdullah bin Yazid Al-Khathmy Al-Anshary sebagai berikut :

اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يَنْفَعُنِي حُبُّهُ عِنْدَكَ اللَّهُمَّ مَا رَزَقْتَنِي مِمَّا أُحِبُّ فَاجْعَلْهُ قُوَّةً لِي فِيمَا تُحِبُّ اللَّهُمَّ وَمَا زَوَيْتَ عَنِّي مِمَّا أُحِبُّ فَاجْعَلْهُ فَرَاغًا لِي فِيمَا تُحِبُّ (رواه الترمذي)

Ya Allah, berikanlah kepadaku kemampuan untuk tetap mencintai-Mu dan mencintai orang yang cintanya kepada-Mu itu memberikan manfaat kepadaku disisi-Mu. Ya Allah, apa yang telah Engkau berikan kepadaku berupa sesuatu yang aku cintai, jadikanlah ia sebagai kekuatan bagiku untuk menjalankan apa yang Engkau cintai. Ya Allah, apa yang telah Engkau jauhkan dariku berupa sesuatu yang aku cintai, jadikanlah ia bagiku sebagai peluang untuk menjalankan apa yang Engkau cintai. (HR.Tirmidzi)

Kamis, 15 April 2010

MEMBACA AL-FATIHAH

Membaca surah Al-Fatihah adalah salah satu rukun shalat yang termasuk dalam rukun Qauliyah, yaitu rukun yang berupa bacaan berdasarkan hadis Nabi :

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. (رواه البخاري : 714– صحيح البخاري - بَاب وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ – الجزء :3 - صفحة : 204)

‘Ali bin Abdillah bercerita kepada kami, ia berkata : Sufyan bercerita kepada kami, ia berkata : Azzuhri bercerita kepada kami, dari Mahmud bin Arrabi’, dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah saw bersabda : Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Surah Al-Fatihah). (HR.Bukhari : 714, Shahih Bukhari, Bab Wajuubil Qiraa-ati Lil-Imam wal-Ma’mum, juz 3, hal.204)

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ مَحْمُودَ بْنَ الرَّبِيعِ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ.(رواه مسلم : 597 – صحيح مسلم - بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ – الجزء : 2- صفحة :351 )

Hasan bin ‘Ali Al-Hulwani bercerita kepada kami, Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad bercerita kepada kami, Ayahku bercerita kepada kami, dari Shalih, dari Ibnu Syihab, bahwa Mahmud bin Arrabi’ bercerita kepadanya (Ibnu Syihab), sesungguhnya Ubadah bin Shamit mengabarkan kepadanya (Mahmud bin Arrabi’) : Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Tidaklah sah salat bagi orang yang tidak membaca ummul qur’an (induk Al-Qur’an yaitu Al-Fatihah). (HR.Muslim : 597, Shahih Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz : 2, hal.351)

حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ.(رواه مسلم : 598– صحيح مسلم - بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ – الجزء : 2- صفحة : 352)

Ishaq bin Ibrahim Al-Handhali menceritakan hadis ini kepada kami, Sufyan bin ‘Uyaynah mengabarkan kepada kami, dari Al-‘Ala’, dari ayahnya, diterima dari Abu Hurairah, diterima dari Nabi saw., beliau bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan salat, yang di dalam salatnya tidak dibaca ummul qur’an (surat Al-Fatihah), maka shalat itu kurang __beliau mengulangi kalimat ini sampai tiga kali__ yaitu tidak sempurna. (HR.Muslim : 598, Shahih Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz : 2, hal.352)

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَاعِدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سَيْفٍ الْحَرَّانِىُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الضَّحَّاكِ حَدَّثَنَا صَدَقَةُ عَنْ زَيْدِ بْنِ وَاقِدٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِى سَوْدَةَ عَنْ نَافِعِ بْنِ مَحْمُودٍ قَالَ أَتَيْتُ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ فَذَكَرَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قال : فَلاَ يَقْرَأَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا. (رواه الدارقطني : 1234- سنن الدارقطني -34 - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ أُمِّ الْكِتَابِ فِى الصَّلاَةِ وَخَلْفَ الإِمَامِ– الجزء : 2- صفحة : 348)

Yahya bin Muhammad bin Sha’id bercerita kepada kami, ulaiman bin Yusuf Al-Harrani bercerita kepada kami, Yahya bin Abdillah bin Adh-Dj\hahhak bercerita kepad kami, Shadaqah bercerita kepada kami, dari Zaid bin Waqid, dari Usman bin Abi Sawdah, dari Nafi’ bin Mahmud, ia berkata : Saya datang kepada Ubadah bin Shamid, ia menuturkan sebuah hadis dari Nabi saw, beliau bersabda : Sungguh janganlah kalian membaca (sesuatu bacaan) kecuali Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah), karena sesungguhnya tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya.(HR.Ad-Daraquthni :1234, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Ummil Kitab fishshalati Khalfal Imam, juz : 2, hal.348)

Dalam hadis di atas Rasulullah saw menggunakan kata “Man” yang bersifat umum, yaitu berlaku untuk siapa saja yang mengerjakan shalat, baik shalat fardhu atau sunat, shalat sendiri (infirad) atau berjama’ah, wajib membaca Al-Fatihah. Mazhab Imam Malik, Syafi’i dan jamhurul ulama dari para sahabat , tabi’in dan sesudahnya, telah bersepakat, bahwa membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat adalah wajib, berdasarkan beberapa hadis yang telah dikemukan di atas. Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa yang wajib dibaca adalah Al-Qur’an, bukan Al-Fatihah, berdasarkan firman Allah :

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ – (المزمل :20)

Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran (QS.Al-Muzzammil [73] : 20)

Dalam Syarah Muslim oleh Imam Nawawi dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan ayat yang mudah dari Al-Qur’an adalah surat Al-Fatihah, atau membaca ayat yang mudah sesudah membaca Al-Fatihah, atau membaca ayat yang mudah bagi orang yang lemah membaca Al-Fatihah.[1] Dengan demikian, menjadi sangat jelas bagi kita, bahwa membaca Al-Fatihah adalah wajib pada tiap-tiapa rakat dalam shalat.

Surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan salah satu ayatnya adalah “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. Firman Allah :

وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ ( الحجر : 87)

Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang[814] dan Al Quran yang agung. (QS.Al-Hijr [15] : 87)

Yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam surat Al-Hijr ayat 87 adalah surat Al-Fatihah yang terdiri dari tujuh ayat. Hadis Nabi :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَاعِدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ قَالاَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِىُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِى نُوحُ بْنُ أَبِى بِلاَلٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِذَا قَرَأْتُمُ الْحَمْدُ ِللهِ فَاقْرَءُوا بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِى وَبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِحْدَاهَا.(رواه الدارقطني : 1202 – سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - – الجزء : 3- صفحة : 313)

Yahya bin Muhammad bin Sha’id dan Muhammad bin Makhlad bercerita kepada kami, mereka berdua berkata : Ja’far bin Mukram bercerita kepada kami, Abu Bakar Al-Hanafi bercerita kepada kami, Abdulhamid bion Ja’far bercerita kepada kami, Nuh bin Abi Bilal mengabarkan kepadaku, dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqbari, diterima dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apabila kalian membaca “Alhamdulillaah” (Surat Al-Fatihah), maka bacalah “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”, karena ia adalah Ummul Qur’an (induknya Al-Qur’an), Ummul Kitab (induknya Al-Kitab) dan As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang). Dan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” adalah salah satu ayat dari surat Al-Fatihah. (HR.Ad-Daraquthni :1201, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.313)

حَدَّثَنِيْ نُوْحُ بْنِ اَبِيْ بِلاَلٍ عَنْ سَعِيْدٍ الْمَقْبَرِيْ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انه كان يقول : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ سَبْعُ آيَاتٍ اِحْدَاهُنَّ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِى وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ وَهِيَ اُمُّ الْقُرْآنِ وَهِيَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – الجزء : 2- صفحة : 45)

Nuh bin Abi Bilal bercerita kepadaku, dari Sa’id Al-Maqbari, diterima dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda : “Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin” (surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat, salah satunya adalah “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. Ia adalah As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al-Qur’an yang agung. Ia adalah Ummul Qur’an (induknya Al-Qur’an) dan Fatihatul Kitab (pembukaan Al-Kitab/Al-Qur’an). (HR.Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, juz : 2, hal.45)

Rasulullah saw membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” dengan suara yang jelas ketika membaca surat Al-Fatihah di dalam shatnya. Hal ini berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas :

حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادِ بْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنِى أَخِى مُحَمَّدُ بْنُ حَمَّادِ بْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِى ثَابِتٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَسَنٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِى صَلاَتِهِ.(رواه الدارقطني : 1167 - سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - – الجزء : 3- صفحة : 277)

Abu Ishaq, yaitu Ibrahim bin Hammad bin Ishaq bercerita kepada kami, Akhi, yaitu Muhammad bin Hammad bin Ishaq bercerita kepadaku, Sulaiman bin Abdul-Aziz bin Abi Tsabit bercerita kepada kami, Abdullah bin Musa bin Abdillah bin Hasan bercerita kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya, yaitu Abdullah bin Hasan bin hasan, dari ayahnya, dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib, ia berkata : Nabi saw membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” dalam shalatnya. (HR.Ad-Daraquthni :1167, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.277)

حَدَّثَنَا الْقَاضِى الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْحُلْوَانِىُّ حَدَّثَنَا أَبُو الصَّلْتِ الْهَرَوِىُّ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ سَالِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَجْهَرُ فِى الصَّلاَةِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه الدارقطني : 1172 - سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - الجزء : 3- صفحة : 383)

Al-Qadhi Al-Husain bin Isma’il bercerita kepada kami, Muhammad bin Ibrahim bin Abduhamid Al-Hulwani bercerita kepada kami, Abu Ashshalat Alharawi bercerita kepada kami, ‘Abbad bin Al-‘Awwam bercerita kepada kami, Syarik bercerita kepada kami, dari Salim, dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu Abbas, ia berkata : Nabi saw mengeraskan bacaan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” dalam shalatnya. (HR.Ad-Daraquthni :1172, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.383)

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ الشَّيْبَانِىُّ أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ نُصَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى فُدَيْكٍ عَنِ ابْنِ أَبِى ذِئْبٍ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ رضى الله عنهما فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه الدارقطني : 1178 - سنن الدارقطني - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - الجزء : 3- صفحة : 289)

Umar bin Hasan bin Ali Asysyaibani bertcerita kepada kami, Ja’far bin Muhammad bin Nushair mengebarkan kepada kami, Abu Aththahir, yaitu Ahmad bin ‘Isa bercerita kepada kami, Ibnu Abi Fudaik bercerita kepada kami, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, ia berkata : Saya mengerjakan shalat dibelakang Nabi saw, Abu Bakar dan Umar ra, mereka mengeraskan bacaan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. (HR.Ad-Daraquthni :1178, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal.289)

Sebagian ulama berpendapat, bahwa “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”, bukanlah bagian dari surat Al-Fatihah, berdasarkan hadis berikut ini :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَفْتَتِحُونَ الْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.(رواه الترمذي : 229– سنن الترمذي -بَاب مَا جَاءَ فِي افْتِتَاحِ الْقِرَاءَةِ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ - الجزء : 1 – صفحة : 416)

Qutaibah bercerita kepada kami, Abu ’Awanah bercerita kewpada kami, dari Qatadah, dari Anas, ia berkata : Rasulullah saw, Abu baker, Umar dan Utsman memulai bacaan dengan "Alhamdu Lillaahi Rabbil 'Aalamiina". (HR.Tirmidzi : 229, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a Fiftitahil Qiraa-ati Bilhamdu lillah rabbil ‘aalamiin, juz : 1, ha. 416)

Dalam kitab hadis Al-Jami’ush-Shahih Sunan Tirmidzi, ditegaskan oleh imam Syafi'i, bahwa Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman memulai bacaan dengan "Alhamdu Lillaahi Rabbil 'Aalamiina". Maksudnya adalah mereka memulai bacaan dengan "Fatihatul Kitab atau surat Al-Fatihah" sebelum membaca surah. Bukan berarti mereka tidak membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiimi”.

Hadis lain yang dijadikan dasar oleh ulama yang berpendapat, bahwa “Bismillaahir Rahmaanir Rahiimi”, bukan bagian dari surat Al-Fatihah :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ كِلَاهُمَا عَنْ غُنْدَرٍ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه مسلم : 605 - صحيح مسلم - بَاب حُجَّةِ مَنْ قَالَ لَا يُجْهَرُ بِالْبَسْمَلَةِ– الجزء : 2- صفحة : 361)

Muhammad bin Al-Mutsanna dan Ibnu Basysyar bercerita kepada kami, keduanya menerima dari Ghundzar. Ibnu Al-Mutsanna berkata : Muhammad bin Ja’far bercerita kepada kami, Syu’bah bercerita kepada kami, ia berkata : Saya mendengar Qatadah menceritakan sebuah hadis yang berasal dari Anas, ia berkata : Saya pernah mengerjakan shalat beserta Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman, namun saya tidak mendengar salah satu dari mereka yang membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. (HR.Muslim :605, Shahih Muslim, Bab Hujjati man qaala laa yajharu bil-Basmalah, juz : 2, hal.361)

Kalau Anas tidak mendengar Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim” ketika shalat, bukanlah berarti mereka itu tidak membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”, tetapi pada waktu itu mereka membaca dengan suara rendah (Sir). Perhatikan hadis berikut ini :

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ بْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه احمد : 12380- مسند احمد- باب مسند انس بن مالك – الجزء : 25- صفحة : 426)

Waki’bercerita kepada kami, Syu’bah bercerita kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, ia berkata : Saya pernah mengerjakan shalat dibelakang Rasulullah saw, dan dibelakang Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka tidak mengeraskan bacaan “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”. (HR.Ahmad, Musnad Ahmad, Bab Musnad Anas bin Malik, juz 254, hal.426)

Dalam shalat berjama’ah, makmum tetap wajib membaca Al-Fatihah ketika imam diam, berdasarkan hadis Nabi :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ صَلَّى صَلاَةً مَكْتُوبَةً مَعَ الإِمَامِ فَلَيَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فِى سَكَتَاتِهِ وَمَنِ انْتَهَى إِلَى أُمِّ الْقُرْآنِ فَقَدْ أَجْزَأَهُ.(رواه الدارقطني : 1222 - سنن الدارقطني -34 - باب وُجُوبِ قِرَاءَةِ أُمِّ الْكِتَابِ فِى الصَّلاَةِ وَخَلْفَ الإِمَامِ– الجزء : 3- صفحة : 335)

Muhammad bin Abdillah bin Uibaid bin Umair bercerita kepada kami, dari ‘Atha’, dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa mengerjakan shalat fardhu beserta imam, maka hendaklah ia membaca Fatihatul Kitab (Surat Al-Fatihah) pada waktu imam diam. Barangsiapa yang bacaannya berakhir hingga ummul Qur’an, maka cukuplah. (HR.Ad-Daraquthni :1222, Sunan Ad-Daraquthni, Bab Wajuubu Qiraa-ati Ummil Kitab fishshalati Khalfal Imam, juz : 3, hal.335)

Dalam hadis di atas disebutkan, bahwa kesempatan membaca Al-Fatihah bagi makmum adalah pada waktu imam “diam”. Abu Salamah bin Abdurrahman berkata : Imam mempunyai dua kali diam, manfaatkanlah dua kesempatan itu untuk membaca Al-Fatihah, yaitu satu kali diam ketika selesai bertakbir, dan satu kali diam lagi ketika selesai membaca “Ghairil Maghdhuubi ‘Alaihim Waladh-Dhaalliin”.[2] Atau makmum membaca Al-Fatihah di dalam hati, berdasarkan hadis berikut ini :

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ، فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. (رواه مسلم : 598- صحيح مسلم -بَاب وُجُوبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ - الجزء : 2- صفحة : 353)

Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali bercerita kepada kami, Sufyan bin ‘Uyaynah mengabarkan kepada kami, dari Al-‘Ala’, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan salat, yang di dalam salatnya tidak dibaca ummul Qur’an (surat Al-Fatihah), maka shalat itu kurang __beliau mengulangi kalimat ini sampai tiga kali__ yaitu tidak sempurna. Lalu ditanyakan kepada Abu Hurairah : (Bagaimana kami akan membaca surat Al-Fatihah) sedangkan Kami berada dibelakang imam? Abu Hurairah berkata : Bacalah di dalam hatimu, karena saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : Allah Yang Maha tinggi berfirman : Salat itu (surat Al-Fatihah)[3] Aku bagi antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta. Apabila hamba-Ku membaca : Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin (Segala puji kepunyaan Allah Tuhan semesta alam), Allah berfirman : Hamba-Ku telah memuji-Ku. Apabila hamba-Ku membaca : Arrahmaanir Rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), Allah berfirman : Hamba-Ku menyanjung-Ku. Apabila hamba-Ku membaca : Maaliki Yawmiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan), Allah berfirman : Hamba-Ku telah memuliakan Aku, dan sekali lagi Dia berfirman : Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku. Apabila hamba-Ku membaca : Iyyaaka Na’bu Wa Iyyaaka Nasta’iin (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan), Allah berfirman : Ini antara Aku dan hamba-Ku dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta. Apabila hamba-Ku membaca yang artinya : Ihdinash-Shiraathal Mustaqiim – Shirathal Ladziina An’amta ‘Alaihim Ghairil Maghdhuubi ‘Alaihim Walad Dhaalliin (Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat), Allah berfirman : Ini buat hamba-Ku dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta. (HR.Muslim : 598, Shahih Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz : 2, hal.353)

Sebagian ulama’ berpendapat, bahwa membaca surat Al-Fatihah tidak wajib bagi makmum dalam shalat Jahriyah (bacaan yang keras), dengan syarat makmum harus mendengar bacaan imam. [4] Hadis Nabi :

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي نُعَيْمٍ وَهْبِ بْنِ كَيْسَانَ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ : مَنْ صَلَّى رَكْعَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَلَمْ يُصَلِّ إِلَّا أَنْ يَكُونَ وَرَاءَ الْإِمَامِ.(رواه الترمذي : 288– سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ فِي تَرْكِ الْقِرَاءَةِ خَلْفَ الْإِمَامِ إِذَا جَهَرَ الْإِمَامُ بِالْقِرَاءَةِ – الجزء : 2 – صفحة : 26)

Ishaq bin Musa Al-Anshari bercerita kepada kami, Ma’an bercerita kepada kami, Malik bercerita kepada kami, dari Abu Nu’aim, yaitu Wahab bin Kaisan, bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata : Barangsiapa yang mengerjakan shalat satu rakaat yang di dalamnya tidak dibaca Ummul Qur'an (surat Al-Fatihah), maka tidaklah dikatakan mengerjakan shalat, kecuali mengerjakan salat di belakang imam (menjadi makmum). (HR. Tirmidzi : 288, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a fdii tarkil Qiraa-ah Khalfal imam Idzaa jaharal imam bil-Qiraa-ah, juz 2, hal. 26)

Dari hadis di atas dapat dipahami, bahwa makmum boleh tidak membaca Al-Fatihah di dalam shalat Jahriyah (bacaan yang keras), karena pada waktu itu makmu wajib mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang dikumandangkan imam. Hal ini berdasarkan firman Allah :

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A'raf [7] : 204)

Dalam ayat tersebut terdapat perintah mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri apabila dibacakan ayat Al-Qur’an, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Dalam kitab hadis Al-Jami’ush-Shahih Sunan Tirmidzi,[5] dikemukana tiga pendapat ulama’ tentang bacaan surat Al-Fatihah bagi makmum, yaitu :

1. Malik dan Ibnu Al-Qasim berpendapat : Makmum wajib membaca Al-Fatihah ketika bacaan imam sir (samar), dan makmum tidak wajib membaca ketika bacaan imam jahar (keras).

2. Syafi'i berpendapat : Makmum wajib membaca Al-Fatihah, baik bacaan imam sir maupun jahar. Akan tetapi beliau berkata : Ketika bacaan imam jahar, maka makmum membaca pada saat imam diam.

3. Ibnu Habib, Asyhab dan Ibnu Abdul Hakam berpendapat : Makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah, baik bacaan imam sir maupun jahar.

Bagi seseorang yang mampu membaca surat Al-Fatihah, wajib membacanya pada setiap rakaat dalam posisi berdiri tegak atau pada posisi sebagai pengganti berdiri.[6] Hadis Nabi :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا. (رواه البخاري : 715 – صحيح البخاري - بَاب وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ – الجزء :3 - صفحة :205)

Muhammad bin Basysyar bercerita kepada kami, ia berkata : Yahya bercerita kepada kami, dari ‘Ubaidillah, ia berkata : Sa’id bin Abi Sa’id bercerita kepadaku, dari ayahmya, diterima dari Abu Hurairah, bahwa Raulullah saw bersabda : Apabila engkau berdiri mengerjakan shalat, maka bertakbirlah, lalu bacalah sesuatu yang mudah bagimu dari Al-Qur’an. Kemudian rukuklah sampai tuma’ninah dalam posisi rukuk. Kemudian bangkitlan sampai tegak dalam posisi berdiri. Lalu sujudlah sampai tuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah sampai tuma’ninah dalam keadaan duduk. Lakukanlah hal itu dalam seluruh shalatmu. (HR.Bukhari : 715, Shahih Bukhari, Bab Wajuubil Qiraa-ati Lil-Imam wal-Ma’mum, juz 3, hal.205)

Hadits ini menjelaskan bahwa diantara rukun shalat adalah bertakbir dan membaca surat Al-Fatihah pada setiap raka’at dalam posisi berdiri tegak atau dalam posisi sebagai pengganti berdiri. Dan yang dimaksud dengan “sesuatu yang mudah dari Al-Qur’an” menurut imam Nawawi dalam Fathul Bari adalah surat Al-Fatihah.[7]

Apabila seseorang tidak mampu membaca surat Al-Fatihah, maka boleh diganti dengan ayat-ayat Al-Qur’an lainnya. Dan jika tidak mampu juga, maka boleh diganti dengan bacaan kalimat Tahmid, Tahlil dan Takbir. Hadis Nabi :

حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا أَنَسٌ يَعْنِي ابْنَ عَيَّاضٍ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ وَهَذَا لَفْظُ ابْنِ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فَإِنْ كَانَ مَعَكَ قُرْآنٌ فَاقْرَأْ بِهِ وَإِلَّا فَاحْمَدِ اللَّهَ وَكَبِّرْهُ وَهَلِّلْهُ.(رواه ابو داود : 730– سنن ابو داود -بَاب صَلَاةِ مَنْ لَا يُقِيمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ- – الجزء : 2 – صفحة : 25)

Al-Qan’abi bercerita kepada kami, Anas, yaitu Ibnu ‘Ayyadh bercerita kepada kami, Ibnu Al-Mutsnna bercerita kepada kami, Yahya bin Sa’id bercerita kepadaku, dari ‘Ubaidillah. Dan lafal hadis ini dari Ibnu Al-Mutsnna. Sa’id ibnu Abi Sa’id bercerita kepadaku, dari ayahnya, diterima dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Jika kamu dapat membaca Al-Qur’an, bacalah ayat Al-Qur’an. Dan jika tidak dapat membaca ayat Al-Qur’an, maka bertahmidlah, bertakbirlah dan bertahlillah. (HR.Abu Daud : 730, Sunan Abu Daud, Bab man Laa Yuqiimu Shulbahuu firrukuu’i wassujuud, juz 2, hal. 25)

حدثنا أبو عَبدِ الله محمد بن يعقوب بن يوسف الشَّيْبَانِي حدثنا عَلِى بن حَسَن الْهِلَالِي حدثنا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ عَنْ إِبْرَاهِيمَ السَّكْسَكِيِّ عن ابْنُ أَبِي أَوْفَى قال : اَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رجلٌ فقال اِنِّى لا استَطِيعُ اَن آخَذَ مِن القرآنِ شيئا فعَلِّمنِيْ ما يُجْزِيْنِىْ مِن القرآنِ قال سبحان الله والحمد لله ولا اله الا الله والله اكبر ولا حول ولا قوة الا بالله.(رواه البيهقي – سنن الكبرى للبيهقى – الجزء : 2 – صفحة : 381)

Abu Abdillah, yaitu Muhammd bin Ya’qub bin Yusuf Asy-Syaibani bercerita kepada kami, ‘Ali bin Hasan Al-Hilali bercerita kepada kami, Abu Nu’aim bercerita kepada kami, Mis’ar bercerita kepada kami, dari Ibrahim Assaksaki, dari Ibnu Abi Aufa, ia berkata : Datang kepada Nabi saw, seorang laki-laki, ia berkata : Saya tidak sanggup mengambil sesuatu dari ayat Al-Qur’an. Untuk itu, ajarkan kepadaku sesuatu yang dipandang cukup buatku dari ayat Al-Qur’an itu. Nabi bersabda : Subhaaballaah Walhamdulillaah Wa Laa Ilaaha Illallah Wallaahu Akbar Walaa Hawla Walaa Quwwata Illaa Billaah. (HR.Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, juz : 2, hal.381)

Kalau tidak mampu juga membaca kalimat Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Hawqala, maka boleh mengganti bacaan Al-Fatihah dengan kalimat-kalimat Thayyibah lainnya yang ia mampu. Hadis Nabi :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ... : فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ.(رواه البخاري : 6744 - صحيح البخاري -بَاب الِاقْتِدَاءِ بِسُنَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى– الجزء : 22 - صفحة : 255)

Isma’il bercerita kepada kami, Malik bercerita kepadaku, dari Abi Azzinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda : Apabila aku melarang kalian tentang sesuatu, maka tinggalkanlah, dan apabila aku perintahkan kalian tentang sesuatu, maka lakukanlah sesuatu itu menurut kesanggupanmu. (HR.Bukhari : 6744, Shahih Bukhari, Babul Iqtida’ Bisunani Rasu;lillah saw wa qawlihii Ta’aala, juz : 22, hal.255)

Orang yang sedang shalat, wajib membaca surat Al-Fatihah dengan lengkap 7 tujuh ayat, lengkap hurufnya, lengkap pula harakatnya, seperti fathah, kasrah dhammah, sukun, tasydid dan seterusnya, serta dibaca dengan tertib atau berurutan dari ayat 1 sampai ayat 7, posisi ayatnya tidak boleh ditukar-tukar. Al-Fatihah tidak dapat diganti dengan bahasa lain, walaupun hanya satu huruf. Kalau itu terjadi, maka tidak sah bacaannya, dan tidak sah pula salatnya. Orang yang tidak mampu membaca surat Al-Fatihah dengan baik, wajib terus belajar.[8]



[1]. Syarhun Nawawi ‘Alaa Muslim, Bab Wujuubu qiraah Al-Fatihah fii kulli rak-atin, juz 2, hal. 128

[2]. تحفة الأحوذي - ماجاء في ترك القراءة خلف الإمام – الجزء : 1 – صفحة :341

[3]. Ash-Shalatu (salat) adalah salah satu nama surat Al-Fatihah

[4]. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd, Op cit, Juz 1, hal.66.

[5]. Al-Jamiush-Shahih, yaitu Sunan Tirmidzi, jld. : 1,313, hal.125.

[6]. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd, Op cit, Juz 1, hal.66.

[7]. Ibnu Hajar, Fathul Bari Libni Hajar, Bab Wajuubil Qiraa-ati Lil-Imam wal-Ma’mum, juz : 3, hal. 124

[8]. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammd, op cit, Juz 1, hal.66.