Senin, 01 Maret 2010

KEUTAMAAN MENCARI ILMU

Mencari Ilmu adalah perintah Allah bagi hamba-bamba-Nya yang beriman. Iman adalah alat kontrol rohaniyah, sehingga tidak salah langkah dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Namun iman harus dipersandingkan dengan ilmu. Dan dengan ilmu, hamba yang beriman menjadi terampil.

Allah akan mengangkat derajat hamba yang beriman dan berilmu, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya :

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Mujadilah [58] : 11)

Mencari ilmu karena Allah akan diampuni dosa-dosanya, akan dimudahkan menuju surga serta mendapatkan nilai seperti orang yang berjuang fi sabilillah. renungkan sabda Nabi berikut ini :

عَنْ سَخْبَرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ كَانَ كَفَّارَةً لِمَا مَضَى. (رواه الترمذي : 2572-سنن الترمذي- بَاب فَضْلِ طَلَبِ الْعِلْمِ- الجزء : 1 – صفحة : 138)

Dari Sakhbarah, diterima dari Nabi saw, beliau bersabda : Barangsiapa yang mencari ilmu, maka usahanay itu menjadi penebus dosa yang telah lalu. (HR.Tirmidzi : 2572, Sunan Tirmidzi, Bab Fadhli Thalabil-Ilmi, Juz 1, hal. 138)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ.(رواه الترمذي : 2571-سنن الترمذي- بَاب فَضْلِ طَلَبِ الْعِلْمِ- الجزء : 9 – صفحة : 244)

Dari Anas bin Malik ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang keluar dalam rangka mencari ilmu, maka nilainya sama dengan perjuangan fii sabiilillaah hingga ia pulang.(HR.Tirmidzi : 2571, Sunan Tirmidzi, Bab Fadhli Thalabil-Ilmi, Juz 9, hal.244)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ. (رواه الترمذي : 2570-سنن الترمذي- بَاب فَضْلِ طَلَبِ الْعِلْمِ- الجزء : 9 – صفحة : 242)

Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR.Tirmidzi : 2570, Sunan Tirmidzi, Bab Fadhli Thalabil-Ilmi, Juz 9, hal.244)

Banyak contoh yang ditampilkan para sahabat Rasulullah saw, dalam hal kegigihannya menuntut ilmu berdasarkan iman. Di antaranya adalah sahabat Rasulullah sekaligus kerabat terdekatnya bernama Abdullah bin Abbas, yang sangat besar jasanya dalam mengembangkan islam terutama dalam bidang ilmu. Ia lahir tiga tahun sebelum peristiwa hijrah dan ketika Rasulullah saw., wafat ia berusia tiga belas tahun. Karena ketekunan dan kecerdasan yang dimilikinya ia mampu menghafal 1000 hadis sejak masih tergolong usia muda. Sejak usia tujuh tahun ia hampir tak pernah lepas dari Rasulullah. Dimana ada Rasulullah, di sana hampir selalu ada Abdullah bin Abbas. Ketika Rasulullah saw masih hidup, ia mencari ilmu langsung mendapatkan dari sumber aslinya. Akan tetapi setelah beliau wafat, maka Abdullah bin Abbas mencari ilmu kepada para sahabat. Bagaimana ketekunannya dalam mencari ilmu, Ibnu Abbas sendiri berkisah : Bila ada berita tentang hadis pada salah seorang sahabat Rasulullah, maka aku segera mendatanginya walaupun saat tidur siang. Di muka pintu rumahnya, aku berbaring berbantalkan pakaian luarku. Kadangkala angin berhembus menerpaku. Sebenarnya yang punya rumah pasti membukakan pintunya bila aku mau mengetuk. Akan tetapi aku tidak ingin mengganggu ketenangannya. Bila yang punya rumah keluar dan mendapatiku dalam keadaan begitu, maka dia berkata : Wahai putra paman Rasulullah,[1] apa yang membuat engkau datang sendiri? Seandainya engkau mengirim utusan, tentulah aku bisa datang. Abdullah bin Abbas menjawab : Akulah yang harus datang, sebab ilmu itu di datangi bukan mendatangi.

Sahabat yang lain seperti Abu Hurairah, telah banyak berkorban untuk bisa memperoleh ilmu dari sumber aslinya, yaitu Rasulullah saw. Begitu ia berniat, maka ditinggalkan semua pekerjaannya. Ia mengikuti ke mana saja Rasulullah saw, sering menyampaikan khutbah dan fatwanya, sehingga ia berhasil menghimpun ribuan hadis. Kecintaan Abu Hurairah terhadap ilmu, dibuktikan dengan pengorbanannya yang tidak sedikit. Ia sanggup hidup perihatin bertahun-tahun bahkan karena sangat laparnya __ sementara ia tidak ingin kehilangan ilmu sebab meninggalkan Rasulullah __ ia mengikatkan batu di perutny agar rasa lapar sedikit berkurang. Rasa lapar yang sering dialami tidak menyurutkan nyali Abu Hurairah untuk dekat dengan Rasulullah supaya memperoleh banyak ilmu. Ia berkata : “Adakalanya karena sangat lapar aku menghadang sahabat Rasulullah di jalan untuk menanyakan ayat-ayat Al-Qur’an, padahal sebenarnya sudah aku pahami, hanya supaya aku diajak ke rumahnya dan diberi makan”.[2]

Dari dua kisah tersebut di atas, ternyata untuk mendapatkan ilmu diperlukan adanya perjuangan dan pengorbanan yang didasari keyakinan yang mendalam, bahwa ilmu yang dicari itu akan mendatangkan manfaat, baik dalam program jangka pendek maupun program jangka panjang, yaitu meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Bagi orang yang beriman, ilmu merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi, termasuk dalam beribadah, seperti membaca Al-Qur’an diperlukan ilmu tajwid; demikian pula ibadah shalat, puasa, haji dan lainnya, diperlukan ilmu yang berhubungan dengan tata cara menjalankan ibadah itu.

Dalam sebuah kisah, pernah Rasulullah datang ke masjid melalui suatu pintu. Dilihat oleh beliau syetan sedang berada di sisi pintu, maka Rasulullah saw, bertanya, “Hai Iblis, apa yang kamu kerjakan di sini?” Setan menjawab, “Aku hendak masuk masjid untuk menghancurkan shalatnya orang itu, tapi aku takut kepada orang yang tidur ini.” Rasulullah saw, bertanya, “Mengapa kamu tidak takut kepada orang yang shalat padahal dia sedang beribadah dan menghadap Allah, justru kamu takut kepada orang yang sedang tidur itu, padahal dia lalai?” Setan menjawab, “Orang yang shalat itu bodoh dan mengganggu dia itu mudah saja. Akan tetapi orang yang tidur itu ahli ilmu. Jika saya mengganggu si bodoh dan menjadikan shalatnya rusak dan batal, maka saya takut si ahli ilmu itu bangun dan membenarkan shalatnya dengan segera.”[3]

Kisah ini bukan berarti membenarkan orang berilmu tidur melulu, akan tetapi mengandung informasi, bahwa berilmu itu lebih baik dari orang yang bodoh sekalipun si bodoh itu tekun beribadah. Tidak perlu membandingkan orang berilmu yang ahli ibadah dengan orang bodoh yang juga ahli ibadah, pasti jaraknya sangat jauh.

Amal tanpa ilmu tertolak, seperti yang dinyatakan dalam sebuah syair berikut ini :

وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ – اَعْمَالُهُ مرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ

Setiap orang yang beramal (bekerja dan termasuk beribadah) tanpa ilmu, maka segala amalnya tertolak, tidak akan diterima oleh Allah.



[1]. Abbas adalah paman Rasulullah, yaitu saudara lak-laki dari ayahnya yang bernama Abdullah. Abbas mempunyai seorang anak diberi nama Abdullah. Jadi, Abdullah bin Abbas adalah saudara sepupu Rasulullah

[2]. Hidayatullah, Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Pusat Balikpapan, edisi 05/THX/September 1997/Rajab 1418/hal. 52-53

[3] Ibid., edisi 09/TH V/Januari 1993/Rajab 1413/ hal. 8-9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar