Sejak masa diturunkan Al-Qur’an variasi bacaan sudah ada bahkan Rasulullah sendiri menyatakan hal itu. Namun demikian bukan berarti umat Islam boleh membaca seenaknya sesuai dialek dan kemauan mereka. Variasi bacaan tersebut telah ditetapkan sejak masa Rasulullah saw sehingga umat Islam mendapatkan keleluasaan dalam memahami teks Al-Qur’an dengan tetap memperhatikan bacaan yang sudah di akui kebenarannya oleh Rasulullah saw sendiri. Bukan merupakan rekayasa dan ciptaan para imam. Hal ini dapat kita lihat dalam riwayat berikut ini :
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَقْرَأَ أُمَّتُكَ الْقُرْآنَ عَلَى حَرْفٍ فَقَالَ أَسْأَلُ اللَّهَ مُعَافَاتَهُ وَمَغْفِرَتَهُ وَإِنَّ أُمَّتِي لَا تُطِيقُ ذَلِكَ - ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَقْرَأَ أُمَّتُكَ الْقُرْآنَ عَلَى حَرْفَيْنِ فَقَالَ أَسْأَلُ اللَّهَ مُعَافَاتَهُ وَمَغْفِرَتَهُ وَإِنَّ أُمَّتِي لَا تُطِيقُ ذَلِكَ - ثُمَّ جَاءَهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَقْرَأَ أُمَّتُكَ الْقُرْآنَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَحْرُفٍ فَقَالَ أَسْأَلُ اللَّهَ مُعَافَاتَهُ وَمَغْفِرَتَهُ وَإِنَّ أُمَّتِي لَا تُطِيقُ ذَلِكَ ثُمَّ جَاءَهُ الرَّابِعَةَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَقْرَأَ أُمَّتُكَ الْقُرْآنَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَأَيُّمَا حَرْفٍ قَرَءُوا عَلَيْهِ فَقَدْ أَصَابُوا (رواه مسلم : 1357 –صحيح مسلم –- بَاب بَيَانِ أَنَّ الْقُرْآنَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ وَبَيَانِ مَعْنَاهُ - الجزء :4 – صفحة : 257 )
Ubay bin Ka’b, bahwa Nabi saw bersabda : Jibril datang kepadanya seraya berkata : Sesungghnya Allah menyuruhmu membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan satu huruf. Nabi bersabda : Saya minta ma’af dan ampunan kepada Allah, sesungghnya umatku tidak mampu untuk itu. Jibril datang untuk kedua kalinya seraya berkata : Sesungghnya Allah menyuruhmu membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan dua huruf. Nabi bersabda : Saya minta ma’af dan ampunan kepada Allah, sesungghnya umatku tidak mampu untuk itu. Jibril datang untuk ketiga kalinya seraya berkata : Sesungghnya Allah menyuruhmu membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan tiga huruf. Nabi bersabda : Saya minta ma’af dan ampunan kepada Allah, sesungghnya umatku tidak mampu untuk itu. Jibril datang untuk keempat kalinya seraya berkata : Sesungghnya Allah menyuruhmu membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf, dengan huruf yang manapun mereka membacanya maka sungguh bacaan itu benar. (HR.Muslim : 1357, Shahih Muslim, Bab Bayani Annal-Qur’an ‘alaa sab’ah ahruf wa bayaani ma’naah, juz 4, hal. 257)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَؤُهَا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَنِيهَا وَكِدْتُ أَنْ أَعْجَلَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَمْهَلْتُهُ حَتَّى انْصَرَفَ ثُمَّ لَبَّبْتُهُ بِرِدَائِهِ فَجِئْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا فَقَالَ لِي أَرْسِلْهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اقْرَأْ فَقَرَأَ قَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثُمَّ قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ (رواه البخاري : 2241 – صحيح البخاري - بَاب كَلَامِ الْخُصُومِ بَعْضِهِمْ فِي بَعْضٍ)
Abdullah bin Yusuf bercerita kepada kami, Malik mengabarkan kepada kami dari ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdurrahman bin Abdin Al-qory, bahwa ia berkata : Saya mendengar Umar bin Khattab mengatakan : Saya mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surat Al-Furqon dengan (bacaan) selain yang kubaca, sedang Rasulullah Saw. telah membacakan (mengajarkan surat itu) kepada saya, saya hampir keburu (menegaskan masalah ini) kepadanya kemudian saya tunda sebentar sampai ia pulang, kemudian aku memanggilnya dan membawanya kehadapan Rasulullah Saw, maka saya mengatakan : Saya mendengar (hisyam) ini membaca dengan selain bacaan yang engkau ajarkan kepadaku, maka beliau mengatakan kepadaku : “Bawa ia (kepadaku) “kemudian berkata kepadanya : “Bacalah” maka ia segera membaca (dan Rasulullah) mengatakan : “Seperti inilah diturunkan”, kemudian beliau berkata kepadaku : “Bacalah” maka saya membaca (dan Rasulullah) mengatakan: “Seperti inilah diturunkan, sesungguhnya AlQur’an itu diturunkan dengan tujuh macam huruf, maka bacalah Al-Qur’an dengan (bacaan) yang mudah (bagimu).(HR.Bukhari : 2241, Shahih Bukhari, Bab :alamil-Khushum Ba’dhihim Fii ba’dhin, juz 8, hal. 266)
Dari kedua riwayat hadits di atas kita mengetahui bahwa variasi bacaan diterima Rasulullah lewat Jibril. Tujuh macam bacaan itu kemudian diajarkan kepada para sahabat, yang sekarang kita kenal sebagai “Qiraat Sab’ah” (tujuh macam bacaan). Tujuh macam cara baca itupun telah turun temurun dibacakan hingga sampai kepada kita sekarang ini. Sanad yang diterima oleh para penghafal Qur’an juga merujuk kepada salah satu dari ketujuh macam bacaan tersebut melalui sahabat yang langsung mendapatkan bacaan itu dari Rasulullah.
Variasi dalam Al-Qur’an yang kita kenal dengan tujuh macam cara baca, telah diperbolehkan oleh Rasulullah, dan hanya terbatas sesuai yang telah diajarkannya. Selanjutnya umat Islam tidak ada yang berani membaca dengan selain yang diajarkan olehnya. Perbedaan cara baca itu pun tidak melahirkan suatu pertentangan makna sehingga merubah subtansi ajaran yang pokok yaitu Tauhid. Justru perbedaan bacaan itu memberikan keleluasaan makna yang pada gilirannya memberikan keleluasaan pada umat Islam dalam menjalankan ibadah. Tapi tidak menyangkut masalah pokok seperti Tauhid.
Satu hal yang perlu diketahui bahwa masalah Qira’ah sab’ah bukanlah hal yang ditutup-tutupi dalam khazanah keilmuan Islam, apalagi Rasulullah saw telah menetapkan adanya ketujuh macam bacaan itu. Untuk mendapatkan Al-Qur’an dengan ketujuh macam bacaan kita tidak perlu susah-susah mencari teks-teks kuno di perpustakaan seperti orang mencari teks-teks yang seakan-akan disembunyikan, kita cukup pergi ke toko buku, karena sudah terjual bebas.
Terjemahan Al-Qur’an tidak dapat disebut Al-Qur’an, karena tidak mungkin mencakup isi atau seluruh kandungan Al-Qur’an. Hal ini tentu berbeda dengan tradisi Nsrani yang tidak mengenal istilah “Terjemah” yang ada adalah Injil bahasa Indonesia, Injil bahasa Inggris, dan lain-lain. Umat Nasrani tidak bisa langsung merujuk kepada teks tertuanya seperti yang dilakukan oleh umat Islam. Wallaahu A’lam Bishshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar