Syarat Sahnya Nikah
Syarat nikah adalah
sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya pernikahan, tetapi
sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pernikahan itu sendiri, seprti
beragama islam bagi calon pengantin laki-laki dan perempuan, atau seperti
berwudu’ (bersuci dari hadats
dan najis) bagi yang hendak menegakkan ibadah
shalat.
Syarat-syarat nikah merupakan dasar bagi sahnya
perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka pernikahan itu sah dan
menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami-isteri. Syarat nikah
itu bertalian dengan rukun-rukun nikah, yaitu syarat-syarat bagi calon
mempelai, wali, saksi, dan shighat (ijab qabul). Walaupun dalam penyusunan syarat nikah terdapat perbedaan,
akan tetapi pada intinya sama, berdasarkan ijtihad para ulama.
Syarat-syarat calon Suami[1]
1.
Beragama Islam
2.
Bukan mahram dari calon isteri dan jelas halal kawin
dengan calon isteri
3.
Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
4.
Orangnya diketahui dan tertentu
5.
Calon mempelai laki-laki tahu (kenal) pada calon isteri
serta tahu betul calon isterinya halal baginya.
6.
Calon suami rela (tidak dipaksa / tidak terpaksa) untuk
melakukan perkawinan itu dan atas kemauan sendiri.
7.
Tidak sedang melakukan Ihram.
8.
Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon isteri.
9.
Tidak sedang mempunyai isteri empat.
Syarat-Syarat Calon Isteri
1.
Beragama Islam atau ahli kitab.
2.
Tidak ada halangan syara’, yaitu tidak bersuami, bukan
mahram, tidak dalam sedang iddah.
3.
Terang bahwa ia adalah wanita. Bukan khuntsa (banci)
4.
Wanita itu tentu orangnya (jelas orangnya)
5. Tidak dipaksa (atas kemauan
sendiri).
6. Tidak sedang ihram haji atau
umrah.[2]
Syarat-Syarat Ijab
Qabul.
Pernikahan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan
lisan. Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau wakilnya,
sedangkan qabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya. Inilah yang
dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang yang bisu,
ijab dan qabul sah dengan isyarat yang dapat dipahami.
Ijab dan qabul dilakukan di dalam satu majlis, dan tidak
boleh ada jarak yang lama antara ijab dan qabul yang merusak kesatuan akad dan
kelangsungan akad, dan masing-masing ijab dan qabul dapat didengar dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang
saksi.
Akad nikah tidak sah kecuali
dengan lafaz nikah, zawaj atau terjemahan dari keduanya. Sabd Nabi saw : Maka bertakwalah kepada Allah
dalam urusan perempuan, karena sesungguhnya kamu boleh mengambil mereka sebagai
amanah Allah, dan kehormatan mereka halal bagimu dengan (mematuhi) kalimat
Allah. (HR.Muslim)[3]
Yang dimaksud “kalimat Allah” dalam
hadits di atas ialah sesuatu atau kata
yang terdapat di dalam kitab Allah (Al-Qur’an). Di dalam Al-Qur’an tidak
disebutkan selain dua kata itu (nikah dan zawaj). Untuk itu harus ditaati agar tidak terjadi
penyimpangan atau kekeliruan.[4]
Contoh kalimat ijab dan qabul
adalah sebagai berikut :
a. Ijab : “Ya ..........(nama mempelai pria) saya nikahkan
dan saya kawinkan putri saya bernama ......... (nama mempelai wanita) kepada engkau
dengan maskawin berupa .......... (mas,
uang dll) dibayar
tunai”.
b. Qabul : “Saya terima nikah dan kawinnya .......... (nama mempelai wanita) binti ........ (nama ayah mempelai wanita) dengan
maskawin yang tersebut tunai”
Syarat-Syarat Wali.
Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai
perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya. Adapun syarat-syarat
seorang wali hendaknya :
1.
Islam
2.
Baligh
3.
Berakal
4.
Merdeka
5.
Laki-laki
6.
Adil [5]
Syarat-Syarat Saksi.
Akad nikah itu wajib di hadiri oleh dua orang saksi yang
memenuhi syarat sebagai saksi. Adapun syarat saksi yang menghadiri akad nikah
haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar
serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah
Adapun kewajiban adanya saksi tidak lain, hanyalah untuk
kemaslahatan kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang
mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi. Juga misalnya
apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah menjadi
pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami isteri. Disamping
itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir adalah hasil dari
perkawinan suami isteri tersebut. Dan di sinilah saksi itu dapat memberikan
kesaksiannya.[6]
[1].http://muhammad-almansur.blogspot.co.id/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[2]. Muhammad
Abdul Tihami, Fiqh Munakahat, Kajian Fiqh Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali
Press, 2009.
[3]. HR.Muslim : 2137, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah,
bab Hajjatun Nabiyyi saw, juz : 1, hal.
245).
[4]. Fathul Mu’in, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz
3, hal. 317
[6]. Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana,
2008 - Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Kihtbah, Naikah, dan Talak,
Jakarta : Sinar Grafia 2009. - Muhammad Abdul Tihami, Fiqh Munakahat, Kajian
Fiqh Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Press, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar