Senin, 11 April 2016

SYARAT SAHNYA NIKAH



Syarat Sahnya Nikah
Syarat nikah adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya pernikahan, tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pernikahan itu sendiri, seprti beragama islam bagi calon pengantin laki-laki dan perempuan, atau seperti berwudu’ (bersuci dari hadats  dan najis) bagi yang hendak menegakkan ibadah shalat.
Syarat-syarat nikah merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka pernikahan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami-isteri. Syarat nikah itu bertalian dengan rukun-rukun nikah, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan shighat (ijab qabul). Walaupun  dalam penyusunan syarat nikah terdapat perbedaan, akan tetapi pada intinya sama, berdasarkan ijtihad para ulama.
Syarat-syarat calon Suami[1]
1.     Beragama Islam
2.     Bukan mahram dari calon isteri dan jelas halal kawin dengan calon isteri
3.     Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
4.     Orangnya diketahui dan tertentu
5.     Calon mempelai laki-laki tahu (kenal) pada calon isteri serta tahu betul calon isterinya halal baginya.
6.     Calon suami rela (tidak dipaksa / tidak terpaksa) untuk melakukan perkawinan itu dan atas kemauan sendiri.
7.     Tidak sedang melakukan Ihram.
8.     Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon isteri.
9.     Tidak sedang mempunyai isteri empat.
Syarat-Syarat Calon Isteri
1.     Beragama Islam atau ahli kitab.
2.     Tidak ada halangan syara’, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak dalam sedang iddah.
3.     Terang bahwa ia adalah wanita. Bukan khuntsa (banci)
4.     Wanita itu tentu orangnya (jelas orangnya)
5.     Tidak dipaksa (atas kemauan sendiri). 
6.     Tidak sedang ihram haji atau umrah.[2]
Syarat-Syarat Ijab Qabul.
Pernikahan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan lisan. Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau wakilnya, sedangkan qabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya. Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang yang bisu, ijab dan qabul sah dengan isyarat yang dapat dipahami.
Ijab dan qabul dilakukan di dalam satu majlis, dan tidak boleh ada jarak yang lama antara ijab dan qabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan masing-masing ijab dan qabul dapat didengar dengan  baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi.
Akad nikah tidak sah kecuali dengan lafaz nikah, zawaj atau terjemahan dari keduanya. Sabd Nabi saw : Maka bertakwalah kepada Allah dalam urusan perempuan, karena sesungguhnya kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah Allah, dan kehormatan mereka halal bagimu dengan (mematuhi) kalimat Allah. (HR.Muslim)[3]
Yang dimaksud “kalimat Allah” dalam hadits di atas ialah sesuatu atau kata  yang terdapat di dalam kitab Allah (Al-Qur’an). Di dalam Al-Qur’an tidak disebutkan selain dua kata itu (nikah dan zawaj).  Untuk itu harus ditaati agar tidak terjadi penyimpangan atau kekeliruan.[4]
Contoh kalimat ijab dan qabul adalah sebagai berikut :
a. Ijab :  “Ya ..........(nama mempelai pria) saya nikahkan dan saya kawinkan putri saya bernama ......... (nama mempelai wanita) kepada engkau dengan maskawin berupa .......... (mas, uang dll) dibayar tunai”.
b. Qabul :  “Saya terima nikah dan kawinnya .......... (nama mempelai wanita)  binti ........ (nama ayah mempelai wanita) dengan maskawin yang tersebut tunai”
Syarat-Syarat Wali.
Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya. Adapun syarat-syarat seorang wali hendaknya :
1.      Islam
2.      Baligh 
3.      Berakal
4.      Merdeka
5.      Laki-laki 
6.      Adil [5] 
Syarat-Syarat Saksi.
Akad nikah itu wajib di hadiri oleh dua orang saksi yang memenuhi syarat sebagai saksi. Adapun syarat saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah
Adapun kewajiban adanya saksi tidak lain, hanyalah untuk kemaslahatan  kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami isteri. Disamping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir adalah hasil dari perkawinan suami isteri tersebut. Dan di sinilah saksi itu dapat memberikan kesaksiannya.[6]


[1].http://muhammad-almansur.blogspot.co.id/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[2]. Muhammad Abdul Tihami, Fiqh Munakahat, Kajian Fiqh Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Press, 2009.
[3].  HR.Muslim : 2137,  Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Hajjatun Nabiyyi saw, juz : 1, hal. 245).
[4].  Fathul Mu’in, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 3, hal. 317
[5]. Kifayatul Akhyar oleh Imam Taqiyuddin, juz 2, Darul ilmi, surabaya, tanpa tahun, hal. 41
[6]. Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2008 - Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Kihtbah, Naikah, dan Talak, Jakarta : Sinar Grafia 2009. - Muhammad Abdul Tihami, Fiqh Munakahat, Kajian Fiqh Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Press, 2009.
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar