KHITHBAH (LAMARAN)
Setelah ditentukan pilihan
pasangan yang akan dinikahi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, langkah
selanjutnya adalah penyampaian kehendak untuk menikahi calon pilihannya itu.
Penyampaian kehendak untuk menikahi seseorang itu dinamakan dengan khitbah (خطبة) atau dalam bahasa indonesia dikenal dengan
istilah “lamaran / pinangan”.
Kata khitbah (خطبة) berasal dari bahasa Arab yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi. Khitbah berarti pinangan, yaitu melamar untuk
menyatakan permitaan atau ajakan mengikat perjodohan, dari seorang laki-laki
dengan seorang perempuan calon pasangannya. Adapun dalil yang memperbolehkan
khitbah adalah firman Allah :
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ
بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ
Dan tidak ada
dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[1] dengan sindiran[2] atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)
dalam hatimu. (QS.Al-Baqarah : 235)
Diantara peristiwa khithbah yang terjadi pada masa
Rasulullah saw, adalah yang dilakukan oleh sahabat beliau, bernama Abdurrahman
Bin ‘Auf yang mengkhithbah Ummu Hakim Binti Qarizh. Hadits riwayat Bukhari
menjelaskannya sebagai berikut :
وَقَالَ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ لِأُمِّ حَكِيمٍ بِنْتِ قَارِظٍ أَتَجْعَلِينَ أَمْرَكِ
إِلَيَّ؟ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ قَدْ زَوَّجْتُكِ. (رواه البخاري – صحيح البخاري– المكتبة
الشاملة – باب اذا كان الولي هو الخاطب- الجز ء : 16- صفحة : 90)
Dan ‘Abdurrahman
Bin ‘Auf berkata kepada Ummu Hakim Binti Qarizh : ”Maukah kamu menyerahkan
urusanmu kepadaku?” Ia menjawab ”Baiklah!”, maka Ia (Abdurrahman Bin ‘Auf)
berkata: “Kalau begitu, baiklah kamu saya nikahi.” (HR.Bukhari,
Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab idzaa kaanal waliyyu huwal
khatibu, juz 16, hal. 90).
Abdurrahman Bin ‘Auf dan Ummu Hakim keduanya merupakan
sahabat Rasulullah saw. Ketika itu Ummu Hakim statusnya sebagai seorang janda
karena suaminya telah gugur dalam medan perang. Kemudian Abdurrahman Bin Auf
(yang masih sepupunya) datang kepadanya secara langsung untuk mengkhitbah
sekaligus menikahinya. Dan Rasulullah saw tidak menegur atau menyalahkan
Abdurrahman Bin ‘Auf atas kejadian ini. Peristiwa ini menunjukan, bahwa seorang
laki-laki boleh meminang secara langsung calon istrinya tanpa didampingi oleh
orang tua atau walinya.
Selain itu, seorang wanita juga diperbolehkan untuk
meminta seorang laki-laki agar menjadi suaminya, berdasarkan pada sebuah
riwayat berikut :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ
بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ سَعْدٍ
كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُلُوسًا فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ تَعْرِضُ نَفْسَهَا عَلَيْهِ
فَخَفَّضَ فِيهَا النَّظَرَ وَرَفَعَهُ فَلَمْ يُرِدْهَا. (رواه البخاري:
4737
– صحيح البخاري– المكتبة
الشاملة – باب اذا كان الولي هو الخاطب- الجز ء : 16- صفحة : 92)
Telah menceritakan kepada kami
[Ahmad bin Al Miqdam], telah menceritakan kepada kami [Fudlail bin Sulaiman],
telah menceritakan kepada kami [Abu Hazim], telah menceritakan kepada kami
[Sahl bin Sa'd] ia berkata; Suatu ketika, kami duduk di sisi Nabi saw, lalu beliau
didatangi oleh seorang wanita yang hendak menawarkan diri pada beliau, maka
beliau pun memandangi wanita itu dengan cermat, namun beliau belum juga memberi
jawaban. (HR.Bukhari :4737, Shahih Bukhari, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab idzaa kaanal waliyyu huwal khatibu, juz 16, hal. 92).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat difahami bahwa
khithbah merupakan jalan untuk mengungkapkan maksud seorang kepada lawan
jenisnya terkait dengan tujuan membangun sebuah kehidupan berumah tangga, baik
dilakukan secara langsung (kepada calon) ataupun melalui perwakilan pihak lain.
Hukum meminang menurut imam Al-Ghazali
adalah sunah berdalil dengan perbuatan Nabi saw, namun di dalam kitab-kitab
para pengikut imam Syafi’i dituturkan dengan hukum jawaz (mubah), dengan
keterangan sebagai berkut :
(1)
Perempuan yang tidak terikat oleh akad nikah dan tidak
pula dalam masa 'iddah, boleh dipinang dengan bahasa sindiran (ta’ridl-تعريض)
atau terang terangan (tashrih-تصريح).
(2)
Perempuan yang
berada dalam masa ‘iddah, haram dipinang dengan terang terangan (tashrih-تصريح)
secar mutlak.
(3)
Perempuan yang berada dalam masa ‘iddah talaq raj’i (رجعي),
haram dipinang dengan sindiran (ta’ridl-تعريض).
(4)
Perempuan yang berada dalam masa ‘iddah karena suaminya
wafat, tidak haram (boleh) dipinang
dengan sindiran (ta’ridl-تعريض).
(5) Perempuan yang berada dalam masa
‘iddah dengan keadaan hamil, tidak boleh dipinang, baik dengan bahasa sindiran
(ta’ridl-تعريض) atau terang terangan (tashrih-تصريح).[3]
Tidak boleh melamar perempuan yang sudah dipinang orang
lain, berdasarkan hadits Nabi :
و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَبِعْ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبْ
عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَهُ. (رواه
مسلم : 2531– صحيح مسلم– المكتبة الشاملة – باب تحر يم الخطبة عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ
لَهُ - الجز ء :7- صفحة : 324)
Telah menceritakan kepada kami
[Zuhair bin Harb] dan [Muhammad bin Al Mutsanna] semuanya dari [Yahya Al
Qatthan], [Zuhair] mengatakan; telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari
[Ubaidillah], telah mengabarkan kepadaku [Nafi'] dari [Ibnu Umar] dari Nabi
saw, beliau bersabda
: "Janganlah seseorang membeli barang yang telah ditawar oleh
saudaranya, dan janganlah seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh
saudaranya kecuali telah mendapatkan izin darinya." (HR. Muslim :
2531, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Tahrimul khitbah ‘alaa khitbati akhihi illaa
ayya’dzana lahu, juz : 7, hal. 324)
Melihat calon pasangan
Disunatkan melihat perempuan yang akan dinikahi, agar
tidak menyesl dikemudian hari. Bahkan boleh melihat secara berulang-ulang agar
kondisinya lebih jelas, baik melihatnya medapat izin atau tidak. Dan demikian
pula bagi perempuan, dibolehkan melihat caoln suaminya.[4] Sabda Nabi saw:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي
زَائِدَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ سُلَيْمَانَ هُوَ الْأَحْوَلُ عَنْ
بَكْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيِّ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ
أَنَّهُ خَطَبَ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ
بَيْنَكُمَا.(رواه الترمذي : 1007- سنن الترمذي– المكتبة
الشاملة – باب فى الرجل ينظر الى المرأة يريد تزويجها- الجز ء : 4- صفحة : 265)
Telah menceritakan kepada kami
[Ahmad bin Mani'], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Za`idah] berkata;
telah menceritakan kepadaku ['Ashim bin Sulaiman Al Ahwal] dari [Bakr bin
Abdullah Al Muzani] dari [Al Mughirah bin Syu'bah], dia meminang seorang
wanita. Nabi saw bersabda : "Lihatlah
dia! karena hal itu akan lebih melanggengkan perkawinan kalian berdua." (HR. Tirmidzi : 1007, Sunan
Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, birrajuli
yanzhuru ilal mar’ati yuridu tazwijiha, juz : 4, hal. 265)
حَدَّثَنَا
حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عِيسَى عَنْ
مُوسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ أَوْ حُمَيْدَةَ الشَّكُّ مِنْ
زُهَيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ
أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ
وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَمُ. (رواه
احمد : 22496- مسند احمد – المكتبة الشاملة – باب حديث ابي
حميد الساعدي- الجز ء : 48- صفحة : 92)
Telah menceritakan kepada kami
[Hasan bin Musa], telah menceritakan kepada kami [Zuhair] dari [Abdullah bin
Isa] dari [Musa bin Abdullah] dari [Abu Humaid atau Humaidah], keraguan ada
pada Zuhair, dia berkata; Rasulullah saw
bersabda: "jika
seseorang dari kalian melamar seorang wanita, maka tidak mengapa baginya untuk
melihat wanita tersebut, hanya saja dia melihatnya untuk melamarnya saja
meskipun wanita tersebut tidak mengetahuinya. (HR.
Ahmad : 22496, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits Abu Humaid
As-Sa’idi ra, juz : 48, hal. 92)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ
زِيَادٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ حُصَيْنٍ عَنْ
وَاقِدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَعْنِي ابْنَ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ
اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ.(رواه ابو داود : 1783- سنن ابو داود– المكتبة الشاملة – باب فى الرجل ينظر الى المرأة يريد
تزويجها- الجز ء : 5-
صفحة : 475)
Telah menceritakan kepada kami
[Musaddad], telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahid bin Ziyad], telah
menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ishaq], dari [Daud bin Hushain], dari
[Waqid bin Abdurrahman bin Sa'd bin Mu'adz] dari [Jabir bin Abdullah], ia
berkata; Rasulullah saw bersabda: "Apabila
salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk
melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya." (HR. Abu Daud
: 1783, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab Firrajuli yanzhuru
ilal Mar-ati yuridu tazwijuha, juz : 5,
hal. 475)
Adapun batas-batas anggota yang boleh dilihat menurut jamhurul ulama’ : Tidak boleh
melihat selain wajah dan telapak
tangannya. Menurut Imam Al-Auza’i : Boleh melihat dengan sungguh-sungguh
kecuali auratnya. Imam Ibnu Hazam berkata : Boleh melihat bagian depan dan bagian belakangnya.[5] Kebolehan melihat calon mempelai tidak hanya berlaku
bagi pihak laki-laki saja, tetapi pihak perempuan-pun boleh melihat, bahkan
boleh mengamati laki-laki yang meminagnya.
Dengan demikian, kedua calon mempelai itu telah mempunyai kepastian
tentang keadaan keaadan calon mereka masing-masing.
Jangan Menolak Pinangan Lelaki
Shaleh
Jangan menolak pinangan lelaki shaleh, karena apabila di
tolak akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ
سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ
مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ
فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ.(رواه
الترمذي : 1004- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة –بَاب مَا جَاءَ
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ فَزَوِّجُوهُ - الجز ء : 4- صفحة : 260)
Telah mengabarkan kepada kami
[Qutaibah], telah menceritakan kepada kami [Abdul Hamid bin Sulaiman] dari
[Ibnu 'Ajlan] dari [Ibnu Watsimah An Nashri] dari [Abu Hurairah] berkata: Rasulullah
saw bersabda: "Jika seseorang
melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedangkan kalian ridha agama dan
akhlaknya (pelamar tersebut), maka nikahkanlah dia (dengan anak perempuan atau
kerabat kalian). Jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar."
(HR.Tirmidzi : 1004, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a idzaa jaa-akum man tardlauna
diinahu fazawwijuuhu, juz 4, hal. 260)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو السَّوَّاقُ
الْبَلْخِيُّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مُسْلِمِ بْنِ هُرْمُزَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَسَعِيدٍ ابْنَيْ عُبَيْدٍ عَنْ أَبِي
حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ
وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ
وَفَسَادٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ قَالَ إِذَا جَاءَكُمْ
مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ .(رواه
الترمذي : 1005- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة –بَاب مَا جَاءَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ
تَرْضَوْنَ دِينَهُ فَزَوِّجُوهُ -
الجز ء : 4- صفحة : 261)
Telah menceritakan kepada kami
[Muhammad bin 'Amr bin As Sawwaq Al Balkhi], telah menceritakan kepada kami
[Hatim bin Isma'il] dari [Abdullah bin Muslim bin Hurmuz] dari [Muhammad] dan
[Sa'id] anak laki-laki 'Ubaid, dari [Abu Hatim Al Muzani] berkata; Rasulullah saw bersabda: "Jika seseorang datang
melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan
terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan." Para shahabat bertanya : Wahai
Rasulullah, "Meskipun dia tidak kaya." Beliau bersabda : "Jika
seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah dia." Beliau mengatakannya tiga kali. (HR.Tirmidzi :
1005, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah,
bab maa jaa-a idzaa jaa-akum man tardlauna diinahu fazawwijuuhu, juz 4,
hal. 261)
[2]. Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita
yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena Talak Bain, sedang
wanita yang dalam 'iddah Talak Raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan
sindiran.
[3]. Baca kitab Raudlatut Thalibin Wa
‘Umdatul Muftin (روضة الطالبين وعمدة المفتين), Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Lifashlirrabi’
filkhitbah, juz 2, hal. 458
[4]. Baca kitab Raudlatut Thalibin Wa
‘Umdatul Muftin (روضة الطالبين وعمدة المفتين), Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Lifashlirrabi’
filkhitbah, juz 2, hal. 455
[5]. Baca Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, Al-Maktabah, Asy-Syamilah, bab An-Nadharu ilal Mar’ati
qablat tazwij, juz : 14, hal. 379
Tidak ada komentar:
Posting Komentar