Selasa, 29 Desember 2015

KHITBAH (LAMARAN)



KHITHBAH (LAMARAN)
Setelah ditentukan pilihan pasangan yang akan dinikahi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, langkah selanjutnya adalah penyampaian kehendak untuk menikahi calon pilihannya itu. Penyampaian kehendak untuk menikahi seseorang itu dinamakan dengan  khitbah (خطبة)  atau dalam bahasa indonesia dikenal dengan istilah “lamaran / pinangan”.
Kata khitbah (خطبة) berasal dari bahasa Arab yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi. Khitbah berarti pinangan, yaitu melamar untuk menyatakan permitaan atau ajakan mengikat perjodohan, dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon pasangannya. Adapun dalil yang memperbolehkan khitbah adalah firman Allah :
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[1] dengan sindiran[2] atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. (QS.Al-Baqarah : 235)
Diantara peristiwa khithbah yang terjadi pada masa Rasulullah saw, adalah yang dilakukan oleh sahabat beliau, bernama Abdurrahman Bin ‘Auf yang mengkhithbah Ummu Hakim Binti Qarizh. Hadits riwayat Bukhari menjelaskannya sebagai berikut :
وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ لِأُمِّ حَكِيمٍ بِنْتِ قَارِظٍ أَتَجْعَلِينَ أَمْرَكِ إِلَيَّ؟ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ قَدْ زَوَّجْتُكِ. (رواه البخاري – صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – باب اذا كان الولي هو الخاطب- الجز ء : 16- صفحة :   90)
Dan ‘Abdurrahman Bin ‘Auf berkata kepada Ummu Hakim Binti Qarizh : ”Maukah kamu menyerahkan urusanmu kepadaku?” Ia menjawab ”Baiklah!”, maka Ia (Abdurrahman Bin ‘Auf) berkata: “Kalau begitu, baiklah kamu saya nikahi.” (HR.Bukhari, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab idzaa kaanal waliyyu huwal khatibu, juz 16, hal. 90).
Abdurrahman Bin ‘Auf dan Ummu Hakim keduanya merupakan sahabat Rasulullah saw. Ketika itu Ummu Hakim statusnya sebagai seorang janda karena suaminya telah gugur dalam medan perang. Kemudian Abdurrahman Bin Auf (yang masih sepupunya) datang kepadanya secara langsung untuk mengkhitbah sekaligus menikahinya. Dan Rasulullah saw tidak menegur atau menyalahkan Abdurrahman Bin ‘Auf atas kejadian ini. Peristiwa ini menunjukan, bahwa seorang laki-laki boleh meminang secara langsung calon istrinya tanpa didampingi oleh orang tua atau walinya.
Selain itu, seorang wanita juga diperbolehkan untuk meminta seorang laki-laki agar menjadi suaminya, berdasarkan pada sebuah riwayat berikut :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ سَعْدٍ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُلُوسًا فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ تَعْرِضُ نَفْسَهَا عَلَيْهِ فَخَفَّضَ فِيهَا النَّظَرَ وَرَفَعَهُ فَلَمْ يُرِدْهَا. (رواه البخاري: 4737 – صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – باب اذا كان الولي هو الخاطب- الجز ء : 16- صفحة :    92)
Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Al Miqdam], telah menceritakan kepada kami [Fudlail bin Sulaiman], telah menceritakan kepada kami [Abu Hazim], telah menceritakan kepada kami [Sahl bin Sa'd] ia berkata; Suatu ketika, kami duduk di sisi Nabi saw, lalu beliau didatangi oleh seorang wanita yang hendak menawarkan diri pada beliau, maka beliau pun memandangi wanita itu dengan cermat, namun beliau belum juga memberi jawaban. (HR.Bukhari :4737, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab idzaa kaanal waliyyu huwal khatibu, juz 16, hal. 92).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat difahami bahwa khithbah merupakan jalan untuk mengungkapkan maksud seorang kepada lawan jenisnya terkait dengan tujuan membangun sebuah kehidupan berumah tangga, baik dilakukan secara langsung (kepada calon) ataupun melalui perwakilan pihak lain.
Hukum meminang menurut imam Al-Ghazali adalah sunah berdalil dengan perbuatan Nabi saw, namun di dalam kitab-kitab para pengikut imam Syafi’i dituturkan dengan hukum jawaz (mubah), dengan keterangan sebagai berkut :
(1)   Perempuan yang tidak terikat oleh akad nikah dan tidak pula dalam masa 'iddah, boleh dipinang dengan bahasa sindiran (ta’ridl-تعريض) atau terang terangan (tashrih-تصريح).
(2)    Perempuan yang berada dalam masa ‘iddah, haram dipinang dengan terang terangan (tashrih-تصريح) secar mutlak. 
(3)   Perempuan yang berada dalam masa ‘iddah talaq raj’i (رجعي), haram dipinang dengan  sindiran (ta’ridl-تعريض).
(4)   Perempuan yang berada dalam masa ‘iddah karena suaminya wafat,  tidak haram (boleh) dipinang dengan  sindiran (ta’ridl-تعريض).
(5)   Perempuan yang berada dalam masa ‘iddah dengan keadaan hamil, tidak boleh dipinang, baik dengan bahasa sindiran (ta’ridl-تعريض) atau terang terangan (tashrih-تصريح).[3] 
Tidak boleh melamar perempuan yang sudah dipinang orang lain, berdasarkan hadits Nabi :
و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَبِعْ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَهُ. (رواه مسلم : 2531– صحيح مسلم– المكتبة الشاملة – باب تحر يم الخطبة عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَهُ - الجز ء :7- صفحة :  324)
Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] dan [Muhammad bin Al Mutsanna] semuanya dari [Yahya Al Qatthan], [Zuhair] mengatakan; telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Ubaidillah], telah mengabarkan kepadaku [Nafi'] dari [Ibnu Umar] dari Nabi saw, beliau bersabda : "Janganlah seseorang membeli barang yang telah ditawar oleh saudaranya, dan janganlah seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya kecuali telah mendapatkan izin darinya." (HR. Muslim : 2531,  Shahih Muslim,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Tahrimul khitbah ‘alaa khitbati akhihi illaa ayya’dzana lahu,   juz : 7, hal. 324)
Melihat calon pasangan
Disunatkan melihat perempuan yang akan dinikahi, agar tidak menyesl dikemudian hari. Bahkan boleh melihat secara berulang-ulang agar kondisinya lebih jelas, baik melihatnya medapat izin atau tidak. Dan demikian pula bagi perempuan, dibolehkan melihat caoln suaminya.[4] Sabda Nabi saw:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ سُلَيْمَانَ هُوَ الْأَحْوَلُ عَنْ بَكْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيِّ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّهُ خَطَبَ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :  انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا.(رواه الترمذي : 1007- سنن الترمذي– المكتبة الشاملة – باب فى الرجل ينظر الى المرأة يريد تزويجها- الجز ء :  4- صفحة : 265)
Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Za`idah] berkata; telah menceritakan kepadaku ['Ashim bin Sulaiman Al Ahwal] dari [Bakr bin Abdullah Al Muzani] dari [Al Mughirah bin Syu'bah], dia meminang seorang wanita. Nabi saw  bersabda : "Lihatlah dia! karena hal itu akan lebih melanggengkan perkawinan kalian berdua." (HR. Tirmidzi : 1007, Sunan Tirmidzi,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, birrajuli yanzhuru ilal mar’ati yuridu tazwijiha,  juz : 4, hal. 265)
 حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عِيسَى عَنْ مُوسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ أَوْ حُمَيْدَةَ الشَّكُّ مِنْ زُهَيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   :إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَمُ. (رواه احمد : 22496- مسند احمد – المكتبة الشاملة – باب حديث ابي حميد الساعدي- الجز ء :  48- صفحة : 92)
Telah menceritakan kepada kami [Hasan bin Musa], telah menceritakan kepada kami [Zuhair] dari [Abdullah bin Isa] dari [Musa bin Abdullah] dari [Abu Humaid atau Humaidah], keraguan ada pada Zuhair, dia berkata; Rasulullah saw  bersabda: "jika seseorang dari kalian melamar seorang wanita, maka tidak mengapa baginya untuk melihat wanita tersebut, hanya saja dia melihatnya untuk melamarnya saja meskipun wanita tersebut tidak mengetahuinya. (HR. Ahmad : 22496, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits Abu Humaid As-Sa’idi ra, juz : 48, hal. 92)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ حُصَيْنٍ عَنْ وَاقِدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَعْنِي ابْنَ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ.(رواه ابو داود : 1783- سنن ابو داود– المكتبة الشاملة – باب فى الرجل ينظر الى المرأة يريد تزويجها- الجز ء : 5- صفحة :   475)
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad], telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahid bin Ziyad], telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ishaq], dari [Daud bin Hushain], dari [Waqid bin Abdurrahman bin Sa'd bin Mu'adz] dari [Jabir bin Abdullah], ia berkata; Rasulullah saw  bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya." (HR. Abu Daud : 1783, Sunan Abu Daud,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Firrajuli yanzhuru ilal Mar-ati yuridu tazwijuha,   juz : 5, hal. 475)
Adapun batas-batas anggota yang boleh dilihat  menurut jamhurul ulama’ : Tidak boleh melihat  selain wajah dan telapak tangannya. Menurut Imam Al-Auza’i : Boleh melihat dengan sungguh-sungguh kecuali auratnya. Imam Ibnu Hazam berkata : Boleh melihat  bagian depan dan bagian belakangnya.[5] Kebolehan melihat calon mempelai tidak hanya berlaku bagi pihak laki-laki saja, tetapi pihak perempuan-pun boleh melihat, bahkan boleh mengamati laki-laki yang meminagnya.  Dengan demikian, kedua calon mempelai itu telah mempunyai kepastian tentang keadaan keaadan calon mereka masing-masing.
Jangan Menolak Pinangan Lelaki Shaleh
Jangan menolak pinangan lelaki shaleh, karena apabila di tolak akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ.(رواه الترمذي : 1004- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة –بَاب مَا جَاءَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ فَزَوِّجُوهُ - الجز ء : 4- صفحة :  260)
Telah mengabarkan kepada kami [Qutaibah], telah menceritakan kepada kami [Abdul Hamid bin Sulaiman] dari [Ibnu 'Ajlan] dari [Ibnu Watsimah An Nashri] dari [Abu Hurairah] berkata: Rasulullah saw  bersabda: "Jika seseorang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedangkan kalian ridha agama dan akhlaknya (pelamar tersebut), maka nikahkanlah dia (dengan anak perempuan atau kerabat kalian). Jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar." (HR.Tirmidzi : 1004, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah,  bab maa jaa-a idzaa jaa-akum man tardlauna diinahu fazawwijuuhu, juz 4, hal. 260)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو السَّوَّاقُ الْبَلْخِيُّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ هُرْمُزَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَسَعِيدٍ ابْنَيْ عُبَيْدٍ عَنْ أَبِي حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ قَالَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ .(رواه الترمذي :  1005- سنن الترمذي – المكتبة الشاملة –بَاب مَا جَاءَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ فَزَوِّجُوهُ - الجز ء : 4- صفحة :  261)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Amr bin As Sawwaq Al Balkhi], telah menceritakan kepada kami [Hatim bin Isma'il] dari [Abdullah bin Muslim bin Hurmuz] dari [Muhammad] dan [Sa'id] anak laki-laki 'Ubaid, dari [Abu Hatim Al Muzani] berkata; Rasulullah saw   bersabda: "Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan." Para shahabat bertanya : Wahai Rasulullah, "Meskipun dia tidak kaya." Beliau bersabda : "Jika seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia." Beliau mengatakannya tiga kali. (HR.Tirmidzi : 1005, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah,  bab maa jaa-a idzaa jaa-akum man tardlauna diinahu fazawwijuuhu, juz 4, hal. 261)


[1].  Wanita-wanita yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah.
[2]. Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena Talak Bain, sedang wanita yang dalam 'iddah Talak Raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran.
[3]. Baca kitab Raudlatut Thalibin Wa ‘Umdatul Muftin (روضة الطالبين وعمدة المفتين),  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Lifashlirrabi’ filkhitbah, juz 2, hal. 458
[4]. Baca kitab Raudlatut Thalibin Wa ‘Umdatul Muftin (روضة الطالبين وعمدة المفتين),  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Lifashlirrabi’ filkhitbah, juz 2, hal. 455
[5]. Baca Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, Al-Maktabah,  Asy-Syamilah, bab An-Nadharu ilal Mar’ati qablat tazwij, juz : 14, hal. 379

Tidak ada komentar:

Posting Komentar