Sabtu, 10 Januari 2015

SYARAT WAJIB HAJI DAN UMRAH



Syarat Wajib Haji Dan Umrah
Seseorang wajib melaksanakan ibadah haji, apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut, : 
1.  Beragama Islam
Haji tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena haji merupakan suatu bentuk ibadah, sedang ibadah membutuhkan niat, dan niat serta amalan orang kafir tidak sah. Bahkan amalan orang kafir dinyatakan oleh Allah laksana fataamorgana, tidak mendapatkan balasan dari amalannya, karena tidak didasarkan atas iman :
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآَنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS.An-Nur  39)
Syarat beragama Islam adalah masuk dalam semua bentuk ibadah, sehingga ibadah dari orang kafir tidak sah dan tidak diterima, berdasarkan firman Allah :
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ  
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.(QS.At-Taubah : 54)
2.   Berakal
Haji tidak diwajibkan kepada orang yang tidak berakal sehat, seperti orang gila dan lain sebaginya, berdasarkan hadits Nabi :
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ خَالِدٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ. (رواه ابو داود : 3825 -  سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – باب فى المجنون يسرق او يصيب حدا  – الجزء : 11– صفحة :  481)
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Khalid, dari Abu Adh-Dhuha, dari ‘Ali Alaihis Salam, dari Nabi saw,  beliau bersabda : "Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi dan orang gila hingga ia berakal." (HR. Abu Daud : 3625,  Sunan  Abu Daud,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Filmajnun yasriqu aw yushiibu Haddan,   juz : 11, hal. 481)
3.  Baligh
Haji tidak diwajibkan kepada orang  yang kurang waras pikirannya, begitu juga tidak diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadist dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi saw bersabda :
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَنْبَأَنَا يُونُسُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُصَابِ حَتَّى يُكْشَفَ عَنْهُ. (رواه احمد : 896– مسند احمد – المكتبة الشاملة – باب من مسند علي بن ابي طالب رضي الله عنه  – الجزء :  2– صفحة : 402)
Telah menceritakan kepada kami Hutsaim, telah memberitakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Ali ra,  aku mendengar Rasulullah saw,  bersabda: "Diangkat pena dari tiga hal; anak kecil sampai dia mencapai akil baligh, orang yang tertidur sampai dia terjaga dan orang yang sakit (gila) sampai dia sembuh." (HR.Ahmad : 896, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab min musnad ‘Ali bin Abi Thalib ra,  juz : 2, hal. 402)
Jika anak kecil (belum baligh) melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah, dia dan walinya akan mendapatkan pahala, sebagaimana di dalam hadist :
 حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عُقْبَةَ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَ رَكْبًا بِالرَّوْحَاءِ فَقَالَ مَنْ الْقَوْمُ قَالُوا الْمُسْلِمُونَ فَقَالُوا مَنْ أَنْتَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ فَرَفَعَتْ إِلَيْهِ امْرَأَةٌ صَبِيًّا فَقَالَتْ أَلِهَذَا حَجٌّ قَالَ نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ. (رواه مسلم :  2377 - صحيح مسلم– المكتبة الشاملة – باب صحة حج الصبي واجر من حج به – الجزء :  7– صفحة :  38)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Har] dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Ibnu Uyainah - Abu Bakr berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah, dari Ibrahim bin Uqbah, dari Kuraib Maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw,  bertemu dengan serombongan pengendara di Rauha`, lalu beliau bertanya : "Rombongan siapakah kalian?" mereka menjawab, "Kami rombongan kaum muslimin; dan Anda siapa?" beliau menjawab: "Aku adalah Rasulullah." Tiba-tiba seorang wanita datang kepada beliau dengan menggendong anak kecil, kemudian ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudah sahkah haji anak ini?" beliau menjawab: "Sah, dan kamu juga mendapatkan pahala. (HR. Muslim : 2377, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab  shihhatu hajjis shabiyyi wa ajru man hajja bih,  juz : 7, hal. 38 )


4.  Merdeka
Haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya sebagai kemudahan baginya, karena dia sibuk melayani tuannya, dan karena haji  membutuhkan harta sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai harta.
5.  Mampu
Haji hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu, yang tidak mampu tidak diwajibkan menjalankannya,  berdasarkan firman Allah swt :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah; barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
Mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah pada ayat di atas bersifat umum, baik secara jasmani, harta  dan bahkan dari aspek keamanan, baik dalam perjalanan maupun dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Untuk mengetahui seseorang itu memiliki kemampuan melaksanakan ibadah haji, bisa diukur dengan hal-hal yang paling utama sebagai berikut :
1.    Sehat Jasmani
Dikatakan mampu melaksanakan ibadah haji,  karena jasmaninya sehat, sebagaimana hadist Nabi : 
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَنَّ امْرَأَةً ح حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنَ يَسَارٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ. (رواه ا لبخاري : 1721– صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – باب عمن لا يستطيع الثبوت على الراحلة   – الجزء :  6– صفحة :  398)
Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Syihab, dari Sulaiman bin Yasar, dari Ibnu 'Abbas, dari Al-Fadhal bin 'Abbas ra,  bahwa ada seorang wanita. Dan diriwayatkan pula oleh Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Sulaiman bin Yasar, dari Ibnu 'Abbas ra,  ia berkata : Ada seorang wanita dari suku Khats'am pada pelaksanaan Haji Wada' lalu berkata: "Wahai Rasulullah, kewajiban yang Allah tetapkan buat para hambaNya tentang haji sampai kepada bapakku ketika dia sudah berusia lanjut sehingga dia tidak mampu untuk menempuh perjalanannya, apakah terpenuhi kewajiban untuknya bila aku menghajikannya?. Beliau menjawab: "Ya". (HR.Bukhari : 1721, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab  ‘amman laa yastathii’u atstsbuuta ‘alar raahilah,  juz : 6, hal. 398)
2.    Punya Bekal
Seseorang dikatakan mampu apabila mempunyai sesuatu yang bisa mengantarkan ke Baitullahil Haram, baik dengan pesawat, mobil, atau kendaraan lainnya sesuai kondisinya.  Dan memiliki bekal yang cukup untuk pergi dan pulang. Biaya tersebut harus berupa kelebihan dari nafkah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya sampai dia kembali dari hajinya. Hal ini berdasarkan  hadits : 
حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْقُرَشِيُّ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِيهِ أَيْضًا عَنْ ابْنِ عَطَاءٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ يَعْنِي قَوْلَهُ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا. (رواه ابن ماجه : 2888-  سنن ا بن ماجه– المكتبة الشاملة – باب ما يوجب الحج – الجزء :  8 – صفحة  :  445)
Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa'id; telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Sulaiman Al Qurasyi, dari Ibnu Juraij, ia berkata : Keduanya mengabariku juga dari Atha`, dari 'Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas; sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda : "Bekal dan kendaraan adalah maksud dari firman-Nya yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah." (HR. Ibnu Majah : 2888,  Sunan Ibnu Majah,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab  ma yuujibul hajja,   juz : 8, hal. 445)
حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يُوجِبُ الْحَجَّ قَالَ الزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ. (رواه الترمذي : 741-  سنن الترمذي– المكتبة الشاملة – باب في ايجاب الحج بالزاد والراحلة– الجزء : 3– صفحة :  313)
Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Isa, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Yazid, dari Muhammad bin 'Abbad bin Ja'far, dari Ibnu Umar berkata : "Seorang lelaki menemui Nabi saw,  lalu bertanya; 'Wahai Rasulullah, apa yang mewajibkan seseorang untuk haji? ' Beliau menjawab: 'Perbekalan dan kendaraan'." (HR. Tirmidzi : 741,  Sunan Tirmidzi,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab fii iijaabil hajji bizzaadi war-Raahilah,   juz : 3, hal. 313)
Dan termasuk dalam pengertian Perbekalan adalah ilmu pengetahuan tentang tata cara melaksanakan ibadah haji dan umrah. Dengan dasar Al-Qur'an dan hadits tersebut di atas secara umum kemampuan jasmani, bekal harta dan ilmu pengetahuan serta  transportasi menjadi hal yang paling utama dalam melihat kemampuan seseorang baik dalam ibadah haji maupun umrah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar