SA’I
Pengertian
Sa’i
Sa’i adalah berlari-lari kecil, bolak-balik 7 kali di
antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Sa’i merupakan salah satu rukun Haji dan
Umrah. Dalil melakukan sa’i antara bukit
Shafa dan Marwah adalah firman Allah surat Al-Baqarah ayat 158:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ
مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ
أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya
Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tiada dosa baginya mengerjakan
sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (QS.
Al-Baqarah:158)
Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ وَاصِلٍ مَوْلَى أَبِي عُيَيْنَةَ عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدٍ
عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ أَنَّ امْرَأَةً أَخْبَرَتْهَا أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ يَقُولُ : كُتِبَ عَلَيْكُمْ السَّعْيُ فَاسْعَوْا. (رواه احمد : 26191 - مسند احمد – المكتبة الشاملة – باب حديث امرأة رضي الله عنها – الجزء : 55– صفحة
:490)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrazaq,
telah mengabarkan kepada kami Ma'mar, dari Washil, bekas budak Abu 'Uyainah,
dari Musa bin Ubaid dari Shafiyah binti Syaibah, bahwa seorang
wanita menceritakan kepadanya, bahwa dia telah mendengar Nabi saw, bersabda
ketika berada di antara bukit Shafa dan Marwah : "Sa'i telah diwajibkan
atas kalian, maka laksanakanlah." (HR.Ahmad
: 26191, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Musnad Abu Hurairah,bab hadits
Imra-atun ra, juz : 55, hal. 490)
Sejarah
Suatu ketka Nabi Ibrahim diperintah
oleh Allah untuk meninggalkan isterinya Siti Hajar di gurun bersama puteranya Ismail yang masih bayi dengan perbekalan sebagai ujian bagi
keimanannya. Saat perbekalan tersebut habis, Siti Hajar mencari bantuan. Ia
meninggalkan bayinya di tanah yang sekarang menjadi sumur Zamzam. Berharap untuk dapat memperoleh air ia mendaki bukit
terdekat, Shofa, untuk melihat barangkali saja ada pertolongan atau air
di dekat situ. Saat ia tidak melihat siapapun di sana, ia pindah ke bukit
lainnya, Marwah, agar bisa melihat ke tempat lebih luas. Tetapi dari
bukit itu pun tak tampak apa yang dicarinya sehingga ia terus bolak-balik
sambil berlari di atas panasnya pasir gurun sampai tujuh kali balikan. Saat ia
kembali ke Ismail, ia melihat air telah memancar dari tanah di dekat kaki bayi
yang sedang menangis itu.[1]
Tempat Sa'i
Tanah tempat Sa'i dahulu merupakan
tanah yang berliku-liku, curam, dan turun-naik. Perbaikannya dilakukan sedikit
demi sedikit sepanjang sejarah hingga keadaannya seperti sekarang. Dahulu,
antara Masjidil Haram dan tempat Sa'i dipisahkan oleh bangunan-bangunan. Oleh
sebab itu, demi memudahkan orang-orang yang akan bersa'i, pemerintah Kerajaan
Saudi Arabia mengistruksikan untuk memusnahkan semua bangunan yang memisahkan
antara Masjidil Haram dan tempat
Sa'i, dan menjadikan keduanya sebagai suatu bangunan yang menyatu.
Panjang tempat Sa'i
kira-kira 394,5 m, yaitu mulai dari ujung dinding di atas Bukit Shafa, hingga ujung
dinding yang ada di Bukit Marwah. Lebarnya kurang lebih 20 m.
Tempat Sa'i terdiri dari lantai bawah dan lantai atas. Lantai bawah dibagi menjadi dua
bagian, satu arah menuju ke Marwah, dan
satu arah lainnya menuju ke arah Shafa.
Diantara keduanya terdapat jalan khusus untuk kereta dorong yang diperuntukkan
bagi orang-orang lanjut usia, orang sakit, atau orang yang lemah.[2]
Bagi orang-orang yang lemah karena
telah lanjut usia atau karena sakit boleh melakukan Sa’i dengan cara ditandu,
digendong, atau memakai kursi roda.
Gambar Tempat Sa’i
Ketika melintasi Bathnul Wadi (tempat atau kawasan antara bukit
Shafa dan Marwah, sekarang sudah ditandai dengan lampu hijau, atau diknal dengan
pal hijau antara dua pilar, jama'ah yang bersa’i dianjurkan mempercepat
jalannya ketika melewatinya (bagi jama'ah pria disunatkan untuk berlari-lari
kecil; sedangkan bagi jama'ah wanita berjalan cepat).
Memulai Sa’i
Sa’i dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit
Marwah, berdasrkan hadits Nabi :
حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك
عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ حِينَ
خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ وَهُوَ يُرِيدُ الصَّفَا وَهُوَ يَقُولُ : نَبْدَأُ بِمَا
بَدَأَ اللَّهُ بِهِ فَبَدَأَ بِالصَّفَا.(رواه مالك : 730 – موطأ مالك - المكتبة الشاملة – باب البدء بالصفا فى السعي– الجزء : 3–
صفحة : 125)
Telah menceritakan kepadaku Yahya, dari Malik, dari
Ja'far bin Muhammad bin Ali, dari Bapaknya, dari
Jabir bin Abdullah, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw, bersabda saat beliau hendak keluar dari Masjidil Haram
menuju Shafa : Kita akan memulai sebagaimana Allah memulai. Maka beliau memulai dari Shafa. (HR. Malik : 730, Muwatha Malik, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, Bab Al-Bad’u Bish-Shafa Fis-Sa;yi, juz : 3, hal. 125)
Dalam
surat Al-Baqarah ayat 158 terdahulu, Allah memulai dengan menyebut bukit Shafa.
Jadi, melakukan Sa’i dimulai dari bukit Shafa dan disudahi di bukit Marwah.
Tujuh Kali
Sa’i
dilakukan 7 kali, yaitu dari bukit Shafa ke bukit Marwah dihitung satu kali,
dan kembalinya dari bukit Marwah ke bukit Shafa sudah dihitung dua kali; dan
demkian seterusnya hingga 7 kali yang berakhir di bukit Marwah. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ قَالَ سَأَلْنَا ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ رَجُلٍ طَافَ بِالْبَيْتِ فِي عُمْرَةٍ وَلَمْ يَطُفْ بَيْنَ
الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ أَيَأْتِي امْرَأَتَهُ فَقَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا وَصَلَّى خَلْفَ الْمَقَامِ
رَكْعَتَيْنِ وَطَافَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سَبْعًا - وَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ.(رواه البخاري : 1667 - صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – باب متى يحل المعتمر –
الجزء : 6– صفحة : 301)
Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidiy, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari 'Amru bin Dinar, ia berkata : Kami pernah bertanya kepada Ibnu'Umar ra, tentang seseorang yang
melaksanakan thawaf di Baitullah (Ka'bah) dalam ibadah 'umrahnya namun belum melaksanakan sa'i antara
bukit Shafaa dan Marwah, apakah dia boleh mendatangi (berhubungan dengan)
isterinya?. Dia menjawab : Nabi saw, pernah datang ke Baitullah untuk haji yang beliau thawaf di Ka'bah Baitullah tujuh kali putaran kemudian shalat dua raka'at di belakang Maqam (Ibrahim)
lalu melaksakan sa'i antara bukit Shafaa dan Marwah tujuh kali.
(Kemudian dia membaca QS Al-Ahzab ayat 21 yang artinya) : Sungguh bagi kalian
ada suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah. (HR.Bukhari : 1667, Shahih Bukhari,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab mataa Yahillul mu’tamir, juz : 6, hal.301)
Sa’i
Sesudah Thawaf
Ibadah Sa’i
hendaklah dilaksanakan sesudah thawaf, berdasarkan contoh yang telah dilakukan Rasulullah
saw :
حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ قَالَ سَمِعْتُ
ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ فَطَافَ بِالْبَيْتِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ سَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ثُمَّ تَلَا : لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ إِسْوَةٌ
حَسَنَةٌ.(رواه البخاري : 1537– صحيح البخاري– المكتبة
الشاملة – باب ما جاء فى السعي بين الصفا والمروة– الجزء : 6– صفحة : 88)
Telah menceritakan kepada kami Al-Makkiy bin Ibrahim,
dari Ibnu Juraij, ia berkata : Telah mengabarkan kepada saya 'Amru bin Dinar,
ia berkata : "Aku mendengar Ibnu'Umar ra,
berkata : Nabi saw, pernah datang ke Makkah untuk menunaikan haji
lalu beliau thawaf di Baitullah, kemudian shalat dua raka'at, lalu melakukan
sa'i antara bukit Shafa dan Marwah. Kemudian dia membaca firman Allah Ta'ala
(QS. Al-Ahzab ayat 21 yang artinya) : (Sungguh bagi kalian ada suri tauladan
yang baik pada diri Rasulullah). (HR.Bukhari
: 1537, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babmaa jaa-a fis-Sa’yi
fadnash Shafa wal-Marwah, juz : 6,
hal.88)
Thawaf Umrah atau thawaf Ifadhah satu paket
dengan Sa’i. Oleh karenanya, thawaf dan
Sa’i harus bersambung, tidak boleh terpisah oleh waktu yang panjang atau
terpisah oleh kegiatan lain di luar Masjidil Haram. Bagi jama’ah yang melakukan
haji Ifrad atau Qiran dan telah melakukan Sa’i ketika thwaf Qudum, maka mereka
tidak perlu melakukan Sa’i lagi.[3]
Dalam Keadaan
Hadas
Ibadah
Sa'i boleh dilakukan dalam keadaan hadas, tidak berwudhu’ dan bahkan oleh
wanita yang datang Haid atau Nifas. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ قَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا
حَائِضٌ وَلَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ وَلَا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ قَالَتْ فَشَكَوْتُ
ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : افْعَلِي
كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي.(رواه البخاري : 1540 - صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – باب تقضى الحائض المناسك
كلها الا الطواف– الجزء : 6– صفحة : 92)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah
mengabarkan kepada kami Malik, dari 'Abdurrahman bin Al-Qasim, dari bapaknya,
dari 'Aisyah ra, bahwa dia berkata : Aku
mengunjungi Makkah (untuk menunaikan hajji) sedang aku mengalami haidh
sehingga aku tidak melakukan thawaf di
Baitullah (Ka'bah) dan juga tidak sa'iy antara bukit Shafaa dan Marwah.
Dia berkata : Kemudian hal ini aku adukan kepada Rasulullah saw, maka beliau
bersabda : "Lakukanlah semua manasik seperti yang dilakukan para hujjaj
selain thawaf di Baitullah (Ka'bah)
hingga kamu suci". (HR.Bukhari :
1540, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Taqdlil haaidlu Al-Manasik
kullaha Illath Thawaf, juz : 6, hal.
92)
Dalam ibadah Sa’i bebas berdo’a atau berdzikir apa saja.
Namun lebih utama menggunakan kalimat do’a dan dzikir yang ada contohnya dari
Rasulullah saw.
Apabila lupa jumlah Sa’i yang telah dilakukan, maka
ambillah jumlah Sa’i yang sedikit, seperti kalau lupa jumlah thawaf atau lupa
jumlah rakaat dalam ibadah shalat.
TAHALLUL
Tahallul secara harfiah artinya dihalalkan
atau diperbolehkan. Maksudnya adalah dihalalkannya larangan-larangan ihram
ibadah haji/umrah dengan cara mencukur atau menggunting rabut
sekurang-kurangnya 3 helai rambut. Jika tahallul telah dilaksanakan, maka orang
yang sedang ihram haji/umrah menjadi terbebas dari larangan ihramnya.
Pelaksanaan tahallul didasarkan pada Surat Al-Fath (48) ayat 27 :
لَقَدْ
صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
إِنْ شَاءَ اللَّهُ آَمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ
فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya Allah akan
membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya
(yaitu) bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah
dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang
kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan
Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (QS. Al-Fath :
27)
Dalam suatu riwayat
dikatakan, bahwa sebelum Rasulullah saw
dan para sahabat berangkat ke Mekah pada tahun keenam hijrah, beliau telah
bermimpi. Dalam mimpi itu, beliau melihat dirinya dan para sahabat memasuki
Masjidil Haram dalam keadaan aman dan damai, tidak dihalangi oleh sesuatu pun.
Beliau melihat di antara para sahabat ada yang menggunting dan mencukur
rambutnya. Kemudian mimpi beliau itu disampaikannya kepada para sahabat, dan
para sahabat menyambutnya dengan gembira, karena mereka merasa yakin bahwa
mimpi Rasulullah saw itu akan menjadi kenyataan dan mereka akan masuk kota
Mekah pada tahun itu juga. Setelah beliau kembali dari Hudaibiyah dan ternyata
waktu itu beliau tidak dapat memasuki kota Mekah, para sahabat pun menjadi
kecewa. Kekecewaan itu bertambah setelah mereka sampai di Madinah pada waktu
orang-orang munafik mengejek mereka dengan mengatakan, "Mana bukti
kebenaran mimpi Muhammad itu?" Berhubung dengan itu, turunlah ayat ini
yang menegaskan kebenaran mimpi Rasulullah itu.[4]
Dalam ibadah haji, tahallul ada
dua macam, yaitu :
1. Tahallul Awal. Dihalalkannya larangan-laranga
ihram kecuali bergaul dengan isteri setelah melakukan dua diantara tiga
perbuatan sebagai berikut : - Melempar
Jumrah Aqabah dan Mencukur, atau
-
Melempar Jumrah Aqabah dan Tawaf Ifadah, atau
- Tawaf Ifadah dan Mencukur.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَلَمَةَ
عَنِ الْحَسَنِ الْعُرَنِيِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا رَمَيْتُمْ الْجَمْرَةَ فَقَدْ حَلَّ لَكُمْ
كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا النِّسَاءَ فَقَالَ رَجُلٌ وَالطِّيبُ
فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَمَّا أَنَا فَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَمِّخُ رَأْسَهُ بِالْمِسْكِ أَفَطِيبٌ ذَاكَ أَمْ لاَ. (رواه احمد : 1986-مسند احمد – المكتبة الشاملة – باب بداية مسند عبد الله بن
العباس– الجزء : 5– صفحة : 18)
Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Salamah, dari Al-Hasan Al-'Urani, dari Ibnu 'Abbas, ia
berkata; Rasulullah saw, bersabda : "Jika
kalian telah melempar jumrah maka telah halal bagi kalian semuanya kecuali
wanita." Seseorang bertanya; "Wewangian juga?" Ibnu 'Abbas
berkata; "aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
meminyaki rambutnya dengan misik, tapi apakah itu termasuk wewangian atau
tidak." (HR.Ahmad : 1986, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah,
Bidayah Musnad Abdullah bin Al-Abbas ,
juz : 5, hal. 18)
Dengan bertahallul awal, berarti
telah diperbolehkan melakukan apa saja yang diharamkan selama berihram haji kecuali bergaul dengan istri
sampai selesai tahallul tsani.
2. Tahallul Tsani.
Dihalalkannya seluruh larangan-laranga ihram setelah selesai melakukan ketiga ibadah secara Lengkap yaitu
sebagai berikut : (1) Melempar Jumrah Aqabah (2) Bercukur, dan (3) Tawaf
Ifadah.
Dalam ibadah umrah, tahallul dilaksanakan setelah selesai
menunaikan ibadah Sa’i (7 kali) dengan memotong/mencukur rambut. Dengan
tahallul umrah, berarti telah dihalalkan/dibolehkan melakukan perbuatan yang
sebelumnya dilarang selama berihram umrah. Bagi laki-laki, lebih utama mencukur
habis (menggundul) rambutny sampai habis dan bagi wanita cukup dengan memotong
rambut sekurang-kurangnya 3 halai rambut, baik tahallul untuk ibadah haji atau umrah.
Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
: اللَّهُمَّ ارْحَمْ الْمُحَلِّقِينَ قَالُوا وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ اللَّهُمَّ ارْحَمْ الْمُحَلِّقِينَ قَالُوا وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ وَالْمُقَصِّرِينَ. (رواه البخاري : 1612- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – باب الحلق والتقصير عند
الاحلال– الجزء : 6– صفحة : 210)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah
mengabarkan kepada kami Malik, dari Nafi', dari 'Abdullah bin 'Umar ra, bahwa Rasulullah saw, bersabda : "Ya Allah, rahmatilah
orang-orang yang mencukur rambutnya". Orang-orang berkata: "Dan juga
bagi orang-orang yang hanya memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?".
Beliau tetap berkata: "Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur
rambutnya". Orang-orang berkata, lagi: "Dan juga bagi orang-orang
yang hanya memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?". Beliau baru
bersabda: "Ya, juga bagi orang-orang yang hanya memendekkan
rambutnya". (HR.Bukhari : 1612, Shahih
Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Al-Halqu wat-Taqshir ‘indal ihlal, juz : 6, hal. 210)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ جَمِيعًا
عَنْ ابْنِ فُضَيْلٍ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا
عُمَارَةُ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَلِلْمُقَصِّرِينَ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلِلْمُقَصِّرِينَ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلِلْمُقَصِّرِينَ قَالَ وَلِلْمُقَصِّرِينَ. (رواه مسلم
: 2295 – صحيح مسلم– المكتبة الشاملة – باب تفضيل الحلق على التقصير وجواز التقصير– الجزء : 6– صفحة : 439)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah
dan Zuhair bin Harb dan Ibnu Numair dan Abu Kuraib semuanya dari Ibnu Fudlail -
Zuhair berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail. Telah
menceritakan kepada kami Umarah, dari Abu Zur'ah, dari Abu Hurairah, ia
berkata; Rasulullah saw, berdo'a :
"Semoga Allah mengampuni mereka yang mencukur rambutnya." Mereka
berkata, "Ya Rasulullah, juga bagi mereka yang menggunting
rambutnya." Beliau berdo'a lagi: "Semoga Allah mengampuni mereka yang
mencukur rambutnya." Mereka berkata lagi, "Ya Rasulullah, juga bagi
mereka yang menggunting rambutnya." Beliau tetap berdo'a: "Semoga
Allah mengampuni mereka yang mencukur rambutnya." Maka mereka pun berkata,
"Ya Rasulullah, juga bagi mereka yang menggunting rambutnya."
Akhirnya beliau berdo'a: "Dan (semoga Allah juga mengampuni) bagi mereka
yang menggunting rambutnya."
(HR.Muslim : 2295, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Tafdhilul halqi
alat- Taqshir wa jawaazut taqshir , juz : 6, hal. 439)
Rasulullah saw
mendo’akan sebanyak 2 kali agar mendapatkan rahmat dan sebanyak 3 kali agar
mendapatkan ampunan bagi laki-laki yang mencukur habis rambutnya dan mendo’akan
satu kali bagi orang yang hanya memotong beberapa helai (memendekkan) rambunya.
Gambar Menggunting Rambut
DO’A MENGGUNTING RAMBUT
اَللّهُمَّ اجْعَلْ لِكُلِّ شَعْرَةٍ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Ya Allah, jadikanlah untuk setiap rambut (yang aku
gunting) cahaya pada hari kiamat
|
TERTIB
Mentertibkan
pelaksanaan rukun-rukun haji tersebut di atas. Maksudnya adalah mendahulukan
yang dahulu di antara rukun-rukun itu, yaitu mendahulukan niat dari semua rukun
yang lain, mendahulukan hadir di padang Arafah dari thawaf dan bercukur,
mendahulukan thawaf dari Sa’i. (jika tidak melakukan Sa’i sesudah thawaf
qudum.)
[1]. http://id.wikipedia.org/wiki/Shofa_dan_Marwah
[2]. http://www.rumahallah.com/2012/12/jarak-bukit-shafa-marwah-dan-ukurannya.html
[3]. Baca buku “petunjuk Ibadah Haji, Umrah dan Ziarah” oleh DR.
Miftah Farid, Pustaka, Bandung, hal. 61 dan 129
[4]. http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=2&SuratKe=48#27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar