Kamis, 18 September 2014

PUASA SUNNAH KETIKA MENGHADIRI UNDANGAN


PUASA SUNNAH KETIKA MENGHADIRI UNDANGAN
Menghadiri undangan jamuan makan atau walimah merupakan suatu kewajiban bagi setiap Muslim, berdasarkan hadits : 
و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَقُولُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُجِبْ عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ. (رواه مسلم :2578- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب الامر باجابة الداعي الى دعوة– الجزء : 7 – صفحة : 281)
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi', telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Nafi', bahwasannya Ibnu Umar pernah berkata, dari Nabi saw, (beliau bersabda) : "Jika salah seorang dari kalian mengundang saudaranya, hendaknya ia penuhi undangan tersebut, baik undangan perniakahan atau semisalnya." (HR.Muslim : 2578, Shahih Muslim,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Al-Amri bi-ijabatid Daa’ii ilaa da’wah,   juz : 7, hal. 281)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي مَنْصُورٌ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فُكُّوا الْعَانِيَ وَأَجِيبُوا الدَّاعِيَ وَعُودُوا الْمَرِيضَ.(رواه البخاري : 4776- صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب حق اجابة الوليمة والدعوة– الجزء :16 – صفحة : 164)
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan, ia berkata : telah menceritakan kepadaku Manshur, dari Abu Wa`il, dari Abu Musa, dari Nabi saw,  beliau bersabda : "Lepaskanlah tawanan, penuhilah undangan dan jenguklah orang sakit." (HR.Bukhari : 4776,  Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Haqqu ijaabatil walimah wadda’wah,   juz : 16, hal. 164)
Namun boleh memilih antara makan dan tidak makan makanan yang dihidangkan, berdasarkan hadits berikut :
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ فَإِنْ شَاءَ طَعِمَ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ. (رواه مسلم :  2583- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب الامر باجابة الداعي الى دعوة– الجزء : 7 – صفحة :  286)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair, telah menceritakan kepada kami ayahku, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Az Zubair, dari Jabir, dia berkata; Rasulullah saw,  bersabda : "Jika kalian diundang ke jamuan makan, hendaknya ia mendatanginya, jika ia menghendaki, silakan makan, dan jika ia tidak menghendaki, ia boleh meninggalkannya." (HR.Muslim : 2583, Shahih Muslim,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Al-Amri bi-ijabati d Daa’ii ilaa da’wah,   juz : 7, hal. 286)
Hadits di atas mengandung perintah wajib menghadiri undangan. Tidak ada perbedaan tentang wajibnya menghadiri undangan antara orang yang berpuasa atau tidak. Akan tetapi diperbolehkan bagi orang yang sedang berpuasa untuk menghadirinya saja tanpa menyantap hidangan yang disediakan. Orang yang menjalankan puasa sunnah lebih berhak atas dirinya untuk menyempurnakan puasanya atau membatalkannya, yaitu  “boleh memilih” antara keduanya berdasarkan hadits :
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ كُنْتُ أَسْمَعُ سِمَاكَ بْنَ حَرْبٍ يَقُولُ أَحَدُ ابْنَيْ أُمِّ هَانِئٍ حَدَّثَنِي فَلَقِيتُ أَنَا أَفْضَلَهُمَا وَكَانَ اسْمُهُ جَعْدَةَ وَكَانَتْ أُمُّ هَانِئٍ جَدَّتَهُ فَحَدَّثَنِي عَنْ جَدَّتِهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَدَعَى بِشَرَابٍ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَهَا فَشَرِبَتْ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَا إِنِّي كُنْتُ صَائِمَةً فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّائِمُ الْمُتَطَوِّعُ أَمِينُ نَفْسِهِ إِنْ شَاءَ صَامَ وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ. (رواه  الترمذي :  664 – سنن الترمذي – المكتبة الشاملة – باب ما جاء في  افطار الصائم المتطوع-الجزء :    3 – صفحة : 182)
Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dia berkata : Saya pernah mendengar Simak bin Harb berkata : Salah seorang cucu Ummu Hani' yang bernama Ja'dah, telah menceritakan kepadaku dan Ummu Hani' adalah neneknya, maka neneknya telah menceritakan kepadaku, bahwasanya Rasulullah saw, datang ke rumahnya dan meminta air lalu meminumnya, kemudian beliau menyodorkan kepadanya, lalu dia meminumnya, dia (Ummu Hani' ra) berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya sedang berpuasa, maka Rasulullah saw,  bersabda : " Orang yang berpuasa sunnah lebih berhak atas dirinya, jika ia ingin, maka boleh ia berpuasa (menyempurnakan puasanya) dan jika ia ingin, maka boleh ia berbuka (membatalkan puasanya).”  (HR.Tirmidzi : 664, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a fii iftharis shaim Al-Mutathawwi’,   juz :3,  hal. 182)
Bahkan untuk orang yang berpuasa sunah ketika menghadiri undangan dibolehkan untuk tetap mempertahankan puasanya, berdasarkan hadits Nabi :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ رِوَايَةً و قَالَ عَمْرٌو يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و قَالَ زُهَيْرٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ وَهُوَ صَائِمٌ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ. (رواه مسلم : 1940- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب الصائم اذا دعي لطعام  فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ – الجزء :  6 – صفحة : 11)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Amru An-Naqid dan Zuhair bin Harb, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah, dari Abu Zinad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah ra,  -Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata- dan telah berkata Amru hingga sampai kepada Nabi saw,  -sementara Zuhair berkata- dari Nabi saw,  beliau bersabda : Apabila salah seorang dari kalian diundang makan padahal ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia mengatakan : Sesungguhnya saya sedang berpuasa. (HR.Muslim : 1940, Shahih Muslim,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, babushaim idzaa du’iyua ilaa thaamin,  juz : 6, hal. 11)
Dari  kalimat : “hendaklah ia mengatakan : Sesungguhnya saya sedang berpuasa“ dalam matan hadits di atas juga dapat dipahami, bahwa menampakkan ibadah sunah itu boleh (tidak termasuk riya’ dalam ibadah), bila ada hajat; dan bila tidak ada hajat adalah sunah merahasiakannya (merahasiakan ibadah lebih utama). Kemudian mengenai yang lebih utama antara berbuka dan tetap  berpuasa; dijelaskan dalam kitab Syarhun Nawawi ‘Alaa Muslim  : Jika seandainya tetap berpuasa (tidak makan) itu dapat menimbulkan keadaan yang tidak baik bagi pemilik makanan (orang yang mengundang), maka yang lebih utama bagi orang yang berpuasa sunah adalah berbuka (menghentikan puasa).[1]
Dianjurkan Mendo’akan Orang Yang Mengundang
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ.  (رواه مسلم : 2584- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة – باب الامر باجابة الداعي الى دعوة– الجزء : 7 – صفحة :  287)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah saw, bersabda : "Jika salah seorang dari kalian diundang, hendaknya ia penuhi undangan tersebut, jika ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia mendo'akannya, dan jika ia sedang tidak berpuasa, hendaknya ia memakannya."  (HR.Muslim : 2584, Shahih Muslim,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Al-Amru bi ijabati daa’I ilaa da’watin,   juz : 7, hal. 287)
Sementara mayoritas ‘ulama berpendapat,  bahwa makna  shalat dalam hadis di atas adalah mendo’akan orang yang mengundang dengan memohonkan ampunan atau keberkahan atau semacamnya. Dan makna kata shalat menurut bahasa  adalah do’a.[2]
 Orang yang bertamu juga dibolehkan untuk tetap mempertahankan puasa sunahnya ketika disuguhi makanan, berdasarkan hadits :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنِي خَالِدٌ هُوَ ابْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ  دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ سُلَيْمٍ فَأَتَتْهُ بِتَمْرٍ وَسَمْنٍ قَالَ أَعِيدُوا سَمْنَكُمْ فِي سِقَائِهِ وَتَمْرَكُمْ فِي وِعَائِهِ فَإِنِّي صَائِمٌ. (رواه البخاري : 1846 - صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب من زار قوما فلم يفطر عندهم– الجزء : 7 – صفحة :   100)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsanna, ia berkata : Telah menceritakan kepada saya Khalid, dia adalah anak Al-Harits, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas ra;  Nabi saw,  datang menemui Ummu Sulaim, kemudian Ummu Sulaim menyuguhkan kurma dan mentega untuk Beliau. Beliau berkata : "Simpanlah mentega-mentega kalian untuk suguhan minuman dan kurma-kurma kalian untuk makanannya karena aku sedang berpuasa". (HR.Bukhari : 1846,  Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Man Zaara Qauman Falam yufthir ‘Indahum,   juz : 7, hal. 100)


[1].  Baca Syarah An-Nawawi ‘Alaa Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Ash-Shaim Yud’aa litha’aamin Falyaqul “Innii Shaaim”, juz : 4, hal. 150
[2]. Baca Syarah An-Nawawi ‘Alaa Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Al-Amru bi ijabati daa’I ilaa da’watin, juz : 5, hal. 154

Tidak ada komentar:

Posting Komentar