Setelah selesai membahas tiga
sifat orang-orang yang bertakwa pada ayat 3 surat Al-Baqarah di atas,
yaitu beriman kepada yang ghaib dan iman kepada yang ghaib itu diikuti
dengan menegakkan ibadah shalat, kemudian setelah shalat itu ditegakkan
diikuti pula dengan kebiasaan berinfaq, memberi, berderma, bersedekah,
membantu dan tolong menolong, karena adanya kesadaran yang mendalam,
bahwa orang bertakwa itu tidak mungkin hidup sendiri-sendiri
(nafsi-nafsi) di dunia ini. Setelah itu, maka selanjutnya kita bahas
lagi 2 (dua) sifat orang yang bertakwa, yaitu iman kepada kitab suci
(sifat yang ke-4) dan iman kepada hari akhir (sifat yang ke-5), seperti
yang termaktub pada ayat 4 berikut ini :
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
Dan
mereka yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan
kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan
adanya (kehidupan) akhirat. (QS.Al-Baqarah : 4)
4. Beriman Kepada Kitab Suci
Awal ayat 4 berbunyi :
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
(Dan mereka yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu).
Kalimat yang berbunyi : “apa yang telah diturunkan kepadamu”,
maksudnya adalah kitab suci Al-Qur’an.[1] Jadi, sifat orang yang
bertakwa pada bagian yang ke-4 (empat) adalah beriman kepada kitab suci
Al-Qur’an.
Kata “Al-Qur’an” menurut bahasa, antara lain : (1) berarti
“bacaan”; (2) berarti
“mengumpulkan atau menyusun” dan (3) berarti
“menyampaikan”.[2]
Dan menurut istilah, banyak definisi yang dikemukana oleh para ‘ulama,
diantaranya oleh Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsir Al-Wasith :
“Al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung kemukjizatan, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis dalam mushaf, disampaikan
secara mutawatir, dan membacanya memiliki nilai ibadah”.[3]
Dalam
Al-Qur’an itu sendiri, surat Asy-Syu’araa’ ayat 192-195, Allah
menegaskan, bahwa Al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah, dibawa oleh
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw, dengan bahasa Arab yang jelas :
وَإِنَّهُ
لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ - نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ -
عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ - بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ
مُبِينٍ
Dan sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh
Tuhan semesta alam,- Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), - ke
dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan, - dengan bahasa Arab yang jelas.
(QS.Asy-Syu’araa’ : 192 -195)
Allah menurunkan wahyu
mungkin langsung seperti yang terjadi kepada Nabi Musa as, atau mungkin
dibelakang tabir, yaitu seorang dapat mendengar firman Allah akan
tetapi dia tidak dapat melihat-Nya, atau mungkin Allah menurunkan wahyu
dengan mengutus seorang utusan (malaikat). Hal ini ditegaskan oleh Allah
dalam firman-Nya :
وَمَا كَانَ
لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ
عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa
Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS.Asy-Syuura : 51)
Kandungan
Al-Qur’an sangat luar biasa, di dalamnya ada kisah tentang peristiwa
terdahulu sebelum kita, ada kisah peristiwa yang akan datang setelah
kita, ada hukum untuk perkara yang sedang terjadi diantara kita. Ia
adalah firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil, ia
adalah jalan yang lurus, ia adalah petunjuk, dan ia tidak akan pernah
usang meski sering diulang-ulang. Hal tersebut tergambar dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh imam Tirmidzi berikut ini :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ قَال
سَمِعْتُ حَمْزَةَ الزَّيَّاتَ عَنْ أَبِي الْمُخْتَارِ الطَّائِيِّ عَنْ
ابْنِ أَخِي الْحَارِثِ الْأَعْوَرِ عَنْ الْحَارِثِ قَالَ مَرَرْتُ فِي
الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ يَخُوضُونَ فِي الْأَحَادِيثِ فَدَخَلْتُ
عَلَى عَلِيٍّ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَلَا تَرَى أَنَّ
النَّاسَ قَدْ خَاضُوا فِي الْأَحَادِيثِ قَالَ وَقَدْ فَعَلُوهَا قُلْتُ
نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنِّي قَدْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلَا إِنَّهَا سَتَكُونُ فِتْنَةٌ فَقُلْتُ
مَا الْمَخْرَجُ مِنْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ
نَبَأُ مَا كَانَ قَبْلَكُمْ وَخَبَرُ مَا بَعْدَكُمْ وَحُكْمُ مَا
بَيْنَكُمْ وَهُوَ الْفَصْلُ لَيْسَ بِالْهَزْلِ مَنْ تَرَكَهُ مِنْ
جَبَّارٍ قَصَمَهُ اللَّهُ وَمَنْ ابْتَغَى الْهُدَى فِي غَيْرِهِ
أَضَلَّهُ اللَّهُ وَهُوَ حَبْلُ اللَّهِ الْمَتِينُ وَهُوَ الذِّكْرُ
الْحَكِيمُ وَهُوَ الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيمُ هُوَ الَّذِي لَا تَزِيغُ
بِهِ الْأَهْوَاءُ وَلَا تَلْتَبِسُ بِهِ الْأَلْسِنَةُ وَلَا يَشْبَعُ
مِنْهُ الْعُلَمَاءُ وَلَا يَخْلَقُ عَلَى كَثْرَةِ الرَّدِّ وَلَا
تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ هُوَ الَّذِي لَمْ تَنْتَهِ الْجِنُّ إِذْ
سَمِعَتْهُ حَتَّى قَالُوا : إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي
إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ : مَنْ قَالَ بِهِ صَدَقَ وَمَنْ عَمِلَ
بِهِ أُجِرَ وَمَنْ حَكَمَ بِهِ عَدَلَ وَمَنْ دَعَا إِلَيْهِ هَدَى إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ خُذْهَا إِلَيْكَ يَا أَعْوَرُ.(رواه الترمذي : 2831-
سنن الترمذي – المكتبة الشاملة – باب ما جاء في فضل القرآن – الجزء : 10 –
صفحة : 147)
Telah menceritakan kepada kami Abdu bin Humaid, telah
menceritakan kepada kami Husain bin Ali Al Ju'fi, ia berkata : Aku
mendengar Hamzah Az-Zayyat, dari Abu Al- Mukhtar Ath-Tha`I, dari Ibnu
Akhi Al-Harits Al-A'war, dari Al-Harits, ia berkata :
"Aku
pernah lewat masjid, sedangkan orang-orang tengah larut dalam
pembicaraan yang bathil, lalu aku menemui ‘Ali, aku berkata : "Wahai
Amirul Mukminin, apa anda tidak melihat orang-orang tengah larut dalam
pembicaraan yang bathil (dengan mengabaikan membaca Al-Qur'an)?, " Ali
bertanya; "Apakah mereka telah melakukannya?" Aku menjawab; "Ya." Ali
berkata; "Ingatlah, aku pernah mendengar Rasulullah saw, bersabda :
"Ingatlah, sesungguhnya akan terjadi fitnah." Lalu aku bertanya;
"Bagaimana solusinya wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "Kitab Allah,
di dalamnya ada kisah tentang peristiwa sebelum kalian, dan setelah
kalian, hukum perkara diantara kalian, ia adalah (firman) yang
memisahkan (antara yang hak dan yang bathil), bukan senda gurau,
barangsiapa meninggalkannya karena bersikap sombong, maka Allah akan
membinasakannya, dan barangsiapa mencari petunjuk pada selainnya, maka
Allah akan menyesatkannya, ia adalah tali Allah yang kokoh, ia adalah
peringatan yang bijaksana, ia adalah jalan yang lurus, dengannya
keinginan-keinginan tidak akan menyimpang dan dengannya lisan-lisan
tidak akan samar, ulama tidak pernah puas darinya, tidak usang meski
sering diulang-ulang dan keajaiban-keajaibannya tidak kunjung habis, ia
juga yang menyebabkan jin-jin tidak berhenti mendengarnya hingga mereka
berkata; "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur`an yang
menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu kami
beriman kepadanya." (Al-Jinn: 1-2), barangsiapa berkata dengannya, maka
ia benar, barangsiapa mengamalkannya, maka ia diberi pahala, barangsiapa
memutuskan perkara dengannya, maka ia adil dan barangsiapa menyeru
kepadanya, maka ia diberi petunjuk menuju jalan yang lurus, ambillah ia
untukmu, wahai A'war." (HR.Tirmidzi : 2831, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a fii fadlil Qur’an, juz : 10, hal. 147)
Beriman
kepada kitab suci Al-Qur’an harus dibuktikan dengan cinta membaca,
memahami (mentadabburi) dan mengamalkan kandungannya. Perintah membaca
Al-Qur’an banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi, antara lain
:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-kitab (Al-Quran)….(Qs.Al-‘Ankabut : 45)
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا
Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan.(Tartil). (QS. Al-Muzammil : 4)
Hadits Nabi antara lain :
حَدَّثَنِي
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ وَهُوَ
الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ
عَنْ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَلَّامٍ يَقُولُ حَدَّثَنِي أَبُو
أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ - اقْرَءُوا
الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا
تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ
كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ
صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا - اقْرَءُوا
سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ
وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ. (رواه مسلم : 1337- صحيح مسلم – المكتبة
الشاملة – باب فضل قراءة القرآن وسورة البقرة – الجزء : 4 – صفحة : 231)
Telah
menceritakan kepadaku Al Hasan bin Ali Al Hulwani, telah menceritakan
kepada kami Abu Taubah, ia adalah Ar-Rabi' bin Nafi', telah menceritakan
kepada kami Mu'awiyah, yakni Ibnu Sallam, dari Zaid, bahwa ia mendengar
Abu Sallam berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah Al-Bahili,
ia berkata; Saya mendengar Rasulullah saw, bersabda :
"Bacalah Al-Qur`an, karena ia akan datang memberi syafa'at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti. Bacalah
Zahrawain, yakni surat Al-Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya akan
datang pada hari kiamat nanti, seperti dua tumpuk awan menaungi
pembacanya, atau seperti dua kelompok burung yang sedang terbang dalam
formasi hendak membela pembacanya. Bacalah Al-Baqarah,
karena dengan membacanya akan memperoleh barokah, dan dengan tidak
membacanya akan menyebabkan penyesalan, dan pembacanya tidak dapat
dikuasai (dikalahkan) oleh tukang-tukang sihir." (HR. Muslim :
1337, Shahih Muslim,Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Fadlu Qiraa-ati
Al-Qur’an wa suuratil Baqarati, juz : 4, hal. 231)
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي ابْنَ عَطَاءٍ أَنْبَأَنَا أُسَامَةُ بْنُ
زَيْدٍ اللَّيْثِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَسْجِدَ فَإِذَا فِيهِ قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ قَالَ اقْرَءُوا
الْقُرْآنَ وَابْتَغُوا بِهِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَ قَوْمٌ يُقِيمُونَهُ إِقَامَةَ الْقِدْحِ يَتَعَجَّلُونَهُ وَلَا
يَتَأَجَّلُونَهُ. (رواه احمد : 14326– مسند احمد - المكتبة الشاملة –– باب
مسند جابر بن عبد الله – الجزء :29 – صفحة : 375)
Telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahhab bin 'Atha' yaitu Ibnu'Atha', telah
memberitakan kepada kami Usamah bin Zaid Al-Laitsi, dari Muhammad bin
Al-Munkadir, dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Nabi saw, masuk masjid
dan ternyata ada sekelompok orang yang membaca Al-Qur'an.
(Rasulullah
saw) bersabda : Bacalah Al Qur'an dan carilah ridha Allah Azza wa Jalla
sebelum datangnya suatu kaum yang membacanya sebagaimana dia
menegakkan bejana, mereka mengharapkan pahala yang disegerakan
(materi-duniawi) dan tidak mengharapkan pahala yang ditangguhkan
(akhirat). (HR. Ahmad : 14326, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, , bab Musnad Jabir bin Abdillah, juz : 29, hal. 375)
حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هِشَامٍ يَعْنِي الدَّسْتُوَائِيَّ
قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي رَاشِدٍ
الْحَبْرَانِيِّ قَالَ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ شِبْلٍ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اقْرَءُوا
الْقُرْآنَ وَلَا تَغْلُوا فِيهِ وَلَا تَجْفُوا عَنْهُ وَلَا تَأْكُلُوا
بِهِ وَلَا تَسْتَكْثِرُوا بِهِ. (رواه احمد : 14981– مسند احمد - المكتبة
الشاملة –– باب زيادة عبد الرحمن بن شبل – الجزء : 31 – صفحة : 109)
Telah
menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim, dari Hisyam yaitu
Ad-Dastuwa'i, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abu
Katsir, dari Abu Rasyid Al-Habrani, ia berkata : Abdur Rahman bin Syibl
berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw, bersabda :
"Bacalah
Al-Qur'an, janganlah berlebihan di dalamnya, jangan terlalu kaku,
janganlah makan dari bacaannya dan jangan pula memperbanyak (harta)
dengannya." (HR. Ahmad : 14981, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, , bab Ziyadah Abdurahman din Syibel, juz : 31, hal. 109)
Bersamaan
dengan perjuangan memperbaiki bacaan Al-Qur’an, agar mampu membacanya
dengan Tartil, terdapat juga perjuangan melaksanakan perintah
“memahami”,
mentadabburi serta merenungkan makna kandungan Al-Qur’an. Dan memahami
Al-Qur’an hukumnya adalah wajib berdasarkan ayat berikut :
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan (mentadabburi) ayat-ayat-Nya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad : 29)
Menafsirkan
ayat ke-29 surat Shad di atas, imam Al-Qurthubi mengatakan : “Ayat ini
menjadi dalil kewajiban mengetahui makna-makna Al-Qur’an, dan juga
menjadi dalil bahwa membaca secara tartil (perlahan-lahan dengan penuh
penghayatan) itu lebih utama dari membaca secara sangat cepat, sebab
membaca secara sangat cepat tidak mungkin bisa bertadabbur .” [4]
Secara
halus, Allah mengisyaratkan bahwa hanya orang-orang yang hatinya
terkunci oleh gembok-gembok penghalang petunjuk sajalah yang tidak mau
mentadabburi Al-Qur’an. Firman Allah :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maka mengapakah mereka tidak mau mentadabburi Al-Qur'an? Apakah karena hati mereka terkunci mati? (QS Muhammad : 24)
Setelah memahami kandungan Al-Qur’an, maka kewajiban kita berikutnya adalah “mengamalkan” dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an merupakan
pedoman utama, sumber hidayah, kunci keselamatan, dan penjaga dari
kesesatan. Hampir tidak terhitung banyaknya dalil-dalil dari Al-Qur’an
dan hadits yang mewajibkan untuk mengamalkan kandungan Al-Qur’an.
Firman Allah :
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya).
(QS. Al-A’raf : 3)
Dalam Tafsir Al-Qurthubi dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan :
“Apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu” adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.[5] Kemudian di dalam Tafsir Ath-Thabari dijelaskan, bahwa kata
“Ikutilah” pada ayat di atas, maksudnya adalah
“mengamalkan” semua keterangan, petunjuk yang datang dari Allah.[6] Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
وَاتَّبِعُوا
أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Dan
ikutilah Sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak
menyadarinya,(QS. Az-Zumar : 55)
Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur’an adalah sebaik-baik apa yang telah diturunkan Allah
kepada kita. Allah
mengancam siapa saja yang enggan mengikuti (mengamalkan) Al-Qur’an dengan firman-Nya,
“…sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,(QS. Az-Zumar : 55)
Semoga kita dikaruniai kesungguhan dan keistiqamahan untuk senantiasa membaca, mentadaburi, memahami dan mengamalkan Al-Qur’an.
Pertengahan ayat 4 berbunyi : وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
(dan kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu). Maksudnya adalah orang yang bertakwa itu juga wajib beriman kepada
kitab-Kitab
yang telah diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw,
seperti Taurat, Injil, Zabur dan shuhuf-shuhuf yang diturunkan kepada
para Nabi.[7]
Adapun cara beriman kepada kitab-kitab dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Cara Beriman Kepada Kitab-Kitab Sebelum Al-Qur'an
Beriman
kepada kitab-Kitab sebelum Al-Qur'an adalah meyakini, bahwa kitab-kitab
itu benar-banar wahyu Allah, bukan karangan rasul-rasul-Nya dan
meyakini isi kandungannya adalah benar (haq), sebelum terjadi
penyelewengan.
2. Cara Beriman Kepada Al-Qur'an
Beriman
kepada Al-Qur’an adalah meyakini Al-Qur'an sebagai wahyu Allah, bukan
karangan Nabi Muhammad saw, meyakini kebenaran Al-Qur'an, tanpa ada
keraguan sedikit pun, dan keyakinan itu diikuti dengan mempelajari cara
membaca, memahami, menghayati dan mengamalkan isi kandungannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Perbedaan cara beriman tersebut
disebabkan karena masa berlaku kitab-kitab sebelum Al-Qur'an sudah
selesai. Kitab-kitab sebelum Al-Qur'an hanya berlaku pada suatu umat ,
masa, dan wilayah tetentu. Dan kandungan pokok kitab-kitab sebelum
Al-Qur'an telah tercantum dalam Al-Qur;an, yang meliputi ajaran keesaan
Allah (Tauhid), tuntunan keimanan (aqidah), hukum, perintah, larangan,
imbalan, janji dan ancaman, dan sejarah.
5. Yakin Kepada Hari Akhir
Akhir
ayat 4 berbunyi : وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat). Sifat orang bertakwa yang ke 5 (lima)
adalah beriman kepada adanya hari akhir.
“Akhirat” lawan dari
"Dunia".
"Negeri akhirat" ialah Negeri tempat manusia berada setelah dunia ini
lenyap. "Yakin akan adanya negeri akhirat" ialah benar-benar yakin akan
adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir. Yakin akan adanya
hari ba’ats, kiamat, surga, neraka, hisab dan mizan.[8]
Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat yang lima (5) di atas adalah orang orang yang disebut
“Muttaqin”,
yaitu orang-orang yang bertakwa. Mereka oleh Allah, dinyatakan telah
mendapatkan petunjuk dan bimbingan-Nya, yang firman-Nya diabadikan dalam
ayat berikutnya, yaitu surat Al-Baqarah ayat 5.
[1]. Lihat Tafsir Jalalain oleh Imam Jalaluddin Al-Mahalli/Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 1, hal. 10
[2]. Lihat Kamus Arab - Indonesia oleh Prof. DR. H.Mahmud Yunus, PT.Hidakarya Agung, Jakarta, 1990, hal. 335
[3]. Lihat Tafsir Al-Wasith oleh Muhammad Sayyid Thanthawi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :183, juz : 1, hal. 305
[4]. Lihat Tafsir Al-Qurthubi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 15, juz : 15, hal. 152
[5]. Lihat Tafsir Al-Qurthubi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 7, juz : 7, hal. 161
[6]. Lihat tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 2, juz : 12, hal. 298
[7]. Lihat Tafsir Al-Khazin, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 4, juz : 1, hal. 11
[8]. Lihat Tafsir Fathul Qadir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 4, juz : 1, hal. 27