KAFA-AH (KUFU) DALAM PERNIKAHAN
Kafa-ah (kufu) atau persamaan tingkat dalam
pernikahan antara laki-laki dan perempuan sangat penting untuk mencapai
keluarga yang Sakinah, mawaddah wa rahmah, walaupun tidak menjadi syarat bagi
sahnya pernikahan. Menurut pendapat yang kuat, kufu’ ditinjau dari alasannya
adalah perkara dien دين (agama) dengan dalil beberapa ayat Al Qur’an dan
hadits Nabi, di antaranya :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat. (QS.Al Hujurat: 10)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian
bersuku-suku dan berkabilah-kabilah agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling
bertakwa.” (QS.Al Hujurat: 13)
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi wali (penolong bagi) sebahagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.At-Taubah: 71)
الزَّانِي
لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا
إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini
melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu'min
[1029]. (QS.Annuur : 3)
[1029]. Maksud ayat ini ialah: tidak pantas
orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.
الْخَبِيثَاتُ
لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ
وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ
مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki
yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula),
dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang
baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu
bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka
ampunan dan rezki yang mulia (surga) (QS.An Nur: 26)
Kemudian beliau lanjutkan dengan beberapa
hadits, di antaranya sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَلْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بن عُثْمَانَ قال :
حَدَّثَنَا أَبُو الْمُنْذِرِ الْوَرَّاقُ ، عَنْ الْجُرَيْرِيِّ، عَنْ أَبِي
نَضْرَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَأَبَاكُمْ وَاحِدٌ وَلَا فَضْلَ
لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا أَحْمَرَ
عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى. (رواه الطبرني
: 4905 -المعجم
الأوسط للطبراني - المكتبة
الشاملة – باب من اسمه عبد الرحمن – الجزء 10 – صفحة : 462 (
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin
Salm, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Suhail bin Utsman, ia berkata
: Telah menceritakan kepada kami Abu Al-Mundzir Al-Warraaq, dari Al-Jurairi,
dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa’id, ia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Sesungguhnya Tuhan kalian satu, dan ayah kalian satu, ingat! Tidak ada
kelebihan bagi orang arab atas orang ajam (non Arab) dan bagi orang ajam atas
orang arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit
hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan
ketakwaan. (HR. Thabrani : 4905, Al-Mu’jam Al-Awsath Lith-Thabrani, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab man ismuhu Abdurrahman, juz : 10, hal. 462)
Nabi saw bersabda kepada Bani Bayadlah :
“Nikahkanlah wanita kalian dengan Abu Hindun.” Maka merekapun menikahkannya
sementara Abu Hindun ini profesinya sebagai tukang bekam.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ أَبَا هِنْدٍ حَجَمَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْيَافُوخِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بَنِي بَيَاضَةَ أَنْكِحُوا أَبَا هِنْدٍ
وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِ. (رواه ابو اود - 1798 – سنن ابو داود - المكتبة الشاملة – باب فى الأكفاء – الجزء 5– صفحة : 498)
Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin
Ghiyats, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin 'Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Abu Hindun telah
membekam Nabi saw, pada bagian ubun-ubun, kemudian Nabi saw bersabda : "Wahai
Bani Bayadhah, nikahkanlah Abu Hindun, dan nikahkanlah anak-anak
wanitanya." (HR. Abu Daud – 1798, Sunan Abu Daud,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Fil-Akfa’, juz : 5, hal. 498)
Nabi saw sendiri pernah menikahkan Zainab bintu
Jahsyin Al Qurasyiyyah seorang wanita bangsawan, dengan Zaid bin
Haritsah bekas budak beliau. Dan menikahkan Bilal bin Rabah
dengan saudara perempuan Abdurrahman bin `Auf.
Dari dalil di atas dapat dipahami bahwa
masalah kufu adalah dilihat dari sisi agama. Sebagaimana tidak boleh
menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir, tidak boleh pula menikahkan
wanita yang menjaga kehormatan dirinya dengan laki-laki yang fajir
(jahat/jelek).
Al Qur’an dan As Sunnah tidak menganggap dalam kafa’ah
kecuali perkara agama, adapun perkara nasab (keturunan), profesi dan kekayaan tidaklah
teranggap. Karena itu boleh seorang budak menikahi wanita merdeka dari turunan
bangsawan yang kaya raya apabila memang budak itu seorang yang ‘afif
(menjaga kehormatan dirinya) dan muslim. Wallaahu A’lam Bishshwaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar