Jumat, 01 Maret 2013

KEHARUSAN BERLAKU ADIL DAN TIDAK MEMIHAK DALAM MENETAPKAN SESUATU




اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْن النَّاسِ ِبمَآ اَرَاكَ اللهُ وَلاَ تَكُنْ لِّلْخَآئِنِيْنَ خَصِيْمًا  (النساء : ٥.١)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”.  (QS. An-Nisa : 105)

Asbabun Nuzul
                                    Di dalam keluarga Bani Ubairiq terdapat seorang munafik bernama Busyair yang tingkat sosial ekonominya sangat lemah. Dia tinggal serumah dengan Bisyrin dan Mubasyir. Orang munafik itu pada suatu waktu pernah menggubah syi’ir (puisi) yang isinya mencaci maki Rasulullah SAW dan para sahabat. Dan dia memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa syi’ir itu gubahan orang lain. Sementara makanan mereka orang-orang yang lemah ekonominya adalah kurma dan sya’ir (sejenis gandum) yang didatangkan dari Madinah. Sedangkan makanan pokok orang-orang yang mampu pada saat itu adalah tepung terigu.
                                    Pada suatu waktu Rifa’ah bin Zaid—paman Qatadah—membeli beberapa karung terigu yang kemudian disimpan di gudang miliknya, di mana di dalam gudang itu biasa untuk menyimpan alat-alat perang, baju besi, pedang dan lain-lain. Di tengah malam yang gelap gulita gudang tersebut dibongkar orang dan seluruh isinya dicuri. Keesokan harinya Rifa’ah datang kepada Qatadah seraya berkata: “Wahai anak saudaraku, semalam gudang kita dibongkar orang, makanan yang ada dan seluruh senjata yang ada dicuri habis-habisan”. Kemudian kaum muslimin melakukan pelacakan dan penelitian siapa pelaku pencurian itu. Kepada penduduk di sekitar kampung tersebut ditanyakan tentang pelaku pencurian di gudang. Dari keterangan mereka ada yang mengatakan, bahwa semalam Bani Ubairiq mengadakan pestapora, menyalakan api dan memakan tepung terigu  yang dimasak dengan lezat.
                                    Mendengar keterangan yang seperti ini, Bani Ubairiq  mengelak dari tuduhan seraya berkata: “Kami telah mengadakan penyelidikan di sekitar kampung ini, demi Allah, bahwa pencurinya adalah Labid bin Sahlin”. Padahal Labid bin Sahlin adalah seorang muslim yang sangat taat kepada Allah SWT dan jujur, kemuliaan akhlaknya  telah masyhur di kalangan mereka. Ketika Labid bin Sahlin mendengar perkataan Bani Ubairiq ini, mukanya menjadi merah padam, sangat marah. Dengan pedang yang terhunus di tangannya dia pergi menemui Bani Ubairiq seraya berkata: “Kamu telah menuduh aku melakukan pencurian. Demi Allah, pedangku ini akan ikut  berbicara, sehingga dengan jelas dapat ditemukan siapa sebenarnya  pelaku pencurian itu”.  Bani Ubairiq berkata: “Janganlah engkau mengatakan kami menuduhmu, wahai Labid. Bukankah sebenarnya engkau yang melakukan pencurian!”.  
                                    Sementara Rifa’ah dan Qatadah berangkat mencari data yang lebih kongkrit lagi, dan akhirnya dapat diambil kesimpulan berdasarkan fakta dan data, bahwa pelaku pencurian itu adalah Bani Ubairiq. Setelah diketahui secara pasti, Rifa’ah langsung berkata: “Wahai anak saudaraku, bagaimana kalau sekiranya engkau pergi menghadap Rasulullah SAW untuk menceritakan kejadian ini?”. Tanpa menawar lagi Qatadah langsung berangkat menghadap Rasulullah SAW, yang dengan tegas menerangkan bahwa di kampung itu ada satu keluarga yang tidak baik, yaitu mau mencuri makanan dan senjata milik pamannya. Qatadah menyampaikan kepada Rasulullah SAW , bahwa pamannya bernama Rifa’ah hanya menghendaki agar senjatanya saja yang dikembalikan, sedangkan bahan makanannya diikhlaskan untuk dimakan oleh mereka. Sehubungan dengan itu Rasulullah bersabda: “Aku akan mengadakan penelitian lebih dahulu tentang masalah ini”.
                                    Ketika Bani Ubairiq mengetahui bahwa Rasulullah SAW akan mengadakan penelitian tentang kasus pencurian itu, maka Bani Ubairiq segera mendatangi saudaranya yang bernama Asir bin Urwah untuk menceritakan dan mengadukan permasalahan tersebut. Sehubungan dengan itu seluruh masyarakat di kampung  Bani Ubairiq mengadakan perkumpulan untuk bermusyawarah, dan memutuskan untuk menghadap Rasulullah SAW. Setelah mereka berada di hadapan Rasulullah SAW, langsung berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Qatadah bin Nu’man dan pamannya yang bernama Rifa’ah telah menuduh seorang di antara kami yang berakhlak budi pekerti baik telah melakukan pencurian. Padahal orang yang dituduh itu seorang yang baik hati lagi jujur. Dia menuduh tanpa disertai fakta dan data yang kuat”.
                                    Oleh karena kata-kata Bani Ubairiq tersebut, maka sewaktu Qatadah menghadap Rasulullah SAW beliau langsung bersabda: “Kamu telah menuduh seorang muslim yang baik budi dan jujur melakukan pencurian tanpa dengan fakta yang kuat!”. Kemudian Qatadah pulang dan menyampaikan apa yang terjadi di hadapan Rasulullah SAW kepada pamannya Rifa’ah. Mendengar berita itu Rifa’ah langsung berkata: “Allahul-musta’an = Allah tempat berlindung bagi kita”. Sesaat kemudian Allah SWT langsung menurunkan ayat ke-105 sebagai teguran kepada Rasulullah SAW yang mengadakan pembelaan terhadap Bani Ubairiq yang ternyata berada dalam posisi yang salah.
 إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (النساء : ٥.١)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”.  (QS. An-Nisa : 105)
روى الترمذي والحاكم وغيرهما عن قتادة ابن النعمان قال كان أهل بيت منا يقال لهم بنو أبيرق بشر وبشير ومبشر وكان بشير رجلا منافقا يقول الشعر يهجو به أصحاب رسول الله ثم ينحله بعض العرب يقول قال فلان كذا وكانوا أهل بيت حاجة وفاقة في الجاهلية والإسلام وكان الناس إنما طعامهم بالمدينة التمر والشعير فابتاع عمي رفاعة ابن زيد حملا من الدرمك فجعله في مشربه له فيها سلاح ودرع وسيف فعدي عليه من تحت فنقبت المشربة وأخذ الطعام والسلاح فلما أصبح أتاني عمي رفاعة فقال يا ابن أخي إنه قد عدي علينا في ليلتنا هذه فنقبت مشربتنا وذهب بطعامنا وسلاحنا فتجسسنا في الدار وسألنا فقيل لنا قد رأينا بني ابيرق استوقدوا في هذه الليلة ولا نرى فيما نرى إلا على بعض طعامكم فقال بنو أبيرق ونحن نسأل في الدار والله ما نرى صاحبكم الا لبيد بن سهل رجل منا له صلاح وإسلام فلما سمع لبيد اخترط سيفه وقال أنا أسرق والله ليخالطنكم هذا السيف أو لتبينن هذه السرقة قالوا إليك عنا أيها الرجل فما أنت بصاحبها فسألنا في الدار حتى لم نشك أنهم أصحابنا فقال لي عمي يا ابن أخي لو أتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فذكرت ذلك له فأتيته فقلت أهل بيت منا أهل جفاء عمدوا إلى عمي فنقبوا مشربه له وأخذوا سلاحه وطعامه فليردوا علينا سلاحنا وأما الطعام فلا حاجة لنا فيه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم سأنظر في ذلك فلما سمع بنو ابيرق أتوا رجلا منهم يقال له أسير بن عروة فكلموه في ذلك فاجتمع في ذلك أناس من أهل الدار فقالوا يا رسول الله إن قتادة بن النعمان وعمه عمدا إلى أهل بيت منا أهل إسلام وصلاح يرمونهم بالسرقة من غير بينة ولا ثبت قال قتادة فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال عمدت إلى أهل بيت ذكر منهم إسلام وصلاح ترميهم بالسرقة على غير ثبت وبينة فرجعت فأخبرت عمي فقال الله المستعان فلم نلبث أن نزل القرآن إنا أنزلنا إليك الكتاب بالحق لتحكم بين الناس بما أراك الله ولا تكن للخائنين خصيما. (النساء : 105)
(لباب النقول- جلال الدين السيوطي – المكتبة الشاملة - الكتاب : لباب النزول – الجزء : 1 – صفحة : 71)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar