Di dalam Al-Quran ada 114 surah, semuanya
dimulai dengan "Basmalah", kecuali surat At-Taubah. Di samping
pada permulaan surat,
"Basmalah" juga disebutkan
satu kali di pertengahan surah An-Naml, yaitu ayat 30. Dengan demikian, "Basmalah" di
dalam Al-Quran didapati sebanyak 114 kali. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama
tentang sebab tidak dituliskan Basmalah di awal surat Bara-ah
(At-Taubah). Dalam tafsir Al-Qurthuby
disebutkan lima pendapat, [1]
yaitu :
1. Sudah menjadi
kebiasaan orang-orang Arab zaman Jahiliyah apabila telah
terjadi kesepakan dalam suatu perjanjian, dan mereka hendak membatalkan
perjanjian itu, maka mereka menuliskan surat pembatalannya tanpa
menuliskan basmallah. Ketika surat Bara-ah turun sebagai pembatalan perjanjian
antara Nabi saw dan orang-orang musyrik, maka beliau mengutus Ali bin Abi Thalib untuk
membacakan surat bara-ah, dan dia membacanya tanpa basmalah sebagai sikap menjalankan
kebiasaan orang-orang Arab zaman itu dalam membatalkan
perjanjian.
2.
Terdapat kesamaan kisah (isi) antara surat Bara-ah dan surat Al-Anfal, sehingga surat Bara-ah diyakini oleh Utsman bin Affan sebagai bagian dari surat Al-Anfal, sehingga surat Bara-ah digandengkan
dengan surat Al-Anfal tanpa dituliskan basmalah sebagai pemisah antara
keduanya. Pendapat ini berdasarkan sebuah hadits :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وَابْنُ أَبِي عَدِيٍّ وَسَهْلُ
بْنُ يُوسُفَ قَالُوا حَدَّثَنَا عَوْفُ بْنُ أَبِي جَمِيلَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ
الْفَارِسِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ قُلْتُ لِعُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ مَا
حَمَلَكُمْ أَنْ عَمَدْتُمْ إِلَى الْأَنْفَالِ وَهِيَ مِنْ الْمَثَانِي وَإِلَى
بَرَاءَةٌ وَهِيَ مِنْ الْمِئِينَ فَقَرَنْتُمْ بَيْنَهُمَا وَلَمْ تَكْتُبُوا
بَيْنَهُمَا سَطْرَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَوَضَعْتُمُوهَا فِي
السَّبْعِ الطُّوَلِ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ فَقَالَ عُثْمَانُ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا يَأْتِي عَلَيْهِ الزَّمَانُ
وَهُوَ تَنْزِلُ عَلَيْهِ السُّوَرُ ذَوَاتُ الْعَدَدِ فَكَانَ إِذَا نَزَلَ عَلَيْهِ
الشَّيْءُ دَعَا بَعْضَ مَنْ كَانَ يَكْتُبُ فَيَقُولُ ضَعُوا هَؤُلَاءِ الْآيَاتِ
فِي السُّورَةِ الَّتِي يُذْكَرُ فِيهَا كَذَا وَكَذَا وَإِذَا نَزَلَتْ عَلَيْهِ
الْآيَةَ فَيَقُولُ ضَعُوا هَذِهِ الْآيَةَ فِي السُّورَةِ الَّتِي يُذْكَرُ
فِيهَا كَذَا وَكَذَا وَكَانَتْ الْأَنْفَالُ مِنْ أَوَائِلِ مَا أُنْزِلَتْ
بِالْمَدِينَةِ وَكَانَتْ بَرَاءَةٌ مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ وَكَانَتْ قِصَّتُهَا
شَبِيهَةً بِقِصَّتِهَا فَظَنَنْتُ أَنَّهَا مِنْهَا فَقُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يُبَيِّنْ لَنَا أَنَّهَا مِنْهَا
فَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ قَرَنْتُ بَيْنَهُمَا وَلَمْ أَكْتُبْ بَيْنَهُمَا سَطْرَ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَوَضَعْتُهَا فِي السَّبْعِ الطُّوَلِ. (رواه الترمذي : 3011 –
سنن الترمذي – الكتبة الشاملة - بَاب
وَمِنْ سُورَةِ التَّوْبَةِ – الجزء : 10 – صفحة : 352)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Sa’id, Muhammad bin Ja’far, Ibnu Abi ‘Ady dan Sahl bin
Yusuf, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Auf bin Abi Jamilah,
telah menceritakan kepada kami Yazid Al-farisy, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abbas, ia berkata kepada Utsman bin Affan : Apa yang mendorong kalian dengan
sengaja menggolongkan surat Al-Anfal
kepada Al-Matsani (ayat yang dibaca berulang-ulang), menggolongkan surat
Bara-ah (Taubah) kepada Al-Mi’iin (surat yang lebih dari seratus ayat),
dan kalian telah menggandengkan keduanya tanpa ditulis Basmalah (sebagai
pemisah), serta kalian meletakkan dua surat itu di deretan As-Sab’utthuwal
(tujuh surat yang panjang), apa yang mendorong kalian melakukan demikian?.
Utsman menjawab : Dulu Rasulullah saw terkadang memasuki suatu waktu yang
diturunkan kepadanya sejumlah surat, karena itu, apabila diturunkan kepadanya
suatu ayat, maka beliau memanggil orang yang bisa menulis, lalu bersabda : Letakkanlah ayat-ayat ini pada surat yang di
dalamnya disebutkan begini dan begitu. Dan apabila turun satu ayat lagi
kepadanya, beliau bersabda : Letakkanlah
ayat ini di surat yang di dalamnya disebutkan
begini dan begitu. Surat
Al-Anfal adalah termasuk surat yang pertama kali diturunkan di Madinah; dan
surat Bara-ah termasuk surat Al-Qur’an yang terakhir diturunkan, sedangkan
kisah (isi) surat Bara-ah mirip dengan kisah (isi) surat Al-Anfal, sehingga saya yakin bahwa
surat Bara-ah adalah bagian dari surat Al-Anfal. (Setelah itu) Rasulullah saw wafat,
tetapi tidak menjelaskan kepada kami bahwa surat Bara-ah adalah bagian dari
surat Al-Anfal. Oleh karena itu saya yang menggandengkan surat Bara-ah dan
surat Al-Anfal, dan saya tidak menulis : “BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM”
sebagai pemisah di antara duanya, lalu saya meletakkannya di dalam deretan As-Sab’utthuwal
(tujuh surat yang panjang). (HR.Tirmidzi : 3011, Sunan
Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab wamin suratit Taubah, juz : 10, hal.
352)
3. Diriwayatkan dari Utsman. Malik
mengatakan seperti
yang diriwayatkan oleh Ibnu
Wahab,
Ibnu Al-Qasim dan Ibnu Abdil-Hakam, bahwa sesungguhnya telah terjadi penghapusan
diawal surat bara-ah sehingga basmalahnya pun ikut terhapus bersamanya. Dari Ibn ‘Ajlaan, bahwa
sesungguhnya surat bara-ah sebanding atau berdekatan dengan surat Al-Baqarah, sehingga tidak
dituliskan basmalah sebagai pemisah antara keduanya. Sa’id Bin Jubair berkata, bahwa
surat bara-ah sama seperti surat Al-Baqarah.
4. Kharijah, Abu ‘Ishmah dan lainnya berkata : Ketika dilakukan penulisan
mushaf pada zaman kakhalifahan Utsman, terjadi
perbedaan pendapat dikalangan
para shahabat Rasulullah saw. Sebagian menyatakan,
bahwa antara surat Bara-ah dan surat Al-Anfaal adalah satu surat. Ada lagi yang
beranggapan, bahwa keduanya adalah dua surat. Untuk mengambil jalan tengah dari dua pendapat
tersebut, maka ditetapkan bahwa surah Bara-ah dan Al-Anfal adalah dua surah
dengan tanpa menuliskan Basmallah di awal surat Bara-ah. Dua kelompok yang berbeda pendapat
secara bersama-sama rela menerima jalan tengah ini, pendapat mereka tetap terlindungi
dalam mushaf.
5. Abdullah bin
Abbas berkata : Saya pernah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib : Mengapa
basmalah tidak ditulis di permulaan surat Bara-ah? Ali bin Abi Thalib menjawab : "Basmalah adalah mengandung makna
rasa aman dan damai; sedangkan surat Bara-ah turun dengan bayang-bayang
pedang (peperangan), di dalamnya tidak
ada rasa aman dan damai."[2] Dari
Al-Mubarrad : “Tidak mungkin berkumpul antara Basmalah yang mengandung makna rahmah
(kasih sayang), dengan surat Bara-ah yang diturunkan terkait dengan kejengkelan dan kemarahan”.
Sufyan bin Uyaynah berkata : “Basmalah
tidak ditulis di permulaan surat Bara-ah karena Basmalah mengandung makna rahmah (kasih sayang); sedangkan surat Bara-ah
diturunkan sebagai kecaman terhadap orang-orang munafiq, dan dengan bayang-bayang
pedang (peperangan), dan tidak ada rasa aman dan damai bagi
orang-orang munafik. Dan pendapat yang shahih, Basmalah tidak dituliskan
dalam surat Bara-ah, karena memang malaikat Jibril tidak menyertakan Basmalah
ketika surat tersebut diturunkan. Demikianlah menurut pendapat imam
Al-Qusyairy.
BASMALAH
DALAM PERMULAAN SURAH
Para
ulama telah sepakat bahwa Basmalah termasuk bagian dari ayat dalam
surat An-Naml. Tetapi para ulama berbeda pendapat tentang Basmalah
yang terletak di awal semua surat. Dalam hal ini, Sayid Sabiq dalam
Fiqhussunnah mengemukan tiga pendapat
yang terkenal,[3] yaitu :
1. Basmalah termasuk
bagian dari surat Al-Fatihah, dan juga bagian dari setiap surat (dalam Al-Qur’an). Dengan demikian, membaca
Basmalah dalam surat Al-Fatihah adalah wajib hukumnya sebagaimana hukum
membaca Al-Fatihah itu sendiri (di dalam ibadah shalat), baik ketika dibaca
pelan (sirr) maupun keras (jahr). Pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang
diriwayatkan dari Nu'aim Al-Mujmir :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ عَنْ شُعَيْبٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ حَدَّثَنَا خَالِدٌ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى
إِذَا بَلَغَ {غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} فَقَالَ آمِينَ فَقَالَ النَّاسُ آمِينَ
وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا قَامَ مِنْ الْجُلُوسِ فِي
الِاثْنَتَيْنِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه النسائي : 895 – سنن النسائي – المكتبة
الشاملة – باب قِرَاءَةُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ – الجزء : 3 – صفحة : 459)
Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim] dari
[Syua’ib], telah menceritakan kepada kami [Khalid] dari [Sa’id bin Abi Hilal]
dari [Nu’aim Al-Mujmir, ia berkata : Aku pernah shalat dibelakang Abu Hurairah, kemudian dia
membaca “Bismillaahir Rahmaanir
Rahiim”, lalu membaca Ummul Qur’an (surat Al-Fatihah), hingga tetkala sampai
pada “Ghairil Maghdluubi ‘Alaihim Waladl-Dlaalliin”, dia mengucapkan Aamiin,
lalu orang-orang-pun mengucapkan Aamiin. Dan dia (Abu Hurairah) juga
mengucapkan Allahu Akbar setiap hendak
sujud, dan ketika bangun dari duduk pada rakaat kedua (tahiyyat awal). Dan setelah
selesai salam, dia berkata : Demi
Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang
paling menyerupai Rasulullah saw dalam shalat. (HR.An-Nasai : 895, Sunan An-Nasai, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Qiraa-ati
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, juz : 3, hal. 459)
2. Basmalah merupakan
suatu ayat yang berdiri sendiri yang diturunkan untuk mengambil berkah dan
pemisah di antara surat-surat, dan bahwa membacanya pada surat Al-Fatihah
hukumnya boleh (mubah), bahkan sunat (mustahab), dan tidak disunatkan membacanya
dengan keras (jahar). Hal ini berdasarkan hadits Anas :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ صَلَّيْتُ
خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ بْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. (رواه احمد :
12380 – مسند احمد -المكتبة الشاملة – باب مسند انس بن مالك - الجزء
25:– صفحة : 426)
Telah
menceritakan kepada kami [Waki’], telah menceritakan kepada kami [Syu’bah], dari
[Qatadah], dari [Anas], ia berkata : Saya pernah shalat di belakang Rasulullah
saw, di belakang Abu Bakar, Umar dan Utsman, dan mereka tidak membaca dengan
suara keras (jahar) bacaan Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. (HR.
Ahmad : 12380, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Musnad Anas bin
Malik, juz : 25, hal. 426)
3.
Basmalah bukan merupakan suatu ayat dari surat Al-Fatihah
atau dari surat lainnya, dan bahwa membacanya dimakruhkan baik secara sir
maupun jahar, pada shalat fardhu ataupun sunat. Mazhab ini tidak kuat. [4]
Dalam Tafsir Ibnu Katsir[5] dipaparkan pula perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang bacaan basmalah dalam shalat, apakah dibaca dengan suara keras (Jahar) ataukah dibaca dengan suara pelan (sir).
1. Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya berpendapat, bahwa "Basmalah" bukanlah satu ayat dari surat Al-Fatihah dan juga bukan ayat dari surat yang lain. Sebab itu menurut mazhab Imam Abu Hanifah, Ats-Tsawry dan Ahmad bin Hanbal, "Basmalah" tidak dikeraskan membacanya dalam shalat, bahkan Imam Malik tidak membaca Basmalah sama sekali, baik sir maupun jahar.
2. Imam Syafii, sebagian pengikutnya berpendapat, bahwa "Basmalah" adalah satu ayat dari surat Al-Fatihah dan bukan ayat dari surat yang lain. Dan sebagian pengikut lainnya berpendapat, bahwa basmalah adalah salah satu ayat dari surat Al-Fatihah, dan satu ayat dari permulaan setiap surat lainnya. Sebab itu Menurut mazhab Imam Syafii "Basmalah" itu dibaca dengan suara keras (Jahar) dalam shalat.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa surat
Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat. Oleh karenanya, bagi golongan yang
berpendapat bahwa basmalah bukan ayat
dari surat Al-Fatihah, maka mereka memandang : غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ adalah satu ayat dari surat Al-Fatihah,
dengan demikian ayat dalam surat tersebut tetap berjumlah tujuh ayat.[6]
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Memahami
makna yang terkandung dalam Basmalah, sangat penting terlebih dahulu mengenal huruf
Ba’ dalam بِسْمِ اللَّهِ yaitu huruf Jarr yang menunjuk kepada arti “dengan”
yang terkenal dengan istilah الإلصاق
(Al-Ilshaq) [7] dan dikaitkan dengan kata “memulai” atau “ibtida’”.[8] Untuk itu, بِسْمِ اللَّهِ yang diterjemahkan : "Dengan
menyebut nama Allah", maksudnya adalah
"dengan menyebut nama Allah saya memulai melaksanakan ketaatan".[9] Atau “Saya memulai dengan menyebut nama Allah
sebelum melaksanakan segala sesuatu”.[10] Seolah-olah berkata : Saya memulai
membaca, saya memulai duduk, saya memulai berdiri, saya memulai melakukan pekerjaan
(dan seterusnya) dengan menyebut nama Allah, bukan dengan menyebut nama yang
lain, sebab suatu keberhasilan dapat diraih hanya karena “pertolongan”
Allah. Huruf Ba’ juga mempunyai arti “memohon pertolongan” atau
dikenal dengan “isti’anah”[11] dalam bahasa Arab. Dengan arti
ini, seseorang yang memulai aktivitasnya dengan Basmalah, pada hakikatnya sedang
bermunajat kepada Allah agar memperoleh pertolongan-Nya, dengan menggunakan
sebuah kalimat yang apabila dipahami dan dihayati dapat berbunyi : “Dengan
menyebut nama Allah, saya memohon pertolongan kepada-Mu agar meraih sukses
dalam melakukan pekerjaan ini”.
Memulai Aktivitas Dengan Basmalah
Dalam mengarungi
kehidupan di alam fana ini selalu dihadapkan dengan beragam aktivitas, sehingga
Rasulullah saw memberikan bimbingan agar dalam beraktivitas hendaknya dimulai
dengan basmalah, sebegaiamana tergambar dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا ابْنُ مُبَارَكٍ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ قُرَّةَ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ كَلَامٍ أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ
لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَهُوَ أَبْتَرُ أَوْ قَالَ
أَقْطَعُ. (رواه احمد : 8355 – مسند احمد – المكتبة
الشاملة – الباب مسند ابي هريرة رضي الله عنه – الجزء : 17- صفحة : 397)
Telah menceritakan kepada kami [Yahya
bin Adam], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Mubarak], dari [Al-Auza’i],
dari [Qurrah bin Abdurrahman], dari [Az-Zuhri], dari [Abu Salamah], dari [Abu
Hurairah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Setiap perkataan atau urusan
yang penting yang tidak dibuka dengan menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla,
maka ia “terputus” atau beliau katakan “terpotong”. (HR. Ahmad :
8355, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Musnad Abu Hurairah, juz :
17, hal. 397)
Matan hadits yang berbeda, tetapi mempunyai maksud yang
sama, dipaparkan dalam Tafsir Al-Alusi oleh Syihabuddin Mahmud bin Abdillah
Al-Husaini Al-Alusi, yaitu :
كُلُّ
أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ
فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَقْطَعُ
Setiap perkara
penting yang tidak dimulai dengan
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, maka perkara itu terpotong.[12]
Kata أَبْتَرُ “Abtaru” dan أَقْطَعُ “Aqtha’u” pada hadits di atas
diterjemahkan dengan “terputus” dan “terpotong”. Maknanya, yang pertama adalah “terputus dzikirnya kepada Allah”.[13] Dan makna lain adalah “hilang berkahnya”.[14] Sementara
kata "berkah" juga berasal dari bahasa Arab yaitu بَرَكَةُ yang
berarti "berkat, bahagia dan untung”.[15] Dari makna tersebut, menjadi
sangat jelas, bahwa aktivitas yang tidak diawali dengan basmalah,
berarti di dalamnya tidak terdapat dzikrullah, sehingga pelakunya tidak merasa
bahwa dalam melakukan kegiatan selalu diawasi oleh Allah, dan pada akhirnya akan
mudah jatuh ke lembah dosa dan maksiat. Ketika telah berada dalam lembah
dosa, bukan kebahagian, untung atau
sukses yang penuh berkah yang akan diraih, tetapi kegelisahan, penderitaan dan menyesakkan
dada, sebagaimana sabda Nabi :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
حَاتِمِ بْنِ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
النَّوَّاسِ بْنِ سِمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا
حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ. (رواه مسلم : 4632 – صحيح مسلم – المكتتة
الشاملة - بَاب تَفْسِيرِ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ –الجزء : 12- صفحة : 403)
Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Hatim bin
Maimun], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Mahdi], dari [Mu'awiyah bin
Shalih], dari [Abdur Rahman bin Jubair bin Nufair], dari Bapaknya dari [An-Nawwas
bin Mis'an Al-Anshari], dia berkata : "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah
saw, tentang arti kebajikan dan dosa. Beliau bersabda : "Kebajikan itu
ialah budi pekerti yang baik. Sedangkan dosa ialah perbuatan atau tindakan yang
menyesakkan dada, dan engkau sendiri benci jika perbuatanmu itu diketahui orang
lain." (HR.Muslim : 4632, Shahih Muslim, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab tafsiril birri wal itsmi, juz : 12, hal. 403)
Sebaliknya, orang yang mengawali aktivitasnya
dengan
basmalah, terjagalah hubungannya dengan Allah, sehingga kadar
imannya akan bertambah baik, serta akan menumbuh suburkan rasa malu kepada-Nya bila
melakukan perbuatan dosa dan maksiat, malu kepada-Nya bila tidak taat
menjalankan perintahnya. Itulah sebenarnya hakikat rasa malu yang disebutkan
oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا
مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ
أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ وَهُوَ
يَعِظُ أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ. (رواه
البخاري : 23 – صحيح البخاري–المكتبة الشاملة-بَاب الْحَيَاءُ مِنْ الْإِيمَانِ–الجزء
: 1- صفحة :40)
Telah menceritakan kepada kami [Abdullah
bin Yusuf] ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami [Malik bin Anas] dari [Ibnu
Syihab] dari [Salim bin Abdullah] dari bapaknya, bahwa Rasulullah saw, berjalan melewati seorang sahabat
Anshar yang saat itu sedang memberi pengarahan kepada saudaranya tentang malu.
Maka Rasulullah saw, bersabda : "Tinggalkanlah dia, karena sesungguhnya
malu adalah bagian dari iman". (HR.Bukhari : 23, Shahih Bukhari, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, Babul Hayaa’u minal iimaan. Juz : 1, hal. 40)
Munculnya rasa malu kepada Allah karena
dirinya merasa yakin selalu diawasi dan dilihat oleh-Nya. Karena merasa diawasi
dan dilihat, maka selalu berhati-hati dalam berbuat, agar tidak terpeleset pada
lembah jurang kemaksiatan. Demikianlah
gambaran seorang hamba yang memiliki akhlak mulia, indah dan baik, atau disebut
dengan “IHSAN” seperti yang ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam
sabdanya :
حَدَّثَنِي
إِسْحَاقُ عَنْ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي حَيَّانَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَوْمًا بَارِزًا لِلنَّاسِ إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ يَمْشِي.....قَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ
كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ .....(رواه البخاري : 4404– صحيح البخاري – المكتبة الشاملة - بَاب
قَوْلِهِ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ – الجزء : 14- صفحة :452)
Telah menceritakan kepadaku [Ishaq] dari [Jarir] dari [Abu
Hayyan] dari [Abu Zur'ah] dari [Abu Hurairah ra], bahwa Rasulullah saw bersabda
: "Pada suatu hari Rasulullah saw, muncul kepada para sahabat, lalu
datanglah seorang laki-laki (malaikat Jibril) dengan berjalan kaki..... Laki-laki
itu bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu?" beliau menjawab:
"Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak
dapat melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu....... ". (HR.Bukhari :
4404, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babu Qaulihii “Innallaaha
‘Indahuu ‘Ilmus Saa’ati, Juz : 14, hal.
452)
Orang yang selalu mengucapkan basmalah
dengan sepenuh hati, tidak akan melakukan penyelewengan atau penyimpangan dari
koridor syari’ah Islam, karena hati dan perasaannya terikat dan terkait dengan
Allah. Bahkan dia merasa selalu akan mendapatkan pertolongan Allah, sehingga dia
memiliki sikap optimisme dan tidak akan takut dalam perjuangan menegakkan
kebenaran, karena ketika dia mengucapkan basmalah pada hakikatnya adalah
berdo’a agar memperoleh pertolongan-Nya. Dan Allah berjanji akan mengabulkan
do’a setiap hamba yang berdo’a hanya kepada-Nya :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu
berfirman : "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo'a
kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".(QS.Al-Mukmin :
60)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa
apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran. (QS.Al-Baqarah : 186)
Mengamalkan basmalah dalam melakukan aktivitas,
berarti telah muncul kesadaran yang tinggi untuk meraih pertolongan Allah yang
merupakan energi penggerak agar dapat pula mengalirkan pertolongan kepada orang
lain dalam mengarungi kehdupan di alam fana ini. Sikap ini merupakan salah satu
indikasi telah mengamalkan basmalah dengan cara yang lebih bermanfaat,
sehingga kehidupan yang penuh berkah dapat diraihnya. Allah bersumpah
dengan kemuliaan dan keagungan-Nya bahwa Dia akan memberikan berkah kepada
sesuatu (segala macam aktivitas) yang dilakukan dengan mengumandangkan
nama-Nya.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ قَالَ : لَمَّا نَزَلَ {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} هَرَبَ الْغَيْمُ
إِلَى الْمَشْرِقِ وَسَكَنَتِ الرِّيَاحُ وَ هَاجَ الْبَحْرُ وَأَصْغَتِ
الْبَهَائِمُ بِآذَانِهَا وَرُجِمَتِ الشَّيَاطِيْنُ مِنَ السَّمَاءِ وَ حَلَفَ
اللهُ تَعَالَى بِعِزَّتَهِ وَ جَلاَلِهِ أَلاَّ يُسَمَّى إِسْمُهُ عَلَى شَيْئٍ
إِلاَّ بَارَكَ فِيْهِ.(تفسير ابن كثير)
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : Ketika ‘Bismillaahir Rahmaanir
Rahiim’ turun; mendung berlari ke Timur; angin-angin diam; lautan
mengombak; binatang-binatang memasang telinga mereka; syaitan-syaitan dilempari
dari langit; Allah Ta’ala bersumpah : Demi Kemulian-Nya dan keagungan-Nya,
bahwa tiada seorangpun yang menyebutkan nama-Nya atas sesuatu melainkan
Allah memberikan berkah padanya.
(Tafsir Ibnu Katsir)[16]
Banyak anjuran untuk mengamalkan basmalah dalam
memulai aktivitas, antara lain adalah sebagai berikut :
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رسولَ الله صلى اللهُ عليه وسلَّمَ قال: إِذَا أَتَيْتَ أَهْلَكَ
فَسَمِّ اللهَ فَإِنَّهُ إِنْ وُلِدَ لَكَ وَلَدٌ كُتِبَ لَكَ بِعَدَدِ أَنْفَاسِهِ
وَأَنْفَاسِ ذُرِّيَتِهِ حَسَنَاتٌ.(تفسير ابن كثير)
Dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah saw bersabda : Apabila kamu mendatangi keluargamu (mengadakan
hubungan suami isteri), maka bacalah basmalah, karena jika dari hubungan itu
lalu melahirkan seorang anak, maka setiap nafas dari anak itu, dan nafas dari
keturunannya dicatat sebagai kebaikan- kebaikan buatmu. (Tafsir Ibnu Katsir)[17]
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي
الْجَعْدِ عَنْ كُرَيْبٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ يَبْلُغُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ قَالَ
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا
رَزَقْتَنَا فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرُّهُ.
(رواه البخاري : 138 - صحيح البخاري –
المكتبة الشاملة -بَاب التَّسْمِيَةِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَعِنْدَ الْوِقَاعِ –
الجزء : 1- صفحة :244)
Telah
menceritakan kepada kami ['Ali bin 'Abdullah] berkata : Telah menceritakan
kepada kami [Jarir], dari [Manshur], dari [Salim bin Abu Al Ja'd], dari [Kuraib],
dari [Ibnu 'Abbas] dan sampai kepada Nabi saw, beliau bersabda : Jika salah seorang dari kalian
ingin mendatangi isterinya (untuk bersetubuh), maka hendaklah ia membaca
basmalah, lalu berdo’a yang artinya : Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan
dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rizkikan (anak) kepada kami).
Jika dikaruniai anak dari hubungan keduanya maka setan tidak akan dapat
mencelakakan anak itu. (HR.Bukhari : 138, Shahih
Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babut Tasmiyah ‘alaa kulli haalin wa ‘indal
wiqq’i, Juz : 1, hal. 244)
حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ
بَقِيَّةَ عَنْ خَالِدٍ يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ خَالِدٍ يَعْنِي
الْحَذَّاءَ عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ عَنْ رَجُلٍ قَالَ كُنْتُ
رَدِيفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَثَرَتْ دَابَّةٌ
فَقُلْتُ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَقَالَ لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ
إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولُ
بِقُوَّتِي وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ
حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ. (رواه ابو داود :
4330 – سنن ابو داود : المكتبة الشاملة - بَاب لَا يُقَالُ خَبُثَتْ
نَفْسِي – الجزء :13- صفحة : 161)
Telah
menceritakan kepada kami [Wahb bin Baqiyyah], dari [Khalid] - maksudnya [bin
Abdullah], dari [Khalid] - maksudnya [Khalid bin Al Hadzdza], dari [Abu Tamimah],
dari [Abul Malih], dari seorang laki-laki ia berkata : "Aku membonceng di
belakang Nabi saw, maka ketika hewan tunggangan beliau lambat saat berjalan aku
berkata : 'Celakalah setan ini'. beliau lalu bersabda : "Jangan engkau
berkata : 'Celakalah setan ini', sebab jika engkau berkata seperti itu, ia
(setan) akan semakin besar hingga seperti rumah seraya berkata 'demi
kekuatanku'. Tetapi hendaklah engkau katakan : 'Bismillah’ (dengan menyebut
nama Allah). Jika engkau ucapkan itu maka setan akan semakin kecil hingga
seperti lalat." (HR.Abu
Dawud : 4330, Sunan Abu Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab laa yuqaalu
Khabutsat nafsi, juz : 13, hal. 161)
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ قَالَ الْوَلِيدُ بْنُ كَثِيرٍ
أَخْبَرَنِي أَنَّهُ سَمِعَ وَهْبَ بْنَ كَيْسَانَ أَنَّهُ سَمِعَ عُمَرَ بْنَ
أَبِي سَلَمَةَ يَقُولُ كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ
بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ.(رواه البخاري :4957– صحيح البخاري – المكتبة الشاملة - بَاب التَّسْمِيَةِ
عَلَى الطَّعَامِ وَالْأَكْلِ بِالْيَمِينِ– الجزء :16- صفحة :470)
Telah
menceritakan kepada kami [Ali bin Abdullah], telah mengabarkan kepada kami [Sufyan],
berkata : [Al Walid bin Katsir], telah mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar
[Wahb bin Kaisan] bahwa ia mendengar [Umar bin Abu Salamah] berkata : Waktu aku masih kecil dan berada
di bawah asuhan Rasulullah saw, tanganku bersileweran di nampan saat makan.
Maka Rasulullah saw, bersabda : "Wahai Ghulam, bacalah Bismilillah,
makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di
hadapanmu." Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu.(HR.Bukhari : 4957, Shahih Bukhari,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babut Tasmiah ‘alat Tha’am wal akli bilyamiin, Juz : 16, hal. 470)
وقال وكيع عن الأعمش عن أبي وائل عن ابن مسعود قال: مَن أَرَادَ أَنْ يُنْجِيَهُ اللهُ مِنَ الزَّبَانِيَة التِسْعَة
عَشَرَ فَلْيقرأ: بِسْمِ الله الرَّحمنِ الرَّحِيمِ، لِيَجْعَلَ اللهُ لَهُ مِن
كُلِّ حَرفٍ مِنهَا جِنَّةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدٍ.
(تفسير ابن كثير)
Dan
[Waki’] berkata : Dari [Al-A’masy], dari [Wa-il], dari [Ibn Mas’ud] ia berkata
: Barangsiapa yang berkeinginan selamat dari malaikat zabaniah[18] yang
sembilan belas, maka hendaklah membaca “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”,
agar Allah akan menjadikan setiap huruf
yang terdapat pada basmalah sebagai perisai dari masing-masing mereka. (Tafsir
Ibnu Katsir) [19]
[1]. Syamsuddin Al-Qurthuby (1204 – 1273 M / 600 –
671 H), Tafsiir Al-Qurthuuby, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 8, juz : 8, hal :
61-63
[2] - فحدثناه أبو بكر محمد بن عبد الله الجنيد، حدثنا محمد بن زكريا بن دينار،
حدثنا يعقوب بن جعفر بن سليمان الهاشمي، حدثني أبي، عن أبيه، عن علي بن عبد الله
بن عباس، قال : سمعت أبي يقول : سألت علي بن أبي طالب رضي الله عنه : لِمَ لَمْ
تُكْتَبْ فِيْ بَراءة بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ؟ قال : لِأَنَّ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
أَمَانٌ وبراءة نُزِلَتْ بِالسَّيْفِ لَيْسَ فِيْهَا أَمَانٌ.(رواه الحاكم : 3231 – المستدرك على الصحيحين
للحاكم– المكتبة الشاملة– باب تفسير سورة التوبة– الجزء : 7 –صفحة : 410)
Telah
menceitakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Abdillah Al-Junaid, telah meceritakan
kepada kami Muhamma bin Zakaria bin Dinar, telah meceritakan kepada kami Ya’qub
bin Ja’far bin Sulaiman Al-Hasyimy, telah meceritakan kepadaku ayahku, dari
ayahnya, dari ‘Ali bin Abdillah bin Abbas, ia berkata : Saya pernah mendengar
ayahku berkata : Saya bertanya kepada Ali bin Abi Thalib ra : Mengapa dalam
surat Bara-ah tidak ditulis BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM? Ali menjawab : (Dalam surat Bara-ah tidak ditulis basmalah) karena BISMILLAAHIR
RAHMAANIR RAHIIM adalah keamanan, sedangkan surat Bara-ah diturunkan dengan
bayang-bayang pedang (perang) yang di dalamnya tidak terdapat keamanan. (HR.Hakim : 3231, Al-Mustadrak Alash-Shahihain
Lil-Hakim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab tafsir surat At-Taubah, juz : 7, hal.
410)
[3] . Sayid
Sabiq, Fiqhussunnah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab 1, juz 1, hal. 135 - 136
[4] . ibd, hal. 135 - 136
[5] . Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin
Katsir , Op cit, Tafsir Ibnu Katsir,
hal.117-118
[7]. Abu Abdillah Muhammad bin bin
Al-Hasan bin Al-Husin At-Taimi Ar-Razi, Tafsir Al-Kabir, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab : 1, juz : 1, hal. 1
[8]. Muhmmad Asy-Syarbini Al-Khatib, Al-Iqna’, jilid
1, Dar Ihya Al-Kutub Al-‘Arabiyah, Isa Al-Baby Al-halaby, Mesir, tanpa
yahun, hal. 4
[9]. Abu Abdillah Muhammad bin bin
Al-Hasan bin Al-Husin At-Taimi Ar-Razi, Tafsir Al-Kabir, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab : 1, juz : 1, hal. 1
[10]. Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin
Ghalib, Abu Ja;far Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah,
bab/juz : 1, hal. 115)
[11].
Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin Malik, Syarah Ibnu ‘Aqil ‘Alal
Alfiyah, Syirkah wa Mathba’ah, Salim Nabhan, Indonesia, tanpa tahun, hal. 99
[12]. Syihabuddin
Mahmud bin Abdillah Al-Husaini Al-Alusi, Tafsir Al-Alusi, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab : 1, juz : 1, hal. 14
[13]. Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 12, hal.
Hal, 412
[14] . Lihat kitab
Faidlul Qadir (Syarah Al-Jamiush Shaghir) – Al-Manawi, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab : 5, juz : 5, hal. 18
[15]. Lihat kamus
Arab – Indonesia oleh Prof. DR.H. Mahmud Yunus, Penerbit : PT. Hidakarya Agung,
Jakarta, tahun 1990 M / 1411 H, hal. 63
[16]. Abu Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi
Ad-Damisyqy (700 – 774 H). Tafsir Ibnu Katsir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, tahun
1999 M / 1420 H, Juz : 1, hal. 119-120
[17]. Ibid, hal.
121
[19]. Ibid, hal.
120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar