Syarat wajib zakat ada yang berkaitan dengan orang yang wajib menunaikan zakat (Muzakki), dan ada pula yang berkaitan dengan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, dengan perencian sebagai berikut :
1.
Islam. Menunaikan zakat hanya diwajibkan kepada orang-orang
islam, baik zakat harta (mal) maupun zakat fitrah, berdasarkan hadits berikut
ini :
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ
إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ قَالَ أَخَذْتُ مِنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ كِتَابًا زَعَمَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَتَبَهُ لِأَنَسٍ
وَعَلَيْهِ خَاتِمُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ
بَعَثَهُ مُصَدِّقًا وَكَتَبَهُ لَهُ فَإِذَا فِيهِ هَذِهِ فَرِيضَةُ الصَّدَقَةِ
الَّتِي فَرَضَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ
الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا
نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه ابو داود : 1339– سنن ابو داود– المكتبة الشاملة– باب فى زكاة السائمة– الجزء : 4- صفحة : 368)
Telah
menceritakan kepada kami [Musa bin Isma’il], telah menceritakan kepada kami
[Hammad], ia berkata : Saya mengambil sebuah tulisan dari [Tsumamah bin
Abdillah bin Anas], ia mengaku bahwa [Abu Bakar] telah menulisnya untuk [Anas]
dan padanya terdapat setempel Rasulullah saw, ketika beliau mengutusnya sebagai
pengambil zakat, dan ia menulis untuknya, dan ternyata tulisan tersebut berisi
: Inilah kewajiban sedekah (zakat) yang
telah diwajibkan Rasulullah saw, kepada orang-orang muslim yang telah Allah
‘Azza Wa Jalla perintahkan kepada Nabi-Nya saw. (HR. Abu Dawud : 1339, Sunan
Abu Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fii zakaatis saaimah, juz : 4, hal.
368)
Orang
kafir tidak wajib menunaikan zakat dan seandainya ia mengeluarkan zakat, maka
zakatnya tidak diterima oleh Allah, berdasarkan firman Allah :
وَمَا
مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا
يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ
Dan tidak ada yang
menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena
kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan
dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa
enggan. (QS. At-Taubah:54)
Perbedaan Pendapat[1]
a. Mazhab imam Hanafi
dan Hanbali, berpendapat bahwa orang kafir, baik kafir asli atau murtad,
tidak wajib menunaikan zakat.
b. Mazhab imam Malik,
berpendapat bahwa orang kafir, baik kafir asli atau murtad, wajib menunaikan zakat,
walaupun ia tidak sah menunaikannya, karena syarat sahnya menunaikan zakat
adalah islam.
c. Mazhab imam Syafi’i,
berpendapat bahwa kewajiban menunaikan zakat bagi orang murtad adalah wajib
yang ditangguhkan hingga ia kembali kepada islam, bila telah kembali kepada
islam, maka hukum wajib menunaikan zakat menjadi jelas baginya.
2.
Baligh dan berakal. Anak yang belum baligh dan orang
gila tidak wajib menunaikan zakat. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ خَالِدٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى
عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : رُفِعَ
الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ
حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ. (رواه ابو داود : 3825– سنن ابو داود– المكتبة الشاملة– بَاب فِي الْمَجْنُونِ يَسْرِقُ أَوْ يُصِيبُ حَدًّا- الجزء : 11- صفحة : 481)
Telah menceritakan kepada kami
[Musa bin Isma’il], telah menceritakan kepada kami [Wuhaib] dari [Khalid] dari [Abidh-Dhuha]
dari [Ali as], dari Nabi saw, bersabda : Pena pencatat amal dan dosa diangkat
dari tiga golongan, yaitu orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia
bermimpi dan orang gila hingga ia berakal. (HR. Abu Dawud : 3825, Sunan Abu
Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab filmajnun yasriqu aw yushiibu Haddan, juz
: 11, hal.481)
Perbedaan Pendapat[2]
a. Mazhab imam Malik, Hanbali dan Syafi’i berpendapat,
bahwa orang yang belum baligh dan orang gila adalah walinya yang wajib
mengeluarkan zakat atas harta kekayaan yang mereka miliki.
b.
Mazhab imam Hanafi
berpendapat, bahwa orang yang belum baligh dan orang gila tidak wajib
menunaikan zakat terhadap harta yang dimilikinya dan juga tidak wajib bagi
walinya mengeluarkan zakat dari harta mereka.
3.
Merdeka. Seorang hamba sahaya tidak wajib menunaikan zakat,
karena ia tidak mempunyai hak kepemilikan terhadap harta. Seandainya tuannya
atau orang lain memberikan harta kepadanya, ia tetap tidak dapat memilikinya,
menurut qaul yang shahih.[3]
Adapun untuk zakat
fitrah, setiap umat islam, laki-laki, wanita, anak kecil, merdeka atau hamba
sahaya, diwajibkan membayar zakat sebanyak satu sha’, berdasarkan hadits Nabi :
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ السَّكَنِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَهْضَمٍ
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ نَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ
الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى
الصَّلَاةِ.
(رواه البخاري : 1407 – صحيح البخاري– المكتبة الشاملة–بَاب فَرْضِ صَدَقَةِ الْفِطْرِ – الجزء : 5- صفحة : 370)
Telah menceritakan kepada kami
[Yahya bin Muhammad bin Assakan], telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin
Jahdham], telah menceritakan kepada kami [Ismai’l bin Ja’far] dari [‘Amar bin
Nafi’] dari ayahnya, dari [Ibnu Umar ra] ia berkata : Rasulullah saw mewajibkan
zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya (budak) maupun orang merdeka, lelaki maupun wanita, anak
kecil maupun orang dewasa dari umat islam, dan beliau memerintahkan agar zakat
fitrah itu ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat (‘Ied). (HR.Bukhari :
1407, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fardhi Shadaqatil fithri,
juz : 5, hal. 370)
Satu
Sha' sama dengan 4 mud. Sedangkan 1 Mud sama dengan 1 cakupan dua telapak
tangan yang berukuran sedang. Konversi takaran dari satu sha’ menjadi gram : Mazhab
Maliki, sama dengan 2700 Gram (2,7
kg). Mazhab Syafi’i, sama
dengan 2751 gram (2,75 kg). Mazhab
Hanbali, sama dengan 2751 gram (2,75 kg). Mazhab Hanafi, sama
dengan 3,8 kg.[4] Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz memperkirakan 3 Kg.[5] Dalam
fiqih Islam oleh Sulaiman Rasjid satu Sha’ sama dengan 3.1 liter.[6]
4.
Nishab, yaitu harta yang telah mencapai ukuran atau jumlah
tertentu sesuai dengan ketetapan hukum syara’. Dan harta yang tidak mencapai
nishab tidak wajib dizakatkan.[7] (Masalah
“Nishab” bagi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya akan
dijelaskan kemudian)
5.
Haul. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah genap
satu tahun dimiliki, yaitu selama 354 hari berdasarkan perhitungan tahun qamariyah,
dan 365 hari berdasarkan perhitungan
tahun syamsiyah.[8] Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا
نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ
حَدَّثَنَا حَارِثَةُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : لَا زَكَاةَ فِي مَالٍ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ
الْحَوْلُ. (رواه ابن ماجه : 1782- سنن ابن ماجه- المكتبة الشاملة- بَاب مَنْ
اسْتَفَادَ مَالًا– الجزء :5- صفحة : 360)
Telah menceritakan kepada kami
[Nashr bin Ali Al-Jahdhami], telah menceritakan kepada kami [Syuja’ bin
Al-Walid], telah menceritakan kepada kami [Haritsah bin Muhammad] dari [‘Amrah]
dari [‘Aisyah] ia berkata : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : Tidak wajib
zakat pada harta hingga mencapai haul (satu tahun dimiliki). (HR.Ibnu Majah
: 1782, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, man istafada maalan, juz :
5, hal. 360)
Telah terjadi ijma’ ulama’ dan
tidak ada perbedaan pendapat dikalangan kaum
muslimin, bahwa harta tidak wajib dizakati sebelum mencapai haul, namun
terjadi beda pendapat tentang mengeluarkan zakat sebelum mencapai haul. Menurut
imam Malik, tidak boleh mengeluarkan zakat sebelum mencapai haul.
Menurut imam Abu Hanifah dan Syafi’i, boleh mengeluarkan zakat
sebelum mencapai haul.[9]
Syarat haul ini disepakati untuk harta seperti hewan
ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu dan tambang, wajib
dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya, tidak berlaku syarat satu tahun (haul).[10]
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ
وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ
وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ
ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآَتُوا
حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Dan Dialah
yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan mengeluarkan zakatnya); dan janganlah
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.(QS.Al-An’am
: 141)
6.
Berkembang
(Annaami).[11] Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus
harta yang berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya
memberi keuntungan kepada pemilik. Rumah tempat tinggal dan perabotannya serta
kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena harta itu disiapkan untuk
kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Adapun rumah atau
kendaraan yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta
berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.[12]
7.
Kepemilikan
Penuh. [13]
Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah hata yang berada dalam kepemilikan
seseorang secara penuh, sehingga ia memungkinkan
untuk mempergunakan dan mengambil manfaatnya secara utuh.
8.
Digembalakan. Binatang ternak yang wajib
dikeluarkan zakatnya adalah binatang yang digembalakn di rerumputan yang mubah. [14] Hadits nabi :
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُثَنَّى الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي
أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي ثُمَامَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ أَنَّ أَنَسًا
حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَتَبَ لَهُ هَذَا الْكِتَابَ لَمَّا وَجَّهَهُ إِلَى
الْبَحْرَيْنِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذِهِ فَرِيضَةُ
الصَّدَقَةِ الَّتِي فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى الْمُسْلِمِينَ ....وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا
كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ..... (رواه البخاري : 1362 – صحيح البخاري – المكتبة
الشاملة- بَاب زَكَاةِ الْغَنَمِ – الجزء : 5- صفحة :292)
Telah
menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Abdullah bin Al-Mutsanna Al-Anshariy]
berkata : Telah menceritakan kepadaku [ayahku] dia berkata : Telah
menceritakan kepadaku [Tsumamah bin
'Abdullah bin Anas], bahwa [Anas] menceritakan kepadanya, bahwa [Abu Bakar ra] telah
menulis surat ini kepadanya (tentang aturan zakat) ketika dia mengutusnya ke
negeri Bahrain : Bismillahir rahmaanir rahiim. Inilah kewajiban zakat yang
telah diwajibkan oleh Rasulullah saw, terhadap kaum Muslimin.....Dan untuk
zakat kambing yang digembalakan, ketentuannya adalah bila telah mencapai
jumlah 40 (empat puluh) hingga 120 (seratus
dua puluh) ekor, maka zakatnya adalah satu ekor kambing..... (HR.Bukhari : 1362, Shahih Bukhari,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab zakatul ghanam, juz : 5, hal.292)
Berbeda
pendapat
1.
Mazhab imam Maliki berpendapat, bahwa “Gembala”
tidak menjadi syarat wajibnya zakat binatang ternak. Untuk itu, apabila syarat
yang lain telah terpenuhi, maka binatang ternak wajib dizakati, baik digembala
atau diberi makan dengan biaya/ongkos.
2.
Mazhab imam Hanbali, Syafi’i dan Hanafi,
berpendapat, bahwa “Gembala” adalah menjadi syarat wajibnya zakat bagi binatang
ternak. Untuk itu, apabila makannya binatang ternak memerlukan tenaga dan biaya/ongkos,
maka binatang ternak tersebut tidak wajib dizakati. [15]
3.
[1]. Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alla madzaahibil arba’ah, juz 1,
Muassasah Al-Mukhtar, Kaero, 2006 M / 1426 H, hal. 478 - 481
[2]. Ibid, hal. 478
[3]. Taqiyuddin Abu bakar bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, juz
:1, Darul Ilm, Surabaya, tanpa tahun, hal. 141
[6]. Sulaiman Rajid H, Fiqih Islam,
PT.Sinar baru, Bandung, cetakan 32,
tahun 1998, hal. 207
[7]. Taqiyuddin Abu bakar bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, juz
:1, Op Cit, hal. 142
[8]. Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alla madzaahibil arba’ah, juz 1,
Op Cit, hal. 480
[9]. Al-Muntaqi Syarah Al-Muwatha’, babuz zakaati fil’aini minadz
dzahabi wal-waraqi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 2, hal. 80
[10]. Ibid, hal. 81
[11]. Taqiyuddin Abu bakar bin Muhammad Al-Husaini,
Kifayatul Akhyar, juz :1, Op Cit, hal. 141
[12]. http://www.dakwatuna.com/2008/09/1020/zakat-syarat-wajib-zakat-dan-harta-yang-wajib-dizakati/
[13]. Taqiyuddin Abu bakar bin Muhammad Al-Husaini,
Kifayatul Akhyar, juz :1, Op Cit, hal. 141
[14]. Ibid, hal.142
[15]. Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alla
madzaahibil arba’ah, juz 1, Op Cit, hal. 483-484
Tidak ada komentar:
Posting Komentar