Kamis, 15 Desember 2016

AL-BAQARAH AYAT 41

 

AL-BAQARAH AYAT 41
وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Quran) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat), dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa. (QS. Al- Baqarah : 41)
Perintah beriman dalam ayat ini ditujukan kepada Ahlul Kitab, Yahudi dan Nashrani,[1]  agar mereka beriman kepada kitab Al-Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang membenarkan isi kandungan kitab suci sebelumnya, yaitu kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa As, dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa As.[2] Isi kandungan kitab-kitab suci tersebut ada kesamaan dalam masalah tauhid dan berita kenabian. Allah melarang mereka menyembunyikan berita-berita tersebut, yaitu sifat-sifat dan ciri-ciri Muhammad saw, hanya karena ingin memperoleh keuntungan-keuntungan dunia.[3]
Awal ayat 41 berbunyi :  وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ  (Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Quran). Perintah dalam ayat ini ditujukan kepada Bani Israil (Ahlul Kitab) agar beriman terhadap apa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw, berupa kitab suci Al-Qur’an.[4] Maksudnya adalah ayat ini merupakan da’wah atau ajakan kepada Bani Israel agar masuk Islam.[5] Da’wah atau ajakan ini setelah pada ayat sebelumnya mereka diingatkan tentang nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka. Ini merupakan cara Al-Qur’an berda’wah, yaitu mengingatkan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, setelah itu baru diajak untuk mengikuti ajaran Allah.
Allah dalam ayat ini tidak menyebut Al-Qur’an secara langsung, akan tetapi menyebut dengan ”apa yang Aku turunkan. Hal ini dimaksudkan bahwa alasan kenapa Bani Israel diperintahkan untuk beriman kepada Al-Qur’an? karena Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah sama dengan kitab Taurat yang juga diturunkan Allah.[6]
Tengah ayat 41 berbunyi  :  مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ  (yang membenarkan apa yang ada pada kalian, yaitu Taurat). Kitab suci Al-Qur’an itu membenarkan kitab Taurat yang ada pada Bani Israil. Untuk itu, Allah memerintahkan kepada mereka agar  membenarkan Al-Qur’an, dan Dia mengabarkan bahwa membenarkan Al-Qur’an, berarti membenarkan Taurat, mendustakan Al-Qur’an berarti mendustakan Taurat. Di dalam Al-Qur’an terdapat perintah mengakui kenabian Muhammad saw, dan membenarkan serta mengikuti tuntunannya.[7] Al-Qur’an membenarkan Kitab Taurat dan Injil, bahwa keduanya datang dari Allah dan pada keduanya  terdapat kesamaan berita-berita tentang sifat-sifat Nabi Muhammad saw.[8] Artinya, kalau ingin sungguh-sungguh hendak memantapkan iman kepada Taurat dan Injil, maka imanlah kepada Al-Qur’an, karena iman kepada Al-Qur’an memperkokoh iman kepada Taurat dan Injil.[9]
Dalam tafsir At-Tahrir Wat-Tanwir oleh Ibnu ‘Asyur, dipaparkan, bahwa yang dimaksud dengan “Membenarkan” adalah bahwa isi Al-Qur’an mencakup petunjuk yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya, seperti ajakan kepada ajaran Tauhid, dan perintah untuk berbuat baik, menjauhi kejelekan, menegakkan keadilan. Jika terjadi perbedaan, itupun hanya karena perbedaan zaman, keadaan dan tempat, akan tetapi semuanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt. Oleh karenanya, Al-Qur’an dikatakan menghapus hukum-hukum yang ada pada kitab-kitab sebelumnya, karena perbedaan tempat, zaman dan maslahat. Penghapusan ini disebut ”Naskh”, dan tidak dikatakan ”Ibthal” (pembatalan) ataupun ”takdzib” (pendustaan). Inilah arti bahwa Al-Qur’an merupakan “Mushaddiq” (pembenar) dari kitab-kitab suci sebelumnya.[10]
Tengah ayat 41 berbunyi  : وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ  (dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya ). Dan yang dimaksud dengan orang yang pertama kali kafir kepada Al-Qur’an adalah orang dari kalangan Bani Israil. Karena orang Yahudi Madinah merupakan Bani Israil yang pertama kali menjadi sasaran Allah di dalam Al-Qur’an. Maka kekafiran mereka kepadanya menunjukkan bahwa mereka adalah yang pertama kali kafir kepadanya dari bangsa mereka.
Ibnu Abbas mengatakan : artinya, janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir terhadap Al-Qur’an sedang kalian memiliki pengetahuan tentang hal itu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Abu Al-Aliyah mengatakan, artinya, janganlah kalian golongan ahli kitab menjadi orang yang pertama kali kafir kepada Muhammad saw, setelah kalian mendengar pengutusannya.
 Ulama’ beda pendapat tentang dhamir (kata ganti) dalam kata “biHi”, sebagaian berpendapat kembali kepada Muhammad, dan sebagaian bependapat kembali kepada Al-Qur’an. Ibnu Jarir memilih kembali kepada Al-Qur’an sebagaimana yang telah disebutkan pada firman yang telah turunkan. Kedua pendapat di atas seluruhnya benar, sebab keduanya saling berkaitan. Karena orang yang kafir terhadap Al-Qur’an berarti telah kafir kepada Muhammad saw. Dan orang yang kafir kepada Muhammad saw. berarti telah kafir kepada Al-Qur’an.[11]
Tengah ayat 41 berbunyi  : وَلَا تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا (dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah ). Artinya, janganlah kalian menukar iman kalian kepada ayat-ayat-Ku dan pembenaran terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan segala isinya yang menggiurkan, karena ia merupakan sesuatu yang sedikit lagi binasa (tidak kekal).
Hasan Al Bashri pemah ditanya mengenai firman Allah “Harga yang murah,” maka ia pun menjawab : “Harga yang murah adalah dunia dan segala isinya.”
Abu Ja’far meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas, dari Abu Al-Aliyah, mengenai firman Allah : “Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah,” Artinya, Janganlah kalian mengambil upah dalam mengajarkannya,” hal itu telah tertulis di dalam kitab mereka yang terdahulu : “Hai anak Adam ajarkan (ilmu ini) dengan cuma-cuma sebagaimana diajarkan kepada kalian secara cuma-cuma.”
Dalam kitab Sunan Abi Dawud diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah sebagai berikut :  
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنْ أَبِي طُوَالَةَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْمَرٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (رواه ابو داود : 3179 - سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – باب في طلب العلم لغير الله تعالى– الجزء : 10– صفحة : 82)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah,  telah menceritakan kepada kami  Syuraij bin Nu’man, telah menceritakan kepada kami Fulaih dari Abi Thuwalah Abdullah bin Abdur Rahman bin Ma’mar Al-Anshari, dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasullallah saw bersabda : “Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang semestinya dicari untuk memperoleh ridha Allah, kemudian ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kemewahan dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR.Abu Dawud : 3179, Sunan Adu Dawud,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab   Fii Thalabil ‘ilmi Lighairillaahi ta’aalaa, juz : 10, hal. 82)
Adapun mengajarkan ilmu dengan mengambil upah, jika hal itu merupakan suatu fardhu ain bagi dirinya, maka tidak dibolehkan mengambil upah darinya, tetapi dibolehkan baginya menerima dari Baitul Mal guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Tetapi jika ia tidak memperoleh suatu apa pun dari pengajarannya dan hal itu menghalanginya dari mencari penghasilan, maka berarti pengajaran tersebut tidak menjadi fardhu ain, dan dengan demikian dibolehkan baginya mengambil upah darinya. Demikian menurut Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama.[12] Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Abu Sa’id, tentang kisah orang yang tersengat kalajengking, Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنِي سِيدَانُ بْنُ مُضَارِبٍ أَبُو مُحَمَّدٍ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ الْبَصْرِيُّ هُوَ صَدُوقٌ يُوسُفُ بْنُ يَزِيدَ الْبَرَّاءُ قَالَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الْأَخْنَسِ أَبُو مَالِكٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا أَوْ سَلِيمًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ. (رواه البخاري: 5296 -صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب  الشرط فى الرقية بقطيع من الغنم – الجزء : 18– صفحة : 15)
Telah menceritakan kepadaku Sidan bin Mudlarib, yaitu Abu Muhammad Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami  Abu Ma’syar Al-Bashri, yaitu Shaduq Yusuf bin Yazid Al-Barra’, telah menceritakan kepadaku ‘Ubaidillah bin Al-Akhnas, yaitu Abu Malik, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu Abbas ra,  : Sesungguhnya sekelompok dari shahabat Nabi saw,  turun di suatu lembah dimana diantara mereka ada yang terkena sengatan, seorang penduduk dari lembah menawarkan kepada mereka dengan mengatakan, ‘Apakah ada diantara kalian ada orang ahli meruqyah, karena ada orang dari lembah terkena sengatan. Maka salah seorang diantara mereka pergi, lalu dibacakan surat Al-Fatihah dengan imbalan seekor kambing. Kemudian sembuh, dan dia membawa kambing ke teman-temannya. Sementara mereka kurang suka. Dan mereka mengatakan: “Apakah anda mengambil upah dari Kitab Allah? Sampai mereka datang ke Madinah dan mengatakan: “Wahai Rasulullah, (dia) mengambil upah dari Kitab Allah. Maka Rasulullah saw,  bersabda : “Sesungguhnya yang paling berhak anda ambil upah adalah dari Kitab Allah.” (HR. Bukhari : 5296, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab   Asy-Syarthu fir-ruqyati Biqathi’in Minal Ghanami,   juz : 18, hal. 15)
Demikian juga tentang kisah seorang wanita yang dilamar, Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ :  أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا قَالَ أَعْطِهَا ثَوْبًا قَالَ لَا أَجِدُ قَالَ أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَاعْتَلَّ لَهُ فَقَالَ مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ . (رواه البخاري:   4641 - صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب  خيركم من تعلم القرآن وعلمه – الجزء :  15– صفحة :  441)
Telah menceritakan kepada kami ‘Amer bin ‘Aun, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hazim, dari Sahal bin Saad ra, ia  berkata : Ada seorang wanita datang kepada Nabi saw, dan berkata : “Sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka Nabi saw,  bersabda : Saya tidak membutuhkan wanita. Lalu ada seseorang berkata : (Tolong) nikahkan dia denganku. (Nabi) bersabda : Berikan dia baju. (orang tadi) berkata : ‘Saya tidak mempunyai.’ (Nabi) bersabda : Berikan dia meskipun dengan cincin dari besi. Maka dia bersedih (karena tidak mendapatkannya). (Nabi) bersabda lagi : ‘Apakah engkau mempunyai (hafalan) Al-Qur’an? Dia berkata : ‘Begini dan begini.’ (Nabi) bersabda : ‘Sungguh saya telah menikahkan engkau dengan dia dengan Al-Qur’an yang engkau punya.’ (HR. Bukhari : 4641, Shahih Bukhari,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  Khairukum Man Ta’allamal Qur’an wa ‘allamahu,   juz : 15, hal. 441)
Akhir ayat 41 berbunyi : وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ  (dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa). Takwa menurut Thalq bin Habib adalah melakukan suatu perbuatan dengan penuh ketaatan kepada Allah, dengan harapan meraih rahmat-Nya, berdasarkan atas cahaya (petunjuk)-Nya, dan meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah karena takut akan siksa-Nya, bersarkan atas cahaya (petunjuk)Nya.[13]
Ayat ini mengandung perintah, dan larangan, bahkan ancaman bagi siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an dan menyalahi para Nabi dan Rasulullah, yaitu :
1.  Perintah untuk beriman kepada Al-Qur'an yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk membenarkan kitab-kitab yang ada sebelumnya yang diturunkan pada ahlil kitab (Yahudi dan Nashrani), juga membenarkan ilmu tentang tauhid dan ibadah kepada Allah, serta prinsip-prinsip keadilan di antara manusia.
2.  Larangan mengingkari mengingkari Al-Qur'an, karena dengan begitu akan menjadi orang pertama yang mengingkarinya. Padahal, seharusnya menjadi orang pertama yang mempercayainya.
3.  Larangan meninggalkan ayat-ayat Allah untuk kemudian mengambil kesenangan hidup di dunia, yang sebenarnya sangat murah dan tidak abadi sebagai pengganti.
4.  Perintah bertakwa hanya kepada Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
5.  Ancaman kepada siapa saja yang dengan sengaja menyembunyikan kebenaran dan menyalahi para Nabi dan Rasul, padahal dia mengetahuinya.




[1].  Baca tafsir  Ats-Tsa’aalaby, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 316
[2]. Baca tafsir  Ibnu Katsir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 243
[3]. Baca tafsir  Jalalain, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 47
[4]. Baca tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 560
[5]. Baca tafsir At-Tahrir wat-Tanwir,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 259
[6]. Ibid
[7]. Ath-Thabari, Op Cit,  juz 1, hal. 560 
[8]. Baca tafsir  Zaadal Maisir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 53
[9]. Baca tafsir   Ar-Razi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 65
[10]. At-Tahrir wat-Tanwir,  Op Cit,  juz 1, hal. 259
[11]. Ibnu Katsir,  Op Cit,  juz 1, hal. 243
[12]. Ibid, hal. 244
[13]. Ibid, hal. 244  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar