AL-BAQARAH
AYAT 41
وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ
وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا
قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan
berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Quran) yang
membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat), dan janganlah kalian menjadi
orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kalian menukarkan
ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kalian harus
bertakwa. (QS. Al- Baqarah : 41)
Perintah
beriman dalam ayat ini ditujukan kepada Ahlul Kitab, Yahudi dan Nashrani,[1]
agar mereka beriman kepada kitab
Al-Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang membenarkan
isi kandungan kitab suci sebelumnya, yaitu kitab Taurat yang diturunkan kepada
Nabi Musa As, dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa As.[2]
Isi kandungan kitab-kitab suci tersebut ada kesamaan dalam masalah tauhid dan
berita kenabian. Allah melarang mereka menyembunyikan berita-berita tersebut,
yaitu sifat-sifat dan ciri-ciri Muhammad saw, hanya karena ingin memperoleh keuntungan-keuntungan
dunia.[3]
Awal ayat 41 berbunyi : وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ (Dan berimanlah kalian kepada apa
yang telah Aku turunkan (Al-Quran). Perintah dalam ayat ini ditujukan
kepada Bani Israil (Ahlul Kitab) agar beriman terhadap apa yang diturunkan
Allah kepada Nabi Muhammad saw, berupa kitab suci Al-Qur’an.[4]
Maksudnya adalah ayat ini merupakan da’wah atau ajakan kepada Bani Israel agar
masuk Islam.[5]
Da’wah atau ajakan ini setelah pada ayat sebelumnya mereka diingatkan tentang
nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka. Ini merupakan cara Al-Qur’an
berda’wah, yaitu mengingatkan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka,
setelah itu baru diajak untuk mengikuti ajaran Allah.
Allah dalam ayat ini tidak
menyebut Al-Qur’an secara langsung, akan tetapi menyebut dengan ”apa yang
Aku turunkan”. Hal ini dimaksudkan bahwa alasan kenapa Bani Israel
diperintahkan untuk beriman kepada Al-Qur’an? karena Al-Qur’an adalah kitab
yang diturunkan Allah sama dengan kitab Taurat yang juga diturunkan Allah.[6]
Tengah ayat 41 berbunyi : مُصَدِّقًا
لِمَا مَعَكُمْ (yang
membenarkan apa yang ada pada kalian, yaitu Taurat). Kitab suci
Al-Qur’an itu membenarkan kitab Taurat yang ada pada Bani Israil. Untuk itu,
Allah memerintahkan kepada mereka agar
membenarkan Al-Qur’an, dan Dia mengabarkan bahwa membenarkan Al-Qur’an,
berarti membenarkan Taurat, mendustakan Al-Qur’an berarti mendustakan Taurat.
Di dalam Al-Qur’an terdapat perintah mengakui kenabian Muhammad saw, dan
membenarkan serta mengikuti tuntunannya.[7]
Al-Qur’an membenarkan Kitab Taurat dan Injil, bahwa keduanya datang dari Allah
dan pada keduanya terdapat kesamaan
berita-berita tentang sifat-sifat Nabi Muhammad saw.[8]
Artinya, kalau ingin sungguh-sungguh hendak memantapkan iman kepada Taurat dan
Injil, maka imanlah kepada Al-Qur’an, karena iman kepada Al-Qur’an memperkokoh
iman kepada Taurat dan Injil.[9]
Dalam tafsir At-Tahrir Wat-Tanwir
oleh Ibnu ‘Asyur, dipaparkan, bahwa yang dimaksud dengan “Membenarkan” adalah
bahwa isi Al-Qur’an mencakup petunjuk yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya,
seperti ajakan kepada ajaran Tauhid, dan perintah untuk berbuat baik, menjauhi
kejelekan, menegakkan keadilan. Jika terjadi perbedaan, itupun hanya karena
perbedaan zaman, keadaan dan tempat, akan tetapi semuanya berasal dari satu
sumber yaitu Allah swt. Oleh karenanya, Al-Qur’an dikatakan menghapus
hukum-hukum yang ada pada kitab-kitab sebelumnya, karena perbedaan tempat,
zaman dan maslahat. Penghapusan ini disebut ”Naskh”, dan tidak dikatakan
”Ibthal” (pembatalan) ataupun ”takdzib” (pendustaan). Inilah arti
bahwa Al-Qur’an merupakan “Mushaddiq” (pembenar) dari kitab-kitab suci
sebelumnya.[10]
Tengah
ayat 41 berbunyi : وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ (dan janganlah kalian menjadi
orang yang pertama kafir kepadanya ). Dan yang dimaksud dengan orang yang pertama kali kafir
kepada Al-Qur’an adalah orang dari kalangan Bani Israil. Karena orang Yahudi
Madinah merupakan Bani Israil yang pertama kali menjadi sasaran Allah di dalam
Al-Qur’an. Maka kekafiran mereka kepadanya menunjukkan bahwa mereka adalah yang
pertama kali kafir kepadanya dari bangsa mereka.
Ibnu Abbas mengatakan : artinya,
janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir terhadap Al-Qur’an
sedang kalian memiliki pengetahuan tentang hal itu yang tidak dimiliki oleh
orang lain.
Abu Al-Aliyah mengatakan, artinya,
janganlah kalian golongan ahli kitab menjadi orang yang pertama kali kafir
kepada Muhammad saw, setelah kalian mendengar pengutusannya.
Ulama’ beda pendapat tentang dhamir (kata
ganti) dalam kata “biHi”, sebagaian berpendapat kembali kepada Muhammad,
dan sebagaian bependapat kembali kepada Al-Qur’an. Ibnu Jarir memilih kembali
kepada Al-Qur’an sebagaimana yang telah disebutkan pada firman yang telah
turunkan. Kedua pendapat di atas seluruhnya benar, sebab keduanya saling
berkaitan. Karena orang yang kafir terhadap Al-Qur’an berarti telah kafir
kepada Muhammad saw. Dan orang yang kafir kepada Muhammad saw. berarti telah
kafir kepada Al-Qur’an.[11]
Tengah
ayat 41 berbunyi : وَلَا
تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا (dan janganlah
kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah ). Artinya,
janganlah kalian menukar iman kalian kepada ayat-ayat-Ku dan pembenaran
terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan segala isinya yang menggiurkan, karena ia
merupakan sesuatu yang sedikit lagi binasa (tidak kekal).
Hasan Al Bashri pemah ditanya
mengenai firman Allah “Harga yang murah,” maka ia pun menjawab : “Harga
yang murah adalah dunia dan segala isinya.”
Abu Ja’far meriwayatkan dari Rabi’
bin Anas, dari Abu Al-Aliyah, mengenai firman Allah : “Dan janganlah kamu
menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah,” Artinya, “Janganlah
kalian mengambil upah dalam mengajarkannya,” hal itu telah tertulis di
dalam kitab mereka yang terdahulu : “Hai anak Adam ajarkan (ilmu ini)
dengan cuma-cuma sebagaimana diajarkan kepada kalian secara cuma-cuma.”
Dalam kitab Sunan Abi Dawud diriwayatkan sebuah hadits
dari Abu Hurairah sebagai berikut :
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ
حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنْ أَبِي طُوَالَةَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ مَعْمَرٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ
وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا
مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (رواه ابو داود : 3179
- سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – باب في طلب
العلم لغير الله تعالى– الجزء : 10– صفحة : 82)
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Syuraij bin Nu’man, telah menceritakan
kepada kami Fulaih dari Abi Thuwalah Abdullah bin Abdur Rahman bin Ma’mar Al-Anshari,
dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasullallah saw bersabda : “Barangsiapa
mempelajari suatu ilmu yang semestinya dicari untuk memperoleh ridha Allah,
kemudian ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kemewahan dunia,
maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR.Abu Dawud : 3179, Sunan Adu Dawud,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Fii Thalabil ‘ilmi Lighairillaahi ta’aalaa,
juz : 10, hal. 82)
Adapun mengajarkan ilmu dengan mengambil upah, jika hal
itu merupakan suatu fardhu ain bagi dirinya, maka tidak dibolehkan mengambil
upah darinya, tetapi dibolehkan baginya menerima dari Baitul Mal guna memenuhi
kebutuhan diri dan keluarganya. Tetapi jika ia tidak memperoleh suatu apa pun
dari pengajarannya dan hal itu menghalanginya dari mencari penghasilan, maka
berarti pengajaran tersebut tidak menjadi fardhu ain, dan dengan demikian
dibolehkan baginya mengambil upah darinya. Demikian menurut Imam Malik,
Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama.[12] Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari
Abu Sa’id, tentang kisah orang yang tersengat kalajengking, Rasulullah saw bersabda
:
حَدَّثَنِي سِيدَانُ بْنُ مُضَارِبٍ أَبُو مُحَمَّدٍ
الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ الْبَصْرِيُّ هُوَ صَدُوقٌ يُوسُفُ بْنُ
يَزِيدَ الْبَرَّاءُ قَالَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الْأَخْنَسِ أَبُو
مَالِكٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ
نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا
بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ
الْمَاءِ فَقَالَ هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا
أَوْ سَلِيمًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى
شَاءٍ فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا
أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ
أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ. (رواه البخاري: 5296 -صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب الشرط فى الرقية بقطيع من الغنم – الجزء : 18– صفحة : 15)
Telah menceritakan kepadaku Sidan bin
Mudlarib, yaitu Abu Muhammad Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar Al-Bashri, yaitu Shaduq Yusuf bin
Yazid Al-Barra’, telah menceritakan kepadaku ‘Ubaidillah bin Al-Akhnas, yaitu
Abu Malik, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu Abbas ra, : Sesungguhnya
sekelompok dari shahabat Nabi saw, turun
di suatu lembah dimana diantara mereka ada yang terkena sengatan, seorang
penduduk dari lembah menawarkan kepada mereka dengan mengatakan, ‘Apakah ada diantara
kalian ada orang ahli meruqyah, karena ada orang dari lembah terkena sengatan.
Maka salah seorang diantara mereka pergi, lalu dibacakan surat Al-Fatihah
dengan imbalan seekor kambing. Kemudian sembuh, dan dia membawa kambing ke
teman-temannya. Sementara mereka kurang suka. Dan mereka mengatakan: “Apakah
anda mengambil upah dari Kitab Allah? Sampai mereka datang ke Madinah dan
mengatakan: “Wahai Rasulullah, (dia) mengambil upah dari Kitab Allah. Maka
Rasulullah saw, bersabda : “Sesungguhnya yang paling berhak anda ambil upah adalah
dari Kitab Allah.” (HR. Bukhari : 5296, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Asy-Syarthu fir-ruqyati Biqathi’in Minal
Ghanami, juz : 18, hal. 15)
Demikian juga tentang kisah seorang wanita yang dilamar,
Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنَا
عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ
سَعْدٍ قَالَ : أَتَتْ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنَّهَا قَدْ
وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا قَالَ
أَعْطِهَا ثَوْبًا قَالَ لَا أَجِدُ قَالَ أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ
فَاعْتَلَّ لَهُ فَقَالَ مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ كَذَا وَكَذَا قَالَ
فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
. (رواه البخاري: 4641 - صحيح
البخاري – المكتبة الشاملة – باب خيركم من تعلم القرآن وعلمه – الجزء : 15– صفحة : 441)
Telah menceritakan kepada kami ‘Amer
bin ‘Aun, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hazim, dari Sahal bin
Saad ra, ia berkata : Ada
seorang wanita datang kepada Nabi saw, dan berkata : “Sesungguhnya dia telah
menghibahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka Nabi saw, bersabda : Saya tidak membutuhkan wanita. Lalu
ada seseorang berkata : (Tolong) nikahkan dia denganku. (Nabi) bersabda : Berikan
dia baju. (orang tadi) berkata : ‘Saya tidak mempunyai.’ (Nabi) bersabda : Berikan
dia meskipun dengan cincin dari besi. Maka dia bersedih (karena tidak
mendapatkannya). (Nabi) bersabda lagi : ‘Apakah engkau mempunyai (hafalan)
Al-Qur’an? Dia berkata : ‘Begini dan begini.’ (Nabi) bersabda : ‘Sungguh
saya telah menikahkan engkau dengan dia dengan Al-Qur’an yang engkau punya.’ (HR. Bukhari : 4641, Shahih Bukhari,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Khairukum Man Ta’allamal Qur’an wa ‘allamahu, juz : 15, hal. 441)
Akhir ayat
41 berbunyi : وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (dan hanya kepada Akulah kalian
harus bertakwa). Takwa
menurut Thalq bin Habib adalah melakukan suatu perbuatan dengan penuh ketaatan
kepada Allah, dengan harapan meraih rahmat-Nya, berdasarkan atas cahaya (petunjuk)-Nya,
dan meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah karena takut akan siksa-Nya,
bersarkan atas cahaya (petunjuk)Nya.[13]
Ayat ini mengandung perintah, dan larangan,
bahkan ancaman bagi siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an dan menyalahi para
Nabi dan Rasulullah, yaitu :
1. Perintah untuk beriman kepada Al-Qur'an yang
telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk membenarkan kitab-kitab
yang ada sebelumnya yang diturunkan pada ahlil kitab (Yahudi dan Nashrani), juga
membenarkan ilmu tentang tauhid dan ibadah kepada Allah, serta prinsip-prinsip
keadilan di antara manusia.
2. Larangan mengingkari mengingkari Al-Qur'an,
karena dengan begitu akan menjadi orang pertama yang mengingkarinya. Padahal,
seharusnya menjadi orang pertama yang mempercayainya.
3. Larangan meninggalkan ayat-ayat Allah untuk
kemudian mengambil kesenangan hidup di dunia, yang sebenarnya sangat murah dan
tidak abadi sebagai pengganti.
4. Perintah bertakwa hanya kepada Allah dengan
mengikuti segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
5. Ancaman kepada siapa saja yang dengan sengaja
menyembunyikan kebenaran dan menyalahi para Nabi dan Rasul, padahal dia
mengetahuinya.
[1]. Baca tafsir Ats-Tsa’aalaby, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz
1, hal. 316
[2]. Baca tafsir Ibnu Katsir,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 243
[3]. Baca tafsir Jalalain,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 47
[4]. Baca tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal.
560
[5]. Baca tafsir At-Tahrir wat-Tanwir,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 259
[6]. Ibid
[7]. Ath-Thabari, Op Cit, juz
1, hal. 560
[8]. Baca tafsir Zaadal Maisir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal.
53
[9]. Baca tafsir Ar-Razi,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 65
[10]. At-Tahrir wat-Tanwir, Op
Cit, juz 1, hal. 259
[11]. Ibnu Katsir, Op Cit, juz 1, hal. 243
[12]. Ibid, hal. 244
[13]. Ibid, hal. 244
Tidak ada komentar:
Posting Komentar