AL-BAQARAH
AYAT 23
وَإِنْ كُنْتُمْ
فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ
وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an
yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar. (QS.Al-Baqarah : 23)
maka cobalah membuat sebuah kitab yang serupa dengan
Al-Qur'an, walaupun hanya satu surat saja.penolong-penolong
kamu[1] Dalam ayat lain, Allah menegaskan
tantangannya :
أَمْ
يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ
وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Bahkan
mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al-Quran itu", Katakanlah
: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang
dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup
(memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".(QS.Huud:
13)
Pada permulaan surat Al-Baqarah ayat 2, Allah telah menyatakan bahwa kitab
suci Al-Qur’an itu tidak ada lagi keraguan padanya. Ia adalah wahyu yang
benar-benar datang dari Allah. Ia adalah mu’jizat yang di dalamnya terdapat
petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.[2] Al-Qur’an
sebagai wahyu dan mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw, tidak akan dapat ditiru oleh
siapapun, meskipun manusia itu
mengerahkan semua ahli sastera.
Walaupun sejak zaman dahulu, baik di Mekkah maupun Madinah, hingga dewasa ini, bangsa Arab mempunyai
pujangga-pujangga besar, ahli-ahil sastera yang ulung, yang mampu merangkai kata-kata indah,
namun mereka tidak sanggup mengadakan tandingan terhadap kemu’jizatan Al- Qur’an itu.
Tetapi dalam kenyataan, masih ada manusia yang memiliki
keraguan terhadap kebenaran Al-Qur’an, bahkan mereka menyatakan bahwa Al-Qur’an
itu hanyalah karangan Nabi Muhammad saw. Padahal beliau tidak terkenal sebagai
seorang yang sanggup menyusun rangkaian kata yang begitu tinggi mutunya atas
kehendaknya sendiri, dan tidak pula terkenal sebagai seorang penyair yang
sanggup menyusun rangkaian kata sastra. Beliau adalah Nabi yang Ummi yang tidak
bisa menulis.[3] Firman Allah :
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ
الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ.....
(yaitu) orang-orang yang mengikut
rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil yang ada di sisi mereka….. (QS.Al-A’raaf : 157)
Lalu datanglah “Tantangan” (TAHADDI)
dari Allah terhadap orang-orang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an, agar mereka
membuat sebuah karya, walau hanya satu surat yang sebanding dengan surat yang
ada dalam kitab suci Al-Qur’an yang di bawa oleh Nabi yang Ummi, yaitu Nabi
Muhammad saw. Dan Allah menyatakan, kalau mereka itu tidak sanggup untuk
membuat satu surat yang sebanding dengan Al-Qur’an, Allah mempersilahkan mereka memanggil para penolong dan para ahli
untuk membuktikan kebenaran mereka, bahwa mereka mampu menandingi Al-Qur’an. Mereka
boleh mencoba, mungkin para ahli itu bisa. Akan tetapi Allah menegaskan dalam
ayat berikutnya, bahwa mereka tidak akan sanggup membuatnya.
AL-BAQARAH AYAT 24
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا
فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ
لِلْكَافِرِينَ
Maka
jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat
membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS.Al-Baqarah : 24)
Kalau sudah
nyata tidak sanggup menandingi Al-Qur’an, dan memang selamanya tidak akan
pernah sanggup, baik rangkaian kata ataupun makna yang terkandung di dalamnya,
maka lebih baik tunduk dan patuh, dan menerima dengan tulus dan ikhlas. Jangan
dilanjutkan sikap keraguan terhadap kebenaran Al-Qur’an itu. Karena meneruskan keraguan terhadap perkara
yang sudah nyata kebenarannya, akibatnya hanyalah penderitaan, tentu nerakalah
ujungnya yang terakhir. Neraka yang apinya dinyalakan dengan manusia dan batu,
lalu manusia itu dihukum dimasukkan ke dalamnya bercampur dengan batu-batu itu yang oleh Allah disediakan bagi
orang-orang suka menentang kebenaran.
Dalam ayat lain, Allah telah menyatakan, bahwa mereka
tidak akan sanggup membuat sebuah ayat,
apalagi sebuah surat yang sebanding dengan
Al-Qur’an. Dan Allah memastikan itu, walaupun
bergotong-royong seluruh makhluk sekalipun, pasti tidak akan dapat membuatnya. Firman Allah :
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإنْسُ وَالْجِنُّ
عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ
كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (الإسراء : 88)
Katakanlah: "Sesungguhnya
jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian
mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS.Al-Isra’ : 88)
Tantangan (Tahaddi)
yang datang dari Allah dalam ayat di atas,
tetap berlaku terus, namun sampai saat
ini belum ada yang mampu membuat satu surat-pun semisal surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an tersebut. Hal ini sebagai bukti kebenaran dari firman-Nya : “dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya)”. Dan sekaligus penegasan akan kelemahan manusia untuk membuat satu surat
saja semisal surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an Al-Karim.
Banyak di antara pemimpin-peminpin dan ahli sastera Arab
yang mencoba dan meniru Al-Qur’an, bahkan kadang-kadang ada yang mendakwakan
dirinya sebagai Nabi, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Thulaihah, Habalah bin Ka’ab dan lain-lain. Akan tetapi
mereka semuanya menemui kegagalan, bahkan mendapat cemooh dan hinaan dari
masyarakat. Sebagai contoh di bawah ini kata-kata Musailamah Al-Kadzdzab yang
dianggapnya dapat menandingi sebagian ayat-ayat Al-Qur’an.
يَا ضِفْدَعُ بِنْتَ ضِفْدَعَيْنِ، نَقِّيْ مَا
تَنِقِّيْنَ، أَعْلاَكِ فِى الْمَاءِ وَاَسْفَلَكِ فِى الطِّيْنِ.
Hai katak (kodok) anak dari dua
katak, berkuaklah sesukamu, bahagian atas engkau di air dan bahagian bawah
engkau di tanah.
Seorang
sasterawan Arab yang masyhur, yaitu Al-Jahiz telah memberikan penilaiannya atas
gubahan Musailamah ini dalam bukunya yang bernama Al-Hayawan sebagai berikut : “Saya
tidak mengerti apakah gerangan yang menggerakkan jiwa Musailamah menyebut katak
(kodok) dan sebagainya itu. Alangkah kotornya gubahan yang dikatakannya sebagai
ayat Al-Quir’an itu yang turun kepadanya sebagai wahyu.”
Dan untuk dapat merasakan betapa hebatnya kemu’jizatan Al-Qur’an,
sehingga mereka tidak sanggup menandinginya dan bahkan bungkam seribu bahasa
menghadapi tantangan itu, sebaiknya kita mengerti bahasa Arab (bahasa
Al-Qur’an) secara lebih mendalam, sehingga
dapat membaca, mentadabburi Al-Qur’an dan sekaligus dapat merasakan
kemu’jizatannya, baik dari aspek bahasa maupun makna kandungannya.
[1]. Baca Tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal.
373 - 376
[2]. Baca Tafsir Ar-Razi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 284
[3]. Baca Tafsir Ibnu Abi Hatim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz
6, hal. 217
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
يَحْيَى، أَنْبَأَ الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ، ثنا يَزِيدُ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ
قَتَادَةَ، قَوْلُهُ: "
الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ " : هُوَ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أُمِّيًّا لا يَكْتُبُ
Terimakasih,membantu sekali
BalasHapuskok kami wahyukan? kata "kami" di situ siapa?
BalasHapushttps://www.google.co.id/amp/s/www.islampos.com/amp/ini-makna-kata-kami-dalam-al-quran-35023/
HapusNih bro alasan didalam qur'an menyebutkan kami