SURAT
AL-BAQARAH AYAT 44
Ayat 44 surat Al-Baqarah ini
mengandung teguran keras dari Allah
kepada Ahl-Kitab (Bani Israil), karena mereka hanya bisa memberikan
nasehat kepada orang lain agar berpegang teguh kepada ajaran agama Allah,
mereka menyuruh orang lain untuk berbuat baik, mengajak orang lain membaca
kitab suci dengan benar, baik dan indah, memahami dan mengamalkan kandungannya,
tetapi mereka melupakan dirinya sendiri. Ayat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Mengapa kalian suruh orang lain
(mengerjakan) kebaikan, sedang kalian melupakan (kewajiban) kalian sendiri,
padahal kalian membaca Al-kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?
Awal ayat 44 berbunyi : أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ (Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan). Maksud awal ayat ini menurut Ibnu Juraij,
adalah bahwa orang-orang ahli kitab dan orang-orang munafik selalu
memerintahkan orang lain untuk melakukan puasa dan shalat, tetapi mereka
sendiri tidak melakukan apa yang mereka perintahkan kepada orang-orang untuk
melakukannya. Maka Allah mengecam perbuatan mereka itu, karena orang yang
memerintahkan kepada suatu kebaikan, seharusnya dia adalah orang yang paling
getol dalam mengerjakan kebaikan itu dan berada paling depan daripada yang
lainnya.[1] Menurut Abu Kuraib dengan sanadnya yang
bersumber dari Ibnu Abbas, maksud dari potongan awal ayat di atas adalah kalian
(Ahli Kitab) menyuruh orang lain untuk masuk agama Muhammad saw (agama Islam)
dan menyuruh mengerjakan perintah lainnya seperti shalat, sedangkan kalian melupakan
diri kalian sendiri.[2]
Pertengahan ayat 44 berbunyi : وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ (sedang kalian melupakan (kewajiban) kalian sendiri). Maksud pertengahan ayat ini, dalam tafsir Ar-Razi dikatakan, bahwa kalian sesungguhnya melupakan atau meninggalkan hak kalian untuk mendapatkan manfaat (berupa kebaikan).[3] Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas dikatakan, bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan keadaan pendeta - pendeta di Madinah, mereka secara sembunyi-sembunyi menyuruh orang-orang untuk mengikuti agama Nabi Muhammad, namun mereka sendiri tidak mengikutinya. Dan juga ada pendapat lain, bahwa mereka menyuruh untuk bersedekah, namun mereka sendiri tidak bersedekah.[4]
Pertengahan ayat 44 berikutnya berbunyi : وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ (padahal kalian membaca Al-kitab [Taurat]). Maksud pertengahan ayat ini, dalam tafsir Ar-Razi dikatakan, bahwa kalian sebenarnya membaca taurat, mempelajarinya dan mengetahui isinya, yaitu dorongan untuk melakukan kebaikan dan berpaling dari perbuatan dosa.[5] Dan di dalam tafsir An-Nasafi dikatakan, bahwa kalian sebenarnya membaca taurat, di dalamnya diterangkan sifat-sifat Nabi Muhammad saw, dan di dalamnya pula terdapat ancaman bagi orang yang curang dan meninggalkan kebaikan, serta berbeda antara ucapan dan perbuatannya. [6]
Akhir ayat 44 berbunyi : أَفَلَا تَعْقِلُونَ (Maka tidakkah kalian berpikir). Maksud akhir ayat ini dalam tafsir An-Nasafi dikatakan, tidakkah kalian berpikir akan akibat buruk dari perbuatan yang kalian tampilkan, sehingga kalian dapat mencegah atau menahan diri untuk melakukannya; akibat buruk itu adalah celaan dan teguran keras dari Allah? [7]
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan As-Suyuthi
dalam tafsir Jalalain memberikan penafsiran sebagai berikut : Mengapa kalian menyuruh orang lain untuk berbuat baik,
yaitu menyuruh beriman kepada kerasulan Nabi Muhammad saw, sedang kalian
melupakan diri kalian sendiri, kalian mengabaikannya dan tidak mau menyuruh
beriman kepadanya; padahal kalian membaca Kitab suci, yakni Taurat. Di dalam
kitab suci itu jelas tercantum ancaman atau siksaan terhadap orang yang tidak
sesuai antara perkataan dengan perbuatannya! Tidakkah kalian berpikir akan
akibat buruk dari perbuatan kalian, yang nantinya akibat buruk itu akan kembali
kepada diri kalian sendiri? [8]
Dalam ayat tersebut, Allah swt bertanya : “Wahai sekalian
Ahlul-Kitab, apakah kalian pantas menyuruh manusia berbuat berbagai macam
kebaikan, sedang kalian melupakan diri sendiri. Kalian tidak melakukan apa yang
diperintahkan itu, padahal kalian membaca Al-Kitab dan mengetahui kandungannya
yang berisi ancaman terhadap orang yang mengabaikan perintah Allah? Apakah
kalian tidak memikirkan apa yang kalian lakukan untuk diri kalian sendiri itu,
sehingga kalian terjaga dari tidur kalian dan terbuka mata kalian dari
kebutaan?[9]
Pertanyaan dalam ayat tersebut dikenal dengan Istifham
Inkari (pertanyaan retorik), pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan
jawaban, tetapi mengandung penegasan, bahwa sesungguhnya sangatlah buruk, tercela dan hina mereka yang menyuruh
atau mendorong orang lain untuk mengerjakan kebaikan, sementara mereka sendiri
tidak menjalankannya, mereka melupakan dirinya sendiri untuk memperoleh
kebaikan. Hanya mulut mereka yang keras mempertahankan
agama untuk dipakai oleh orang lain, adapun untuk dirinya sendiri, tidak
usahlah dipersoalkan; padahal mereka membaca kitab suci, hafal nomor ayatnya,
bahkan salah titik dan salah baris sedikit-pun, mereka tahu. Namun, apa isi dan
maksud yang sejati dari kitab suci itu, mereka tidaklah mau mengetahui dan
tidak pula mau memikirkannya, apalagi
mengamalkannya.
Ada ayat yang senada dengan ayat di atas,
yaitu dalam surat Ash-Shaaf (61) ayat 2
dan 3 sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
- كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا
تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah
kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian di
sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan. (QS. Ash-Shaaf
: 2 dan 3)
Sungguh sangat dibenci oleh Allah orang yang meminta orang lain untuk selalu
berbuat kebaikan dan tetap dalam ketaatan serta menghindari kemaksiatan,
sedangkan dirinya sendiri tidak melaksanakan apa yang dikatakan dan tidak berpegang teguh kepada apa
yang dia minta.
Terdapat banyak hadits Nabi yang senada
dengan makna ayat tersebut, yang mengandung teguran
keras bagi orang yang menyuruh orang lain berbuat
baik, padahal dirinya tidak melaksanakan, antara lain sebagai berikut :
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بن الْمُعَلَّى الدِّمَشْقِيُّ، وَالْحَسَنُ بن عَلِيٍّ الْمَعْمَرِيُّ،
قَالا : حَدَّثَنَا هِشَامُ بن عَمَّارٍ ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بن سُلَيْمَانَ
الْكَلْبِيُّ، حَدَّثَنِي الأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ، عَنْ جُنْدُبِ بن
عَبْدِ اللَّهِ الأَزْدِيِّ صَاحِبِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ .....، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ
الْخَيْرَ ويَنْسَى نَفْسَهُ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ ويُحْرِقُ
نَفْسَهُ. (رواه الطبرني : 1659 – المعجم الكبير للطبرني –
المكتبة الشاملة – الجزء: 2 – صفحة : 227)
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Al-Mu’alla Ad-Damisyqi dan Al-Hasan bin Ali Al-Ma’mary, mereka berdua berkata
: Telah menceritakan kepada kami Hisyam
bin ‘Ammar, telah menceritakan kepada kami Ali bin Sulaiman Al-Kalby, telah
menceritakan kepadaku Al-A’masy, dari Abu Tamimah, dari Jundub bin Abdillah
Al-Azdy sahabat Nabi saw, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Perumpamaan seorang berilmu yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia, tetapi melupakan dirinya, seperti lampu yang menyinari manusia,
tetapi membakar dirinya sendiri” (HR. Thabrani : 1659, Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrany,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 2, hal. 227)
حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ
عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قِيلَ لِأُسَامَةَ ..... قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ
فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ
عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ أَيْ فُلَانُ مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنْ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ. رَوَاهُ
غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ - (رواه
البخاري : 3027- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – الجزء: 11 – صفحة :
46)
Telah menceritakan kepada kami Ali, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Wail, ia berkata, dikatakan kepada
Usamaah, .....Usamah berkata; aku mendengar beliau
(Rasulullah saw) bersabda : Pada hari
kiamat akan dihadirkan seseorang yang kemudian dia dilempar ke dalam neraka,
isi perutnya keluar dan terburai hingga dia berputar-putar bagaikan seekor
keledai yang berputar-putar menarik mesin gilingnya. Maka penduduk neraka
berkumpul mengelilinginya seraya
berkata : ‘Wahai si Fulan, apa yang terjadi
denganmu? Bukankah kamu dahulu orang yang memerintahkan kami berbuat kebaikan dan
melarang kami berbuat munkar?’ Orang itu
berkata : ‘Aku memang memerintahkan kalian
agar berbuat kebaikan, tapi aku sendiri tidak melaksanakannya dan melarang
kalian berbuat munkar, namun malah aku mengerjakannya’. Ghundar meriwayatkannya dari
Syu’bah dari al-A’masy. (HR. Bukhari, 3027, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 11, hal. 46)
Hadits shahih di atas menunjukkan akibat atau azab bagi
orang yang menyuruh orang lain berbuat baik padahal dirinya sendiri tidak
melaksanakannya. Hadits berikut juga
memiliki pesan yang sama :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ
عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ
تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ قَالَ قُلْتُ مَنْ هَؤُلَاءِ
قَالُوا خُطَبَاءُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا كَانُوا يَأْمُرُونَ النَّاسَ
بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا
يَعْقِلُونَ. (رواه احمد : 11766– مسند احمد - المكتبة الشاملة –
الجزء: 24 – صفحة : 312)
Telah menceritakan kepada kami Waki’ telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid bin Jud’an dari
Anas berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Ketika malam isra’, aku
melewati suatu kaum yang lidahnya dipotong dengan gunting dari api. Aku
(Rasulullah saw) bertanya, ‘kenapa mereka dihukum seperti itu?’ (Malaikat) berkata
: ‘Mereka adalah para ahli khutbah dari umatmu di dunia, mereka memerintahkan
kebaikan pada orang-orang, namun melupakan diri mereka sendiri padahal mereka
membaca Al-Qur’an. Mengapakah mereka tidak menggunakan akal sehatnya?’ (HR. Ahmad : 11766, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 24, hal. 312)
Terdapat pendapat yang paling shalih dari dua golongan ulama’,
yaitu ulama’ salaf dan khalaf, bahwa, “Amar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan mengamalkan apa yang disuruhkan itu
hukumnya adalah wajib.” - Imam Malik meriwayatkan dari Rabi’ah, ia berkata :
Aku pernah mendengar Sa’id bin Jubair mengatakan, “Jika tidak ada seseorang-pun
yang menyuruh berbuat kebaikan dan tidak ada yang mencegah kemungkaran sampai
pada dirinya tidak terdapat sesuatu apapun, maka tidak akan ada seorang pun
yang melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.” Sedang melakukan amar ma’ruf dan
nahi munkar hukumnya wajib. Oleh karena itu, orang alim hendaknya menyuruh
berbuat baik, meskipun ia tidak mengamalkannya atau mencegah kemungkaran,
meskipun ia sendiri mengerjakannya.[10]
Dalam sebuah hadits Nabi saw, beliau memerintahkan untuk
menyampaikan apa yang datang darinya walaupun hanya satu ayat :
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ
أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي
كَبْشَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : بَلِّغُوا
عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ
كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ. (رواه البخاري : 3202- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة –
الجزء: 11 – صفحة : 277)
Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim
Adl-Dlahhak bin Makhlad, telah mengabarkan kepada kami Al-Auza’i, telah menceritakan kepada kami Hassan bin ‘Athiyyah,
dari Abi Kabsyah, dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi saw, bersabda : Sampaikanlah
apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan
ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada
Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah untuk
menempati tempatnya dineraka. (HR.
Bukhari, 3202, Shahih Bukhari, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, juz : 11, hal. 277)
[1]. Baca Tafsir Ibnu Katsir, Al-Maktabah As-Syamilah, juz 1, hal. 246
[2]. Baca Tafsir Ath-Thabari,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 1, hal. 7
[3]. Baca Tafsir Ar-Razi,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 71
[4]. Baca Tafsir Al-Baidlawi,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 81
[5]. Tafsir Ar-Razi, Op cit, hal. 71
[6]. Baca Tafsir An-Nasafi,
Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 45
[7]. Ibid, Tafsir An-Nasafi, hal.
45
[9]. Tafsir Ibnu Katsir, Op cit, hal. 246
[10]. Tafsir Ibnu Katsir, Op cit,
juz 1, hal. 247