ZAKAT
MA’DIN (BARANG TAMBANG)
Ma’din adalah bahasa Arab yang
terambil dari kata : ‘Adana – Ya’dunu – ‘Adnan (عَدَنَ – يَعْدُنُ – عَدْنًا)
yang artinya : “Menetap pada suatau tempat”. Misalnya dalam firman Allah : Jannaatu ‘adnin (جَنَّاتُ
عَدْنٍ), artinya
adalah surga-surga ‘Adn. Disebut ‘Adnin karena ia adalah tempat
menetap yang kekal abadi. Adapun yang dimaksud dengan Ma’din disini adalah “barang tambang”. Hadits Nabi :
قال أحمد : قد روي عن عبد العزيز بن محمد عن ربيعة عن الحارث بن بلال بن
الحارث المزني عن أبيه : أَنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم أَخَذَ مِنَ الْمَعَادِنِ الْقَبَلِيَّةِ
الصَّدَقَةَ. (رواه البيهقي : 2519 – معرفة السنن والآثر
للبيهقي – المكتبة الشاملة – باب فرض الابل السائمة -الجزء : 7– صفحة : 30)
Ahmad
berkata : Sungguh telah diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Muhammad, dari Rabi’ah,
dari Al-Harits bin Bilal bin Al-Harits Al-Muzanni, dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah saw mengambil (memungut) zakat dari hasil tambang
di negeri Qabaliyyah. (HR. Bajhaqi :
2519, Ma’rifatus sunan wal–atsar Lil-Baihaqi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab
fardlul ibil Assaimah, juz : 7, hal. 30)
Beda Pendapat Tentang Barang
Tambang
1. Mazhab imam Ahmad, bahwa barang tambang yang wajib
dikeluarkan zakatnya adalah semua hasil bumi yang berharga, seperti emas,
perak, besi, tembaga, timah, permata yaqud, zabarjad, piruz, intan, berlian, ‘aqiq,
batu bara, granit, aspal, minyak bumi, garam dan barang tambang lainnya. Disyaratkan
telah mencapai nishab (senilai emas 85 gram).
2. Mazhab imam Abu Hanifah, bahwa barang tambang yang wajib
dikeluarkan zakatnya adalah semua barang yang dapat dicetak dan dilebur dengan
api, seperti emas, perak, tembaga dan besi. Tidak disyaratkan mencapai nishab,
seberapa-pun yang didapatkan, wajib dikeluarkan zakatnya.
3. Mazhab imam Syafi’i berpendapat, bahwa yang wajib
dikeluarkan zakatnya hanya emas dan perak saja. Disyaratkan telah mencapai
nishab.[1]
Beda Pendapat Tentang Besar Zakat
1. Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa zakat barang tambang
itu sebesar 1/5 (20%). Beliau menyamakan barang tambang dengan barang yang
terpendam. Tidak disyaratkan mencapai
satu tahun (haul).
2.
Imam Ahmad, Malik,
Syafi’I dan Ishaq berpendapat, besar zakat yang wajib dikeluarkan 2,5% berdasarkan kepada zakat
uang. Disyaratkan mencapai satu tahun
(haul).[2]
ZAKAT RIKAZ (HARTA TERPENDAM)
Rikaz diambil dari kata “Rakaza – Yarkuzu” (رَكَزَ – يَرْكُزُ)artinya : “Tersembunyi”.
Kata ini antara lain terdapat dalam Al-Qur’an, seperti : “Au tasma’u lahum rikza” (أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ
رِكْزًا) artinya : “Atau kamu mendengar
suara tersembunyi (bisikan mereka)” (QS.Maryam : 98). Adapun
yang dimaksud disini ialah harta terpendam dari masa Jahiliyah.[3] Rikaz menurut beberapa pakar, antara lain
:
1.
Imam Malik berkata : Aku telah mendengar dari para pakar,
bahwa harta rikaz hanyalah harta terpendam pada masa jahiliyah yang diperoleh
tanpa membutuhkan biaya dan tanpa susah payah. Adapun yang diperoleh dengan
menggunakan biaya dan membutuhkan usaha yang susah payah, yang mungkin gagal atau mungkin pula berhasil, maka tidaklah dinamakan harta
rikaz.
2.
Imam Abu Hanifah berkata : Rikaz adalah nama atau sebutan
bagi sesuatu (harta) yang disembunyikan oleh Allah Yang Maha pencipta atau oleh
makhluk.[4]
Hadits Nabi :
حَدَّثَنِي
يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَعَنْ
أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ فِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ. (رواه مالك : 520 – موطأ مالك – المكتبة
الشاملة – باب زكاة الركاز – الجزء : 2 – صفحة : 257)
Telah menceritakan kepadaku Yahya,
dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id bin Musayyab, dan dari Abu Salamah bin
Abdurrahman, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : "Zakat pada harta
terpendam (harta karun) adalah seperlima." (HR.Malik : 520, Muwaththa’ Malik, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab zakatir rikazi, juz : 2, hal. 257)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا
مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَعَنْ أَبِي سَلَمَةَ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْعَجْمَاءُ
جُبَارٌ وَالْبِئْرُ جُبَارٌ وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ. (رواه البخاري : 1403– صحيح البخاري –
المكتبة الشاملة – باب فى الركاز الخمس – الجزء : 5 – صفحة : 361)
Telah menceritakan kepada kami
'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab,
dari Sa'id bin Al-Musayab, dan dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman, dari Abu
Hurairah ra; bahwa Rasulullah saw
bersabda : "Binatang gembalaan yang mencelakai tidaklah dapat
dituntut belanya (dendanya), begitu juga menggali sumur dan mencelakai,
tidaklah dapat dituntut belanya (dendanya) dan menggali barang tambang dan
mencelakai, tidaklah dapat dituntut belanya (dendanya). Sedangkan harta
terpendam (bila ditemukan seseorang) zakatnya seperlima". (HR.Bukhari : 1403, Shahih Bukhari, Al-Maktabah
Asy-Syamilah, bab Firrikazi Al-Khumusu, juz : 5, hal. 361)
Berdasakan hadits di atas, maka zakat
harta rikaz yang harus dikeluarkan adalah
seperlima atau 20% dari jumlah harta yang ditemukan. Harta rikaz tidak
disyaratkan sampai satu tahun (haul). Oleh karenanya, apabila ditemukan harta rikaz,
maka pada waktu itu juga langsung dikeluarkan zakatnya. Adapun nishabnya, ‘ulama’
berbeda pendapat, yaitu :
1.
Mazhab Syafii
: Harta rikaz disyaratkan mencapai nishab, yaitu
sama dengan nishab emas dan perak.
2.
Mazhab Maliki, Hanafi dan Hanbali : Harta rikaz tidak ada
nisabnya. Jadi, berapapun besarnya, wajib
dikeluarkan zakatnya.[5]
Apabila harta rikaz ditemukan dari
tanah yang tidak dipunyai orang (tanah tanpa tuan), maka harta itu menjadi
milik orang yang mendapatkannya, dan ia wajib membayar zakatnya. Tetapi apabila
ditemukan dari tanah yang dipunyai orang, maka perlu ditanyakan kepada semua orang
yang telah memiliki tanah itu. Kalau tidak ada yang mengakuinya, maka harta
rikaz itu menjadi milik yang membuka tanah itu.[6]