Rabu, 18 Juli 2012
6. HIDUP MEMBERI MANFAAT
Suatu ketika ada seseorang yang berkunjung kepada Rasulullah saw lalu bertanya : Wahai Rasulullah! Manusia manakah yang paling dicintai Allah? Maka Rasulullah saw - pun menjawab : Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Dalam kesempatan yang berbeda Rasulullah saw menegaskan, bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi
manusia lainnya.
Kita dilahirkan ke dunia agar berguna bagi manusia lainnya, menyeru kepada kebaikan (amar ma’ruf) dan ikut berperan aktif menyingkirkan kejahatan, kezaliman dan dosa-dosa lainnya (nahi munkar), sehingga pantaslah mendapatkan predikat sebagai manusia terbaik (Khairu ummah). Semua orang diberi kesempatan oleh Allah untuk menjadi manusia terbaik, yaitu manusia yang selalu berada dalam bimbingan-Nya, berjuang mencari keridhaan-Nya dan berbuat baik dengan memberikan manfaat bagi orang lain, sehingga kepadanya dibukalah pintu lebar menuju sukses.
Untuk dapat hidup memberi manfaat bagi manusia lainnya, kita pantas mengambil pelajaran dari alam, misalnya pohon pisang yang diabadikan oleh Allah di dalam kitab suci Al-Qur’an. Ia termasuk pohon yang unik, jika ia di tebang sebelum berbuah maka jangan diharap ia akan mati, melainkan akan tumbuh lagi dan tumbuh lagi. Begitu menghasilkan buah yang siap diambil faedahnya, secara otomatis pohon itu akan mati. Atau dengan kata lain, pohon pisang rela mati setelah dia menghasilkan buah (sesuatu yang berguna). Dan sebelum mati, ia selalu mewariskan keturunan dengan memunculkan tunas-tunas baru.
Dari rangkaian kata tentang pohon pisang di atas, kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berguna dalam perjuangan menuju sukses. Di dalamnya terdapat sebuah pesan, agar kita tetap memiliki gairah (passion) dan tidak gampang menyerah menghadapi tantangan, terus bergerak dengan langkah yang jelas, teratur dan terencana untuk mewujudkan impian dengan semangat memberi faedah, bahwa hidup ini tidak bermakna tanpa memberikan manfaat. Hikmah lain yang dapat kita ambil dari pohon pisang adalah munculnya tunas-tunas baru sebelum pohon itu mati. Artinya, ia sudah mempersiapkan kader yang siap meneruskan perjuangannya untuk memberikan manfaat, sehingga tidak terjadi kekosongan ”generasi penerus”. Seoleh-oleh ia berpesan kepada kita agar terus memberikan faedah dalam hidup ini, tanpa mengenal waktu, tempat dan kondisi. Selalu ada dan selalu siap memberikan kebaikan, keuntungan dan kebahagiaan bagi orang lain.
Sesungguhnya aktivitas yang dapat mendatangkan manfaat sangat banyak, antara lain seperti yang Rasulullah saw tegaskan, bahwa petunjuk dan ilmu adalah bagaikan hujan yang jatuh membasahi bumi. Ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Dan ada pula yang jatuh ke tanah keras, sehingga airnya menggenang, lalu air itu dimanfaatkan orang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, menyiram kebun dan untuk keperluan binatang beternak. Demikian pula orang yang memahami agama Allah yang kemudian mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Muhammad saw dengan apa yang beliau bawa berupa wahyu. Lalu dari wahyu itu terjadi saling memberi manfaat antara murid yang belajar dan guru yang mengajar.
Allah mengajarkan kepada kita agar hidup ini dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya, misalnya, menafkahkan harta untuk kepentingan perjuangan, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penelitian ilmiah, menyumbangkan pendapat, memberikan nasihat, perhatian, kasih sayang dan lain sebagainya. Dan bagi pelakunya, Allah berjanji akan memberikan ganjaran atau pahala yang berlipat ganda dari apa yang telah dikeluarkan.
Rasulullah saw mengajak kita agar senang memberi ”Walau hanya bersedakah dengan sepotong kurma”. Ungkapan Rasulullah saw ini, mungkin saja dinilai rendah oleh sebagian orang, namun Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, tidak peduli amalan itu sedikit atau banyak, tetap akan diberi balasan yang lebih baik dari apa yang telah kita kerjakan. Untuk itu, sebagai tanda syukur kepada Allah, seharusnya kita menjadi manusia yang pandai menebar manfaat kepada banyak orang, dengan segala kelebihan yang Allah anugerahkan kepada kita, seperti berinfak, memberikan motivasi kepada orang lain agar lebih peka terahadp lingkungan, mengajak kepada kebaikan, mencegah dari perbuatan munkar dan senang menolong kaum dhuafa’, sehingga Allah-pun akan menolong kita, berkat doa dan keikhlasn orang-orang lemah itu, yaitu pertolongan berupa anugerah kehidupan yang penuh berkah.
Aktivitas lain yang dapat memberikan manfaat besar dalam perjuangan adalah kegiatan da’wah islamiah. Ketika Abu Dzar pertamakali bertemu Rasulullah saw dan telah masuk islam, maka yang utama dibicarakan beliau saw bersamanya adalah pendidikan da’wah dan usaha menyalurkan manfaatnya kepada diri sendiri dan orang lain, sebagaimana terpapar dalam sabdanya : “Apakah kamu bersedia menyampaikan ajaranku kepada kaummu? Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan manfaat kepada mereka dengan usahamu, dan memberimu pahala karena menyampailkan ajaranku kepada mereka”
Suatu ketika pada zaman Rasulullah saw ada seseorang yang mengadakan pengobatan dengan sengatan kalajengking, namun ia pernah mendengar beliau saw melarang melakukan pengobatan dari ruqyah (mantera), lalu dia menemui beliau saw seraya bertanya : Wahai Rasulullah! Sesungguhnya engkau telah melarang pengobatan dari Ruqyah (mantera), sedangkan aku bisa mengobati dengan ruqyah dari sengatan kalajengking. Beliau saw menjawab : “Barangsiapa yang sanggup di antara kalian memberi manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya.
Banyak sekali potensi diri yang terpendam, dan banyak pula sumber kebaikan yang tersimpan dalam diri seseorang, sehingga tidak mendatangkan manfaat dan tidak pula menyumbangkan faedah. Seorang yang ahli dalam bidang ilmu fiqih (faqih), ahli dalam bidang kesehatan (dokter), ahli dalam bidang ekonomi, atau ahli dalam berbagai disiplin ilmu lainnya, namun bila mereka enggan mengajarkan atau menyumbangkan ilmunya untuk kepentingan umat, maka hanya penderitaan jangka panjang yang akan mereka raih. Atau bahkan mungkin saja mereka lupa pula mengamalkan untuk dirinya sendiri, maka bagi mereka hanyalah kemurkaan Allah, karena keahliannya tidak dapat memberikan manfaat.
Dalam hidup bermasyarakat, ternyata mudah kita temukan seseorang yang enggan melakukan sesuatu yang jelas sangat berguna bagi umat. Salah satu contoh adalah Muhammad bin Maslamah yang dicela oleh Umar bin Khathab karena menghalangi Adh-Dhahhak bin Khalifah menggali saluran air yang akan dialirkan ke tanahnya yang melewati tanah Muhammad bin Maslamah. Umar berkata kepada Muhammad bin Maslamah : Kenapa kamu menghalangi saudaramu untuk sesuatu yang bermanfaat baginya dan bagimu juga, kamu bisa nyiram darinya yang pertama dan yang terakhir dan itu tidak membahayakanmu? Kita sebagai hamba Allah yang beriman seharusnya siap memberikan manfaat berupa pelayanan bagi umat atau menolak sesuatu yang akan membahayakannya, sebagaimana pesan Rasulullah saw kepada Abu Barzah setelah dia minta nasehatnya. Abu Barzah berkata : Wahai Rasulullah! ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengannya Allah memberi manfaat kepadaku. Beliau saw bersabda : Lihatlah sesuatu yang mengganggu atau menyakiti manusia di jalanan, maka singkirkanlah dari jalan mereka.
Kita sebagai hamba Allah yang beriman, kata Rasulullah saw, bagaikan pohon kurma yang daunnya tidak pernah gugur dan selalu memberikan manfaat kepada orang banyak. Semoga kita selalu hidup bermanfaat. Aamiin
Senin, 09 Juli 2012
HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN DALAM SHALAT
1. Menangis
Menangis di dalam shalat dibolehkan, baik timbulnya karena sangat takut kepada Allah, atau karena sebab-sebab lain seperti membaca ayat-ayat azab, tertimpa suatu benda dan lain sebagainya, selama tidak dibuat-buat dan sulit untuk ditahan, berdasarkan firman Allah :
إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا [مريم: 58]
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.(QS.Maryam : 58)
Ayat ini berlaku umum, baik bagi orang yang sedang shalat atau lainnya yang tidak mengerjakan shalat. Hadits Nabi :
حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَلَّامٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ هَارُونَ أَخْبَرَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ الرَّحَى مِن الْبُكَاءِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.(رواه ابو داود : 769 – سنن ابو داود – المكتبة الشاملة - بَاب الْبُكَاءِ فِي الصَّلَاةِ – الجزء : 3 – صفحة : 78)
Telah menceritakan kepadaku [Abdurrahman bin Muhammad bin Sallam], telah menceritakan kepada kami [Yazid] yaitu [[Ibnu Harun], telah mengabarkan kepada kami [Hammad] yaitu [Ibnu Salamah] dari [Tsabit] dari [Mutharrif] dari ayahnya, ia berkata : Saya melihat Rasulullah saw mengerjakan shalat, sedang dalam dadanya terdengar bunyi seperti batu penggiling gandum karena tangisan beliau saw. (HR.Abu Dawud : 769, Sunan Abu Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, babul bulkaai fishshalaati, juz : 3, hal. 78)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ حَارِثَةَ بْنِ مُضَرِّبٍ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَا كَانَ فِينَا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرُ الْمِقْدَادِ وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا فِينَا إِلَّا نَائِمٌ إِلَّا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّي وَيَبْكِي حَتَّى أَصْبَحَ.(رواه احمد : 973 – مسند احمد – المكتبة الشاملة - بَاب من مسند على بن ابي طالب - الجزء : 2 – صفحة : 479)
Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] dari [Syu’bah] dari [Abu Ishaq] dari [Haritsah bin Mudlarrib] dari [‘Ali ra] ia berkata : Pada waktu perang Badar, diantara kami tidak ada yang menunggang kuda kecuali Miqdad. Dan saya saksikan tidak ada diantara kami kecuali tertidur kecuali Rasulullah saw yang berada di bawah pohon mengerjakan shalat dan menangis sampai shubuh. (HR.Ahmad : 973, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Min Musnad Ali bin Abi Thalib, juz : 2, hal. 479)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا اشْتَدَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعُهُ قِيلَ لَهُ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ عَائِشَةُ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ إِذَا قَرَأَ غَلَبَهُ الْبُكَاءُ قَالَ مُرُوهُ فَيُصَلِّي فَعَاوَدَتْهُ قَالَ مُرُوهُ فَيُصَلِّي إِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ.(رواه البخاري : 641 - صحيح البخاري– المكتبة الشاملة - بَاب أَهْلُ الْعِلْمِ وَالْفَضْلِ أَحَقُّ بِالْإِمَامَةِ - الجزء : 3 – صفحة : 82)
Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sulaiman], telah menceritaqkan kepadaq kami [Ibnu Wahab], ia berkata : Tealah memnceritakan kepadaku [Yunus] dari [Ibnu Syihab] dari [Hamzah bin Abdillah] dari bapaknya, ia berkata : Ketika Rasulullah saw semakin sangat sakitnya, dan disampaikan kepadanya tentang shalat berjama’ah. Maka beliau bersabda : Suruhlah Abu Bakar untuk memimpin shalat orang-orang. Aisyah berkata : Sesungguhnya Abu Bakar hatinya sangat lembut, jika membaca Al-Qur’an ia akan menangis. Lalu beliau bersabda lagi : Suruhlah dia untuk mempimpin shalat. Maka Aisyah mengulangi jawabannya. Beliau-pun bersabda lagi : Suruhlah dia untuk mempimpin shalat. Kalian ini seperti isteri-isteri Yusuf. (HR.Bukhari 641, Shahih Bukhari,,Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Ahlul ‘ilmi wal-Fadhli ahaqqu bil-Imaamati, juz : 3, hal.82)
Sikap Rasulullah saw mempertahankan Abu Bakar menjadi imam shalat, padahal dia sering menangis ketika baca ayat Al-Qur’an, menjadi alasan yang kuat bahwa menangis dalam shalat adalah boleh (mubah).
2. Menoleh Saat Perlu
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى وَالطَّالَقَانِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي يَلْتَفِتُ يَمِينًا وَشِمَالًا وَلَا يَلْوِي عُنُقَهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ.(رواه احمد : 2355 – مسند احمد – المكتبة الشاملة - بَاب بدايه مسند عبد الله بن العباس - الجزء : 5 – صفحة : 387)
Telah menceritakan kepada kami [Al-Hasan bin Yahya Ath-Thalaqani], mereka berklata : Telah m,enceriktakan kepada kami [Al-Fadhl bin Musa], telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Sa’id bin Abi Hind] dari [Tsaur bin Zaid] dari [‘Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata : Pernah Nabi saw mengerjakan shalat sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, namun beliau tidak memutar leherenya hingga menengok ke belakang. (HR.Ahmad : 2355, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Bidayah Musnad Abdullah bin Abbas, juz : 5, hal. 387)
حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ عَنْ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَلَّامٍ قَالَ حَدَّثَنِي السَّلُولِيُّ هُوَ أَبُو كَبْشَةَ عَنْ سَهْلِ ابْنِ الْحَنْظَلِيَّةِ قَالَ ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ يَعْنِي صَلَاةَ الصُّبْحِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ يَلْتَفِتُ إِلَى الشِّعْبِ - قَالَ أَبُو دَاوُد وَكَانَ أَرْسَلَ فَارِسًا إِلَى الشِّعْبِ مِنْ اللَّيْلِ يَحْرُسُ.(رواه ابو داود :781 – سنن ابو داود – المكتبة الشاملة -بَاب الرُّخْصَةِ فِي ذَلِكَ-الجزء : 3 – صفحة : 97)
Telah menceritakan kepada kami [Ar-Rabi’ bin Nafi’], telah menceritakan kepada kami [Mu’awiyah] yaitu [Ibnu Salam] dari [Zaid], bahwa dia mendengar [Abu Salam] berkata : Telah menceritakan kepadaku [As-Saluli] yaitu [Abu Kabsyah] dari [Sahl bin Al-Handzalah] dia berkata : Iqamat shalat telah dikumandangkan, yaitu shalat shubuh, lalu Rasulullah saw berdiri untuk mengerjakan shalat (dalam shalatnya) beliau menoleh ke arah jalan setapak di kaki bukit. Abu Dawud berkata : Waktu itu beliau mengutus pasukan berkuda ke jalan setapak di bukit untuk berjaga-jaga di malam hari.(HR.Abu Dawud : 781, Sunan Abu Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, babur Rukhshah fii dzaalika, juz : 3, hal. 97)
Hanya saja kalau menoleh itu tanpa sesuatu kepentingan, maka hukumnya adalah makruh tanzih, karena menghalangi kekhusyukan dan perhatian penuh dalam mengahadap Allah, berdasarkan hadits Nabi berikut :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ قَالَ حَدَّثَنَا أَشْعَثُ بْنُ سُلَيْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الِالْتِفَاتِ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ هُوَ اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ.(رواه البخاري :709- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة -بَاب الِالْتِفَاتِ فِي الصَّلَاةِ - الجزء :2– صفحة : 197)
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Abu Al-Akhwash] ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Asy’ats bin Sulaim] dari ayahnya, dari [Masyruq] dari [Aisyah] ia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang menoleh dalam shalat. Maka beliau menjawab : Itu adalah sambaran yang sangat cepat yang dilakukan oleh setan terhadap shalatnya hamba. (HR.Bukhari : 709, Shahih Bukhari,,Al-Maktabah Asy-Syamilah, babul iltifaat fish-SDhalaati, juz : 2, hal.197)
Dan juga dari Abu Darda’ diriwayatkan sebuah hadits marfu’, yaitu hadits yang sanadnya sampai kepada Nabi saw dan bersumber dari beliau, yaitu :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا مَيْمُونٌ يَعْنِي أَبَا مُحَمَّدٍ الْمَرَئِيَّ التَّمِيمِيَّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ صَحِبْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ..... قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالِالْتِفَاتَ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِلْمُلْتَفِتِ فَإِنْ غُلِبْتُمْ فِي التَّطَوُّعِ فَلَا تُغْلَبُنَّ فِي الْفَرِيضَةِ.(رواه احمد : 26225 – مسند احمد – المكتبة الشاملة - بَاب من حديث ابي دردأ - الجزء : 56 – صفحة : 33)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Bakar] ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Maimun] yaitu [Abu Muhammad Al-M
Sabtu, 07 Juli 2012
Langganan:
Postingan (Atom)