(5) Menarik Orang Dari Shaf
Disini akan kita bahas mengenai hukum menarik orang lain dari shaf yang ada di depannya untuk membentuk shaf baru. Abu Yahya Zakaria Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahhab memaparkan sebagai berikut : Jika shaf di depannya masih longgar, maka masuklah ke dalam shaf. Dan jika shaf sudah penuh, maka langsung melakukan takbiratul ihram di belakang shaf sendirian, kemudian menarik satu orang dari shaf yang ada di depannya agar terbentuk shaf baru. Dan bagi orang yang ditarik disunatkan untuk menolong orang yang menariknya, sehingga dapat terbentuk shaf baru, dan agar masing-masing mendapatkan keutamaan tolong menolong (Ta’aawun)[4] Dalilnya adalah ayat yang menerangkan tentang keutamaan tolong menolong dalaam kebaikan sebagaimana firman Allah :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa (QS.Al-Maidah :2)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَلِيِّ بن عطاء بن مُقَدَّمٍ، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بن أبي القاسم السَّدُوسِيُّ، حَدَّثَنَا التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ قَيْسِ بنِ عُبَادٍ قَالَ : بَيْنَمَا أَنَا بِالْمَدِيْنَةِ فِي الْمَسْجِدِ فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ قَائِمٌ أُصَلِّيْ، فَجَبَذَنِي رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي جَبْذَةً فَنَحَّانِي وَقَامَ مَقَامِي قال : فَوَاللَّهِ مَا عَقَلْتُ صَلَاتِي، فَلَمَّا انْصَرَفَ فَإِذَا هُوَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، فقال : فَقَالَ يَا فَتَى لَا يَسُؤْكَ اللَّهُ إِنَّ هَذَا عَهْدٌ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا أَنْ نَلِيَهُ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَقَالَ هَلَكَ أَهْلُ الْعُقَدَةِ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ –ثَلَاثًا- ثُمَّ قَالَ : وَاللَّهِ مَا عَلَيْهِمْ آسَى وَلَكِنْ آسَى عَلَى مَنْ أَضَلُّوا – قالَ : قُلْتُ : مَا تَعْنِيْ بِهَذَا (بِأَهْلِ الْعُقَدِ)؟ قَالَ : الْأُمَرَاءُ. (رواه ابن خزيمة : 1488 – صحيح ابن خزيمة – المكتبة الشاملة – جماع ابواب قيام المأمومين خلف الإمام– الجزء : 6 – صفحة : 55)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Umar bin ‘Ali bin ‘Atha’ bin Muaqaddam], telah menceritakan kepada kami [Yusuf bin Ya’qub bin Abi Al-Qasim Assudusy], telah menceritakan kepada kami [At-Taimy] dari [Abu Mijlaz] dari [Qais bin Ubad], ia berkata : Sewaktu aku berada di dalam masjid di kota Madinah, saat itu aku sedang shalat di shaf terdepan. Tiba-tiba seorang laki-laki menarikku dari belakang dan menyingkirkanku (mensejajarkanku disampingnya), lalu ia berdiri di tempatku tadi berdiri. Demi Allah, aku tidak faham dengan shalatku ini. Setelah selesai shalat, ternyata dia adalah Ubay bin Ka’ab. Kemudian ia berkata : Wahai pemuda, semoga Allah tidak membuatmu berburuk sangka, karena sesungguhnya ini adalah ajaran (wasiat) Nabi saw kepada kami, agar kami berdiri di belakangnya. Setelah itu iapun menghadap ke kiblat dan berkata : Demi Tuhan Pemilik Ka’bah, celakalah Ahlul ‘aqdi (yaitu orang-orang yang gemar membuat akad [perjanjian sesat). Ia ucapkan tiga kali. Kemudian ia berkata : Demi Allah, aku tidak sedih terhadap mereka, tetapi aku sedih terhadap orang-orang yang menyesatkan. Aku bertanya kepadanya : (Wahai Ubay bin Ka’ab) Siapakah orang yang kamu maksud (dengan ahlul ‘aqdi)? Ubai bin Ka’ab menjawab : Al-Umara’ (Para Penguasa). (HR.Ibnu Khuzaimah : 1488, Shahih Ibnu JKhuzaimah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Jima’au abwab qiyamil ma’mumoin khalfal imam, juz : 6, hal. 55)
حَدَّثَنَا الحسن بن علي حَدَّثَنَا يزيد بن هارون أخْبَرنا الحجّاج بن حسّان عن مقاتل بن حيَّان رفعه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم اِذَا جَاءَ رَجُلٌ فَلَمْ يَجِدْ اَحَدًا فَلْيَخْتَلِجْ اِلَيْهِ رَجُلاً مِنَ الصَّفِّ فَلْيَقُمْ مَعَهُ - فَمَا اَعْظَمَ اَجْرَ الْمُخْتَلِجِ. (رواه ابو داود – سنن ابو داود – المجلد الثاني –المراسل : 86 – باب جامع الصلاة [باب :22] – صفحة : 558)
Telah menceritakan kepada kami [Al-Hasan bin ‘Ali], telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun], telah mengabarkan kepada kami [Hajjaj bin Hassan] dari [Muqatil bin Hayyan], secara marfu’ ia berkata : Nabi Muhammad saw bersabda : Apabila seseorang datang (hendak menuju shaf) dan ia tidak menemukan seorangpun, maka hendaklah ia menarik seseorang dari shaf (di depannya) agar berdiri bersama disampingnya. Maka alangkah besarnya pahala orang yang menarik tersebut. (HR.Abu Daud, Sunan Abu Daud, jld 2, Al-Marasil : 86, bab Jaami’uwshshalaati [bab : 22], hal. 558)
Sebagian ulama yang membolehkan menarik orang lain dari shaf yang ada di depannya berdalil dengan hadits berikut ini yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadits lemah (dhaif).
حدثنا محمد بن يعقوب ، حدثنا حفص بن عمرو الربالي ، حدثنا بشر بن إبراهيم ، حدثني الحجاج بن حسان ، عن عكرمة ، عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إلَى الصَّفِّ وَقَدْ تَمَّ فَلْيَجْذِبْ إلَيْهِ رَجُلًا يُقِيمُهُ إلَى جَنْبِهِ.(رواه الطبراني : 7988 – المعجم الأوسط للطبراني – المكتبة الشاملة – باب الميم من اسمه محمد – الجزء: 17 – صفحة : 64)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ya’qub], telah menceritakan kepada kami [Hafash bin ‘Amr Ar-Ribaly], telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Ibrahim], telah menceritakan kepadaku [Hajjab bin Hasan] dari [‘Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apabila salah seorang diantara kalian hendak masuk ke dalam shaf, dan shaf itu telah penuh, maka hendaklah ia menarik seseorang agar berdiri disampingnya (membentuk shaf baru). (HR. Thabrani : 7988, Al-Mu’jam Al-Awsath Lith-Thabrany, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Mim Min Ismuhu Muhammad, juz : 17, hal. 64)
(اخبرنا) علي بن محمد بن عبد الله بن بشران ببغداد انبأنا أبو الحسن علي بن محمد المصري حدثنا مالك بن يحيى حدثنا يزيد بن هارون حدثنا السري بن اسمعيل عن الشعبي عن وابصة قال رأى رسولُ الله صلى الله عليه وسلم رجلاً صَلَّى خَلْفَ الصُّفُوْفِ وَحْدَهُ – فَقَالَ اَيُّهَا الْمُصَلِّيْ وَحْدَهُ اَلاَ وَصَلْتَ إِلَى الصَّفِّ أو جَرَرْتَ اِلَيْكَ رجلاً فَقَامَ مَعَكَ؟ اَعِدِ الصَّلَاةَ. (تَفَرَّدَ بِهِ السَّرِيَّ بْنَ إسْمَاعِيلَ وَهُوَ ضَعِيفٌ). (رواه البيهقي – سنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة – باب : 3 – الجزء : 3 – صفحة : 105)
Telah mengabarkan kepada kami [‘Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Bisyran] di Badgdad, telah menceritakan kepada kami [Abu Hasan, yaitu ‘Ali bin Muhammad Al-Mishry], telah menceritakan kepada kami [Malik bin Yahya], telah mencritakan kepada kami [Yaizd bin Harun], telah menceritakan kepada kami [As-Sarri bin Isma’il] dari [Asy-Syu’aby] Dari [Wabishah] ia berkata : Rasulullah saw pernah melihat seorang laki-laki yang shalat seorang diri di belakang shaf. Maka beliau bersabda (kepadanya) : “Hai orang yang shalat seorang diri (dibelakang shaf) mengapa kamu tidak bergabung bersama shaf atau menarik seseorang agar berdiri disampingmu? ulangilah shalatmu itu. (Dalam sanad hadits ini ada “AS-SARRI BIN ISMA’IL” yang menyendiri dalam periwayatan hadits, dan ia seorang perawi yang dhaif). (HR. Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab : 3, juz : 3, hal. 105).
Sayyid Sabiq dalam Fiqhussunnah menjelaskan, bahwa orang yang datang hendak mengikuti shalat berjama’ah dan ternyata shaf sudah penuh, tidak mendapatkan celah untuk masuk ke dalam shaf, ada dua pendapat, yaitu ;
1. Orang itu harus berdiri sendirian di belakang shaf dan makruh menarik orang lain untuk jadi temannya.
2. Agar orang itu menarik orang lain yang mengerti hukum, yaitu menarik dari shaf setelah takbiratul ihram. Dan orang yang ditarika adalah sunat mengabulkannya.[5]
Sebagian ‘Ulama menganjurkan untuk tidak menarik salah satu jama’ah untuk berdiri di shaf belakang, karena bisa mengganggu konsentrasi orang yang sedang shalat. Bahkan hal ini bisa membawa fitnah jika yang ditarik tidak paham dan merasa diganggu shalatnya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang membatalkan shalatnya karena berkeyakinan bahwa pindah tempat dan berjalan kebelakang termasuk sesuatu yang membatalkan sholat. Dengan demikian, jika berdiri sendiri di shaf belakang, dianjurkan untuk tidak menarik salah satu jama’ah kebelakang, tapi cukup dia berdiri sendiri jika memang tidak ada tempat lagi, dengan harapan ada jama’ah lain yang menyusul dan bergabung dengannya. Jika ternyata sampai akhir shalat tidak ada jama’ah lain yang bergabung, maka shalatnya tetap sah.
(6) Imam Di Tengah Shaf
Imam hendaklah berada di tengah shaf di depan makmum. Untuk itu, membuat shaf dalam shalat dimulai dari belakang imam dengan posisi imam berada di tengah. Baru kemudian mengisi sebelah kanan dan kirinya dengan seimbang hingga shaf tersebut penuh. Selanjutnya membuat shaf dibelakangnya dengan cara yang sama seperti tersebut di atas. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُسَافِرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ بَشِيرِ بْنِ خَلَّادٍ عَنْ أُمِّهِ أَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ فَسَمِعَتْهُ يَقُولُ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَسِّطُوا الْإِمَامَ وَسُدُّوا الْخَلَلَ. (رواه ابو داود : 583 – سنن ابو داود – المكتبة الشاملة ––بَاب مَقَامِ الْإِمَامِ مِنْ الصَّفِّ- الجزء : 2– صفحة : 327)
Telah menceritakan kepada kami [Ja’far bin Musafir], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abi Fudaik] dari [Yahya bin Basyir bin Khallad] dari ibunya, bahwa ia datang kepada [Muhammad bin Ka’ab Al-Qurthuby], ia mendengar sebuah hadits darinya, lalu ia berkata : Telah menceritakan kepadaku [Abu Hurairah] ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Jadikanlah imam berada di tengah-tengah kalian dan tutuplah celah-celah shaf. (HR.Abu Daud : 583, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babu maqamil imam minash shaffi, juz : 2, hal.327)
(7) Orang Yang Utama Dekat Dengan Imam
Orang yang lebih utama dekat dengan imam adalah golongan cerdik pandai. Manfaatnya adalah agar mereka dapat mengingatkan imam ketika ada kekeliruan dan dapat menggantikan imam ketika diperlukan.[6] Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ لَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ لِيَلِيَنِّي مِنْكُمْ أُولُوا الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ. (رواه ابن ماجه : 966– سنن ابن ماجه -بَاب مَنْ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَلِيَ الْإِمَامَ-المكتبة الشاملة- الجزء :3 -صفحة : 243)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ash-Shabbah], telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin ‘Uyaynah], dari [Al-A’masy] dari [‘Umarah bin ‘Umair] dari [Abu Mas’ud Al-Anshari] ia berkata : Rasulullah saw sewaktu hendak shalat memegang pundak kami, lalu bersabda : Janganlah kalian berselisih, maka hati kalian-pun akan berselisih. Hendaklah yang berdiri di belakangku orang-orang yang cerdik pandai. Kemudian orang-orang yang hampir menyamai mereka. Kemudian orang-orang yang hampir menyamai mereka. (HR. Ibnu Majah : 966, Sunan Ibnu Majah, Bab man yustahabbu an yaliyal imam, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 3, hal : 243(
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يَلِيَهُ الْمُهَاجِرُونَ وَالْأَنْصَارُ لِيَأْخُذُوا عَنْهُ.(رواه ابن ماجه : 967– سنن ابن ماجه -بَاب مَنْ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَلِيَ الْإِمَامَ-المكتبة الشاملة- الجزء : 3-صفحة : 244)
Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin ‘Ali Al-Jahdhamy], telah menceritakan kepada kami [Aldul Wahhab], telah menceritakan kepada kami [Humaid] Dari [Anas] ia berkata : Rasulullah saw menyukai jika orang yang dibelakangnya adalah orang-orang Muhajirin dan Anshar, supaya mereka dapat mengambil pelajaran dari padanya. (HR. Ibnu Majah : 967, Sunan Ibnu Majah, Bab man yustahabbu an yaliyal imam, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 3, hal : 244(
(8) Menggantikan Imam
Apabila imam di tengah shalat ada uzur, misalnya datang hadats (keluar sesuatu dari kubul atau dubur), hendaklah ia menunjuk seseorang sebagai imam pengganti untuk menyampurnakan shalatnya bersama makmum. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari tentang peristiwa ‘Umar bin Khaththab sewaktu kena tikaman seorang pembunuh. Pada waktu itu ‘Umar menarik tangan Abdurrahman bin ‘Auf agar maju ke depan untuk menjadi imam penganti, dan Abdurrahman bin ‘Auf melanjutkan shalat berjama’ah dengan shalat secara ringan. [7]
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَبْلَ أَنْ يُصَابَ بِأَيَّامٍ بِالْمَدِينَةِ ..... قَالَ إِنِّي لَقَائِمٌ مَا بَيْنِي وَبَيْنَهُ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ غَدَاةَ أُصِيبَ وَكَانَ إِذَا مَرَّ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ قَالَ : اسْتَوُوا حَتَّى إِذَا لَمْ يَرَ فِيهِنَّ خَلَلًا تَقَدَّمَ فَكَبَّرَ - وَرُبَّمَا قَرَأَ سُورَةَ يُوسُفَ أَوْ النَّحْلَ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى حَتَّى يَجْتَمِعَ النَّاسُ - فَمَا هُوَ إِلَّا أَنْ كَبَّرَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ قَتَلَنِي أَوْ أَكَلَنِي الْكَلْبُ حِينَ طَعَنَهُ فَطَارَ الْعِلْجُ بِسِكِّينٍ ذَاتِ طَرَفَيْنِ. لَا يَمُرُّ عَلَى أَحَدٍ يَمِينًا وَلَا شِمَالًا إِلَّا طَعَنَهُ حَتَّى طَعَنَ ثَلَاثَةَ عَشَرَ رَجُلًا مَاتَ مِنْهُمْ سَبْعَةٌ - فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ طَرَحَ عَلَيْهِ بُرْنُسًا فَلَمَّا ظَنَّ الْعِلْجُ أَنَّهُ مَأْخُوذٌ نَحَرَ نَفْسَهُ - وَتَنَاوَلَ عُمَرُ يَدَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَدَّمَهُ فَمَنْ يَلِي عُمَرَ فَقَدْ رَأَى الَّذِي أَرَى وَأَمَّا نَوَاحِي الْمَسْجِدِ فَإِنَّهُمْ لَا يَدْرُونَ غَيْرَ أَنَّهُمْ قَدْ فَقَدُوا صَوْتَ عُمَرَ وَهُمْ يَقُولُونَ سُبْحَانَ اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ فَصَلَّى بِهِمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ صَلَاةً خَفِيفَةً.... (رواه البخاري : 3424 - صحيح البخاري -بَاب قِصَّةِ الْبَيْعَةِ وَالِاتِّفَاقِ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ وَفِيهِ مَقْتَلُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- المكتبة الشاملة- الجزء : 12- صفحة : 35)
Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma’il], telah menceritakan kepada kami [Abu ‘Awanah] dari [Hushain] dari [Amr bin Maimun], ia berkata : Aku melihat Umar bin Khaththab ra di Madinah beberapa hari sebelum dia ditikam…..’Amr berkata : Aku berdiri dan tidak ada seorang-pun antara aku dan dia kecuali Abdullah bin ‘Abbas pada pagi hari (shubuh) saat Umar terkena musibah. Shubuh itu, ‘Umar berjalan melewati antara dua shaf (menuju ke tempat imam hendak memimpin shalat), lalu berkata : Luruskanlah shaf. Ketika dia sudah tidak melihat lagi pada jama’ah, ada celah-celah dalam barisan tersebut, maka ‘Umar maju lalu bertakbir. Sepertinya dia membaca surat Yusuf atau surat An-Nahl atau seperti surat itu pada rakaat pertama, hingga memungkinkan orang-orang bergabung dalam shalat. Ketika aku tidak mendengar sesuatu darinya kecuali ucapan takbir, tiba-tiba terdengar dia berteriak : “Ada orang yang membunuhku”, atau katanya; “seekor anjing telah menerkamku”, rupaya ada orang yang menikamnya dengan sebilah pisau bermata dua. Penikam itu tidaklah melewati orang-orang di sebelah kanan atau kirinya melainkan dia menikamnya pula hingga dia telah menikam sebanyak tiga belas orang yang mengakibatkan tujuh orang diantaranya meninggal dunia. Ketika seseorang dari kaum muslimin melihat kejadian itu, dia melemparkan baju mantelnya dan tepat mengenai si pembunuh itu. Dan ketika dia menyadari bahwa dia mesti tertangkap (dan tak lagi bias menghindar), mak dia bunuh diri. ‘Umar memegang tangan Abdurrahman bin ‘Auf dan menariknya ke depan (sebagai imam pengganti). Siapa saja orang yang berada dekat dengan ‘Umar pasti dapat melihat apa yang aku lihat. Adapun orang-orang yang ada di sudut-sudut masjid, mereka tidak mengetahui peristiwa yang terjadi, selain hanya tidak mendengar suara ‘Umar. Mereka membaca : Suihaanallah- Suihaanallah (Maha Suci Allah). Maka Abdurrahman bin ‘Auf melanjutkan shalat berjama’ah secara ringan. (HR Bukhari : 3424, Shahih Bukhari, Bab Qishshatul bai’ah wal-ittifaq ‘alaa ‘Utsman bi ‘Affan wa fiihi maqtak ‘Umar bin Khaththab, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz :12, hal : 35)
Dan juga terdapat peristiwa ‘Ali yang diceritakan oleh Abu Razin, ia berkata : Pada suatu hari ‘Ali shalat, tiba-tiba keluar darah dari hidunmgnya, ia segera menarik tangan seseorang ke depan, sedang ia sendiri pergi berlalu. (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur). [8]
Ahamad berkata : Jika seorang imam menyuruh orang lain menggantikannya menjadi imam, maka hal itu telah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khaththab dan ‘Ali bin Abi Thalib. Dan jika membiarkan makmumnya shalat sendiri-sendiri, maka ia mengambil contoh kepada Mu’awiyah, sebab sewaktu ia ditikam orang, maka para makmum shalat sendiri-sendiri. [9]
[1]. Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 1, bab :1, hal. 244
[2]. Abu Yahya Zakairia Al-Anshari, Fathul Wahhab, juz 1, Menara Qudus, Indonesia, tanpa tahun, hal. 65
[3]. Op. cit. Sayyid Sabiq, hal. 243-244
[4] .Op cit. hal. 65
[5]. Op. cit. Sayyid Sabiq, hal. 244
[6]. Baca Fiqhussunnah oleh Sayyid Sabiq, Bab : 1, juz : 1, Al-Maktabah Asy-Syamilah, hal.243
[7]. Op. cit. Sayyid Sabiq, hal. 241
[8]. Ibid, hal. 241
[9]. Ibid, hal. 241
Tidak ada komentar:
Posting Komentar