Minggu, 07 Agustus 2011

MENCARI RIDHO ALLAH

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari ridho Allah, dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (QS.Al-Baqarah : 207)

Sebab turunnya ayat :

Menurut suatu riwayat, ketika Shuhaib hijrah ke Madinah mengikuti Nabi saw, dikejar oleh sepasukan kaum Quraisy. Turunlah ia darai kendaraannya dengan siap panah di tangannya, dan berkata : Wahai kaum Quraisy, kalian semua tahu, akulah pemanah ulung. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku selagi panah dan pedang ada di tanganku. Sekarang pilihlah satu di antara dua : Kalian mati terbunuh atau memiliki harta bendaku yang ada di Makkah, dengan membiarkan aku pergi hijrah ke Madinah. Mereka memilih harta dan membiarkan Shuhaib pergi.

Sesampainya dihadap[an Nabi saw, ia ceritakan apa yang terjadi. Maka turunlah ayat tersebut di atas (QS>Al-Baqarah :207) dan Nabi-pun bersabda : Untunglah perdaganganmu itu, hai Abu Yahya. Engkau telah beruntung hai Abu Yahya.

(Diriwatkan oleh Alharts bin Abi Usamah dalam musnadnya, dan Ibnu Abi Hatim yang bersaumber dari Abi Sa'id bin Almusyyab)
(Asbabbul Nuzul Lil-Imam Assyuthi, Dirasah wa tahqiq Hamid Ahmad Aththahir, Dar Alfjr Litturats, Kairo, hal. 60)

Sabtu, 06 Agustus 2011

TEMPAT IMAM DILARANG LEBIH TINGGI DARI MAKMUM

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ غَالِبٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى الْوَاسِطِىُّ زَحْمَوَيْهِ حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الطُّفَيْلِ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَقُومَ الإِمَامُ فَوْقَ شَىْءٍ وَالنَّاسُ خَلْفَهُ يَعْنِى أَسْفَلَ مِنْهُ.(رواه الدارقطني : 1904 – سنن الدارقطني – المكتبة الشاملة - 17 - باب نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يَقُومَ الإِمَامُ فَوْقَ شَىْءٍ وَالنَّاسُ خَلْفَهُ – االجزء : 5- صفحة : 114)

Dari Abu Mas’ud Al-Anshariy ia berkata : Rasulullah saw melarang seorang imam berdiri di atas sesuatu sedangkan orang-orang di belakangnya (makmum) lebih rendah darinya. (HR.Ad-Daruquthny)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ وَأَحْمَدُ بْنُ الْفُرَاتِ أَبُو مَسْعُودٍ الرَّازِيُّ الْمَعْنَى قَالَا حَدَّثَنَا يَعْلَى حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامٍ : أَنَّ حُذَيْفَةَ أَمَّ النَّاسَ بِالْمَدَائِنِ عَلَى دُكَّانٍ فَأَخَذَ أَبُو مَسْعُودٍ بِقَمِيصِهِ فَجَبَذَهُ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ : أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يُنْهَوْنَ عَنْ ذَلِكَ قَالَ بَلَى قَدْ ذَكَرْتُ حِينَ مَدَدْتَنِي.(رواه ابو داود : 505 – سنن ابو داود -بَاب الْإِمَامِ يَقُومُ مَكَانًا أَرْفَعَ مِنْ مَكَانِ الْقَوْمِ- المكتبة الشاملة- الجزء : 2 – صفحة : 216)

Dari Hamam, sesungguhnya Hudzaifah mengimami orang-orang di Madain di atas dukkan (tempat yang tinggi). Lalu Abu Mas’ud memegang gamisnya dan menariknya, maka setelah selesai salat ia berkata : Tidakkah kamu tahu bahwa sesungguhnya mereka (para sahabat) dilarang dari hal itu. Dia menjawab : Ya, tentu saja saya tahu, sungguh saya ingat ketika kamu menarikku. (HR.Abu Daud)

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ كِلَاهُمَا عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ نَفَرًا جَاءُوا إِلَى سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ - وَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَيْهِ فَكَبَّرَ وَكَبَّرَ النَّاسُ وَرَاءَهُ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ رَفَعَ فَنَزَلَ الْقَهْقَرَى حَتَّى سَجَدَ فِي أَصْلِ الْمِنْبَرِ ثُمَّ عَادَ حَتَّى فَرَغَ مِنْ آخِرِ صَلَاتِهِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي صَنَعْتُ هَذَا لِتَأْتَمُّوا بِي وَلِتَعَلَّمُوا صَلَاتِي.(رواه مسلم : 847- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة- بَاب جَوَازِ الْخُطْوَةِ وَالْخُطْوَتَيْنِ فِي الصَّلَاةِ- الجزء : 3 – صفحة : 154)

Sungguh saya pernah melihat Rasulullah saw berdiri di atas mimbar, lalu takbir dan orang-orang dibelakangnya juga takbir, sedangkan beliau pada waktu berada di atas mimbar. Kemudian naik ke tempat yang lebih tinggi, lalu turun (dari mimbar) dengan mundur lalu sujud di dasar mimbar, lalu mengulanginya sampai selesai dari akhir shalatnya, lalu menghadap orang-orang seraya bersabda : Wahai orang-orang! Sesungguhnya saya melakukan ini agar kamu dapat mengikutiku dan mempelajari salatku. (HR.Muslim)

Minggu, 31 Juli 2011

AKHLAK TERPUJI

'Ulma' sufi menuntun kita agar selalu berakhlak terpuji dengan :
1. TAKHALLI (تخلي )YAITU MENGOSONGKAN DIRI DARI SIFAT-SIFAT TERCELA, SEPERTI DUSTA, RIYA', TAKABBUR, KIKIR DAN LAIN SEBAGAINYA.
2. TAHAALI ( تحلي )YAITU MENGHIASI DIRI DENGAN SIFAT-SIFAT TERPUJI, SEPERTI JUJUR, RENDAH HATI, KASIH SAYANG, DERMAWAN DAL LAIN EBAGAINYA.
3. TAJALLI ( تجلي ) YAITU MENYAKSIKAN KEBESARAN ALLAH YANG TERLIHAT DI JAGAD RAYA INI, DAN YANG TIDAK TERLIHAT SEPERTI AMPUNANNYA.

Jumat, 24 Juni 2011

Nasakh, Nasikh dan Mansukh

مَا نَنْسَخْ مِنْ آَيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ayat mana saja [81] yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS.Al-Baqarah : 106)
[81] Para mufassirin berlainan Pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al-Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.
Pengertian
1. Nasakh (نسخ) berarti menghapus, menghilangkan, memindahka, atau mengubah
2. Nasikh (ناسخ) berarti yang menghapus, menghilangkan, memindahkan, atau merubah.
3. Mansukh (منسوخ) berarti hukum yang dihapus atau dihilangkan.
Hukum yang dihapus harus merupakan hukum syara’ dan dalil yang menunjukkan atas hilangnya hukum harus merupakan dalil syara’ yang datang kemudian.
Terjadinya Nasakh
1. Nasakh Al-Quran dengan Al-Quran
Contoh: dinasakhnya hukum tentang ‘iddah dengan haul (setahun) menjadi empat bulan sepuluh hari.
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau ahli waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Baqarah : 240)

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat . (QS.Al-Baqarah : 240)
2. Nasakh As-Sunnah dengan As-Sunnah
Hadits muthawatir dan ahad dinasakh oleh hadits muthawatir, dan hadits ahad dinasakh leh hadits ahad. contoh:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فَزُوْرُوْهَا
Dahulu aku melarang kalian melakukan ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah”
فَإِنْ شُرْبَ الرَّابِعَةِ فَاقْتُلُوْهُ
Apabila dia minum (khamar) keempat kalinya maka bunuhlah
Dinasakh Oleh Hadits:
أَنَّهُ حُمِلَ إِلَيْهِ مَنْ شَرِبَهَا الرَّابِعَةَ فَلَمْ يَقْتُلْهُ
Sesungguhnya dibawa kepada Rasul orang yang minum khamr keempat kalinya, tetapi rasul tidak membunuhnya.
Sabda Rasululah:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادَّخَارِ لحُوُمِ اْلأَضَاحِي ِلأَجْلِ الدَّا فَةِ فَادَّخِرُوْهَا
Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging kurban karena ada golongan yang membutuhkan, maka sekarang simpanlah
3. Nasakh As-Sunnah Oleh Al-Quran
Menghadap Baitul Maqdits telah dinasakh Al-Quran:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 144)

Minggu, 05 Juni 2011

MENGATASI EMOSI

Rasulullah saw pernah menyeru kita agar jangan emosi dalam menghadapi masalah, hendaklah bersikap tenang dan tidak terburu-buru. Perhatikan beberapa hadits berikut ini :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ. (رواه البخاري : 5651 – صحيح البخاري - بَاب الْحَذَرِ مِنْ الْغَضَبِ)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa berkata kepada Nabi saw : Berikanlah wasiat kepadaku. Nabi saw bersabda : Janganlah kamu marah/emosi. Laki-laki itu mengulangi perkataannya berkali-kali. Beliau tetap mengatakan : Janganlah kamu marah/emosi. (HR.Bukhari : 5651, Shahih Buklhari, babul hadzar minal ghadlabi)

حَدَّثَنَا أَبُو مُصْعَبٍ الْمَدَنِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمُهَيْمِنِ بْنُ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَنَاةُ مِنْ اللَّهِ وَالْعَجَلَةُ مِنْ الشَّيْطَانِز رواه الترمذي : 1935 – سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ فِي التَّأَنِّي وَالْعَجَلَةِ)
Telah menceritakan kepada kami Al-Muhaimin bin Abbas bin Sahl bin Sa'ad Assa'adi, dar ayahnya, dari kakeknya, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Sifat hati-hati (waspada) itu dari Allah dan tergesa-gesa itu godaan yang datang dari setan. (HR.Tirmidzi : 1935, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a Fitta anni wal 'ajalah)

عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ صُرَدٍ قَالَ اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ أَحَدُهُمَا تَحْمَرُّ عَيْنَاهُ وَتَنْتَفِخُ أَوْدَاجُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْرِفُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا هَذَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَقَالَ الرَّجُلُ هَلْ تَرَى بِي مِنْ جُنُونٍ.(رواه ابو داود : 4150–سنن ابو داود- بَاب مَا يُقَالُ عِنْدَ الْغَضَبِ)
Dari Sulaiman bin Shurad, ia berkata : Ada dua orang yang saling mencela di sisi Nabi saw, salah seorang dari mereka matanya memerah dan urat lehernya tampak menegang. Rasulullah saw lalu bersabda : Sungguh aku tahu sebuah kalimat yang jika dibaca oleh seseorang, maka akan hilang apa yang dirasakannya (berupa rasa marah/emosi), yaitu : "A'UUDZU BILLAAHI MINASY SYAITHAANIRRAJIIM" (Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Laki-laki yang marah itu berkata : Apakah engkau melihatku seperti orang gila?. (HR.Abu Dawud : 4150, Sunan Abu Dawud, bab Maa Yuqaalu 'indal ghadlab)

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ.(رواه ابو داود : 4151 –سنن ابو داود- بَاب مَا يُقَالُ عِنْدَ الْغَضَبِ)
Dari Abu Dzar, ia berkata : Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda kepada kami : Apabila salah seorang dari kalian itu marah/emosi dan ia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah ia duduk, jika rasa marah/emosinya itu hilang, maka itulah yang dikehendaki, jika tidak hilang juga, hendaklah ia berbaring. (HR.Abu Dawud : 4151, Sunan Abu Dawud, bab Maa Yuqaalu 'indal ghadlab)

حَدَّثَنَا أَبُو وَائِلٍ الْقَاصُّ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عُرْوَةَ بْنِ مُحَمَّدٍ السَّعْدِيِّ فَكَلَّمَهُ رَجُلٌ فَأَغْضَبَهُ فَقَامَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ رَجَعَ وَقَدْ تَوَضَّأَ فَقَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأ.(رواه ابو داود : 4152 –سنن ابو داود- بَاب مَا يُقَالُ عِنْدَ الْغَضَبِ)
Telah menceritaklan kepada kami Abu Wail Al-Qash, ia berkata : Kami masuk menemui 'Urwah bin Muhammad Assa'dy, lalu ada seorang laki-laki berbicara dengannya hingga membuatnya marah/emosi. Lantas ia berdiri, alu berwudu' dan kembali lagi dalam keadaan telah berwudu'. Setelah itu ia berkata : Bapakku telah menceritakan kepadaku, dari kakekku, 'Athiyyah. Ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya marah/emosi itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, sementara api mati dengan air, maka jika salah seorang dari kalian itu marah, maka hendaklah ia berwudu' . (HR.Abu Dawud : 4152, Sunan Abu Dawud, bab Maa Yuqaalu 'indal ghadlab)

Jumat, 06 Mei 2011

SHALAT TAHAJJUD

Tahajjud menurut bahasa adalah berjaga, bangun atau tidak tidur malam hari, yaitu lawan dari "tidur". Menurut istilah adalah shalat sunat yang dilakukan sesudah tengah malam sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Firman Allah :
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.(QS.Al-Isra' : 79)
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سُئِلَ أَيُّ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ؟ وَأَيُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ؟ فَقَالَ أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ - وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ.(رواه مسلم : 1983- صحيح مسلم – المكتبة الشاملة -بَاب فَضْلِ صَوْمِ الْمُحَرَّمِ- الجزء : 6-صفحة: 64)
Dan telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Abdul Malik bin Umair] dari [Muhammad bin Al Muntasyir] dari [Humaid bin Abdurrahman] dari [Abu Hurairah], Rasulullah saw pernah ditanya : Shalat apakah yang paling utama setelah shalat Maktubah (wajib)? Dan puasa apakah yang paling utama setelah puasa Ramadlan?" Beliau menjawab : Shalat yang paling utama setelah shalat Maktubah (wajib) adalah shalat pada waktu tengah malam, dan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadlan adalah puasa di bulan Muharram. (HR.Muslim:1983, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Fadl-li Saumil Muharram, juz : 6, hal.64)
Shalat sunat tahajjud merupakan sarana mendekatkan diri kepada Allah, dan pengampunan dosa serta menolak penyakit dari jasmani. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ خُنَيْسٍ عَنْ مُحَمَّدٍ الْقُرَشِيِّ عَنْ رَبِيعَةَ بِنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ بِلَالٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنْ الْإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ.(رواه الترمذي : 3472– سنن الترمذي – المكتبة الشاملة –بَاب فِي دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-الجزء : 11- صفحة : 460)
Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Abu An Nadhr] telah menceritakan kepada kami [Bakr bin Khunais] dari [Muhammad Al Qurasyi] dari [Rabi'ah bin Yazid] dari [Abu Idris Al Khaulani] dari [Bilal] bahwa Rasulullah saw bersabda: Hendaknya kalian melakukan shalat malam, karena shalat malam adalah hidangan orang-orang shalih sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam mendekatkan kepada Allah, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan menolak penyakit dari badan. (HR.Tirmidzi : 3472, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Fii Du'ain Nabiyyi saw, Juz : 11, hal. 460)
Waktu yang paling baik melakukan shalatn tahajjud adalah sepertiga malam yang terakhir berdasarkan hadits berkut ini :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَأَبِي عَبْدِ اللَّهِ الْأَغَرِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ. (رواه البخاري : 1077- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة-بَاب الدُّعَاءِ فِي الصَّلَاةِ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ- الجزء : 4-صفحة: 315)
Telah menceritakan kepada kami ['Abdullah bin Maslamah] dari [Malik] dari [Ibnu Syihab] dari [Abu Salamah] dan [Abu 'Abdullah Al Aghor] dari [Abu Hurairah ra] bahwa Rasulullah saw bersabda: Tuhan kami Yang Mahasuci dan Mahatinggi turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: "Siapa yang berdo'a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni. (HR.Bukhari : 1077, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babuddu'a Fishshalati min Aakhiril Lail, Juz : 4, hal. 315)
Do'a Shalat Tahajjud
حَدَّثَنِي ثَابِتُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَحْوَلِ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَهَجَّدَ مِنْ اللَّيْلِ قَالَ : اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ أَنْتَ الْحَقُّ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ خَاصَمْتُ وَبِكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَأَسْرَرْتُ وَأَعْلَنْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ. (رواه البخاري : 6888- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة- بَاب قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ - الجزء : 22-صفحة: 450)
Telah menceritakan kepadaku [Tsabit bin Muhammad] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Ibn Juraij] dari [Sulaiman Al Ahwal] dari [Thawus] dari [Ibn Abbas ra] rberkata : Apabila Nabi saw tahajjud di malam hari, beliau memanjatkan do'a yang artinya : Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, Engkau adalah pengurus langit dan bumi, bagi-Mu segala puji, Engkau adalah pemelihara langit dan bumi dan semua penghuninya, bagi-Mu segala puji, Engkau adalah cahaya langit dan bumi dan semua penghuninya, Engkau adalah benar, firman-Mu benar, janji-Mu benar dan perjumpaan kepada-Mu benar, surga benar, neraka benar, kiamat benar, Ya Allah, kepada-Mu aku berserah, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal, karena-Mu aku memusuhi (musuh), kepada-Mu aku berhukum, maka ampunilah bagiku apa yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan, apa yang kulakukan secara sembunyi-sembunyi dan apa yang kulakukan secara terang-terangan, dan apa yang Engkau lebih tahu terhadapnya daripadaku, tiada sesembahan yang hak selain Engkau. (HR.Bukhari : 6888, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Qauluhuu Ta'aala : Wujuuhuy Yawmaidzin Naadhiratun ilaa Rabbihaa Naadhirah, Juz : 22, hal. 450)

SHALAT DLUHA

Shalat Dluha adalah shalat sunat 2 rakaat atau lebih sampai 12 rakaat, yang dilakukan pada waktu dluha. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : إِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَدَعُ الْعَمَلَ وَهُوَ يُحِبُّ أَنْ يَعْمَلَ بِهِ خَشْيَةَ أَنْ يَعْمَلَ بِهِ النَّاسُ فَيُفْرَضَ عَلَيْهِمْ وَمَا سَبَّحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَةَ الضُّحَى قَطُّ وَإِنِّي لَأُسَبِّحُهَا.(رواه البخاري :1060- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة-بَاب تَحْرِيضِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى صَلَاةِ اللَّيْلِ وَالنَّوَافِلِ مِنْ غَيْرِ إِيجَابٍ - الجزء : 4-صفحة:289)
Telah menceritakan kepada kami ['Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Ibnu Syihab] dari ['Urwah] dari ['Aisyah ra] berkata : Tidaklah Rasulullah saw meninggalkan suatu amal padahal beliau mencintai amal tersebut melainkan karena khawatir nanti orang-orang akan ikut mengamalkannya sehingga diwajibkan buat mereka. Dan tidaklah beliau melaksanakan shalat Dhuha sekalipun, kecuali pasti aku ikut melaksanakannya. (HR.Bukhari : 1060, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Tahridhin Nabiyyi saw 'alaa shalaatil Lail wan-Nawafil Min Ghairi iijaab, Juz : 4, hal. 289)
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا أَبُو التَّيَّاحِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ.(رواه البخاري : 1845- صحيح البخاري– المكتبة الشاملة- بَاب صِيَامِ أَيَّامِ الْبِيضِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ - الجزء :7 -صفحة: 98)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Ma'mar] telah menceritakan kepada kami ['Abdul Warits] telah menceritakan kepada kami [Abu At-Tayyah] berkata, telah menceritakan kepada saya [Abu 'Utsman] dari [Abu Hurairah ra] berkata : Kekasihku Rasulullah saw memberi wasiat kepadaku agar aku berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mendirikan shalat Dhuha dua rakaat dan shalat witir sebelum aku tidur. (HR.Bukhari : 1845, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Shiyaami ayyamil Baidh Tsalaasa 'Asyar, Juz : 7, hal. 98)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ رُمْحٍ أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ أُمِّ هَانِئٍ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفَتْحِ صَلَّى سُبْحَةَ الضُّحَى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ سَلَّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ.(رواه ابن ماجه : 1313 – سنن ابن ماجه- المكتبة الشاملة –بَاب مَا جَاءَ فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى-الجزء : 4- صفحة : 217)
Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Muhammad bin Rumh] berkata, telah memberitakan kepada kami [Ibnu Wahb] dari [Iyadl bin Abdullah] dari [Makhramah bin Sulaiman] dari [Kuraib] mantan pelayan Ibnu Abbas, dari [Ummu Hani` binti Abu Thalib] berkata : Pada pembukaan kota Makkah Rasulullah saw shalat sunat Dluha 8 rakaat, kemudian beliau salam pada setiap 2 rakaat. (HR.Ibnu Majah : 1313, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Maa Jaa-a Fii Shalaatil Laili Wan-Nahar Matsna-Matsna, Juz : 4, hal.217)
Permulaan waktu shalat dluha ialah di waktu matahari sudah naik setinggi tombak atau sepenggalah dan berakhir di waktu tergelincir matahari. Dan lebih utama dilaksanakan setelah matahari agak tinggi dan sudah agak terik. Hadits Nabi:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ الدَّسْتُوَائِيُّ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ عَوْفٍ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَهْلِ قُبَاءَ وَهُمْ يُصَلُّونَ الضُّحَى فَقَالَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ إِذَا رَمِضَتْ الْفِصَالُ مِنْ الضُّحَى. (رواه احمد : 18463- مسند احمد-المكتبة الشاملة- باب حديث زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ- الجزء : 39- صفحة : 263)
Telah menceritakan kepada kami [Waki'] telah menceritakan kepada kami [Hisyam Ad Dastuwa`i] dari [Al Qasim bin Auf Asy Syaibani] dari [Zaid bin Arqam] ia berkata : Rasulullah saw keluar menemui penghuni Quba` yang saat itu mereka sedang shalat dluha. Maka beliau bersabda : Shalat Awwabiin (Shalat orang-orang yang bertaubat) adalah ketika anak-anak unta telah bangkit karena kepanasan waktu Dluha. HR.Ahmad : 18463, Musnad Ahmad, ASl-Naktabah Asy-Syamilah, Bab hadits Zaid bin Arqam, Juz : 39, hal.263)
Keutamaan shalat dluha bagi yang menjalakannya adalah dosa-dosanya akan di ampuni Allah walaupun sebanyak buih dilautan serta dijanjikan kepadanya istana dalam surga. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُوسَى بْنِ أَنَسٍ عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَنْ صَلَّى الضُّحَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْرًا مِنْ ذَهَبٍ فِي الْجَنَّةِ.(رواه ابن ماجه :1370 – سنن ابن ماجه- المكتبة الشاملة –بَاب مَا جَاءَ فِي صَلَاةِ الضُّحَى-الجزء : 4- صفحة : 289)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abdullah bin Numair] dan [Abu Kuraib] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Yunus bin Bukair] berkata, telah menceritakan kepada kami [Muhamad bin Ishaq] dari [Musa bin Anas] dari [Tsumamah bin Anas] dari [Anas bin Malik] ia berkat : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa shalat dluha 12 rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah istana dari emas di dalam surga. (HR.Ibnu Majah : 1370, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Maa Jaa-a Fii Shalaatidh Dhuhaa, Juz : 4, hal.289)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ نَهَّاسِ بْنِ قَهْمٍ عَنْ شَدَّادٍ أَبِي عَمَّارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ حَافَظَ عَلَى شُفْعَةِ الضُّحَى غُفِرَ لَهُ ذُنُوبُهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ.(رواه الترمذي : 438– سنن الترمذي – المكتبة الشاملة – بَاب مَا جَاءَ فِي صَلَاةِ الضُّحَى-الجزء : 2- صفحة : 291)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Abdil A'la Al Bashri] telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai'] dari [Nahas bin Qahm] dari [Syaddad Abu 'Ammar] dari [Abu Hurairah] dia berkata, Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang selalu menjaga rakaat dluha, maka dosa-dosanya akan di ampuni walaupun seperti buih dilautan. (HR.Tirmidzi : 438, Sunan Tirmidzi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Maa Jaa-a Fii shalaatidh-Dhuhaa, Juz : 2, hal. 291)