Jumat, 25 Desember 2009

KEUTAMAAN KHATAM AL-QUR'AN


MENGKHATAMKAN AL-QUR’AN, YAITU MEMBACANYA DARI AWAL (SURAT AL-FATIHAH) HINGGA AKHIR (SURAT ANNAS), DAN SETIAP KALI SELESAI SAMPAI AKHIR, IA MENGULANGINYA LAGI DARI AWAL. HADIS NABI :

عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ : الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ - قَالَ : وَمَا الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ؟ قَالَ الَّذِي يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ ارْتَحَلَ .(رواه الترمذي : 2872 – سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ أَنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ – الجزء : 10 – صفحة : 202)


Dari Qatadah, dari Zurarah bin Awfa, dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan : Seseorang bertanya kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab : Al-hal wal murtahal. Orang ini bertanya lagi : Apa itu Al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal. (HR. Tirmidzi :2872, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a annal-Qur’an unzila ‘alaa sab’ati ahruf, juz 10, hal.202)

MENGKHATAMKAN AL-QUR’AN MERUPAKAN SUNNAH RASULULLAH SAW. HAL INI TERGAMBAR DARI HADIS BERIKUT :

عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فِي كَمْ أَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ اخْتِمْهُ فِي شَهْرٍ قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ اخْتِمْهُ فِي عِشْرِينَ قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ اخْتِمْهُ فِي خَمْسَةَ عَشَرَ قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ اخْتِمْهُ فِي عَشْرٍ قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ اخْتِمْهُ فِي خَمْسٍ قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَمَا رَخَّصَ لِي. (رواه الترمذي : 2870 – سنن الترمذي -بَاب مَا جَاءَ أَنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ – الجزء : 10 – صفحة : 200)

Dari Mutharrif, dari Abi Ishaq, dari Abi Burdah, dari Abdullah bin Amru bin Ash, beliau berkata : Saya bertanya : Wahai Rasulullah saw, berapa lama aku sebaiknya membaca Al-Qur’an? Beliau menjawab : Khatamkanlah dalam satu bulan. Aku bertanya lagi : Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Khatamkanlah dalam dua puluh hari. Aku bertanya lagi : Aku masih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah. Beliau menjawab : Khatamkanlah dalam lima belas hari. Aku bertanya lagi : Aku masih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah. Beliau menjawab : Khatamkanlah dalam sepuluh hari. Aku bertanya lagi : Aku masih mampu lebih lagi, wahai Rasulullah. Beliau menjawab : Khatamkanlah dalam lima hari. Aku bertanya lagi : Aku masih mampu lebih lagi, wahai Rasulullah. Namun beliau tidak memberikan kemurahan (izin) bagiku. (HR. Tirmidzi : 2870, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a annal Qur’an unzila ‘alaa sab’ati ahruf, juz 10, hal.200)

ORANG YANG MENGIKUTI KHATAMAN AL-QUR’AN, SEPERTI MENGIKUTI KEMENANGAN DALAM PERJUANGAN FI SABILILLAH DAN PEMBAGIAN HARTA GHANIMAH.

عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِى قِلاَبَةَ ُ قَالَ : مَنْ شَهِدَ الْقُرْآنَ حِينَ يُفْتَحُ فَكَأَنَّمَا شَهِدَ فَتْحاً فِى سَبِيلِ اللَّهِ ، وَمَنْ شَهِدَ خَتْمَهُ حِينَ يُخْتَمُ فَكَأَنَّمَا شَهِدَ الْغَنَائِمَ تُقْسَمُ. (رواه الدارمي : 3535 - سنن الدارمي - باب فِى خَتْمِ الْقُرْآنِ- الجزء 10 – صفحة : 380)

Dari Ayyub, dari Abu Qilabah, ia berkata : Barangsiapa yang menyaksikan bacaan Al-Qur’an ketika dibuka (dimulai), maka seakan-akan ia mengikuti kemenangan dalam perjuangan fi sabilillah. Dan barangsiapa yang mengikuti pengkhataman Al-Qur’an maka seakan-akan ia mengikuti pembagian harta ghanimah. (HR. Addarimi :3535, Sunan Addarimi, Bab fii khatmil Quir’an, juz 10, hal.380)

ORANG YANG MENGKHATAMKAN AL-QUR’AN AKAN MENDAPATKAN DOA/SHALAWAT DARI MALAIKAT.

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ سَعْدٍ بن ابِيْ وَقَّاص قَالَ : إِذَا وَافَقَ خَتْمُ الْقُرْآنِ أَوَّلَ اللَّيْلِ صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى يُصْبِحَ ، وَإِنْ وَافَقَ خَتْمُهُ آخِرَ اللَّيْلِ صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى يُمْسِىَ . (رواه الدارمي: 3547 -سنن الدارمي - باب فِى خَتْمِ الْقُرْآنِ - الجزء 10 – صفحة :392)

Dari Mus’ab bin Sa’d, dari Sa’d bin Abi Waqas, beliau berkata : Apabila Al-Qur’an dikhatamkan bertepatan pada permulaan malam, maka malaikat akan bersalawat (berdoa) untuknya hingga subuh. Dan apabila khatam bertepatan pada akhir malam, maka malaikat akan bershalawat/ berdoa untuknya hingga sore hati. (HR. Addarimi :3547, Sunan Addarimi, Bab fii khatmil Quir’an, juz 10, hal.392)

ORANG YANG MENGKHATAMKAN AL-QUR’AN DOSANYA AKAN DIAMPUNI ALLAH.

عن وبرة بن عبد الرحمن عن الأسود قال : مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَخَتَمَهُ نَهَارًا غُفِرَ لَهُ ذَالِكَ الْيَوْمِ، وَمَنْ خَتَمَهُ لَيْلاً غُفِرَ لَهُ تِلْكَ الَّليْلَةِ (رواه البيهقي : 2014- سنن البيهقي - شعبة الإيمان للبيهقي – الجزء 5 – صفحة : 86)

Dari Wabarah bin Abdirrahman dari Al-Aswad, ia berkata : Barangsiapa membaca Al-Qur’an, lalu ia mengkhatamkannya pada siang hari, maka pada hari itu dosanya diampuni, dan barangsiapa yang mengkhatamkannya pada malam hari, maka pada malam itu dosanya diampuni. (HR.Baihaqi : 2014, Sunan Al-Baihaqi, Syu’batul iman, juz 5, hal.86)

KETIKA KHATAM AL-QUR’AN MERUPAKAN WAKTU YANG MUSTAJABAH UNTUK BERDOA KEPADA ALLAH.

أَنَّ أَنَسَ بن مَالِكٍ كَانَ إِذَا خَتَمَ الْقُرْآنَ جَمَعَ أَهْلَهُ وَوَلَدَهُ فَدَعَا لَهُمْ .(رواه الطبراني : 673- المعجم الكبير للطبراني الجزء 1 – صفحة : 291)

Sesungguhnya ada kebiasaan Anas bin Malik apabila telah mengkhatamkan Al-Qur’an, beliau mengumpulkan keluarga dan anaknya, lalu beliau berdo’a untuk mereka. (HR. Thabrani : 673, Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrani, juz 1, hal.291)


Rabu, 23 Desember 2009

Masalah Adzan di kubur

Diantara adat kebiasaan yang terjadi dikalangan sebagian umat islam adalah mengumandangkan azan atau iqamah di telinga jenazah setelah jenazah dimasukkan dalam liang lahat. Hal ini sebenarnya tidak ditemukan dalilnya dalam Al-Qur’an ataupun hadis Nabi.

Menurut sebagian ulama’ adalah bid’ah karena tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an, bukan sunnah Rasul dan tidak ada pula contoh dari para shahabat Nabi. Sedangkan seluruh kebaikan mestinya mengikuti jejak mereka, sebagaimana firman Allah :

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah [9] :100)

Dalam kitab Lu'lu'iyah Fi Tarikh Dawlah Rasuliyah, mengumandangkan azan atau iqamah di telinga jenazah setelah jenazah dimasukkan dalam liang lahat pertama kali terjadi pada abad ke-7 hijriah, tepatnya pada tahun 650 hijriyah, dilakukan oleh Abu Zaid Al-Farisi Al-Zabrani Al-Yamani, di kota Zabid dengan dalil Qiyas (analogi suatu hukum dengan hukum lain karena ada alasan yang sama), yaitu diqiyaskan dengan adzan di telinga bayi yang baru lahir yang dalilnya adalah hadis Nabi yaitu :

حدثنا جبارة حدثنا يحيى بن العلاء عن مروان بن سالم عن طلحة بن عبيد الله، عن حسين قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ وُلِدَ لَهُ فَأَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرْهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ. (رواه ابو يعلى : 6634 – مسند ابو يعلى – باب مَنْ وُلِدَ لَهُ فَأَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُمْنَى– الجزء :14 – صفحة : 20)

Jabarah bercerita kepada kami, Yahya bin Al-‘Ala’ bercerita kepada kami, dari Marwan bin Salim, dari Thalhah bin Ubaidillah, dari dari Husain, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang dikaruniai seorang bayi, lalu diadzankah ditelinga kanannya dan di-iqamatkan ditelinga kirinya, maka bayi tersebut tidak akan diganggu oleh Ummushshibyan (julukan untuk jin). (HR. Abu Ya’la : 6634, Musnad Abu Ya’la, Bab Man wulida lahuu fa adzdzana fii udzunihil yuma, juz 14, hal.20)

Hikmah dibalik perintah adzan di telinga bayi yang baru lahir adalah agar kata-kata yang pertama didengar oleh bayi adalah untaian dzikir kepada Allah. Hikmah ini oleh Abu Zaid dijadikan sebagai landasan qiyas. Beliau berpendapat : Apabila yang pertama kali didengar oleh manusia itu adalah “dzikir kepada Allah” dipandang hal yang baik, maka bila yang terakhir kali didengar oleh manusia itu adalah “dzikir kepada Allah” hal itu juga adalah baik.

Terdapat kaidah fiqih, yaitu : اَلْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ الْعِلَّةِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا “Hukum itu berputar (mengikuti) illat (sebab), baik ada atau tiadanya illat”. Wallahu A’lam.

Hukum Menjawab Adzan

Menjawab adzan menurut jumhur ulama hukumnya sunnah, dengan dalil hadis Nabi dari Anas bin Malik :

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ - قَالَ : عَلَى الْفِطْرَةِ - فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ - فَقَالَ : خَرَجْتَ مِنْ النَّارِ. (رواه احمد : 13349– مسند احمد – باب مسند انس بن مالك- الجزء : 27 – صفحة : 396)

Affan bercerita kepada kami, Hammad bercerita kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, bahwa Rasulullah saw pernah mendengar seorang laki-laki mengumandangkan suara adzan : “Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Rasulullah menjawab, “Dia di atas fithrah.” Kemudian muadzin itu berkata, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah. Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Rasulullah menjawab : “Engkau keluar dari neraka.” (HR. Ahmad ; 13349, Musnad Ah,ad, Bab Musnad Anas bin malik, juz 27, hal.396)

Dalam hadis di atas, Rasulullah saw menjawab adzan dengan kalimat yang berbeda dengan kalimat yang lantunkan oleh muadzin. Berdasarkan jawaban Rasulullah tersebut, maka mengikuti ucapan seperti yang diucapkan muadzin tidaklah wajib.

Sunat Menjawab Adzan Seperti Yang Diucapkan Muadzin

Menjawab adzan adalah sunnah menggunakan kalimat seperti yang diucapkan muadzin, kecuali ketika muadzin mengucapan kalimat : “Hayya ‘alash-shalaah – Hayya ‘alal-falaah(حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ - حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ) , maka yang mendengarnya sunat menjawab dengan kalimat “hauqalah” yaitu “La hawla walaa quwwata illaa billaah” : (لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ) , yang artinya : “Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”. Hadis Nabi :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ. (رواه البخاري : 576 – صحيح البخاري - بَاب مَا يَقُولُ إِذَا سَمِعَ الْمُنَادِي – الجزء : 2 – صفحة : 477)

Abdullah bin Yusuf bercerita kepada kami, ia berkata : Malik mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari ‘Atha’ bin Yazid Al-Laitsi, dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah saw bersabda : Apabila kalian mendengar suara adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin. (HR. Bukhari : 576, Shahih Bukhari, Bab maa yaquulun-Nida’ idzaa sami’al Munadi, juz 2, hal.477)

عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسَافٍ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمْ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ.(رواه مسلم : 578 – صحيح مسلم - بَاب اسْتِحْبَابِ الْقَوْلِ مِثْلِ قَوْلِ الْمُؤَذِّنِ لِمَنْ سَمِعَ – الجزء : 2- صفحة : 328)

Dari Umarah bin Ghaziyyah, dari Hubaib bin Abdirrahman bin Isaf, dari Hafash bin ‘Ashim bin Umar bin Al-Khathab, dari ayahnya, dari kakeknya, yaitu Umar bin Al-Khathab, ia berkata ; Rasulullah saw bersabda : Apabila muadzin mengucapkan “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka salah seorang dari kalian menjawab “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengucapkan “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengucapkan “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalaah”, maka dijawab “La Haula wala Quwwata illa billah” Saat muadzin mengucapkan “Hayya ‘Alal Falaah”, maka dijawab “La Haula wala Quwwata illa billah” Kemudian muadzin mengucapkan “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka si pendengar pun menjawab “Allahu Akbar Allahu Akbar” Di akhirnya muadzin berkata, “La Ilaaha illallah”, pendengar pun menjawab “La Ilaaha illallah”. Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti akan masuk surga.” (HR. Muslim : 578, Shahih Muslim, Bab Istihbabul qaul mitsli qaulil muadzdzin liman sami’a, juz 2, hal.328)

Begitu juga ketika mendengar iqamat, sunat mengucapkan seperti yang diucapkan muadzin, kecuali sewaktu diucapkan kalimat : “Qad qamatish shalah”, (قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ), yang artinya : Salat telah siap ditegakkan”, maka yang mendengarnya sunat menjawab dengan kalimat : “Aqaamahallahu wa adaamahaa” (أَقَامَهَا اللهُ وَأَدَامَهَا) , yang artinya :Semoga Allah memberikan kemampuan menegakkannya secara terus menerus. Hadis Nabi :

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْعَتَكِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَابِتٍ حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَوْ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَنَّ بِلَالًا أَخَذَ فِي الْإِقَامَةِ فَلَمَّا أَنْ قَالَ قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَامَهَا اللهُ وَأَدَامَهَا (رواه ابو داود : 444- سنن ابو داود –بَاب مَا يَقُولُ إِذَا سَمِعَ الْإِقَامَةَ – الجزء : 2 - صفحة : 125)

Sulaiman bin Daud Al-‘Ataki bercerita kepada kami, Muhammad bin Tsabit bercerita kepada kami, seseorang dari penduduk Syam bercerita kepadaku, dari Syahar bin Hausyab, dari Abi Umamah, atau dari sebahagian dari sahabat Nabi saw, : Bahwa sesungguhnya Bilal telah melakukan iqamat, setelah ia mengucapkan kalimat “QAD QAAMATISHSHALAH” (Salat telah siap ditegakkan), Nabi saw menjawab dengan kalimat “AQAAMAHALLAAHU WA ADAAMAHAA” (Semoga Allah memberikan kemampuan menegakkannya secara terus menerus). (HR. Abu Daud : 444, Sunan Abu Daud, Bab Maa Yaquulu idzaa sami’a Al-Iqamah, juz 2, hal. 125)

Ketika diucapkan “Tatswib”, yaitu “Ash-Shalaatu khairun minan nawm” (اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ), maka yang mendengarnya sunat menjawab dengan kalimat : “Shadaqta wa bararta” (صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ) yang artinya : “engkau benar dan engkau telah berbuat baik”.[1]

Pahala Menjwab Adzan Dan Iqamat

Barangsiapa yang menjawab adzan dengan meyakini apa yang diucapkannya, maka dia mendapat janji surga dari Rasulullah saw sebagaimana dalam sabdanya :

عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ بُكَيْرَ بْنَ الْأَشَجِّ حَدَّثَهُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ خَالِدٍ الزُّرَقِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّ النَّضْرَ بْنَ سُفْيَانَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ : كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ بِلَالٌ يُنَادِي فَلَمَّا سَكَتَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَالَ مِثْلَ هَذَا يَقِينًا دَخَلَ الْجَنَّةَ.(رواه النسائي : 668 – سنن النسائي – باب الْقَوْل مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ وثَوَابُ ذَلِكَ – الجزء : 3- صفحة : 63)

Dari Amer bin Al-Harits, bahwa Bukair bin Al-Asyajj menceritakannya, bahwa Ali bin Khalid Az-Zuraqi menceritakannya, bahwa An-Nadler bin Sufyan menceritakannya, bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata : Kami pernah bersama Rasulullah saw, lalu Bilal berdiri untuk menyerukan adzan. Tatkala Bilal diam, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan seperti ini (yakni seperti kalimat yang ucapan muadzin) disertai dengan keyakinan, maka ia pasti akan masuk surga.(HR. An-Nasa’i : 668, Sunan Nasa’i, Babul qaul mitsla ma yaquulul muadzdzinu wa tsawabu dzaalik, juz 3, hal.63)

Sunat Bershalawat Untuk Nabi Selesai Menjawab Adzan

Orang yang mendengar adzan apabila telah selesai menjawabnya disunatkan bershalawat untuk Nabi, berdasarkan hadis Nabi

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ حَيْوَةَ وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ وَغَيْرِهِمَا عَنْ كَعْبِ بْنِ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ - فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ (رواه مسلم :577 – صحيح مسلم - بَاب اسْتِحْبَابِ الْقَوْلِ مِثْلِ قَوْلِ الْمُؤَذِّنِ – الجزء : 2 – صفحة : 327)

Muhammad bin Salamah Al-Muradi bercerita kepada kami, Abdullah bin Wahab bercerita kepada kami, dari Haywah dan Sa’id bin Abi Ayyub dan selain dari keduanya, dari Ka’ab bin ‘Alqamah, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abdullah bin Amer bin Ash, bahwasanya ia mendengar Nabi saw bersabda : Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan muadzin, kemudian bershalawatlah untukku, karena barangsiapa yang bershalawat untukku niscaya Allah akan memberikan rahmat untuknya sepuluh kali. Kemudian mintalah kepada Allah al-wasilah buatku, karena al-wasilah ini merupakan sebuah tempat di surga, di mana tidak pantas tempat tersebut dimiliki kecuali untuk seseorang dari hamba Allah, dan aku berharap, akulah orangnya. Barangsiapa yang memintakan al-wasilah untukku maka ia pasti beroleh syafaat. (HR. Muslim: 577, Shahih Muslim, bab Istihbab Al-Qaul mitsli qaul Al-muadzdzin, juz 2, hal.327)



[1]. Subulusaalam, bab Alqaul kama yaqulul muadzdzin, juz 1, hal. 431

Adzan Ketika Bayi Lahir

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ (رواه ابو داود : 4441 – سنن ابو داود - بَاب فِي الصَّبِيِّ يُولَدُ فَيُؤَذَّنُ فِي أُذُنِهِ – الجزء : 13- صفحة : 305)

Musaddad bercrita kepada kami, Yahya bercerita kepada kami, dari Sufyan, ia berkata : Ashim bin Ubaidillah bercerita kepadaku, dari Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari ayahnya, ia berkata : Saya melihat Rasulullah saw adzan di tekinga Hasan bin Ali ketila ia dilahirkan oleh Fathimah dengan adzan yang biasa dikumandangkan untuk salat. (HR.Abu Daud : 4441, Sunan Abu Daud, bab Fish-Shabiyyi Yuladu Fayuadzdzinu fii Udzunihii, juz 13, hal.305)

Adzan Ditelinga Kanan Dan Iqamat Ditelinga Kiri

حدثنا جبارة، حدثنا يحيى بن العلاء، عن مروان بن سالم، عن طلحة بن عبيد الله، عن حسين قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ وُلِدَ لَهُ فَأَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرْهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ. (رواه ابو يعلى : 6634 – مسند ابو يعلى – باب مَنْ وُلِدَ لَهُ فَأَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُمْنَى– الجزء :14 – صفحة : 20)

Jabarah bercerita kepada kami, Yahya bin al-‘Ala’ bercerita kepada kami, dari Marwan bin Salim, dari Thalhah bin Ubaidillah, dari dari Husain, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang dilahirkan seorang anak baginya, lalu diadzankah ditelinga kanannya dan di-iqamatkan ditelinga kirinya, maka ia tidak akan diganggu oleh Ummushshibyan (jin). (HR. Abu Ya’la : 6634, Musnad Abu Ya’la, Bab Man wulida lahuu fa adzdzana fii udzunihil yuma, juz 14, hal.20)

Faidah Adzan Dan Iqamat Bagi Bayi yang Baru Lahir

Faidah adzan dan iqamat bagi bayi yang baru lahir ke dunia, yaitu agar kalimat yang pertama kali di dengar adalah “kalimat tauhid”. Dan demikian pula nanti sewaktu ia akan meningga dunia, hendaklah diajarkan pula “kalimat tauhid”. Sabda Nabi :

حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا عُمَارَةُ بْنُ غَزِيَّةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عُمَارَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.(رواه مسلم : 1523 – صحيح مسلم - بَاب تَلْقِينِ الْمَوْتَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ – الجزء : 4 – صفحة :472)

Bisyer bin Al-Mufadlal bercerita kepada kami, Umarah bin Ghaziyyah bercerita kepada kami, Yahya bin Umarah bercerita kepada kami, ia berkata : Saya mendengar Sa’id Al-Khudri berkata : Rasulullah saw bersabda : Ajarkanlah untuk orang-orang yang hampir mati di antar kalian kalimat “Laa ilaaha illallaah” (Tidak ada Tuhan yang pantas disembah dengan sebenarnya kecuali Allah). (HR.Muslim : 1523, Shahih Muslim, Bab Talqinul mauta Laa ilaaha illallaah, juz 4, hal. 472)