Sabtu, 05 Desember 2015

DIBANGKITKAN DENGAN WUJUD BARU DI PADANG MAHSYAR



WUJUD BARU DI PADANG MAHSYAR
Nanti dibangkitkan di padang Mahsyar dengan wujud yang sama sekali baru, bukan yang seperti sekarang ini sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan :
ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِآَيَاتِنَا وَقَالُوا أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا (98)
Itulah Balasan bagi mereka, karena Sesungguhnya mereka kafir kepada ayat-ayat Kami dan (karena mereka) berkata: "Apakah bila Kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, Apakah Kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?" (QS Al-Isra’ 17:98)
Namun bagi mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah itu tidaklah percaya bahwa mereka akan diciptakan sebagai ciptaan yang baru, ”Dan mereka berkata:
وَقَالُوا أَئِذَا ضَلَلْنَا فِي الْأَرْضِ أَئِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ بَلْ هُمْ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ كَافِرُونَ (10)
Dan mereka berkata: "Apakah bila Kami telah lenyap (hancur) dalam tanah, Kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?" bahkan mereka ingkar akan menemui Tuhannya. (QS As-Sajdah 32:10)
Dalam kehidupan yang baru di padang Mahsyar akan datang dengan berkelompok-kelompok, sebagaimana firman Allah :
. يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا (النباء : 18)
 (‘Pada hari ketika ditiup sangkakala, lalu kalian datang dengan berkelompok-kelompok’)?” (An-Naba [78]:18)

  أَفْوَاجًا  أي أمماً كل أمة بأمامها
Berkelompok-kelompok maksudnya adalah setiap umat berkelompok/berkumpul dengan pemimpinnya masing-masing, sebagaimana firman Allah :
 {يوم ندعو كل أناس بامامهم} [ الإسراء : 71 ]
(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya;

 أ ي زمراً وجماعات مختلفة الأحوال متباينة الأوضاع حسب اختلاف الأعمال وتباينها –
Mereka berkelompok dengan keadaan yang berbeda sesuai dengan amal
واستدل لهذا بما خرج ابن مردويه عن البراء بن عازب أن معاذ بن جبل قال يا رسول الله ما قول الله تعالى
Berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Mardaweh, dari Al-Barra’ bin ‘Azib, bahwa  Muadz bin Jabal ra bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, apakah gerangan maksud dari Firman Allah,
يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا (النباء : 18)
 (‘Pada hari ketika ditiup sangkakala, lalu kalian datang dengan berkelompok-kelompok’)?” (An-Naba [78] :18)
فقال يا معاذ سألت عن عظيم من الأمور ثم أرسل عَيْنَيْهِ
Maka jawab Rasulullah saw, “Wahai Mu’adz! Sesungguhnya engkau telah bertanya tentang persoalan yang amat besar!”, lalu berlinanglah air mata Rasulullah saw karena menangis.
 ثم قال عليه الصلاة والسلام عشرة أصناف قد ميزهم الله عز وجل من جماعة المسلمين فبدل صورهم
Kemudian Beliau saw bersabda: “Ada sepuluh golongan dari kalangan umatku yang mereka akan dibangkitkan secara terpisah, mereka ini telah dipisahkan oleh Allah dari kumpulan kaum muslimin yang lain dan Allah telah mengubah wajah-wajah mereka ...Saat dibangkitkan ada yang wujudnya seperti
(1) فبعضهم على صورة القردة (2) وبعضهم على صورة الخنازير (3) وبعضهم منكسين أرجلهم فوق وجوههم أسفل يسحبون عليها
(1) monyet, (2) ada yang seperti babi, (3) ada yang tubuhnya terbalik (kakinya di atas) dan diseret atas muka mereka,
(4) وبعضهم عمي يترددون (5) وبعضهم صم بكم لا يعقلون
(4) ada yang buta tersungkur, (5) ada yang bisu tuli dan tidak berakal,
(6) وبعضهم يمضغون ألسنتهم وهي مُدَلَّاة على صدورهم يسيل القيح من أفواههم لعاباً يتقذرهم أهل الجمع
 (6) ada yang mengunyah-ngunyah lidahnya sendiri yang terjulur hingga ke dada, dari mulut mereka mengalir nanah laksana air liur berbau busuk yang membuat semua orang merasa jijik kepadanya,
 (7) وبعضهم مقطعة أيديهم وأرجلهم (8) وبعضهم مصلبون على جذوع من نار
(7) ada yang terpotong tangan dan kakinya, (8) ada yang disalib di atas palang-palang api,
 (9) وبعضهم أشد نتناً من الجيف (10) وبعضهم ملبسون جباباً سابغة من قطران لازقة بجلودهم –
 (9) ada yang bau tubuhnya lebih busuk daripada bangkai, dan (10) ada pula yang memakai jubah-jubah panjang yang terbuat dari timah-timah panas yang meleleh
فأما الذين على صورة القردة فالقتات من الناس
Adapun yang berwajah monyet adalah umatku yang suka menyebarkan fitnah di antara manusia.
وأما الذين على صورة الخنازير فأكلة السحت
Yang seperti babi adalah mereka yang suka memakan harta yang haram dan merampas hak orang lain.
 وأما المنكسون على وجوههم فأكلة الربا
Yang tertelungkup, kepalanya di bawah sementara kakinya di atas, adalah kaum pemakan riba.
 وأما العمي فالذين يجورون في الحكم
Yang dalam keadaan buta adalah mereka yang bertindak dzalim dalam pemerintahan.
وأما الصم البكم فالمعجبون بأعمالهم
Yang tuli, bisu adalah mereka yang suka ujub (bangga diri) dalam amalannya.
وأما الذين يمضغون ألسنتهم فالعلماء والقصاص الذين خالف أقوالهم أعمالهم
Yang mengunyah-ngunyah lidahnya sendiri adalah para alim ulama dan para hakim yang kata-katanya berlawanan dengan perbuatannya.
 وأما الذين قطعت أيديهم وأرجلهم فهم الذين يؤذون الجيران
Yang terpotong-potong tangan dan kakinya adalah orang yang selalu mengganggu tetangganya
 وأما المصلبون على جذوع من نار فالساعون بالناس إلى السلطان
Yang tersalib pada palang-palang api adalah mereka yang suka memfitnah orang lain kepada penguasa.
وأما الذين هم أشد نتناً من الجيف فالذين يتمتعون بالشهوات واللذات ويمنعون حق الله تعالى من أموالهم
Yang bau badannya lebih busuk daripada bangkai adalah mereka yang selalu memuaskan hawa nafsunya, bergelimang dalam dosa syahwat serta menolak menunaikan Hak Allah dalam harta kekayaannya.
وأما الذين يلبسون الجباب فأهل الكبر والخيلاء والفخر
Adapun yang memakai baju-baju panjang dari timah yang meleleh adalah mereka yang selalu takabur, suka bermegah dan memuji diri sendiri!”[1]


 [1]. Baca tafsir Al-Alusi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 22, hal. 97

Selasa, 01 Desember 2015

KAFA'AH (SETRA)



Kafa’ah (setara)  
Menurut bahasa kafa’ah  (كَفَاءَة) berarti sama, sebanding, setara, seimbang atau sepadan (التساوي والتعادل) [1].   Sedangkan menurut istilah  adalah keseimbangan dan keserasian antara calon isteri dan suami sehingga masing-masing tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan. Maksud dari kafa’ah adalah agar pasangan suami isteri itu setara atau cocok,[2] baik dari segi agama maupun status sosial. Dalil-dalil tentang kafa’ah, antara lain sebagai berikut :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عِمْرَانَ الْجَعْفَرِيُّ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ وَانْكِحُوا الْأَكْفَاءَ وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ. (رَوَاهُ ابن ماجه- سنن ابن ماجه -المكتبة الشاملة – باب الاكفاء- الجز ء : 6- صفحة :  106)
Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Sa'id] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Harits bin Imran Al Ja'fari] dari [Hisyam bin Urwah] dari [Bapaknya] dari ['Aisyah] ia berkata, "Rasulullah saw bersabda: "Pandai-pandailah memilih untuk tempat seperma kalian. Nikahilah wanita-wanita yang setara (sekufu’), dan nikahkanlah mereka." (HR.Ibnu Majah, sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Al-Ikfa’,  juz : 6, hal. 106)
 حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى بْنِ السُّكَيْنِ الْبَلَدِىُّ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ الْحَكَمِ الرَّسْعَنِىُّ حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ عَبْدُ الْقُدُّوسِ بْنُ الْحَجَّاجِ حَدَّثَنَا مُبَشِّرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنِى الْحَجَّاجُ بْنُ أَرْطَاةَ عَنْ عَطَاءٍ وَعَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم   : لاَ تُنْكِحُوا النِّسَاءَ إِلاَّ الأَكْفَاءَ .....(رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ- سنن الدرقطني -المكتبة الشاملة – باب المهر- الجز ء :   8- صفحة :  385)
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Isa bin Sukkain Al-Balady, telah menceritakan kepada kami Zakaria bin Hakam Ar-Ras’ani, telah menceritakan kepada kami Abu Al-Mughirah Abdul Quddus bin Al-Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Mubasysyir bin Ubaid, telah menceritakan kepadaku Al-Hajjaj bin Arthah, dari A‘tha’ dan Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdillah, ia berkata , Rasulullah saw bersabda :  Janganlah kalian menikahi wanita-wanita kecuali yang setara (sekufu’)..... (HR.Ad-Daraquthni,  sunan Ad-Daraquthni, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Al-Mahr,   juz : 8, hal. 385)
Kafaah ini juga dapat  kita fahami dari pernyataan Umar :
حَدَّثَنِى مِسْعَرٌ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ طَلْحَةَ قَالَ قَالَ عُمَرُ : لأَمْنَعَنَّ فُرُوجَ ذَوَاتِ الأَحْسَابِ إِلاَّ مِنَ الأَكْفَاءِ. (رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ- سنن الدرقطني -المكتبة الشاملة – باب المهر- الجز ء :  9- صفحة :   58)
Telah menceritakan kepadaku Mis’ar, dari Sa’ad bin Ibrahim, dari Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, ia berkata, Umar berkata :  Sungguh aku akan mencegah pernikahan wanita yang memiliki kemuliaan nasab kecuali dari yang setara (sekufu’). (HR.Ad-Daraquthni,  sunan Ad-Daraquthni, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Al-Mahr,  juz : 9, hal. 58)
Kafa’ah adalah bertujuan untuk mencegah kecacatan atau kekurangan dan sebagai haq bagi si wanita dan walinya, bukanlah menjadi syarat sahnya pernikahan. Oleh karena itu, bagi keduanya boleh mengggurkannya, sebagaimana yang dipaparkan dalam kitab Mughni Al-Muhtaj :   
فَصْلٌ فِي الْكَفَاءَةِ الْمُعْتَبَرَةِ فِي النِّكَاحِ دَفْعًا لِلْعَارِ، وَلَيْسَتْ شَرْطًا فِي صِحَّةِ النِّكَاحِ، بَلْ هِيَ حَقٌّ لِلْمَرْأَةِ وَالْوَلِيِّ فَلَهُمَا إسْقَاطُهَا.
Fashl tentang Kafa’ah (kesetaraan) yang dilegalkan dalam pernikahan adalah bertujuan untuk mencegah kecacatan/kekurangan. Dan bukanlah syarat dalam sahnya pernikahan, akan tetapi sebagai haq bagi wanita dan  walinya, maka bagi keduanya boleh mengugurkannya. [3] (Mughni Al-Muhtaj, Al-Maktabah Asy-Syamilah,  juz 12, hal 169)
Dalam kitab Nailul Awthar disinggung perkataan Imam Al-Khathabi tentang poin-poin dari kafa’ah sebagai berikut :
قَالَ الْخَطَّابِيِّ : إنَّ الْكَفَاءَةَ مُعْتَبَرَةٌ فِي قَوْلِ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ بِأَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ : الدِّينِ وَالْحُرِّيَّةِ وَالنَّسَبِ وَالصِّنَاعَةِ
Imam Al-Khathabi berkata : Sesungguhnya kafaah yang dilegalkan  dalam kebanyakan pendapat ulama adalah empat yaitu (1) agama, (2) kemerdekaan, (3) nasab dan (4) pekerjaan.[4]
Kafa’ah  Dalam Agama
Kafa’ah (setara) dalam agama telah menjadi kesepakatan para ulama’, sehingga tidak halal bagi wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir.[5] Imam Ahmad menegaskan, bahwa kafa’ah dalam agama adalah hak Allah, sehingga tidak boleh digugurkan. Dan seandainya wali dan isteri rela untuk menggugurkannya, maka kerelaannya itu tidak sah.[6] Allah melarang wanita mu’minah menikah dengan laki-laki musyrik dan sebaliknya, sebagaimana dalam firman-Nya :
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (البقرة :221)
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS.Al-Baqarah : 221)
Manfaat dari kafa’ah dalam agama, antara lain adalah akan mampu mengatasi masalah keluarga yang muncul dengan baik, karena sama-sama sepakat meninjau masalah tersebut berdasarkan agama. Dan juga akan dapat mengatasi kesenjangan antara keduanya, seperti perbedaan status social, back ground masing-masing, perbedaan tingkat pendidikan, dan perbedaan budaya.
Kafa’ah  Dalam Selain Agama
  Kafa’ah (kesataraan) dalam kemerdekaan, nasab (keturunan), dan pekerjaan itu  penting, namun yang terpenting dan yang perlu ditekankan adalah terciptanya keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu iman, ibadah dan akhlak (Iman, Islam dan Ihsan). Dalam Islam tidak dibenarkan adanya kasta, karena kedudukan manusia di sisi Allah adalah sama, yang membedakan adalah ketakwaannya. Firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات :13)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat : 13)
Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْجُرَيْرِيُّ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى.(رَوَاهُ احمد : 22391- مسند احمد -المكتبة الشاملة – الجز ء : 47- صفحة :  478)
Telah menceritakan kepada kami [Isma'il], telah menceritakan kepada kami [Sa'id Al Jurairi], dari [Abu Nadhrah], telah menceritakan kepadaku [orang] yang pernah mendengar khutbah Rasulullah saw,  ditengah-tengah hari tasyriq, beliau bersabda : "Wahai sekalian manusia! Tuhan kalian satu, dan ayah kalian satu, ingat! Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang ajam dan bagi orang ajam atas orang arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan. (HR.Ahmad : 22391, Musnad Ahmad,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 47, hal. 478)
Kafa’ah bisa gugur jika pihak wanita dan walinya rela untuk menggugurkannya. Artinya seorang wanita boleh menikahi lelaki yang nasab, pekerjaan dan statusnya berada di bawahnya, jika dia dan walinya menyetujuinya.[7] Karena ini berarti mereka siap untuk menanggung resiko yang akan terjadi di kemudian hari.


[1]. I’anatut-Thalibin, oleh Al-Bakary Ad-Dimyathi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 3, hal. 377
[2]. Fiqhus Sunnah, oleh Sayyid Sabiq, Al-Maktabah Asy-Syamilah,  juz 2, hal. 143
[3]. Mughni Al-Muhtaj, Al-Maktabah Asy-Syamilah,  juz 12, hal 169.
[4]. Nailul Awthar,  Al-Maktabah Asy-Syamilah,  juz 10, hal. 1
[5]. Nailul Awthar,  Al-Maktabah Asy-Syamilah,  juz 10, hal. 1
[6]. Fiqhus Sunnah, oleh Sayyid Sabiq, Al-Maktabah Asy-Syamilah,  juz 2, hal. 151

[7]. Al-Fatawa Al-Kubra, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz 2, hal. 474