Sabtu, 05 November 2011

MAKMUM MASBUQ

Makmum dalam shalat terbagi menjadi dua bagian, yaitu : (1) Makmum Muwafiq (yang setuju/cocok) adalah makmum yang memulai shalatnya bersama imam, dan mempunyai cukup waktu menyelesaikan bacaan Al-Fatihah beserta imam pada rakaat pertama. (2) Makmum Masbuq (yang di dahului) adalah makmum yang terlambat mengikuti imam, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk membaca Al-Fatihah dengan sempurna beserta imam pada rakaat pertama.

Sesudah takbiratul Ihram, makmum masbuk hendaknya mengikuti Imam dalam posisi yang didapatinya, mungkin imam dalam posisi hendak rukuk, atau sedang rukuk, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud, atau mungkin sedang duduk tasyahud. Hadits :

حدثنا سفيان عن عبد العزيز بن رفيع عن شيخ من الانصار قال جاء رجل والنبى صلى الله عليه وسلم يصلى فلما انصرف قال : إِذَا وَجَدْتُمُوْهُ قَائِمًا أَوْ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا أَوْ جَالِسًا فَافْعَلُوْا كَمَا تَجِدُوْنَهُ, وَلاَ تَعْتَدُّوْا بِالسَّجْدَةِ إِذَا لَمْ تُدْرِكُوْا الرَّكْعَةَ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 296)

Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abdul Aziz bin Rafi’] dari seorang laki-laki dari sahabat Anshar, ia berkata : Seorang lelaki datang kepada Nabi saw, pada saat beliau sedang mengerjakan shalat, setelah beliau selesai shalat, beliau bersabda : Jika kalian mendapati imam dalam keadaan berdiri, rukuk, sujud, atau duduk, maka lakukanlah sebagaimana engkau mendapatinya. Janganlah engkau memperhitungkan sujudnya, jika engkau tidak mendapati rukuknya. (HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 296)

انبأنا شعبة عن عبد العزيز بن رفيع عن رجل عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إِذَا جِئْتُمْ وَاْلإِمَامُ رَاكِعٌ فَارْكَعُوْا وَإِنْ كَانَ سَاجِدًا فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَعْتَدُّوْا بِالسُّجُوْدِ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ الرُّكُوْعُ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 89)

Telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [Abdul Aziz bin Rafi’] dari seorang lelaki, dari Nabi saw, beliau bersabda : Jika kalian datang, sedang imam rukuk, maka rukuklah. Jika ia sujud, maka bersujudlah, dan jangan perhitungkan sujudnya, jika tidak ada rukuk bersamanya. (HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 89)

Kalimat : “Janganlah engkau memperhitungkan sujudnya, jika engkau tidak mendapati rukukny”. Maksudnya adalah seorang makmum masbuq yang tidak mendapatkan rukuknya imam, maka sujudnya pada rakaat itu tidak dihitung. Atau dengan kata lain : Makmum masbuq yang tidak mendapatkan rukuknya imam, maka pada rakaat tersebut ia tidak dihitung mendapatkan rakaat. Tapi jika ia mendapatkan imam dalam posisi rukuk, lalu ia rukuk bersama imam, maka ia termasuk mendapatkan rakaat. Hadits Nabi :

عَنْ عَبْدِ اللهِ يَعْنِيْ ابْنَ مَسْعُوْدٍ قَالَ : مَنْ لَمْ يُدْرِكِ اْلإِمَامَ رَاكِعًا لَمْ يُدْرِكْ تِلْكَ الرَّكْعَةَ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 90)

Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Barangsiapa yang tidak mendapatkan imam sedang rukuk, maka ia tidak mendapatkan rakaat tersebut. (HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 90)

اخبرني مالك وابن جريج عن نافع عن ابن عمر أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: مَنْ أَدْرَكَ اْلإِمَامَ رَاكِعًا فَرَكَعَ قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ اْلإِمَامَ رَأْسَهُ فَقَدْ أَدْرَكَ تِلْكَ الرَّكْعَةَ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 90)

Telah menceritakan kepadaku [Malik] dan [Ibnu Juraij] dari [Nafi’] dari [Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya ia berkata : Barangsiapa yang mendapati imam dalam keadaan rukuk, lalu ia rukuk sebelum imam mengangkat kepalanya, maka sungguh ia telah mendapatkan rakaat tersebut. (HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 90)

Apabila ada kekurangan rakaat, maka makmum masbuq wajib menamabah rakaat sesudah imam mengucapkan salam, sesuai dengan jumlah kekurangannya. Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ رِجَالٍ فَلَمَّا صَلَّى قَالَ مَا شَأْنُكُمْ قَالُوا اسْتَعْجَلْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا. (رواه البخاري : 599- صحيح البخاري – المكتبة الشاملة -بَاب قَوْلِ الرَّجُلِ فَاتَتْنَا الصَّلَاةُ – الجزء : 3- صفحة : 13)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu’aim], ia berkata : telah menceritakan kepada kami [Syaiban] dari [Yahya] dan [Abdullah bin Abi Qatadah] dari ayahnya, ia berkata : Ketika kami shalat bersama Nabi saw, tiba-tiba beliau mendengar suara gaduh orang-orang. Maka setelah selesai shalat beliau bertanya : Apakah yang terjadi pada kalian? Mereka menjawab : Kami tergesa-gesa mendatangi shalat. Beliau bersabda : Janganlah kalian berbuat seperti itu. Jika kalian mendatangi shalat, maka datanglah dengan tenang. Apa yang kalian dapatkan dari shalat, maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal, maka sempurnakanlah. (HR.Bukhari : 599, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab qaulilr rajul fattanash shalata, juz : 3, hal. 13)

IMAM YANG DIBENCI

Banyak sekali hadits yang menjelaskan larangan menjadi imam bagi seorang yang dibenci oleh jama’ah disebabkan oleh keagamaan (sebab syar’iyah).[1] Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ هَيَّاجِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَرْحَبِيُّ حَدَّثَنَا عُبَيْدَةُ بْنُ الْأَسْوَدِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ الْوَلِيدِ عَنْ الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ.(رواه ابن ماجه : 961- سنن ابن ماجه – المكتبة الشاملة - بَاب مَنْ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ – الجزء :3– صفحة : 236)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammd bin Umar bin Hayyaj], telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Abdurrahman Al-Arhaby], telah menceritakan kepada kami [‘Ubaidah bin Al-Aswad] dar [Al-Qasim bin Al-Walid] dari [Al-Minhal bin ‘Amr] dari [Sa’id bin Jubair] dari [Ibnu Abbas] dari Rasulullah saw, beliau bersabda : Tiga golongan yang shalatnya tidak akan diangkat meski satu jengkal dari kepalanya, yaitu (1) seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka membencinya, (2) seorang perempuan yang bermalam sementara suaminya marah kepadanya, (3) dan dua bersaudara saling bermusuhan. (HR. Ibnu Majah : 961, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab man amma qauman wahum karihuun, juz : 3, hal. 236)

حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ غَانِمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ عَبْدٍ الْمَعَافِرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُمْ صَلَاةً مَنْ تَقَدَّمَ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ - وَرَجُلٌ أَتَى الصَّلَاةَ دِبَارًا وَالدِّبَارُ أَنْ يَأْتِيَهَا بَعْدَ أَنْ تَفُوتَهُ - وَرَجُلٌ اعْتَبَدَ مُحَرَّرَهُ.(رواه ابو داود : 501- سنن ابو داود – المكتبة الشاملة - بَاب الرَّجُلِ يَؤُمُّ الْقَوْمَ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ – الجزء : 2 – صفحة : 208)

Telah menceritakan kepada kami [Al-Qa’nabi], telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Umar bin Ghanim] dari [Abdurrahman bin Ziyad] dari [‘Imran bin ‘Abdil ma’aafiri] dari [ Abdullah bin ‘Amr], bahwa Rasulullah saw bersabda : Tiga golongan yang Allah tidak akan menerima shalat dari mereka, yaitu (1) menjadi imam di tengah-tengah masyarakat yang membencinya, (2) orang yang selalu melaksanakan shalat setelah waktunya habis, dan (3) memperbudak orang yang telah dimerdekakannya. (HR. Abu Daud : 501, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babur rajul ya-ummul qauma wahum lahuu kaarihuun, juz : 2, hal. 208)

Imam Tirmidzi berkata : Seseorang yang dibenci oleh jama’ahnya adalah makruh menjadi imam. Namun bila orang yang dibenci itu bukan seorang yang zhalim, maka dosanya itu terpikul di atas pundak orang yang membencinya.[2] Menurut imam Asy-Syaukani, bahwa hadits tersebut di atas menunjukkan hukum haram menjadi imam bagi seseorang yang dibenci oleh jama’ahnya.[3]

IMAM KETINGGALAN SYARAT ATAU RUKUN

Sah bermakmum kepada imam yang ketinggalan syarat atau rukun, selama makmum memenuhinya, dan makmum tidak mengetahui bahwa ada syarat atau rukun yang ketinggalan oleh imam.[4] Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ الْمَدِينِيُّ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلُّونَ بِكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ. (رواه احمد : 8309- مسند احمد- المكتبة الشاملة –بَاب مسند ابي هريرة – الجزء : 17- صفحة : 351)

Telah menceritakan kepada kami [Hasan bin Musa], telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Abdillah bin Dinar Al-Madiny] dari [Zaid bin Aslam] dari [‘Atha’ bin Yasar] dari [Abu Hurairah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Mereka shalat sebagai imam bagi kalian. Jika mereka benar, maka kalian mendapatkan pahala dan mereka juga mendapatkan pahala. Dan jika mereka salah, maka kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa.(HR. Ahmad : 8309, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Musnad Abu Hurairah, juz : 17, hal. 351)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ أَخُو فُلَيْحٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ قَالَ كَانَ سَهْلُ بْنُ سَعْدٍ السَّاعِدِيُّ يُقَدِّمُ فِتْيَانَ قَوْمِهِ يُصَلُّونَ بِهِمْ فَقِيلَ لَهُ تَفْعَلُ وَلَكَ مِنْ الْقِدَمِ مَا لَكَ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْإِمَامُ ضَامِنٌ فَإِنْ أَحْسَنَ فَلَهُ وَلَهُمْ وَإِنْ أَسَاءَ يَعْنِي فَعَلَيْهِ وَلَا عَلَيْهِمْ. (رواه ابن ماجة : 971- سنن ابن ماجة– المكتبة الشاملة -بَاب مَا يَجِبُ عَلَى الْإِمَامِ – الجزء :3– صفحة : 250)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah], telah menceritakan kepada kami [Sa’id bin Sulaiman], telah menceritakan kepada kami [Abdul Hamid bin Sulaiman - saudara Fulaih], telah menceritakan kepada kami [Abu Hazim], ia berkata : Sahl bin Sa’id As-Sa’idi menunjuk seorang anak muda menjadi imam shalat bersama mereka, maka dikatakan kepada Sahl : Kamu (yang pantas) melakukan hal itu, dan kamu yang lebih awal masuk islam. Sahl menjawab : Saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : Imam itu orang yang bertanggung jawab. Jika ia benar, maka pahala baginya dan pahala pula bagi mereka. Tetapi jika ia salah, maka dosa baginya dan tidak dosa bagi mereka. (HR. Ibnu Majah : 971, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab maa yajibu ‘alal imam, juz : 3, hal. 250)

حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدٍ الْقَاسِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِىٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى سَلَمَةَ عَنِ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنِ الشَّرِيدِ الثَّقَفِىِّ أَنَّ عُمَرَ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُبٌ فَأَعَادَ وَلَمْ يَأْمُرْهُمْ أَنْ يُعِيدُوا. (رواه الدارقطني : 1387- سنن الدارقطني - المكتبة الشاملة - باب الصَّلاَةِ خَلْفَ الصَّفِّ – الجزء : 4– صفحة : 18)

Telah menceritakan kepada kami [Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Isma’il], telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Hassan], telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi], telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz bin Abdillah bin Abi Salamah] dari [Ibnul Munkadir] dari [Asy-Syarid Ats-Tsaqafi], bahwa Umar pernah shalat dengan orang-orang (sebagai imam), padahal ia sedang dalam keaadaan junub, maka setelah selesai shalat ia mengulangi shalatnya, namun ia tidak menyuruh mereka untuk mengulangi shalatnya itu. (HR. Ad-Daruqthni:1387, Sunan Adf-Daruquthny, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babush shalat khalfash shaffi, juz:4, hal. 18)



[1]. Sayid Sabiq, Fiqhussunnah, Al-Maktabah Asy-Sy-Syamilah, bab : 1`, Juz : 1, hal. 242

[2]. Ibid, hal. 242

[3]. تحفة الأحوذي – باب ما جاء فيمن ام قوما وهم كارهون – المكتبة الشاملة – الجزء : 1 – صفحة : 387

[4]. Op cit. Sayid Aabiq, hal. 241

Minggu, 30 Oktober 2011

dzikir sesudah shalat

DZIKIR SESUDAH SHALAT

اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ - اَلَّذِيْ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ (3 ×)

ASTAGHFIRULLAAHAL ‘ADHIIM - ALLADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUMU WA ATUUBU ILAIH- 3x. (Aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung, yang tiada Tuhan kecuali Dia, Yang Maha hidup Yang Maha berdiri sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya)

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَه لاَ شَرِيكَ لَهُ - لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ –

LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WA YUMIITU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QODIIR. (Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya pula segala puji. Dia yang menghidupkan dan Dia pula yang mematikan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ - وَمِنْكَ السَّلَامُ - وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ - فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ – وَاَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ - تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعألَيْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ –

ALLOOHUMMA ANTAS SALAAM - WA MINKAS SALAAM – WA ILAIKA YA’UUDUS SALAAM – FAHAYYINAA ROBBANAA BISSALAAM – WA ADKHILNAL JAANNATA DAROS SALAAM - TABAAROKTA ROBBANAA WA TA’AALAITA YAA DZAL JALAALI WAL IKROOM.

(Ya Allah, Engkaulah pemberi keselamatan, dan dari-Mu lah segala keselamatan, dan kepada-Mu lah kembalinya segala keselamatan, hiduplanlah kami dengan keselamatan, dan masukkanlah kami ke surga tempat keselamatan, Maha Suci Engkau wahai Tuhanku dan Maha Luhur, wahai Dzat yang Luhur lagi Mulia)

اللّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِ مِنْكَ الْجَدُّ -.

ALLOOHUMMA LAA MAA NI’A LIMAA A’THAITA WALAA MU’THIYA LIMAA MANA’NA WALAA YANFA’U DZAL JADDI MINKAL JADDU.

(Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu)

اِلَـهِيْ يَـارَبِّيْ

ILAAHI YAA ROBBII (Wahai Tuhanku)

- سُبْحَانَ اللهِ. (33×) سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِه دَائِمًا اَبَدً-

- اَلْحَمْدُِللهِ. (33×) اَلْحَمْدُ ِللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَنِعْمَةٍ –

- اَلله ُاَكْبَرْ. (33×) اَلله ُاَكْبَرُ كَبِيْرًا- وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا- وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وََّاَصِيْلاً - لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ.

- SUBHAANALLOOH(33 X) SUBHAANALLOOHIL ‘ADHIIMI WA BIHAMDIHII DAA-IMAN ABADAN. (Maha Suci Allah(33 x) Maha Suci Allah dan Maha Agung dan dengan memuji-Nya selama-lamanya)

- ALHAMDULILLAAH(33 X) ALHAMDULILLAAHI ‘ALAA KULLI HALIN WA NI’MAH. (segala puji bagi Allah(33 x) segala puji bagi Allah untuk setiap keadaan dan atas segala nikmat)

- ALLAAHU AKBAR (33 X). ALLAAHU AKBAR KABIIROO WA SUBHAANALLOOHI BUKROTAW WA ASHIILAA. (Allah Maha Besar (33 x) Allah Maha Besar, kebesarannya tiada yang menandinginya. dan Maha Suci Allah di pagi dan petang hari)

- LAA ILAHA ILLALLAH WAHDA, LAA SYARIKA LAH. LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI-IN QODIIR. (Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya pula segala puji. Dia yang menghidupkan dan Dia pula yang mematikan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).

DO’A

v:shapes="_x0000_i1025"> v:shapes="_x0000_i1026">بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمٰنِ الرَّحِيْمِ -اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِى نِعْمَهُ وَيُدَافِعُ نِقَمَهُ وَيُكَافِىءُ مَزِيْدَهُ. يَارَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ اْلكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكْ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلاَهْوَالِ وَاْلآفَاتْ. وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ اْلحَاجَاتِ- وَتُطَهِّرْنَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَآتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا اَقْصَى اْلغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ اْلخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ. اِنَّهُ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ _ اَللَّهُمَّ اَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ اَمْرِنَا وَاَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِِيْ فِيْهَا مَعَا شُنَا. وَاَصْلِحْ لَنَا اٰخِرَتَنَا الَّتِيْ اِلَيْهَا مَعَا دُنَا. اَللّهُمَّ اجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرُ. وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللّهُمَّ اجْعَلْنَا وَاَوْلاَدِنَا مِنْ اَهْلِ الْعِلْمِ وَالْخَيْرُ. وَلاَ تَجْعَلْنَا وَاَوْلاَدِنَا مِنْ اَهْلِ الشَّرِّ وَالضَّيْرِ. رَبَّنَاهَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةً اَعْيُنٍ. وَجَعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا. رَبَنَا لاَتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ اْلوَهَابْ. رَبَنَا ظَلَمْنَ اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخٰسِرِيْنَ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ. رَبَّنَا اَتِنَافِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ - دَعْوَا هُمْ فِيْهَا سُبْحَانَكَ اَللّهُمَ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلاَمُ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ اَنِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَمِـيْن

Kamis, 20 Oktober 2011

MENARIK ORANG DARI SHAF

(5) Menarik Orang Dari Shaf

Disini akan kita bahas mengenai hukum menarik orang lain dari shaf yang ada di depannya untuk membentuk shaf baru. Abu Yahya Zakaria Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahhab memaparkan sebagai berikut : Jika shaf di depannya masih longgar, maka masuklah ke dalam shaf. Dan jika shaf sudah penuh, maka langsung melakukan takbiratul ihram di belakang shaf sendirian, kemudian menarik satu orang dari shaf yang ada di depannya agar terbentuk shaf baru. Dan bagi orang yang ditarik disunatkan untuk menolong orang yang menariknya, sehingga dapat terbentuk shaf baru, dan agar masing-masing mendapatkan keutamaan tolong menolong (Ta’aawun)[4] Dalilnya adalah ayat yang menerangkan tentang keutamaan tolong menolong dalaam kebaikan sebagaimana firman Allah :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa (QS.Al-Maidah :2)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَلِيِّ بن عطاء بن مُقَدَّمٍ، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بن أبي القاسم السَّدُوسِيُّ، حَدَّثَنَا التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ قَيْسِ بنِ عُبَادٍ قَالَ : بَيْنَمَا أَنَا بِالْمَدِيْنَةِ فِي الْمَسْجِدِ فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ قَائِمٌ أُصَلِّيْ، فَجَبَذَنِي رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي جَبْذَةً فَنَحَّانِي وَقَامَ مَقَامِي قال : فَوَاللَّهِ مَا عَقَلْتُ صَلَاتِي، فَلَمَّا انْصَرَفَ فَإِذَا هُوَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، فقال : فَقَالَ يَا فَتَى لَا يَسُؤْكَ اللَّهُ إِنَّ هَذَا عَهْدٌ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا أَنْ نَلِيَهُ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَقَالَ هَلَكَ أَهْلُ الْعُقَدَةِ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ –ثَلَاثًا- ثُمَّ قَالَ : وَاللَّهِ مَا عَلَيْهِمْ آسَى وَلَكِنْ آسَى عَلَى مَنْ أَضَلُّوا – قالَ : قُلْتُ : مَا تَعْنِيْ بِهَذَا (بِأَهْلِ الْعُقَدِ)؟ قَالَ : الْأُمَرَاءُ. (رواه ابن خزيمة : 1488 – صحيح ابن خزيمة – المكتبة الشاملة – جماع ابواب قيام المأمومين خلف الإمام– الجزء : 6 – صفحة : 55)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Umar bin ‘Ali bin ‘Atha’ bin Muaqaddam], telah menceritakan kepada kami [Yusuf bin Ya’qub bin Abi Al-Qasim Assudusy], telah menceritakan kepada kami [At-Taimy] dari [Abu Mijlaz] dari [Qais bin Ubad], ia berkata : Sewaktu aku berada di dalam masjid di kota Madinah, saat itu aku sedang shalat di shaf terdepan. Tiba-tiba seorang laki-laki menarikku dari belakang dan menyingkirkanku (mensejajarkanku disampingnya), lalu ia berdiri di tempatku tadi berdiri. Demi Allah, aku tidak faham dengan shalatku ini. Setelah selesai shalat, ternyata dia adalah Ubay bin Ka’ab. Kemudian ia berkata : Wahai pemuda, semoga Allah tidak membuatmu berburuk sangka, karena sesungguhnya ini adalah ajaran (wasiat) Nabi saw kepada kami, agar kami berdiri di belakangnya. Setelah itu iapun menghadap ke kiblat dan berkata : Demi Tuhan Pemilik Ka’bah, celakalah Ahlul ‘aqdi (yaitu orang-orang yang gemar membuat akad [perjanjian sesat). Ia ucapkan tiga kali. Kemudian ia berkata : Demi Allah, aku tidak sedih terhadap mereka, tetapi aku sedih terhadap orang-orang yang menyesatkan. Aku bertanya kepadanya : (Wahai Ubay bin Ka’ab) Siapakah orang yang kamu maksud (dengan ahlul ‘aqdi)? Ubai bin Ka’ab menjawab : Al-Umara’ (Para Penguasa). (HR.Ibnu Khuzaimah : 1488, Shahih Ibnu JKhuzaimah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Jima’au abwab qiyamil ma’mumoin khalfal imam, juz : 6, hal. 55)

حَدَّثَنَا الحسن بن علي حَدَّثَنَا يزيد بن هارون أخْبَرنا الحجّاج بن حسّان عن مقاتل بن حيَّان رفعه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم اِذَا جَاءَ رَجُلٌ فَلَمْ يَجِدْ اَحَدًا فَلْيَخْتَلِجْ اِلَيْهِ رَجُلاً مِنَ الصَّفِّ فَلْيَقُمْ مَعَهُ - فَمَا اَعْظَمَ اَجْرَ الْمُخْتَلِجِ. (رواه ابو داود – سنن ابو داود – المجلد الثاني –المراسل : 86 – باب جامع الصلاة [باب :22] – صفحة : 558)

Telah menceritakan kepada kami [Al-Hasan bin ‘Ali], telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun], telah mengabarkan kepada kami [Hajjaj bin Hassan] dari [Muqatil bin Hayyan], secara marfu’ ia berkata : Nabi Muhammad saw bersabda : Apabila seseorang datang (hendak menuju shaf) dan ia tidak menemukan seorangpun, maka hendaklah ia menarik seseorang dari shaf (di depannya) agar berdiri bersama disampingnya. Maka alangkah besarnya pahala orang yang menarik tersebut. (HR.Abu Daud, Sunan Abu Daud, jld 2, Al-Marasil : 86, bab Jaami’uwshshalaati [bab : 22], hal. 558)

Sebagian ulama yang membolehkan menarik orang lain dari shaf yang ada di depannya berdalil dengan hadits berikut ini yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadits lemah (dhaif).

حدثنا محمد بن يعقوب ، حدثنا حفص بن عمرو الربالي ، حدثنا بشر بن إبراهيم ، حدثني الحجاج بن حسان ، عن عكرمة ، عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إلَى الصَّفِّ وَقَدْ تَمَّ فَلْيَجْذِبْ إلَيْهِ رَجُلًا يُقِيمُهُ إلَى جَنْبِهِ.(رواه الطبراني : 7988 – المعجم الأوسط للطبراني – المكتبة الشاملة – باب الميم من اسمه محمد – الجزء: 17 – صفحة : 64)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ya’qub], telah menceritakan kepada kami [Hafash bin ‘Amr Ar-Ribaly], telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Ibrahim], telah menceritakan kepadaku [Hajjab bin Hasan] dari [‘Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apabila salah seorang diantara kalian hendak masuk ke dalam shaf, dan shaf itu telah penuh, maka hendaklah ia menarik seseorang agar berdiri disampingnya (membentuk shaf baru). (HR. Thabrani : 7988, Al-Mu’jam Al-Awsath Lith-Thabrany, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Mim Min Ismuhu Muhammad, juz : 17, hal. 64)

(اخبرنا) علي بن محمد بن عبد الله بن بشران ببغداد انبأنا أبو الحسن علي بن محمد المصري حدثنا مالك بن يحيى حدثنا يزيد بن هارون حدثنا السري بن اسمعيل عن الشعبي عن وابصة قال رأى رسولُ الله صلى الله عليه وسلم رجلاً صَلَّى خَلْفَ الصُّفُوْفِ وَحْدَهُ – فَقَالَ اَيُّهَا الْمُصَلِّيْ وَحْدَهُ اَلاَ وَصَلْتَ إِلَى الصَّفِّ أو جَرَرْتَ اِلَيْكَ رجلاً فَقَامَ مَعَكَ؟ اَعِدِ الصَّلَاةَ. (تَفَرَّدَ بِهِ السَّرِيَّ بْنَ إسْمَاعِيلَ وَهُوَ ضَعِيفٌ). (رواه البيهقي – سنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة – باب : 3 – الجزء : 3 – صفحة : 105)

Telah mengabarkan kepada kami [‘Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Bisyran] di Badgdad, telah menceritakan kepada kami [Abu Hasan, yaitu ‘Ali bin Muhammad Al-Mishry], telah menceritakan kepada kami [Malik bin Yahya], telah mencritakan kepada kami [Yaizd bin Harun], telah menceritakan kepada kami [As-Sarri bin Isma’il] dari [Asy-Syu’aby] Dari [Wabishah] ia berkata : Rasulullah saw pernah melihat seorang laki-laki yang shalat seorang diri di belakang shaf. Maka beliau bersabda (kepadanya) : “Hai orang yang shalat seorang diri (dibelakang shaf) mengapa kamu tidak bergabung bersama shaf atau menarik seseorang agar berdiri disampingmu? ulangilah shalatmu itu. (Dalam sanad hadits ini ada “AS-SARRI BIN ISMA’IL” yang menyendiri dalam periwayatan hadits, dan ia seorang perawi yang dhaif). (HR. Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab : 3, juz : 3, hal. 105).

Sayyid Sabiq dalam Fiqhussunnah menjelaskan, bahwa orang yang datang hendak mengikuti shalat berjama’ah dan ternyata shaf sudah penuh, tidak mendapatkan celah untuk masuk ke dalam shaf, ada dua pendapat, yaitu ;

1. Orang itu harus berdiri sendirian di belakang shaf dan makruh menarik orang lain untuk jadi temannya.

2. Agar orang itu menarik orang lain yang mengerti hukum, yaitu menarik dari shaf setelah takbiratul ihram. Dan orang yang ditarika adalah sunat mengabulkannya.[5]

Sebagian ‘Ulama menganjurkan untuk tidak menarik salah satu jama’ah untuk berdiri di shaf belakang, karena bisa mengganggu konsentrasi orang yang sedang shalat. Bahkan hal ini bisa membawa fitnah jika yang ditarik tidak paham dan merasa diganggu shalatnya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang membatalkan shalatnya karena berkeyakinan bahwa pindah tempat dan berjalan kebelakang termasuk sesuatu yang membatalkan sholat. Dengan demikian, jika berdiri sendiri di shaf belakang, dianjurkan untuk tidak menarik salah satu jama’ah kebelakang, tapi cukup dia berdiri sendiri jika memang tidak ada tempat lagi, dengan harapan ada jama’ah lain yang menyusul dan bergabung dengannya. Jika ternyata sampai akhir shalat tidak ada jama’ah lain yang bergabung, maka shalatnya tetap sah.

(6) Imam Di Tengah Shaf

Imam hendaklah berada di tengah shaf di depan makmum. Untuk itu, membuat shaf dalam shalat dimulai dari belakang imam dengan posisi imam berada di tengah. Baru kemudian mengisi sebelah kanan dan kirinya dengan seimbang hingga shaf tersebut penuh. Selanjutnya membuat shaf dibelakangnya dengan cara yang sama seperti tersebut di atas. Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُسَافِرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ بَشِيرِ بْنِ خَلَّادٍ عَنْ أُمِّهِ أَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ فَسَمِعَتْهُ يَقُولُ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَسِّطُوا الْإِمَامَ وَسُدُّوا الْخَلَلَ. (رواه ابو داود : 583 – سنن ابو داود – المكتبة الشاملة ––بَاب مَقَامِ الْإِمَامِ مِنْ الصَّفِّ- الجزء : 2– صفحة : 327)

Telah menceritakan kepada kami [Ja’far bin Musafir], telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abi Fudaik] dari [Yahya bin Basyir bin Khallad] dari ibunya, bahwa ia datang kepada [Muhammad bin Ka’ab Al-Qurthuby], ia mendengar sebuah hadits darinya, lalu ia berkata : Telah menceritakan kepadaku [Abu Hurairah] ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Jadikanlah imam berada di tengah-tengah kalian dan tutuplah celah-celah shaf. (HR.Abu Daud : 583, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babu maqamil imam minash shaffi, juz : 2, hal.327)

(7) Orang Yang Utama Dekat Dengan Imam

Orang yang lebih utama dekat dengan imam adalah golongan cerdik pandai. Manfaatnya adalah agar mereka dapat mengingatkan imam ketika ada kekeliruan dan dapat menggantikan imam ketika diperlukan.[6] Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ لَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ لِيَلِيَنِّي مِنْكُمْ أُولُوا الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ. (رواه ابن ماجه : 966– سنن ابن ماجه -بَاب مَنْ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَلِيَ الْإِمَامَ-المكتبة الشاملة- الجزء :3 -صفحة : 243)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ash-Shabbah], telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin ‘Uyaynah], dari [Al-A’masy] dari [‘Umarah bin ‘Umair] dari [Abu Mas’ud Al-Anshari] ia berkata : Rasulullah saw sewaktu hendak shalat memegang pundak kami, lalu bersabda : Janganlah kalian berselisih, maka hati kalian-pun akan berselisih. Hendaklah yang berdiri di belakangku orang-orang yang cerdik pandai. Kemudian orang-orang yang hampir menyamai mereka. Kemudian orang-orang yang hampir menyamai mereka. (HR. Ibnu Majah : 966, Sunan Ibnu Majah, Bab man yustahabbu an yaliyal imam, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 3, hal : 243(

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يَلِيَهُ الْمُهَاجِرُونَ وَالْأَنْصَارُ لِيَأْخُذُوا عَنْهُ.(رواه ابن ماجه : 967– سنن ابن ماجه -بَاب مَنْ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَلِيَ الْإِمَامَ-المكتبة الشاملة- الجزء : 3-صفحة : 244)

Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin ‘Ali Al-Jahdhamy], telah menceritakan kepada kami [Aldul Wahhab], telah menceritakan kepada kami [Humaid] Dari [Anas] ia berkata : Rasulullah saw menyukai jika orang yang dibelakangnya adalah orang-orang Muhajirin dan Anshar, supaya mereka dapat mengambil pelajaran dari padanya. (HR. Ibnu Majah : 967, Sunan Ibnu Majah, Bab man yustahabbu an yaliyal imam, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 3, hal : 244(

(8) Menggantikan Imam

Apabila imam di tengah shalat ada uzur, misalnya datang hadats (keluar sesuatu dari kubul atau dubur), hendaklah ia menunjuk seseorang sebagai imam pengganti untuk menyampurnakan shalatnya bersama makmum. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari tentang peristiwa ‘Umar bin Khaththab sewaktu kena tikaman seorang pembunuh. Pada waktu itu ‘Umar menarik tangan Abdurrahman bin ‘Auf agar maju ke depan untuk menjadi imam penganti, dan Abdurrahman bin ‘Auf melanjutkan shalat berjama’ah dengan shalat secara ringan. [7]

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَبْلَ أَنْ يُصَابَ بِأَيَّامٍ بِالْمَدِينَةِ ..... قَالَ إِنِّي لَقَائِمٌ مَا بَيْنِي وَبَيْنَهُ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ غَدَاةَ أُصِيبَ وَكَانَ إِذَا مَرَّ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ قَالَ : اسْتَوُوا حَتَّى إِذَا لَمْ يَرَ فِيهِنَّ خَلَلًا تَقَدَّمَ فَكَبَّرَ - وَرُبَّمَا قَرَأَ سُورَةَ يُوسُفَ أَوْ النَّحْلَ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى حَتَّى يَجْتَمِعَ النَّاسُ - فَمَا هُوَ إِلَّا أَنْ كَبَّرَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ قَتَلَنِي أَوْ أَكَلَنِي الْكَلْبُ حِينَ طَعَنَهُ فَطَارَ الْعِلْجُ بِسِكِّينٍ ذَاتِ طَرَفَيْنِ. لَا يَمُرُّ عَلَى أَحَدٍ يَمِينًا وَلَا شِمَالًا إِلَّا طَعَنَهُ حَتَّى طَعَنَ ثَلَاثَةَ عَشَرَ رَجُلًا مَاتَ مِنْهُمْ سَبْعَةٌ - فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ طَرَحَ عَلَيْهِ بُرْنُسًا فَلَمَّا ظَنَّ الْعِلْجُ أَنَّهُ مَأْخُوذٌ نَحَرَ نَفْسَهُ - وَتَنَاوَلَ عُمَرُ يَدَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَدَّمَهُ فَمَنْ يَلِي عُمَرَ فَقَدْ رَأَى الَّذِي أَرَى وَأَمَّا نَوَاحِي الْمَسْجِدِ فَإِنَّهُمْ لَا يَدْرُونَ غَيْرَ أَنَّهُمْ قَدْ فَقَدُوا صَوْتَ عُمَرَ وَهُمْ يَقُولُونَ سُبْحَانَ اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ فَصَلَّى بِهِمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ صَلَاةً خَفِيفَةً.... (رواه البخاري : 3424 - صحيح البخاري -بَاب قِصَّةِ الْبَيْعَةِ وَالِاتِّفَاقِ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ وَفِيهِ مَقْتَلُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- المكتبة الشاملة- الجزء : 12- صفحة : 35)

Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma’il], telah menceritakan kepada kami [Abu ‘Awanah] dari [Hushain] dari [Amr bin Maimun], ia berkata : Aku melihat Umar bin Khaththab ra di Madinah beberapa hari sebelum dia ditikam…..’Amr berkata : Aku berdiri dan tidak ada seorang-pun antara aku dan dia kecuali Abdullah bin ‘Abbas pada pagi hari (shubuh) saat Umar terkena musibah. Shubuh itu, ‘Umar berjalan melewati antara dua shaf (menuju ke tempat imam hendak memimpin shalat), lalu berkata : Luruskanlah shaf. Ketika dia sudah tidak melihat lagi pada jama’ah, ada celah-celah dalam barisan tersebut, maka ‘Umar maju lalu bertakbir. Sepertinya dia membaca surat Yusuf atau surat An-Nahl atau seperti surat itu pada rakaat pertama, hingga memungkinkan orang-orang bergabung dalam shalat. Ketika aku tidak mendengar sesuatu darinya kecuali ucapan takbir, tiba-tiba terdengar dia berteriak : “Ada orang yang membunuhku”, atau katanya; “seekor anjing telah menerkamku”, rupaya ada orang yang menikamnya dengan sebilah pisau bermata dua. Penikam itu tidaklah melewati orang-orang di sebelah kanan atau kirinya melainkan dia menikamnya pula hingga dia telah menikam sebanyak tiga belas orang yang mengakibatkan tujuh orang diantaranya meninggal dunia. Ketika seseorang dari kaum muslimin melihat kejadian itu, dia melemparkan baju mantelnya dan tepat mengenai si pembunuh itu. Dan ketika dia menyadari bahwa dia mesti tertangkap (dan tak lagi bias menghindar), mak dia bunuh diri. ‘Umar memegang tangan Abdurrahman bin ‘Auf dan menariknya ke depan (sebagai imam pengganti). Siapa saja orang yang berada dekat dengan ‘Umar pasti dapat melihat apa yang aku lihat. Adapun orang-orang yang ada di sudut-sudut masjid, mereka tidak mengetahui peristiwa yang terjadi, selain hanya tidak mendengar suara ‘Umar. Mereka membaca : Suihaanallah- Suihaanallah (Maha Suci Allah). Maka Abdurrahman bin ‘Auf melanjutkan shalat berjama’ah secara ringan. (HR Bukhari : 3424, Shahih Bukhari, Bab Qishshatul bai’ah wal-ittifaq ‘alaa ‘Utsman bi ‘Affan wa fiihi maqtak ‘Umar bin Khaththab, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz :12, hal : 35)

Dan juga terdapat peristiwa ‘Ali yang diceritakan oleh Abu Razin, ia berkata : Pada suatu hari ‘Ali shalat, tiba-tiba keluar darah dari hidunmgnya, ia segera menarik tangan seseorang ke depan, sedang ia sendiri pergi berlalu. (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur). [8]

Ahamad berkata : Jika seorang imam menyuruh orang lain menggantikannya menjadi imam, maka hal itu telah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khaththab dan ‘Ali bin Abi Thalib. Dan jika membiarkan makmumnya shalat sendiri-sendiri, maka ia mengambil contoh kepada Mu’awiyah, sebab sewaktu ia ditikam orang, maka para makmum shalat sendiri-sendiri. [9]



[1]. Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 1, bab :1, hal. 244

[2]. Abu Yahya Zakairia Al-Anshari, Fathul Wahhab, juz 1, Menara Qudus, Indonesia, tanpa tahun, hal. 65

[3]. Op. cit. Sayyid Sabiq, hal. 243-244

[4] .Op cit. hal. 65

[5]. Op. cit. Sayyid Sabiq, hal. 244

[6]. Baca Fiqhussunnah oleh Sayyid Sabiq, Bab : 1, juz : 1, Al-Maktabah Asy-Syamilah, hal.243

[7]. Op. cit. Sayyid Sabiq, hal. 241

[8]. Ibid, hal. 241

[9]. Ibid, hal. 241

Kamis, 13 Oktober 2011

TUJUH WASIAT RASULULLAH

Merenungkan Dan Mengamalkan Tujuh WASIAT Rasulullah saw sebagai berikut :

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا سَلَّامٌ أَبُو الْمُنْذِرِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَاسِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي وَأَمَرَنِي أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أَدْبَرَتْ وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أَسْأَلَ أَحَدًا شَيْئًا وَأَمَرَنِي أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أَخَافَ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ وَأَمَرَنِي أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ. (رواه احمد : - 20447 – المكتبة الشاملة)

Dari Abu Dzar mengatakan: Aku diperintahkan kekasihku, Rasulullah Saw untuk melaksanakan tujuh perkara. 1. Beliau menyuruhku untuk menyintai orang-orang miskin dan berdekatan dengannya. 2. Beliau juga menyuruhku untuk melihat pada orang yang di bawahku (dalam konteks duniawi) dan tidak melihat pada orang di atasku. 3. Juga menyuruhku untuk menyambung tali persaudaraan, kendati mereka berpaling. 4. Menyuruhku untuk tidak pernah meminta apa pun pada pihak lain. 5. Memerintahkan agar aku berkata benar/jujur (haq) kendati pahit dirasa. 6. Memerintahkan agar aku tidak perlu takut untuk memperjuangkan agama Allah atas celaan pihak penghujat. 7. Memerintahkan memperbanyak ucapan LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH, sebab kalimat itu dari simpanan di bawah Arsy. (HR. Ahmad : 20447,Al-Maktabah Asy-Syamilah)