Kamis, 26 Desember 2013

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ


مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Yang Menguasai di hari Pembalasan.
Sesudah Allah swt. menyebutkan beberapa sifat-Nya, yaitu : Tuhan semesta alam, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang, maka diiringi-Nya dengan menyebutkan satu sifat-Nya lagi, yaitu Yang Menguasai hari pembalasan. (QS. Al-Fatihah ayat ke-4).
Kata مَالِكِ (Maaliki) dapat dibaca dengan dua macam bacaan; pertama dengan memanjangkan bacaan huruf Mim, yaitu  مَالِكِ (Maaliki). Dan kedua dengan memendekkan bacaan huruf Mim, yaitu مَلِكِ (Maliki). Dan kedua macam bacaan itu dibolehkan, yaitu  مَالِكِ (Maaliki) huruf Mim dibaca panjang dengan menggunakan huruf mad alif, menurut ahli qiraat, antara lain imam عاصم (‘Ashim), كسائي (Kisai),  خلف (Khalaf), dan juga menurut banyak dari para sahabat;[1]  dan مَلِكِ (Maliki) Mim dibaca pendek, tanpa huruf alif menurut ahli qiraat, antara lain imam أبو الدرداء (Abu Darda’), ابن عمر (Ibnu Umar), dan juga menurut banyak dari para sahabat dan tabi’in[2]  . Terdapat sebuah riwayat sebagai berikut :
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى الْأُمَوِيُّ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا ذَكَرَتْ أَوْ كَلِمَةً غَيْرَهَا قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ -{الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ - الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ - مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ} يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً قَالَ أَبُو دَاوُد سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ الْقِرَاءَةُ الْقَدِيمَةُ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}.(رواه ابو داود :   3487 -  سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – الجزء :11 – صفحة :  13)
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Yahya Al Umawi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abdullah bin Abu Mulaikah, dari Ummu Salamah bahwa ia menyebutkan  - kalimat yang lainnya- bacaan Rasulullah saw  : BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM, Al HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, ARRAHMAANIRRAHIIM, MALIKI YAUMIDDIIN', beliau membacanya dengan memutus bacaan satu ayat-satu ayat." Abu Daud berkata : "Aku mendengar Ahmad berkata : "Bacaan yang lama adalah MAALIKI YAUMIDDIIN." (HR.Abu Daud : 3487, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 11, hal. 13)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ مَعْمَرٌ وَرُبَمَا ذَكَرَ ابْنَ الْمُسَيِّبِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَقْرَءُونَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} وَأَوَّلُ مَنْ قَرَأَهَا {مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ} مَرْوَانُ - قَالَ أَبُو دَاوُد هَذَا أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَنَسٍ وَالزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ. (رواه ابو داود : 3486 – سنن ابو داود – المكتبة الشاملة – الجزء :11 – صفحة : 12)
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar, dari Az Zuhri, Ma'mar berkata;
bisa juga ia menyebut Ibnu Al-Musayyab Ia berkata : "Nabi saw, Abu Bakr dan Umar, serta Utsman membaca : مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (MAALIKI YAUMIDDIIN), dan orang yang pertama kali membaca : مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ (MALIKI YAUMIDDIIN) adalah Marwan." Abu Daud berkata, "Hadits ini lebih shahih daripada hadits Az-Zuhri dari Anas, dan Az-Zuhri dari Salim dari ayahnya." (HR.Abu Daud : 3486, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 11, hal. 12)
Dari dua macam bacaan, timbul dua macam makna, yaitu  مَالِكِ (Maaliki), artinya : Yang Memiliki (pemilik / yang empunya);  sedangkan مَلِكِ (Maliki), artinya : Raja. Kedua makna ini sama-sama ada pada diri Allah saw. Penyebutan Allah sebagai Raja hari pembalasan mengisyaratkan bahwa di sana akan ditegakkan keadilan. Sedangkan penyebutan-Nya sebagai pemilik hari tersebut; mengisyaratkan bahwa pembalasan akan dilakukan dengan benar oleh-Nya sebagai hakim yang seadil-adilnya. Penggabungan antara dua makna tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan Allah saw, adalah hakiki. Sebab ada di antara para makhluk yang menjadi raja, namun ia bukanlah sang pemilik kerajaannya. Dia hanyalah orang yang berlabel raja, tapi pada hakikatnya kekuasaan tidak di tangannya. Begitu pula ada di antara para manusia yang menjadi pemilik sesuatu, namun bukan seorang raja, sebagaimana kondisi kebanyakan orang. Adapun Allah saw adalah Raja dan Pemilik. Dari kedua makna itu dapat dipahami adanya arti : "berkuasa" dan bertindak dengan sepenuhnya. Sebab itulah maka diterjemahkan dengan: "Yang menguasai".  
Kekuasaan, kerajaan serta kepemilikan mutlak berada di tangan Allah yang tidak dapat diungguli, diimbangi dan diseratai oleh siapapun dan sesuatu apapun juga. Firman Allah :
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنزعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah : "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS.Ali ‘Imran : 26)
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. (QS.Al-Furqan : 26)
Kemudian يوم الدين  (Yaumiddin)  terdiri dari dua kata; pertama kata "Yaum" yang artinya adalah “hari”, tetapi yang dimaksud di sini ialah waktu secara mutlak. Dan kedua kata "Ad-Din" yang banyak artinya, antara lain  :  Perhitungan, ganjaran, pembalasan, patuh, menundukkan, syariat dan agama. Dan yang dimaksud dengan      يوم الدين  (Yaumiddin: hari Pembalasan) ialah hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk.
Lafal ‘yaumuddiin’ disebutkan secara khusus, karena di hari itu tiada seorang pun yang mempunyai kekuasaan, kecuali hanya Allah Taala semata, sesuai dengan firman Allah Taala yang menyatakan, “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini (hari kiamat)? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”[3] 
يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
Pada hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman) : "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS.Al-Mu’min/Ghafir : 16)
Nama-nama lain dari يوم الدين  Yaumiddin adalah يوم القيامة  (yaumilqiyaamah : hari kiamat),يوم الحساب  (yaumuilhisaab : hari perhitungan), يوم الجزاء    (yaumiljazaa' : hari pembalasan)
dan sebagainya.  Dan arti yang selaras di sini ialah "pembalasan". Jadi "Maaliki yaumiddin" maksudnya "Tuhan itulah yang berkuasa dan yang dapat bertindak dengan sepenuhnya terhadap semua makhluk-Nya pada hari pembalasan itu".   Sebetulnya pada hari kemudian itu banyak hal-hal yang terjadi, yaitu hari kiamat, hari berbangkit, hari berkumpul, hari perhitungan dan hari pembalasan, tetapi di sini hanya pembalasan sajalah yang disebut oleh Allah, karena itulah yang terpenting. Yang lain, seperti kiamat, berbangkit dan seterusnya, merupakan pendahuluan dari pembalasan itu, sehingga  "hari pembalasan"  itulah yang lebih tepat. Firman Allah :
وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ  - ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ - يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ
Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah. (QS.Al-Infithar : 17 – 19)
Islam membawa kepastian tentang adanya hari Pembalasan terhadap semua perbuatan yang telah dikerjakan manusia selama hidupnya biar pun besar atau kecil. Firman Allah :
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ  - وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun niscaya akan melihat (balasan)nya pula. (Q.S Az-Zalzalah: 7-8)
يَوْمَ يَأْتِ لاَ تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ
Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. (QS. Hud: 105)
Nasehat ‘Ali bin Abi Thalib
وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ ارْتَحَلَتْ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتْ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ. (صحيح البخاري – المكتبة الشاملة - بَاب فِي الْأَمَلِ وَطُولِهِ – الجزء : 20 – صفحة : 40)
Dan ‘Ali bin Abi Thalib berkata : Dunia berjalan meninggalkan kita dan akhirat berjalan menghampiri kita. Masing-masing memiliki anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Hari ini adalah waktu beramal bukan pembalasan, dan kelak adalah hari pembalasan dan tidak ada kesempatan untuk beramal”.(Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 20, hal. 40)
Naseahat ‘Ali bin Abi Thalib ini  mestinya memotivasi kita untuk memperbanyak amal shalih di dunia, agar kelak di akhirat kita bisa memetik buah manis dari amalan tersebut. Sebab jika kita telah memasuki hari itu, kesempatan untuk beramal telah tertutup rapat. Tidak ada lagi kesempatan melakukan shalat satu raka’at atau berdzikir satu kata-pun, guna menambah timbangan amal kebajikan.  
Dalil ‘Aqli Tentang Hari Pembalasan
Kepercayaan tentang adanya hari akhirat, yang di hari itu akan diadakan perhitungan terhadap perbuatan manusia di masa hidupnya dan diadakan pembalasan yang setimpal, adalah suatu kepercayaan yang sesuai dengan akal. Sebab itu adanya hidup yang lain, sesudah hidup di dunia ini bukanlah saja ditetapkan oleh agama, malah juga ditunjukkan oleh akal. Seseorang yang mau berpikir tentu akan merasa bahwa hidup di dunia ini belumlah sempurna, perlu disambung dengan hidup yang lain. Alangkah banyaknya hidup di dunia ini orang yang teraniaya telah pulang ke rahmatullah sebelum mendapat keadilan. Alangkah banyaknya orang yang berjasa, biar kecil atau besar, belum mendapat penghargaan terhadap jasanya. Alangkah hanyaknya orang yang telah berusaha, memeras keringat dan peluh, membanting tulang tetapi belum sempat lagi merasa buah usahanya itu. Sebaliknya, alangkah banyaknya penjahat-penjahat, penganiaya, pembuat onar yang tak dapat dipegang oleh pengadilan di dunia ini. Lebih-lebih kalau yang melakukan kejahatan atau aniaya itu orang yang berkuasa, pembesar dan lain sebaqgainya. Maka biar pun kejahatan dan aniaya itu telah menimpa seluruh bangsa tidaklah digugat orang, malah dia tetap dipuja dan dihormati. Maka di manakah akan didapat gerangan keadilan itu, kalau tidak ada nanti mahkamah yang lebih tinggi, yaitu mahkamah Allah di hari kemudian.
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya? (QS.At-Tiin : 8)
وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku Termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya." (QS. Huud : 45)



 [1]. Syihabuddin Muhmud Ibnu Abdillah Al-Husaini Al-Alusi,Tafsir Al-Alusi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz 1, hal. 57 
[2]. Ibdi. Hal. 57
 [3]. Lihat Tafsir Jalalain, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab 4, juz : 1, hal. 3

Rabu, 18 Desember 2013

YANG TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT



ORANG YANG TIDAK BERHAK  MENERIMA  ZAKAT
Golongan atau orang yang berhak menerima zakat telah kita bahas; kini kita bahas golongan atau orang yang tidak berhak menerimanya, yaitu :
1.    Keluarga Rasulullah Saw
Rasulullah saw beserta keluarganya  tidak boleh menerima sedekah wajib (zakat) berdasarkan pernyataan tegas dari beliau saw :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ يُونُسَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ نَوْفَلٍ عَنْ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّهُ هُوَ وَالْفَضْلُ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُزَوِّجَهُمَا وَيَسْتَعْمِلَهُمَا عَلَى الصَّدَقَةِ فَيُصِيبَانِ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَةَ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ.....(رواه احمد : 16863 – مسند احمد – المكتبة الشاملة – باب حديث عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ – الجزء : 53 – صفحة : 386)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Adam, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yunus, dari Zuhri, dari Abdullah bin Harits bin Naufal dari, Abdul Muthalib bin Rabi'ah bin Harits, bahwa ia bersama Al-Fadll mendatangi Rasulullah saw agar beliau mau menikahkan mereka dan memperkejakan keduanya untuk mengurusi sedekah (zakat) hingga mereka mendapatkan upah. Rasulullah saw  bersabda : "Sesungguhnya harta sedekah (zakat) ini adalah kotoran manusia. Dan sedekah itu tidak halal bagi Muhammad dan keluarganya." (HR.Ahmad : 16863, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits Abdul Muthalib bin Rabi'ah bin Harits, juz : 53, hal. 386)
Suatu ketika Hasan bin 'Ali mengambil kurma zakat, lalu ia memasukkan ke mulutnya, maka Nabi saw menegurnya agar ia mengeluarkan kurma itu dari mulutnya, karena beliau beserta keluarganya tidak boleh memakan harta zakat, sebagaimana yang tergambar dalam hadits berikut :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ أَخَذَ تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ فَجَعَلَهَا فِي فِيهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْفَارِسِيَّةِ كِخْ كِخْ أَمَا تَعْرِفُ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ. (رواه البخاري : 2843 - صحيح البخاري - المكتبة الشاملة – باب  من تكلم بالفارسية والرطانة – الجزء : 10– صفحة :    298)
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah bercerita kepada kami Ghundar, telah bercerita kepada kami Syu'bah, dari Muhammad bin Ziyad, dari Abu Hurairah ra,  bahwa Al Hasan bin 'Ali mengambil sebutir kurma dari kurma-kurma (zakat) shadaqah, (lalu ia masukkan) ke dalam mulutnya, maka Nabi saw  bersabda dengan menggunakan bahasa Persia : "Hei, hei. Tidak tahukah kamu bahwa kita dilarang memakan shadaqah (zakat)". (HR.Bukhari : 2843, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab  man takallama bil-Faarisiyyati warathaanati, juz : 10, hal. 298)
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَخَذَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ فَجَعَلَهَا فِي فِيهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِخْ كِخْ لِيَطْرَحَهَا ثُمَّ قَالَ أَمَا شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ. (رواه البخاري : 1396 - صحيح البخاري - المكتبة الشاملة – باب  ما يذكر  فى الصدقة للنبي صلى الله عليه وسلم– الجزء : 5– صفحة :   348)
Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad berkata; Aku mendengar Abu Hurairah ra berkata; "Suatu hari Al Hasan bin 'Ali ra,  mengambil kurma dari kurma-kurma shadaqah (zakat) lalu memasukkannya ke dalam mulutnya, maka Nabi saw  bersabda: "Hei, hei". Maksudnya supaya ia membuangnya dari mulutnya. Selanjutnya beliau bersabda: "Tidakkah kamu menyadari bahwa kita tidak boleh memakan zakat".(HR.Bukhari : 1396, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fimaa yadzkuru  fishshadqati Linnabiyi saw, juz : 5, hal. 348)
Dalam riwayat lain, Nabi saw  bersabda :
حَدَّثَنَا مُحَمّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ ابْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي رَافِعٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَجُلًا مِنْ بَنِي مَخْزُومٍ عَلَى الصَّدَقَةِ فَقَالَ لِأَبِي رَافِعٍ اصْحَبْنِي كَيْمَا تُصِيبَ مِنْهَا فَقَالَ لَا حَتَّى آتِيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْأَلَهُ فَانْطَلَقَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ فَقَالَ إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَحِلُّ لَنَا وَإِنَّ مَوَالِيَ الْقَوْمِ مِنْ أَنْفُسِهِمْ. (رواه الترمذي : 593 – سنن الترمذي – المكتبة الشاملة – باب ما جاء في كراهية الصدقة للنبي  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الجزء :  3 – صفحة :  63)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al Hakam, dari Ibnu Abu Rafi', dari Abu Rafi', bahwasannya Nabi saw  mengutus seseorang dari bani Makhzum untuk mengambil zakat, lalu dia berkata kepada Abu Rafi', temanilah saya supaya kamu juga dapat bagian darinya. Abu Rafi' berkata, tunggu sampai saya bertanya kepada Rasulullah saw, lalu dia pergi bertanya kepada Nabi saw. Beliau menjawab : "Sesunguhnya zakat tidak halal bagi kami, dan sesungguhnya budak-budak suatu kaum merupakan bagian dari mereka." (HR.Tirmidzi : 593, Sunan Tirmidzi,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa jaa-a fii karaahiyatishshadaqati LInnabiyyi, juz : 3, hal. 63)
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ مَالِكٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَوْفَلِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ الْمُطَّلِبِ بْنَ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ حَدَّثَهُ قَالَ اجْتَمَعَ رَبِيعَةُ بْنُ الْحَارِثِ وَالْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَا وَاللَّهِ لَوْ بَعَثْنَا هَذَيْنِ الْغُلَامَيْنِ قَالَا لِي وَلِلْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَاهُ فَأَمَّرَهُمَا عَلَى هَذِهِ الصَّدَقَاتِ..... قَالَ إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَنْبَغِي لِآلِ مُحَمَّدٍ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ.....(رواه مسلم : 1784 – صحيح مسلم - المكتبة الشاملة – باب  ترك استعمال آل النبي على الصدقة – الجزء : 5– صفحة :  322)
Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Muhammad bin Asma Adl Dluba'i, telah menceritakan kepada kami Juwairiyah, dari Malik, dari Az Zuhri bahwa Abdullah bin Abdullah bin Naufal bin Al Harits bin Abdul Muthalib telah menceritakan kepadanya bahwa Abdul Muthallib bin Rabi'ah bin Al Harits telah menceritakan kepadanya, ia berkata; Rabi'ah bin Al Harits dan Al Abbas bin Abdul Muthalib, maka keduanya berkata, "Demi Allah, sebaiknya kita utus dua anak ini (kata Abdul Muthalib bin Rabi'ah. Dua anak tersebut adalah aku dan Al Fadl bin Abbas) kepada Rasulullah saw, agar keduanya memohon kepada beliau untuk diperintahkan memungut zakat......Rasulullah saw  bersabda: "Sesungguhnya sedekah (zakat) itu tidak boleh (tidak diperkenankan) untuk keluarga Muhammad, karena Zakat adalah kotoran manusia.” (HR. Muslim : 1784, Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab tarki isti’maali aalinnabiyyi ‘alashshadaqati, juz : 5, hal. 322)
Dalam Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi menegaskan, hadits ini sebagai dalil bahwa keluarga Nabi saw haram menerima zakat karena mereka itu mulia dan suci dari kotoran, sedangkan zakat berfungsi sebagai pembersih. Firman Allah :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا ....
Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu  membersihkan dan mensucikan mereka. (QS.At-Taubah : 103)[1]
Ulama’ berbeda pendapat mengenai sedekah sunat, apakah halal atau haram bagi mereka? [2]
1.      Imam Asy-Syaukani menyimpulkan dari zahirnya sabda Nabi, bahwa zakat (sedekah) tidak halal bagi Nabi saw dan keluarganya, baik yang fardhu maupun yang tathawwu’ (sunat). Sekelompok ulama, diantaranya Al-Khathabi mengatakan, terdapat ijma’ mengharamkan kedua-duanya bagi Nabi saw.
2.      Adapun keluarga Nabi saw menurut kebanyakan mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, mereka boleh menerima sedekah sunat dan tidak boleh menerima sedekah wajib (zakat).
2.    Orang Kaya
Orang kaya adalah orang yang wajib menunaikan zakat. Oleh karenanya dia tidak berhak menerima zakat. Rasulullah saw  bersabda :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَدِيِّ بْنِ الْخِيَارِ قَالَ أَخْبَرَنِي رَجُلَانِ أَنَّهُمَا أَتَيَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ وَهُوَ يُقَسِّمُ الصَّدَقَةَ فَسَأَلَاهُ مِنْهَا فَرَفَعَ فِينَا الْبَصَرَ وَخَفَضَهُ فَرَآنَا جَلْدَيْنِ فَقَالَ إِنَّ شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا وَلَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ وَلَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ. (رواه ابو داود : 1391 – سنن ابو داو - – المكتبة الشاملة – باب من يعطى من الصدقة وحد الغنى - الجزء :   4 – صفحة : 439)
Telah menceritakan kepada Kami Musaddad, telah menceritakan kepada Kami Isa bin Yunus, telah menceritakan kepada Kami Hisyam bin 'Urwah, dari ayahnya, dari Ubaidillah bin Adi bin Al Khiyar berkata; telah telah mengabarkan kepadaku dua orang yang telah menemui Rasulullah saw  pada waktu haji wada' sementara beliau sedang membagikan zakat, mereka berdua meminta kepada beliau sebagian dari zakat tersebut, lalu beliau mengangkat pandangannya kepada kami lalu menundukkannya dan beliau melihat kami adalah orang yang kuat, lalu beliau berkata: "Kalau kalian berdua menginginkannya maka kami akan memberikan kepada kalian berdua, dan tidak ada bagian dalam zakat tersebut bagi orang yang kaya dan orang yang mampu untuk bekerja." (HR.Abu Daud : 1391, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab man yu’thaa minash shadaqati wa haddul ghinaa, juz : 4, hal. 439)
Akan tetapi ada orang kaya yang wajib membayar zakat  (muzakki) juga berhak menerima zakat (mustahiq zakat) dan mereka masuk dalam delapan golongan penerima zakat seperti yang kita bahas terdahulu, yaitu Amil, muallaf, orang yang berperang, orang yang terlilit hutang karena mendamaikan dua orang yang sengketa, dan Ibnu Sabil yang memiliki harta di kampungnya.[3]
3.    Orang Kafir
Ketika Nabi saw  mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, beliau meminta agar Muadz mengajarkan tauhid, shalat, kemudian berikutnya zakat, dan zakat itu dibagikan kepada kalangan orang fakir dari umat Islam, sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi yang artinya :  “dan dibagikan kepada kalangan yang fakir dari mereka”. (HR. Bukhari) - Yang dimaksud dengan ‘mereka’ pada potongan hadits di atas adalah masyarakat Yaman yang telah masuk islam. Hadits yang dimaksud memaparkan selengkapnya sebagai berikut :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّاءُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ.(صحيح البخاري : 1401– صحيح البخاري–المكتبة الشاملة –باب اخد الصَدَقَة مِنْ الأغْنِيَاء وتُرَدُّ فى الفُقَرَاء–الجزء : 5 –صفحة: 356)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Muqatil], telah mengabarkan kepada kami [Abdullah], telah mengabarkan kepada kami [Zakaria bin Ishaq] dari [Yahya bin Abdullah bin Shaifi] dari [Abu Ma’bad] bekas hamba sahaya [Ibnu Abbas] dari [Ibnu Abbas] ia berkata : Rasulullah saw berkata  kepada Mua’adz bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke Yaman : "Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum Ahlul Kitab, jika kamu sudah mendatangi mereka maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentaati kamu tentang hal itu, maka beritahukanlah mereka bahwa Allah mewajibkan bagi mereka shalat lima waktu pada setiap hari dan malamnya. Jika mereka telah mena'ati kamu tentang hal itu, maka beritahukanlah mereka bahwa Allah mewajibkan bagi mereka zakat yang diambil dari kalangan orang mampu dari mereka dan dibagikan kepada kalangan yang faqir dari mereka. Jika mereka mena'ati kamu dalam hal itu, maka janganlah kamu mengambil harta-harta terhormat mereka dan takutlah terhadap do'anya orang yang terzholimi karena antara dia dan Allah tidak ada hijab (pembatas yang menghalangi)nya". (HR.Sahih Bukhari : 1401, shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Akhdzush shadaqah minal aghniya’ wa turaddu fil-Fuqaraai, juz : 5, hal. 356)
Ibnul Mundzir menukil adanya kesepakatan ulama bahwa orang kafir tidak boleh menerima zakat. Beliau berkata :  “Setiap ‘ulama’ yang kami kenal sepakat bahwa orang kafir dzimmi tidak berhak diberi pembagian zakat harta sedikitpun.” Akan tetapi mereka boleh diberi sedekah, berdasarkan firman Allah.[4]
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.(QS. Ad-Dahr/Al-Insan [76] : 8)
Dalam tafsir أضواء البيان (Adhwaaul Bayan), ditegaskan bahwa  tawanan yang berada di bawah kekuasaan kaum muslimin hanyalah orang-orang kafir.[5] Dan dalam kitab tafsir yang lain  seperti تفسير الطبري (tafsir Ath-Thabari), bahwa tawanan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah orang-orang musyrik.[6]  Dalam شعب الإيمان للبيهقي (Syu’abul iman oleh imam Baihagi) diriwayatakan :
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ  : وحدثني حَجَّاجُ ، عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ ، في قوله عز وجل : وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا : لَمْ يَكُنِ اْلأَسِيْرُ عَلى عَهدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلاَّ مِنَ الْمُشرِكِيْنَ . قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ   : فَأَرَى أَنَّ اللهَ قَدْ أَثْنَى عَلَى مَنْ أَحْسَنَ إِلى أَسِيْرِ الْمُشرِكِين. (رواه البيهقي : 8855 – شعب الإيمان للبيهقي – المكتبة الشاملة – باب فصل فى المكافأة بالصنائع – الجزء : 19 – صفحة : 152)
Abu ‘Ubaid berkata : Dan telah menceritakan kepadaku Hajaj, dari Juraij, tentang firman Allah ‘Azz yang artinya : Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Ad-Dahr/Al-Insan [76] : 8) : Tidaklah seorang tawanan pada masa Rasulullah saw kecuali terdiri dari oang-orang musyrik. Abu ‘Ubaid berkata : Saya berpendapat bahwa Allah sungguh akan memuji orang yang berbuat baik kepada tawanan yang terdiri dari orang-orang musyrik itu.(HR.Baihaqi : 8855, Syu’abul iman Lil-Baihagi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab fil mukafa-ah bish-shanai’i, juz : 19, hal. 152)
Dalam suatu riwayat Rasulullah  saw  menegaskan, bahwa berbuat baik kepada  setiap makhluk yang bernyawa akan diberi pahala, baik kepada binatang, apalagi terhadap manusia. Hadits Nabi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ. (رواه البخاري : 2190 – صحيح البخاري–المكتبة الشاملة –باب سقى الماء–الجزء :  8 –صفحة:  182)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Sumayya, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : "Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan lalu dia merasakan kehausan yang sangat sehingga dia turun ke suatu sumur lalu minum dari air sumur tersebut. Ketika dia keluar didapatkannya seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu berkata : "Anjing ini sedang kehausan seperti yang aku alami tadi". Maka dia (turun kembali ke dalam sumur) dan diisinya sepatunya dengan air dan sambil menggigit sepatunya dengan mulutnya dia naik keatas lalu memberi anjing itu minum. Kemudian dia bersyukur kepada Allah maka Allah mengampuninya". Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah kita akan dapat pahala dengan berbuat baik kepada hewan?" Beliau saw  menjawab: "Terhadap setiap makhluq bernyawa diberi pahala".(HR.Bukhari : 2190, shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Saqyul maai,  juz : 8, hal. 182)
4.    Orang Yang Wajib Dinafkahi  
 Zakat tidak boleh diberikan kepada orang yang wajib dinafkahi, seperti Isteri, ayah, ibu, dan seterusnya ke atas; anak-anak dan seterusnya ke bawah;  dengan alasan bahwa mereka adalah wajib diberi nafkah. Kalau mereka itu miskin, maka tetap dipandang kaya karena kekayaan si muzakki. Dan bila zakat itu diberikan kepada mereka, maka berarti si kaya telah menarik keuntungan untuk dirinya sendiri dengan mengabaikan kewajiban memberi nafkah.[7]


[1]. Syarah Muslim oleh imam Nawawi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab tarki isti’maali aalinnabiyyi ‘alashshadaqati, juz : 4, hal. 36)
[2]. Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 1, hal. 400
[3].  Ibnu Qudamah,  Al-Mughni, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab man ya’khudzu minal ghina minaz zakaati, juz : 14, hal. 340
[4].  Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 1, hal. 398
[5]. Abu ‘Isa Muhammadurah, tafsir أضواء البيان (Adhwaaul Bayan), Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 1, hal. 229
[6]. Abu Ja’far Ath-Thabari,  تفسير الطبري (Tafsir Ath-Thabari),  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 7, juz : 24, hal. 97

[7]. Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 1, hal. 401