Jumat, 24 Juni 2011

Nasakh, Nasikh dan Mansukh

مَا نَنْسَخْ مِنْ آَيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ayat mana saja [81] yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS.Al-Baqarah : 106)
[81] Para mufassirin berlainan Pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al-Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.
Pengertian
1. Nasakh (نسخ) berarti menghapus, menghilangkan, memindahka, atau mengubah
2. Nasikh (ناسخ) berarti yang menghapus, menghilangkan, memindahkan, atau merubah.
3. Mansukh (منسوخ) berarti hukum yang dihapus atau dihilangkan.
Hukum yang dihapus harus merupakan hukum syara’ dan dalil yang menunjukkan atas hilangnya hukum harus merupakan dalil syara’ yang datang kemudian.
Terjadinya Nasakh
1. Nasakh Al-Quran dengan Al-Quran
Contoh: dinasakhnya hukum tentang ‘iddah dengan haul (setahun) menjadi empat bulan sepuluh hari.
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau ahli waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Baqarah : 240)

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat . (QS.Al-Baqarah : 240)
2. Nasakh As-Sunnah dengan As-Sunnah
Hadits muthawatir dan ahad dinasakh oleh hadits muthawatir, dan hadits ahad dinasakh leh hadits ahad. contoh:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فَزُوْرُوْهَا
Dahulu aku melarang kalian melakukan ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah”
فَإِنْ شُرْبَ الرَّابِعَةِ فَاقْتُلُوْهُ
Apabila dia minum (khamar) keempat kalinya maka bunuhlah
Dinasakh Oleh Hadits:
أَنَّهُ حُمِلَ إِلَيْهِ مَنْ شَرِبَهَا الرَّابِعَةَ فَلَمْ يَقْتُلْهُ
Sesungguhnya dibawa kepada Rasul orang yang minum khamr keempat kalinya, tetapi rasul tidak membunuhnya.
Sabda Rasululah:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادَّخَارِ لحُوُمِ اْلأَضَاحِي ِلأَجْلِ الدَّا فَةِ فَادَّخِرُوْهَا
Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging kurban karena ada golongan yang membutuhkan, maka sekarang simpanlah
3. Nasakh As-Sunnah Oleh Al-Quran
Menghadap Baitul Maqdits telah dinasakh Al-Quran:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 144)

Minggu, 05 Juni 2011

MENGATASI EMOSI

Rasulullah saw pernah menyeru kita agar jangan emosi dalam menghadapi masalah, hendaklah bersikap tenang dan tidak terburu-buru. Perhatikan beberapa hadits berikut ini :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ. (رواه البخاري : 5651 – صحيح البخاري - بَاب الْحَذَرِ مِنْ الْغَضَبِ)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa berkata kepada Nabi saw : Berikanlah wasiat kepadaku. Nabi saw bersabda : Janganlah kamu marah/emosi. Laki-laki itu mengulangi perkataannya berkali-kali. Beliau tetap mengatakan : Janganlah kamu marah/emosi. (HR.Bukhari : 5651, Shahih Buklhari, babul hadzar minal ghadlabi)

حَدَّثَنَا أَبُو مُصْعَبٍ الْمَدَنِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمُهَيْمِنِ بْنُ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَنَاةُ مِنْ اللَّهِ وَالْعَجَلَةُ مِنْ الشَّيْطَانِز رواه الترمذي : 1935 – سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ فِي التَّأَنِّي وَالْعَجَلَةِ)
Telah menceritakan kepada kami Al-Muhaimin bin Abbas bin Sahl bin Sa'ad Assa'adi, dar ayahnya, dari kakeknya, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Sifat hati-hati (waspada) itu dari Allah dan tergesa-gesa itu godaan yang datang dari setan. (HR.Tirmidzi : 1935, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a Fitta anni wal 'ajalah)

عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ صُرَدٍ قَالَ اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ أَحَدُهُمَا تَحْمَرُّ عَيْنَاهُ وَتَنْتَفِخُ أَوْدَاجُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْرِفُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا هَذَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَقَالَ الرَّجُلُ هَلْ تَرَى بِي مِنْ جُنُونٍ.(رواه ابو داود : 4150–سنن ابو داود- بَاب مَا يُقَالُ عِنْدَ الْغَضَبِ)
Dari Sulaiman bin Shurad, ia berkata : Ada dua orang yang saling mencela di sisi Nabi saw, salah seorang dari mereka matanya memerah dan urat lehernya tampak menegang. Rasulullah saw lalu bersabda : Sungguh aku tahu sebuah kalimat yang jika dibaca oleh seseorang, maka akan hilang apa yang dirasakannya (berupa rasa marah/emosi), yaitu : "A'UUDZU BILLAAHI MINASY SYAITHAANIRRAJIIM" (Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Laki-laki yang marah itu berkata : Apakah engkau melihatku seperti orang gila?. (HR.Abu Dawud : 4150, Sunan Abu Dawud, bab Maa Yuqaalu 'indal ghadlab)

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ.(رواه ابو داود : 4151 –سنن ابو داود- بَاب مَا يُقَالُ عِنْدَ الْغَضَبِ)
Dari Abu Dzar, ia berkata : Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda kepada kami : Apabila salah seorang dari kalian itu marah/emosi dan ia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah ia duduk, jika rasa marah/emosinya itu hilang, maka itulah yang dikehendaki, jika tidak hilang juga, hendaklah ia berbaring. (HR.Abu Dawud : 4151, Sunan Abu Dawud, bab Maa Yuqaalu 'indal ghadlab)

حَدَّثَنَا أَبُو وَائِلٍ الْقَاصُّ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عُرْوَةَ بْنِ مُحَمَّدٍ السَّعْدِيِّ فَكَلَّمَهُ رَجُلٌ فَأَغْضَبَهُ فَقَامَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ رَجَعَ وَقَدْ تَوَضَّأَ فَقَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأ.(رواه ابو داود : 4152 –سنن ابو داود- بَاب مَا يُقَالُ عِنْدَ الْغَضَبِ)
Telah menceritaklan kepada kami Abu Wail Al-Qash, ia berkata : Kami masuk menemui 'Urwah bin Muhammad Assa'dy, lalu ada seorang laki-laki berbicara dengannya hingga membuatnya marah/emosi. Lantas ia berdiri, alu berwudu' dan kembali lagi dalam keadaan telah berwudu'. Setelah itu ia berkata : Bapakku telah menceritakan kepadaku, dari kakekku, 'Athiyyah. Ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya marah/emosi itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, sementara api mati dengan air, maka jika salah seorang dari kalian itu marah, maka hendaklah ia berwudu' . (HR.Abu Dawud : 4152, Sunan Abu Dawud, bab Maa Yuqaalu 'indal ghadlab)