Minggu, 29 Agustus 2010

FUNGSI DZIKIR DALAM KEHIDUPAN


Assww. Saudaraku, dzikir bagi hati bagaikan air bagi ikan. Dzikir berarti menyebut dan mengingat. Orang yang menyebut nama Allah dengan lisan dan mengingat-Nya dalam hati dengan penuh keyakinan, kemudian diwujudkan dengan akhlak-akhlak Allah dalam kehidupan sehari-hari, maka orang itu disebut sebagai ahli dzikir. Hati ahli dzikir akan selalu tenteram dan tenang. Renungkan firman Allah :
الا بذكر اللّه تطمئن القلوب
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS.Al-Ra'd [13]:28)
Sasaran dzikir adalah ketenangan hati, sehingga hati-lah yang menjadi objek dzikir, karena ia yang mendorong anggota badan untuk bergerak. Apabila hati selalu dzikrullah, maka anggota badan akan terdorong bergerak kearah akhlak Allah, yaitu akhlak karimah.
Dzikir berlaku universal, dapat dilakukan setiap waktu dan setiap aktivitas, pada saat berdiri, duduk, berbaring, berjalan, menjalankan tugas dan seterusnya. Renungkan firman Allah :
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Merekalah yang mengingat Allah saat berdiri, duduk, dan berbaring, sambil bertafakkur mengenai penciptaan langit dan bumi (seraya berujar) : Wahai Tuhan kami, Engkau ciptakan ini semua tidaklah sia-sia. Mahasuci Engkau. Jagalah kami dari api neraka. (QS.Ali Imran : 191)
Macam- Macam Dzikir
Banyak macam dzikir dalam Al-Qur'an dan hadits, antara lain dzikir dengan lidah, fikir, perasaan, keyakinan dan dzikir dengan perbuatan dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Dzikir Dengan Lidah
Dzikir dengan lidah dilakukan dengan mengucapkan kalimat-kalimat dzikir, baik dengan suara jelas (jahar) atau samar (sir). Kalimat-kalimat dzikir yang telah dicontohkan Rasulullah antara lain :
سُبْحَانَ اللهِ - وَالْحَمْدُ ِللهِ - وَلاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ - وَاللهُ اَكْبَرُ - اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ– لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ - لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ - مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
2. Dzikir Dengan Fikir
Merenungkan ciptaan Allah merupakan dzikir yang sangat tinggi nilainya, disamping dapat memantapkan iman, juga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan. Renungkan sabda Nabi dan firman Allah berikut ini :
تَفَكَّرُ سَاعَة خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ اَلْفِ سَنَةٍ
Berfikir sesaat, lebih baik dari ibadah seribu tahun.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS.Ali Imran [3] : 191)
3. Dzikir Dengan Perasaan
Dizkir dengan pesaaan dilakukan dengan berbaik sangka kepada Allah, dan merasakan indahnya rahmat yang telah dikucurkan-Nya buat kita, sehingga dapat merubah perasaan negatif menjadi posisitif. Beberapa contoh dzikir dengan perasaan adalah “merasa dekat dengan Allah, dilindungi Allah, disayangi Allah, mendapat karunia Allah”. Allah memberikan segala kebaikan, sedangkan yang buruk adalah akibat kesalahan kita. Renungkan firman Allah :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS.An-Nisa’ : 79)
4. Dzikir Dengan Keyakinan
Dzikir dengan keyakinan adalah mantapnya aqidah tauhid dalam perjalanan hidup, bahwa segala sesuatu terjadi hanya menurut kehendak Allah yang disebut dengan “tauhid Rububiyah”, dan adanya keyakinan yang utuh bahwa hanya Allah-lah yang berhak disembah, yang kemudian dikenal dengan “tauhid Uluhiyah”. Dzikir dengan Keyakinan yang sampai ke lubuk hati terdalam ini adalah tingakatan yang paling tinggi di antara dzikir yang ada. Mereka tidak akan terkagum-kagum kepada apa-pun dan siapa-pun, kecuali hanya kepada Allah. Godaan terbesar dalam dzikir ini adalah syirik.
5. Dzikir Dengan Perbuatan
Dzikir dengan perbuatan dilakukan dengan sikap taat dan patuh terhadap aturan Allah, baik dalam hal ‘aqidah, ibadah maupun mu’amalah. Sehingga segala gerak dan langkah serta tutur kata memancarkan akhlak Allah yang penuh rahmah. Berbudi luhur dan jauh dari akhlak tercela (madzmumah).
FUNGSI DZIKIR
Dzikir dengan lidah, fikir, perasaan, keyakinan maupun dengan perbuatan lisan, dapat memberikan manfaat dalam kehidupan manusia, anatara lain :
1. Meneguhkan Iman
Dzikir merupakan sarana untuk selalu ingat kepada kekuasaan Allah, sehingga dengan sendirinya dapat berfungsi memantapkan iman. Dalam mengarungi kehidupan diperlukan pembimbing (pemberi hidayah) kearah jalan yang lurus. Oleh karena itu ingatlah Allah (dzikrulah) agar lebih dekat kepada-Nya, karena hanya Dia-lah yang dapat memberikan hidayah. Renungkan firman Allah :
وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
"Dan ingatlah akan Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: 'Semoga Tuhanku memimpin daku ke jalan yang lebih dekat kebenarannya daripada jalan ini" (QS. al-Kahfi/18: 24).
2. Sumber Energi Akhlak
Dzikir dapat menjadi sumber energi akhlak. Hal ini dapat dipahami dari hadits Nabi saw. yang artinya: "Tumbuhkan dalam dirimu sifat-sifat Allah sesuai dengan kemampuan sifat kemanusiaan”. Dengan demikian, betapa pentingnya mengingat Allah (dzikrullah), baik dzikir dengan nama-nama-Nya yang diucapkan dengan lisan, kemudian maknanya yang ditumbuh suburkan dalam hati dan diwujudkan dalam amal perbuatan. Dan bila dzikir telah demikian adanya, maka orang itu akan menjadi manusia yang baik, berbudi luhur dan dijamin masuk surga.
3. Terhindar Dari Bahaya
Ingat kepada Allah akan terhindar dari bahaya karena mendapat perlindungan dan pertolongan Allah. Salah satu contoh adalah peristiwa Nabi Yunus yang tertelan ikan. Dalam Keadaan yang sangat gelap di malam hari di dalam perut ikan dan di dalam laut, beliau tetap selalu ingat kepada Allah. Firman Allah :
فلولا أنه كان من المسبحين – للبث في بطنه إلى يوم يبعثون
Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. (Al-Shaffat/37:142-144).
Beliau berdzikir dengan rangkaian kata berikut ini :
لااله الا انت سبحانك اني كنت من الظالمين
Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dhalim). (QS.Al-Anbiya [21] :87).
6. Mendatangkan Nikmat Dan Rahmat
Bagi orang yang selalu berdzikir (ingat) Allah dengan sesungguhnya, maka Allah akan melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya, serta akan dilapangkan hidupnya. Renungkan sabda Nabi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ يَشْهَدَانِ بِهِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلَّا حَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَتَغَشَّتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَتَنَزَّلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri, mereka datang kepada Nabi saw dan beliau berasabda : Tiada suatu kelompok yang duduk dalam suatu majlis dzikir kepada Allah, melaikan pasti dikelilingi oleh malaikat dan diliputi oleh rahmat-Nya dan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah pun sebut mereka di depan para malaikat-Nya" (HR.Ibnu Majah).
5. Penentram Jiwa
Pada saat seseorang mengalami kegelisahan atau kegoncangan jiwa karena menghadapi banyak masalah duniawi, maka obatnya adalah dzikir. Renungkan firman Allah :
الذين ءامنوا وتطمئن قلوبهم بذكر اللّه ألا بذكر اللّه تطمئن القلوب
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.Al-Ra'd [13]:28)
Hati yang tenang dan tentram akan pendapatkan janji Allah sebagaimana yang tergambar dalam firman-Nya :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30) (الفجر : 27 – 30)
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh keridoan dan diridoi. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku (yang terpelihara), dan masukilah surga-Ku. (QS.Al-Fajr [89]: 27-30)
6. Akan Beruntung
Banyak berdzikir akan banyak pula meraih sukses atau keberuntungan. Renungkan firman Allah :
ياءيها الذ ين ءامنوا اذا لقيتم فئةً فاثبتوا واذكروا اللّه كثيرا لعلكم تفلحون
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (QS. Al-Anfal [8]:45)
7. Dosa Diampuni
Dalam dzikir terdapat ampunan Allah. Ucapan kita yang berisi dosa semua akan dihapus dengan dzikir lidah. Dosa perbuatan akan dihapus dengan dzikir perbuatan dan akan muncul amal saleh. Kemudian dzikir fikir akan menghapus dosa pikiran karena pikiran yang negatif sehingga berubah menjadi pikiran posisif. Dan demikian seterusnya.
Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya. Semoga kita menjadi hamba Allah yang selalu “Dzikrullah”. Aamiin . wasslm

Selasa, 24 Agustus 2010

قران بصوت الاسطوره الرائع محمود سلمان الحلفاوى

RENUNGAN RAMADHAN (11) ليلة القدر (LAILATUL QADAR)


Lailatul Qadar, yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, karena pada malam itu terjadi permulaan turunnya Al-Quran, yang dalam Al-Qur'an itu sendiri digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Renungkan firman Allah yang artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadar 1-5)
Kiranya perlu terlebih dahulu menelusuri makna Al-Qadar dari segi bahasa untuk dapat memahaminya, antar lain adalah :
1. Al-Qadar berarti "kemuliaan". Dan kemuliaannya karena malam tersebut terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran.
2. Al-Qadar berarti "ketetapan", yaitu penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia, karena sejak malam itu ditetapkan garis pemisah antara kufur dan iman, syirik dengan tauhid, hak dan bathil, jahiliyah dan Islam..
3. Al-Qadar berarti "sempit”. Disebut sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti tergambar dalam surat Al-Qadar ayat 4 di atas.
Pada malam Al-Qadar dianjurkan memperbanyak ibadah, seperti tilawatil Qur’an, Qiyamul Lail dan amalan-amalan sunnah lainnya. Renungkan sabda Nabi :
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللّه عليه وسلم : مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda : Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul qadar dengan keimanan dan perhitungan semata-mata mengharap keridhaan Allah (ikhlas), maka diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari)[1]
Diantara kemungkinan terjadinya malam Al-Qadar adalah malam ganjil pada sepeuluh malam yang terakhir dari bulan ramadhan. Sabda Nabi :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى اللّه عليه وسلم قَالَ : تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ (رواه البخاري)
Dari 'Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw, bersabda : Jaga-jagalah Lailatul qadar pada malam-malam ganjil diantara sepuluh malam yang terakhir dari bulan ramadhan. (HR. Bukhari)[2]
Berkenaan dengan malam Al-Qadar, terjadi peristiwa turunnya Al-Qur'an (Nuzulul Qur'an). Turunnya Al-Qur'an pada tanggal 17 Ramadhan dan dikaitkan dengan turunnya surah pertama __ surah Al-'Alaq ayat 1-5 __ kepada Nabi Muhammad saw, saat beliau melakukan khalwat di Gua Hira, (masih diperdebatkan oleh para ulama'). Namun suatu hal yang pasti, pada hari jum'at tahun ke dua Hijriyah tanggal 17 Ramadhan telah terjadi perang Badar. Perang tersebut merupakan perang pertama kali yang terjadi dalam sejarah awal perkembangan agama Islam. Oleh karena itu, begitu sungguh sangat bermaknanya perang tersebut dalam kelangsungan agama Islam di kemudian hari, maka oleh Al-Qur'an dinamakan dengan hari Al-Furqan yaitu hari yang membedakan antara dua kekuatan, yaitu haqq dan bathil. Atau dengan kata lain, hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir.
Dan Al-Furqan sendiri adalah salah satu nama dari kitab suci Al-Qur'an sesuai fungsinya sebagai pembeda antara yang haqq dan bathil. Hari tersebut juga disebut sebagai hari bertemunya dua pasukan, yaitu pasukan kaum muslimin dan pasukan kaum musyrikin atau kafir. Sebagian mufassir berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada permulaan hari turunnya Al-Qur'an pada malam tanggal 17 ramadhan. Renungkan firman Allah :
...اِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللهِ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ. (الأنفال : 41)
..... jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami di hari Al-Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan.(QS.Al-Anfal [7] : 41)
Rasulullah saw mengajarkan sebuah do'a kepada 'Aisyah yang baik untuk kita amalkan, yaitu : :
قُوْلِيْ : اَللَّهُمَّ اِنَّكَ عَفْوٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ (رواه الترمذي)
Katakanlah olehmu : Ya Allah, sesungguhnya Engkau sangat pema'af dan Engkau suka kepada ma'af, oleh karena itu, ma'afkanlah kesalahanku. (HR. Tirmidzi)
Berdasarkan keyakinan bahwa beribadah pada malam Al-Qadar mempunyai nilai yang lebih baik dari 1000 bulan, lalu kaum muslimin berlomba-lomba untuk memperoleh banjir pahala pada malam itu, berjaga malam, apa pun yang harus dikorbankan. Bahkan tidak sedikit yang menghitung secara matematis, bahwa pahala malam Al-Qadar sama, bahkan lebih baik dari melakukan amal kebaikan selama 83 tahun 4 bulan.
Kalau kita cermati, lailatur qadar yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur'an surat Al-Qadar, diinformasikan oleh Allah sebagai "malam kemuliaan". Dan kemuliaannya karena terkait dengan turunnya Al-Qur'an. Sedangkan derajat 1000 bulan hanyalah ungkapan simbolik untuk menggambarkan dan mengekspresikan kemuliaan Al-Qur'an, bukan kemuliaan malam turunnya atau pergantian masa. Penggunaan bahasa kiasan "lebih baik dari seribu bulan" adalah suatu hal yang tak dapat dihindari oleh Al-Qur'an untuk mengekspresikan hal-hal yang agung dan sangat tinggi, sebagaimana bahasa kitab agama samawi lainnya.
Pemahaman ini akan lebih jelas kalau kita mau mencermati latar belakang turunnnya surat Al-Qadar berikut ini :
اَخْرَجَ ابْنُ اَبِيْ حَاتِم وَالْوَاحِدِيْ عَنْ مُجَاهِدٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى اللّه عليه وسلم ذَكَرَ رَجُلاً مِنْ بَنِيْ اِسْرَآئِيْلَ لَبِسَ السِّلاَحَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ اَلْفَ شَهْرٍ، فَعَجِبَ الْمُسْلِمُوْنَ مَنْ ذَالِكَ، فَاَنْزَلَ اللهُ ( اِنَّآ اَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ - وَمَآ اَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ - لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ شَهْرٍ) اَلَّتِيْ لَبِسَ ذَالِكَ الرَّجُلُ السِّلاَحَ فِيْهَا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Wahidi dari Mujahid, bahwa Rasulullah saw, menuturkan dengan menyebut seorang laki-laki dari golongan Bani Israil yang memanggul senjata dalam perjuangan di jalan Allah (fi sabilillah) selama seribu bulan (terus menerus). Kemudian kaum muslimin mengagumi perjuangan tersebut. Lalu Allah menurunkan surat Al-Qadar dari ayat 1-3 bahwa malam Al-Qadar itu lebih baik dari 1000 bulan perjuangan laki-laki golongan Bani Israel yang memanggul senjata di jalan Allah (fi sabilillah).
Dari riwayat di atas, jelaslah bahwa Rasulullah saw, menyebutkan seorang Bani Israel yang berjuang di jalan Allah selama dalam kurun waktu 1000 bulan secara terus menerus. Kemudian kaum muslimin saat itu disamping kagum terhadap tokoh yang dikisahkan Rasulullah, juga menyimpan seberkas keresahan karena mereka tidak akan dapat menandinginya, sebab usia mereka relatif lebih pendek dari kaum Bani Israel di masa lalu.
Allah dengan kemahabijaksanaan-Nya menurunkan surat Al-Qadar diantaranya berfungsi sebagai kabar gembira untuk meredam kegelisahan kaum muslimin pada masa itu. Dan ungkapan dengan bahasa simbolik dari Lailatur qadar ini mengacu pada bentuk pemikiran dan ekspresi kebenaran mutlak dari kitab suci Al-Qur'an, bukan pada malam-malam ganjil di akhir Ramadhan. Meski demikian, bahasa simbolik dari Lailatur qadar bukanlah sesuatu yang harus ditinggalkan, melainkan harus dihargai sebagai sesuatu yang positif bagi kehidupan kaum muslimin, bila diisi dengan perjuangan membumikan nilai-nilai Al-Qur'an, yaitu mengkaji, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan. Ungkapan bahasa simbolik dari Lailatur qadar mesti disikapi dengan memantapkan aqidah tauhid, sehingga tidak mendatangkan penyimpangan dan penyelewengan dari fungsi dan makna yang sebenarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh Al-Qur'an. Penyelewengan dan penyimpangan itu akan menimbulkan pemitosan negatif bagi kaum muslimin yang dapat menyeret pada tindakan-tindakan penyembahan terhadap simbol-simbol dan pengkultusan terhadap hari-hari ganjil di akhir malam Ramadhan.
Maha benar Allah Yang Maha kuasa atas segala sesuatu. Semoga kita senantiasa dalam keadaan sehat wal ‘afiat serta mendapatkan rahmah, maghfirah dan rido-Nya. Wasslm



[1]. Shahih Bukhar, Dar Al-Fikr, Beirut, kitab puasa, fasal Lailatu qadar, jld, 2, tanpa tahun, hal. 253
[2]. Ibid, hal. 254

Minggu, 22 Agustus 2010

RENUNGAN RAMADHAN (10) (HATI-HATILAH DENGAN PUJIAN)

Assww. Saudaraku, Rasulullah saw memberikan perhatian khusus dalam hal “pujian”, karena dapat menyebabkan munculnya riya'. Hamba yang beribadah untuk meraih ridha Allah, kemudian ikhlasnya hilang karena datang pujian. Itulah awal kematia amal, karena ruhnya telah hilang, yaitu ikhlas.

Pujian biasanya diberikan kepada seorang hamba yang dinilai mempunyai kehebatan. Kehebatan atau kelebihan, semuanya datang dari Allah yang harus disyukuri dan disadari dengan penuh keyakinan, bahwa nanti akan dimintai pertanggungan jawab. Sikap demikian adalah salah satu bentuk perjuangan memelihara ikhlas sebagai ruhnya amal. Seorang hamba yang pada mulanya tulus dan ikhlas dalam beramal, apabila terus menerus mendapatkan sanjungan secara berlebihan, boleh jadi dia akan jatuh dalam kebanggaan diri, yang akhirnya berujung pada riya’ dan takabbur.

Berjuang untuk ikhlas, tidaklah mudah, dan menjaga ikhlas-pun tidak lebih mudah. Akan tetapi, kita harus selalu berjuang untuk meraihnya dengan penuh keyakinan, bahwa Allah akan membimbing kita. Renungkan firman Allah yang artinya : “Dan orang-orang yang berjuang dalam (urusan) Kami, niscaya akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS.Al-Ankabut [29] : 69)

Segala macam pujian dan sanjungan itu kepunyaan Allah semata (arti : Alhamdulillah). Akan tetapi, kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak sulit menemukan orang yang mencaari-cari pujian di samping Allah, atau mungkin penyakit ini menerpa diri kita. Oleh karena itu, Rasulullah saw mengingatkan kita, sebagaimana dalam sabdanya yang bersumber dari Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya, ia berkata : Suatu ketika ada seseorang memuji orang lain di hadapan Rasulullah saw, lalu beliau bersabda kepadanya : “Engkau telah memotong leher sahabatmu”. Kalimat taushiah ini diulangi hingga tiga kali yang menunjukkan betapa pentingnya kalimat tersebut.[i]

Perhatian Rasulullah saw, yang sungguh-sungguh dalam hal pujian, karena dikhawatirkan bagi orang yang dipuji lupa akan kemahaan Allah. Ketika orang yang dipuji itu tergolong salih, dikhawatirkan merusak keikhlasannya. Dan ketika ikhlas sudah sirna, maka posisinya akan digantikan oleh riya’ yang oleh Allah disebut sebagai salah satu ciri orang yang mendustakan agama.[ii]

Seorang hamba yang telah mampu melaksanakan shalat malam hingga meneteskan air mata dengan penuh keikhlasan, boleh jadi setelah waktu berlalu, muncul rasa berbangga diri. Dalam hatinya sedikit demi sedikit berdetak kekaguman, bahwa dirinya telah mampu melakukan ibadah yang sejajar atau bahkan lebih tinggi dari ahli ibadah lainnya. Secara perlahan, tumbuh dan terus membesar perasaan bahwa dirinya hebat. Keesokan harinya, timbul keinginan untuk bercerita pengalaman ruhaniahnya. Tanpa disadari, pada hari berikutnya, dia bercerita kepada para sahabatnya dengan rasa bangga, tanpa diminta.

Dari illustrasi tersebut, menjadi jelaslah, bahwa Iblis telah sukses melancarkan serangan tepat mengenai sasarannya. Si hamba disuruh bercerita pengalamannya, lalu dia bercerita dengan bahasa indah mempesona dengan tambahan bumbu bervariasi, sehingga mampu menarik perhatian pendengarnya. Karena adanya daya tarik yang mempesona, banyak orang datang berkonsultasi dan memberikan pujian dan sanjungan. Sejak saat itulah petaka mulai muncul, yaitu tumbuhnya sifat riya’ dan berbangga diri. Salah satunya disebabkan adanya pujian dan penghormatan yang berlebihan. Iblis mulai menari riang gembira, karena telah sukses memotong urat leher si hamba, yaitu ikhlas yang menjadi kunci meraih ridha Allah telah putus. Predikat sebagai orang yang ikhlas (mukhlish) menjadi hilang, sehingga bertambah muluslah bagi Iblis untuk melancarkan serangan berikutnya agar si hamba menjadi tersesat dan bergelimang dosa.

Iblas telah bertekad untuk terus berjuang menyesatkan manusia, seperti yang diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya : Iblis berkata : Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas (mukhlis) di antara mereka. [iii]

Apabila hamba yang dipuji itu orang zalim, dikhawatirkan tindakannya semakin bertambah zalim, karena pujian yang diterimanya dijadikan dasar untuk melegitimasi kezalimannya. Apalagi jika yang memuji itu seorang tokoh, bisa jadi pujian itu dimanfaatkan untuk kepentingan melanggengkan kezalimannya, sehingga hatinya bertambah gelap dan areal kejahatannya bertambah luas.

Kita bukan tidak boleh memuji, bahkan akan termasuk ibadah, apabila pujian itu dapat mendorong seseorang untuk berbuat lebih baik. Akan tetapi dalam islam ada tata cara yang harus dipenuhi, antara lain adalah :

1. Pujian diyakini tidak akan menimbulkan sikap riya dan sombong.

2. Pujian diyakini akan mendorong yang dipuji untuk berbuat lebih baik.

3. Pujian hanya untuk perbuatan baik, bukan perbuatan maksiat.

Banyak sahabat Rasulullah saw yang diberi gelar sebagai penghormatan atau pujian. Namun mereka semakin tawadu’ (rendah hati), antara lain adalah :

1. Abdullah bin Abi Quhafah dengan gelar “Abu Bakar Ash-Shiddiq” (Ayah yang sejak muda sangat benar dan jujur),

2. Umar bin Khttab dengan gelar “Umar Al-Faruq” (Umar yang mampu membedakan yang hak dan yang batil),

3. Ali bin Abi Thalib dengan gelar “babul ilmi” (pintunya ilmu),

4. Khalid bin Walid dengan gelar “ Saifullah” (Pedang Allah).

Hanya Allah Yang Mahaterpuji. Semua yang ada di langit dan di bumi memuji kepada-Nya. Dia berada di atas segala yang hebat. Dan Dia pula yang berada di atas segala sanjungan dan pujian. Kata-kata tidak cukup untuk memuji-Nya. Karena karunia-Nya meliputi segala sesuatu yang ada di alam raya ini. Hendaklah kita selalu merenungkan kehebatan, keagungan dan kemulian-Nya di balik segala kejadian. Pujilah Dia, dan bersyukurlah, karena kita masih diberi kesempatan untuk memuji-Nya. Jangan membuang-buang waktu satu detik pun, tanpa bersyukur kepada-Nya dan tanpa memuji-Nya. Larutkan diri kita dalam lautan-Nya. Sadarlah, bahwa tidak ada sesuatu yang pantas di puji selain Dia Yang Mahatinggi dan Mahaterpuji

Maha benar Allah Yang Maha kaya dan Maha terpuji. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang selalu ikhlas dalam menjalankan ajaran-Nya. Aamiin. Wasslm



[i] Op cit, hadis ke-4805, hal. 444.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ اَبِيْ بَكْرَةَ عَنْ اَبِيْهِ : ( اَنَ رَجُلاً اَثْنَى عَلَى رَجُلٍ عِنْدَ النَّبِـّيِ r فَقَالَ لَهُ : قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ : اِذَا مَدَحَ اَحَدُكُمْ صَاحِبَهُ لاَ مَحَالَةَ فَليَقُلْ اِنّـِيْ اَحْسِبُهُ كَمَا يُرِيْدُ اَنْ يَقُوْلَ وَلاَ اُزَ كّـِيْهِ عَلَى اللهِ تَعالَى). ابو داود داود المجلد الثاني صحيفة 444

[ii] Baca Al-Qur’an surat Al-Maa’un [107] ayat 1 -7

[iii] QS. Al-Hjr [15] : 39 40. Lihat pula QS. Shad [38] : 82 - 83