Sabtu, 31 Juli 2010

TAUBAT


Saudaraku, kita sebagai hamba Allah sering sekali berbuat salah dan dosa, sehingga dinyatakan oleh Rasulullah saw sebagai pelaku dosa. Sabda Nabi :
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.(رواه ابن ماجه : 4241 –سنن ابن ماجه - بَاب ذِكْرِ التَّوْبَةِ – الجزء :12 - صفحة : 302)
Dari Qatadah, diterima dari Anas, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Semua Bani Adam (manusia) adalah pelaku dosa dan sebaik-baik pelaku adalah orang-orang yang taubat.(HR. Ibnu Majah : 4241, Sunan Ibnu Majah, Bab Dzikrit Taubah, juz : 12, hal. 302)
Taubat adalah kembali dari bermaksiat kepada Allah menuju kepada ketaatan kepada-Nya. Kemudian ada rasa penyesalan yang mendalam dan tidak suka mengulangi lagi perbuatan maksiat itu, atau kita sebut : “kapok”. Sabda Nabi :
عَنْ زِيَادِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ابْنِ مَعْقِلٍ قَالَ دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى عَبْدِ اللَّهِ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّدَمُ تَوْبَةٌ فَقَالَ لَهُ أَبِي أَنْتَ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ النَّدَمُ تَوْبَةٌ قَالَ نَعَمْ.(رواه ابن ماجه : 4242- بَاب ذِكْرِ التَّوْبَةِ – الجزء :12 - صفحة : 303)
Dari Ziyad bin Abi Maryam, dari Ibnu Ma’qil, ia berkata : Aku bersama ayahku mendatangi Abdullah, pada waktu itu aku mendengar dia mengatakan : Rasulullah saw berabda : “Kapok adalah taubat”. Ayahku bertanya kepada Abdullah. Apakah engkau telah mendengar Nabi saw berkata : “Kapok adalah taubat”. Abdullah menjawab : Ya. (HR. Ibnu Majah : 4242, Sunan Ibnu Majah, Bab Dzikrit Taubah, juz : 12, hal. 303)
Taubat itu diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya yang beriman sebagai perintah wajib dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim [66] : 8]
Dengan taubat yang semurni-murninya (taubatan nasuhaa), Allah akan menghapuskan segala dosa. Oleh karenanya, ayo kita bertaubat, jangan berputus asa, kita masih punya harapan besar kepada Allah Yang Maha Penerima Taubat, Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Firman Allah :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah, Hai hamba-hambaKu yang melampui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semunya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QSAz-Zumar [39] : 53)
Saudaraku, pintu taubat masih terbuka lebar, sejak matahari terbit hingga matahari terbenam, dan sejak matahari terbenam hingga matahari terbit kembali. Sabda Nabi :
عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عُبَيْدَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا. .(رواه مسلم : 4954– صحيح مسلم -بَاب قَبُولِ التَّوْبَةِ مِنْ الذُّنُوبِ وَإِنْ تَكَرَّرَتْ الذُّنُوبُ وَالتَّوْبَةُ – الجزء : 13- صفحة :322 )
Dari ‘Amer bin Murrah, ia berkata : Aku pernah mendengar Abu ‘Ubaidah menceritakan sebuah hadits yang diterima dari Abu Musa. Abu Musa menerima dari Nabi saw, beliau bersabda : Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari agar pelaku dosa pada siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar pelaku dosa malam hari bertubat hingga matahari terbit dari tempat tenggelamnya. (HR.Muslim : 4954, Shahih Muslim, Bab Qabulit Taubah Minadzdzunub wa in Takarraratidz Dzunub Wat-Taubah, juz : 13, hal. 322)
Pintu taubat selalu terbuka selama iman masih meneyelinap dalam dada dan hayat masih dikandung badan. Firman Allah :
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا - وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآَنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. (QS.Annisa’ [3] : 17-18)
Yang dimaksud dengan “kejahilan” adalah : 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu.
Betapa banyak hamba Allah yang melakukan dosa, baik kecil maupun besar, lalu segala dosanya diampuni oleh Allah karena mereka bertaubat. Firman Allah :
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71)
Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (QS.Al-Furqan [25] : 68-71)
Hamba Allah yang memproses diri untuk meraih kembali kesuciannya (fithrah) dengan jalan “Taubat”, itulah sebenarnya hamba yang paling disukai oleh Allah. Firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesunguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS.Al-Baqarah [2] : 222]
Hamba Allah yang bertaubat adalah hamba yang sungguh telah meraih sukses, yaitu keberuntungan yang amat besar. Firman Allah :
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nur [24] : 31)
Hamba yang taubat dengan semurni-murninya (taubatan nasuhaa), sejajar dengan hamba yang tidak berdosa. Sabda Nabi :
عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ.(رواه ابن ماجه : 4240 – بَاب ذِكْرِ التَّوْبَةِ – الجزء :12 - صفحة : 301)
Dari Abu ‘Ubaidah bin Abdillah, dioterima dari ayahnya, ia berkata : Rasulullah saw berabda : Orang yang bertaubat dari dosa, sama seperti orang tidak mempunyai dosa. (HR. Ibnu Majah : 4240, Sunan Ibnu Majah, Bab Dzikrit Taubah, juz : 12, hal. 301)
Saudaraku, ayo kita bertaubat dengan taubatan nashuuha, mumpung masih hidup, masih sehat, masih sempat dengan cara memantapkan niat ikhlah karena Allah, memantapkan keimanan dan ketaatan kepada-Nya. Semoga senantiasa mendapatkan hidayah-Nya. Amiin

Jumat, 30 Juli 2010

096 - Surat Al 'Alaq

MENGUSAP SEPATU, KAOS KAKI DAN PERBAN


MENGUSAP SEPATU
Orang yang terus menerus memakai sepatu, apabila berwuduk boleh (mubah)[1] mengusap bagian atas kedua sepatunya dengan air sebagai pengganti membasuh kedua kaki. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَأَبُو كُرَيْبٍ جَمِيعًا عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامٍ قَالَ : بَالَ جَرِيرٌ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ فَقِيلَ تَفْعَلُ هَذَا فَقَالَ نَعَمْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ. (رواه مسلم : 401 – صحيح مسلم – باب المسح على الخفين – الجزء : 2 – صفحة : 97)
Yahya bin Yahya At-Tamimi, Ishaq bin Ibrahim dan Abu Kuraib semuanya bercerita kepada kami, dari Abu Mu’awiyah. Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, Abu Mu’awiyah dan Waki’ bercerit kepada kami. Disini menggunakan lafaz hadis Yahya, ia berkata : Abu Mu’awiyah mengabarkan kepada kami dari Al-A’masy dari Ibrahim dari Hammam ia berkata : Jarir kencing kemudian berwuduk dan mengusap kedua sepatunya. Jarir ditanya oleh seseorang : Kamu mengerjakan ini (maksudnya mengusap sepatu). Ia menjawab : Ya, saya pernah melihat Rasulullah saw kencing, kemudian berwuduk dan mengusap kedua sepatunya. (HR.Muslim : 401, Shahih Muslim, bab Al-Mashu ‘alal khuffain, juz 2, hal. 97).
Mengusap bagian atas kedua sepatu adalah Rukhshah (keringanan), baik ketika tinggal di rumah (muqim) ataupun dalam bepergian (musafir). Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْمُسْتَمْلِىُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ وَبِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَقَدِىُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ أَبَانَ قَالُوا أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ حَدَّثَنَا الْمُهَاجِرُ بْنُ مَخْلَدٍ أَبُو مَخْلَدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ رَخَّصَ لِلْمُسَافِرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ وَلِلْمُقِيمِ يَوْمًا وَلَيْلَةً إِذَا تَطَهَّرَ فَلَبِسَ خُفَّيْهِ أَنْ يَمْسَحَ عَلَيْهِمَا (رواه الدارقطني : 796 – سنن الدارقطني - الجزء : 2 – باب ما فى المسح على الخفين – صفحة : 375)
Ali bin Ibrahim Al-Mustamly bercerita kepada kami, Muhammad bin Ishaq bin Huzaimah mengabarkan kepada kami, Bundar dan Bisyr bin Muadz Al-‘Aqady dan Muhammad bin Aban bercerita kepada kami, mereka berkata : Abdul-Wahhab bin Abdul-Majid mengabarkan kepada kami. Al-Muhajir bin Makhlad, yaitu Abu Makhlad bercerita kepada kami, dari Abdurrahman bin Abi Bakrah diterima dari ayahnya, diterima langsung dari Nabi saw : Bahwasanya beliau memberikan keringanan (Rukhshah) bagi orang musafir (orang bepergian) tiga hari tiga malam dan (memberikan keringanan) bagi orang muqim (menetap di rumah) sehari semalam, apabila ia telah bersuci, kemudian memakai kedua sepatunya, ia boleh mengusap bagian atas kedua sepatunya. (HR. Ad-Daruquthny : 796, Sunan Ad-Daruquthny, juz 2, bab maa fil-Mashi ‘alal khuffain, hal.375)
SYARAT MENGUSAP SEPATU
Ada tiga syaratyang harus dipenuhi bagi orang yang hendak mengusap kedua sepatu ketika berwuduk,[2] yaitu :
1. Memakai kedua sepatu harus sudah dalam keadaan suci secara sempurna. Apabila pemakaiannya sudah dilakukan dalam keadaan suci, maka pada wuduk berikutnya dibolehkan mengusap sepatu. Hadis Nabi :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ وَضَّأَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ فَقَالَ لَهُ فَقَالَ إِنِّيْ أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ. (رواه مسلم : 409– صحيح مسلم – باب المسح على الخفين – الجزء : 2 – صفحة : 105)
Muhammad bin Hatim bercerita kepadaku, Ishaq bin Manshur bercerita kepada kami, Umar bin Abi Zaidah bercerita kepada kami dari Asy-Sya’biy dari Urwah bin Al-Mughirah dari ayahnya, bahwasanya ia mengambilkan wadah berisi air wuduk untuk Nabi saw, kemudian beliau berwuduk dan mengusap kedua sepatunya. Beliau berkata kepadanya : Lalu beliau bersabda : Sesungguhnya aku memasukkan (kedua kaki ke dalam sepatu) dalam keadaan suci. (HR.Muslim : 409, Shahih Muslim, bab Al-Mashu ‘alal khuffain, juz 2, hal. 105).
2. Kedua sepatu dapat menutupi bagian kedua kaki yang wajib dibasuh ketika berwuduk.
3. Kedua sepatu cukup kuat untuk dipakai melakukan perjalanan pulang pergi sebagai seorang musafir. Dalam Kifayatul Akhyar,[3] menurut Syikh Abu Muhammad adalah sejauh ukuran boleh mengqashar. Sedangkan menurut Abu Hamid adalah tiga mil.[4]
CARA MENGUSAP SEPATU
1. Mengusap bagian atas kedua sepatu, yaitu punggung sepatu bagian luarnya, berdasarkan hadis Nabi :
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي الْعَبَّاسِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظُهُورِ الْخُفَّيْنِ (رواه احمد : 17518 – مسند احمد –باب حديث المغيرة بن شعبة – الجزء : 37 – صفحة : 174)
Ibrahim bin Abi Al-Abbas bercerita kepada kami, Abdurrahman bin Abi Az-Zinad bercerita kepada kami, dari Abi Az-Zinad dari Urwah ia berkata : Al-Mughirah bin Syu’bah berkata : Saya pernah melihat Rasulullah saw, mengusap bagian punggung (bagian atas) kedua sepatunya. (HR. Ahmad : 17518, Musnad Ahmad, bab hadis Al-Mughirah bin Syu’bah, juz 37, hal. 174)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا حَفْصٌ يَعْنِي ابْنَ غِيَاثٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ. (رواه ابوداود : 140 – سنن ابي داود – الجزء : 1 - باب كيف المسح – صفحة : 203)
Muhammad bin Al-‘Ala’ bercerita kepada kami, Hafsh, yaitu Ibnu Ghiyats bercerita kepada kami, dari Al-A’masy dari Abu Ishaq dari ‘Abdi Khair diterima dari Ali ra ia berkata : Andaikata agama itu diukur berdasarkan akal pikiran, tentu mengusap bagian bawah sepatu lebih pantas dari pada mengusap bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah saw mengusap pada bagian punggung (bagian atas) kedua sepatunya. (HR.Abu Daud : 140, Sunan Abu Daud, Juz : 1, babKaifal A-Mash, juz 1, hal. 203)
2. Sepatu diusap dengan jari-jari yang merenggang sebanayk satu kali usapan saja. Hadis Nabi :
أَخْبَرَنَا َأبُوْ عَبْدِ اللهِ اَلْحَافِظُ حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيْدِ اَلْفَقِيْهُ حَدَّثَنَا اَلْحَسَنُ بنُ سُفْيَانَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أبو أُسَامَةَ عَن أَشْعَثَ عَنِ الْحَسَنِ عَنِ الْمُغِيْرَةِ بنِ شُعْبَةَ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ ثُمَّ جَاءَ حَتَّى تَوَضَّأَ ثُمَّ مَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى خُفِّهِ الْاَيْمَنِ وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى خُفِّهِ الْاَيْسَرِ ثُمَّ مَسَحَ أَعْلَاهُمَا مَسحَةً وَاحِدَةً حَتَّى كَأَنِّيْ اَنْظُرُ إِلَى َأصَابِعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْخُفَّيْنِ (السنن الكبرى للبيهقي – باب : 1 – الجزء : 1 – صفحة : 292)
Abu Abdullah Al-Hafiz bercerita kepada kami, Abu Al-Walid Al-Faqih bercerita kepada kami, Al-Hasan bin Sufyan bercerita kepada kami, Abu Bakr bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, Abu Usamah bercerita kepada kami, dari Asy’ats dari Al-Hasan dari Al-Mughirah bin Syu’bah ia berkata : Aku melihat Rasulullah saw kencing, kemudian berwuduk, lalu mengusap kedua sepatunya. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas sepatunya yang kanan, dan meletakkan tangan kirinya di atas sepatunya yang kiri, kemudian beliau mengusap bagian atas kedua sepatunya sebanyak satu kali usapan, hingga seolah-olah aku melihat jari-jari Rasulullah saw berada di atas kedua sepatu itu. (HR. Al-Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi, bab 1, juz 1, hal. 292)
WAKTU MENGUSAP SEPATU
1. Permulaan waktu mengusap sepatu adalah sejak orang itu mengalami hadas sesudah memakai sepatu dalam keadaan suci.[5] Rasulullah saw bersabda :
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَأَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ فَقَالَ دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا.(رواه البخاري : 199- صحيح البخاري – باب اذا أدخل رجليه وهما طاهرتان – الجزء : 1 – صفحة : 346)
Abu Nu’aim bercerita kepada kami, ia berkata : Zakariyaau bercerita kepada kami dari Amir dari Urwah bin Al-Mughirah dari ayahnya, ia berkata : Saya bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan, saya membungkuk untuk memcopot kedua sepatunya, lalu beliau bersabda : Biarkanlah (jangan dicopot), sebab aku memasukkannya dalam keadaan suci, kemudian beliu mengusapnya. (HR.Bukhari : 199, Shahih Bukhari, bab idzaa adkhala rijlaihi wa humaa thaahirataani, juz1, hal. 346)
2. Waktu bolehnya mengusap sepatu bagi musafir (bepergian) selama tiga hari tiga malam dan bagi yang muqim (tinggal di rumah) sehari semalam. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ وَحَمَّادٌ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ الْجَدَلِيِّ عَنْ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ لِلْمُسَافِرِ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ وَلِلْمُقِيمِ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ. (رواه ابوداود : 135 – سنن ابي داود – الجزء : 1 – باب التوقيت فى المسح – صفحة : 196)
Hafsh bin Umar bercerita kepada kami, Syu’bah bercerita kepada kami dari Al-Hakam dari Ibrahim dari Abu Abdullah Al-Jadaly dari Khuzaimah bin Tsabit diterima dari Nabi saw ia bersabda : Mengusap sepatu bagi orang yang bepergian waktunya adalah tiga hari, dan bagi orang yang menetap (muqim) waktunya adalah sehari semalam. (HR.Abu daud : 135, juz 1, bab At-Tawqit filmashi, hal. 196)
YANG MEMBATALKAN MENGUSAP SEPATU[6]
1. Sepatu dilepas atau terlepas, baik kedua-duanya atau salah satunya.
2. Telah habis waktunya, yaitu tiga hari tiga malam bagi musafir (bepergian) dan sehari semalam bagi yang muqim (tinggal di rumah).
3. Adanya sesuatu yang menyebabkan mandi wajib, sebab mandi wajib tidak boleh mengusap sepatu. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ زِرٍّ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ لَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ (رواه ابن ماجه : 471 – سنن ابن ماجه - باب الوضوء من النوم – الجزء : 2 – صفحة : 82)
Abu Bakr bin Abi Syaibah bercerita kepada kami, Sufyan bin Uyaynah bercerita kepada kami, dari ‘Ashim dari Zir dari Shafwan bin ‘Assal ia berkata : Rasulullah saw menyuruh kami agar tidak mencopot sepatu selama tiga hari (bagi musafir), kecuali karena junub, tetapi (tetap boleh mengusap sepatu) karena buang air besar, kencing dan tidur. (HR. Ibnu Majah : 471, Sunan Ibnu Majah, bab Al-wuduk minan-Nawm, juz 2, hal. 82)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن مُحَمَّدِ بن صَدَقَةَ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن خَالِدٍ الْحِمْصِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بن عَبْدِ الْمَلِكِ الْعَوْصِيُّ، عَنْ أَبِي الْحَسَنِ الْهَمْدَانِيِّ عَلِيِّ بن صَالِحٍ عَنْ عَاصِمِ بن أَبِي النَّجُودِ، عَنْ زِرِّ بن حُبَيْشٍ، عَنْ صَفْوَانَ بن عَسَّالٍ الْمُرَادِيِّ، قَالَ :"كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ، يَأْمُرُنَا إِذَا سَافَرْنَا أَنْ لاَ نَنْزِعَ الْخُفَّيْنِ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ ولَيَالِيَهَا إِلا مِنْ جَنَابَةٍ، يَأْمُرُنَا بِالْمَسْحِ عَلَيْهَا مِنَ الْغَائِطِ، وَالْبَوْلِ، وَالنَّوْمِ".(رواه الطبراني : 7239 – المعجم الكبير للطبراني – باب : 2 – الجزء : 7 – صفحة : 64)
Ahamad bin Muhammad bin Shadaqah Al-Baghdady bercerita kepada kami, Muhammad bin Khalid Al-Himshy bercerita kepada kami, Aby bercerita kepada kami, Salamah bin Abdul-Malik Al-‘Awshy bercerita kepada kami, dari Abi Al-Hasan Al-Hamdany, yaitu Ali bin Shalih dari ‘Ashim bin Aby An-Najud, dari Zir bin Hubaisy dari Shafwan bin ‘Assal Al-Murady ia berkata : Rasulullah saw menyuruh kami, bila kami bepergian agar tidak mencopot kedua sepatu selama tiga hari tiga malam, kecuali karena junub, dan beliau menyuruh kami agar tetap mengusap sepatu karena buang air besar, kencing dan tidur. (HR. Thabrany : 7239, Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrany, bab 2, juz 7, hal. 64)
Manakah yang lebih utama antara mengusap kedua sepatu dan membasuh kedua kaki. Dalam kitab Al-Fatawa Al-Kubra[7] dikemukakan tiga hal, yaitu :
1. Bagi orang yang memakai sepatu, lebih utama menguap kedua sepatunya.
2. Bagi orang yang memakai sepatu, lebih utama tidak melepas sepatunya karena mengikuti perbuatan Rasulullah saw dan para sahabatnya.
3. Bagi orang yang tidak memakai sepatu, kedua kakinya terbuka, lebih utama membasuh kedua kaki.
MENGUSAP KAOS KAKI
Boleh pula mengusap kedua kaos kaki sebagai pengganti membasuh kedua kaki dengan syarat seperti mengusap sepatu di atas. Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي قَيْسٍ عَنْ هُزَيْلِ بْنِ شُرَحْبِيلَ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ : تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسَحَ عَلَى الْجَوْرَبَيْنِ وَالنَّعْلَيْنِ (رواه الترمذي : 92- سنن الترمذي – باب ماجاء فى المسح على الجوربين – الجزء : 1 – صفحة : 167)
Hannad dan Mahmud bin Ghailan bercerita kepada kami, mereka berdua berkata : Waki’ bercerita kepada kami, dari Sufyan dari Abi Qais dari Huzail bin Syurahbil dari Al-Mughirah bin Syu'bah ia berkata : Rasulullah saw berwuduk dan mengusap kedua kaos kaki dan kedua sepatu. (HR. Tirmidzi : 92, Sunan At-Tirmidzi, bab maa jaa-a fi Al-Mash ‘alaa Al-Jaurabai, juz 1, hal. 167)
MENGUSAP PERBAN
Orang yang dalam keadaan sakit, seperti luka atau lainnya, sehingga terpaksa harus menggunakan perban, maka dalam menghilangkan hadas, baik hadas kecil ataupun hadas besar, boleh (mubah) mengusap perbannya sebagai pengganti basuhan anggota yang wajib dibasuh. Semua perban yang menempati anggota yang wajib dibasuh, wajiblah pula diusap seluruhnya.
Mengusap perban dalam agama islam adalah kemudahan (Rukhshah) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Firman Allah :
مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ (المائدة : 6)
Allah tidak hendak menyulitkan kamu. (QS. Al-Maidah [5] : 6)
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ (البقرة : 185)
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
(QS. Al-Baqarah [2] : 185)
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ (الحج : 78)
Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al-Hajj [22] : 78)
Rasulullah saw suka memilih yang lebih mudah diantara dua pilihan selama bukan perbuatan dosa, seperti tergambar dalam hadis :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بنُ الفَضْل القَطَّان أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ جَعْفَرَ بْنِ دَرَسْتَوِيْه حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ سُفْيَانَ حَدَّثَنِى عَبْدُ اللهِ ابنِ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا اَنَّهَا قَالَتْ : مَا خَيَّرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ اَمْرَيْنِ اِلاَّ اَخَذَ اَيْسَرَهُمَا مَالَمْ يَكُنْ اِثْمًا فَإِذَا كَانَ اِثْمًا كَانَ اَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ. (رواه الْبيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – الجزء : صفحة : 41)
Abu Al-Husain bin Al-Fadlal Al-Qaththan mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Ja’far bin Darastaweh mengabarkan kepada kami, Ya’qub bin Sufyan bercerita kepada kami, Abdullah bin Maslamahh bercerita kepadaku, dari Malik bin Syihab dari ‘Urwah dari Aisyah ra, bahwasanya ia berkata : Rasulullah saw, tidak memilih diantara dua hal, kecuali beliau mengambil yang lebih mudah selama hal tersebut bukan perbuatan dosa, apabila hal itu perbuatan dosa, maka beliaulah orang yang paling sangat menjauhinya. (HR.Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra lil-Baihaqi, juz 7, hal. 41)
Dalam Manjmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah[8] terdapat lima perbedaan antara mengusap sepatu dengan mengusap perban, yaitu :
1. Mengusap perban adalah wajib; sedangkan mengusap sepatu adalah mubah, yaitu boleh memilih antara mengusap sepatu dan membasuh kaki.
2. Mengusap perban boleh untuk hadas kecil dan hadas besar; sedangkan mengusap sepatu hanya boleh untuk hadas kecil.
3. Mengusap perban tidak dibatasi dengan waktu, karena bersifat darurat; sedangkan mengusap sepatu dibatasi dengan waktu.
4. Mengusap perban adalah meratakan semua usapan sebagaimana meratakan basuhan pada kulit, karena mengusap perban sama dengan membasuhnya; sedangkan mengusap sepatu hanya pada bagian atanya saja.
5. Mengusap perban dapat dilakukan walaupun memakainya dalam keadaan hadas, demikian menurut kebanyakan ulama’. Menurut sebagian ulama’ lainnya, memakai perban harus dalam keadaan suci.



[1].Mubah maksudnya adalah mengerjakan atau meninggalkan sama saja, tidak berpahala mengerjakannya dan tidak berdosa meninggalkannya.
[2]. Taqiyuddin Al-Imam Abi Bakr bin Muhammad, Kifayatul Akhyar, juz 1, cetakan Ke-2, Sulaiman Mara’i, Kota Baru Pinang Singapur, tanpa tahun, hal. 29.
[3]. Ibid, , hal. 30.
[4]. 1 mil Belanda = 1 km (1000 meter), 1 mil Inggeris = ± 1609 meter (± 1,609 km), 1 mil Jerman = ± 7420 meter (± 7,420 km). (Dikutip dari Kamus Baru Bahasa Indonesia, oleh : Drs. Yulius. S,- Drs. Suryadi,- Syamsuri Effendi,- R. Suma Admadjaja, Penerbit : Usaha Nasional, Surabaya, cet. ke II th 1984, hal.149). Dari tiga macam ukuran jarak di atas, maka 1 mil Jerman lebih dekat dijadikan sebagai pilihan, yaitu = 7,420 km x 3 = 22,260 km. Jadi, 3 mil = 22,260 km. Rasulullah saw pernah mengerjakan salat zuhur di Madinah 4 rakaat (lengkap 4 rakaat atau salat tamam) dan setelah sampai di Dzilhulaifah mengerjakan salat ashar 2 rakaat (salat Qashar). Sedangkan jarak antara Madinah – Dzilhulaifah (Bir Ali) adalah 12 km.
[5]. Taqiyuddin Al-Imam Abi Bakr bin Muhammad, Kifayatul Akhyar, juz 1, Op cit, hal.31.
[6]. Ibid, hal. 32.
[7]. Al-Fatawa Al-Kubra, Oleh Ibnu Taimiyah, bab Al-Mashu ‘Alal-Khuffain, juz 7, hal. 449.
[8]. Manjmu’ Fatawa ibnu Taimiyah, bab Istijmar Bi-aqallaa bitsalaatsati ahjaar, juz 4, hal. 421